Desember 2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
curahan rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami berhasil menyelesaikan penyusunan buku
Pedoman Pelayanan Tim Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) di Rumah Sakit Umum
‘Aisyiyah Ponorogo.
Buku Pedoman ini merupakan panduan kerja dalam pemberian pelayanan pasien penderita
TB di Rumah Sakit Umum ’Aisyiyah Ponorogo, sehingga pelayanan kesehatan dapat berjalan
dengan baik dan memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan Pedoman Pelayanan Tim DOTS di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah
Ponorogo.
Penyusun
DAFTAR ISI
Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo tentang Pedoman Pelayanan
Tim Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah
Ponorogo
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………... 1
B. Tujuan ................................................................................................ 2
D. Batasan Operasional........................................................................... 4
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
TIM DIRECT OBSERVE TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS)
RUMAH SAKIT UMUM ’AISYIYAH PONOROGO
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM
Ditetapkan di : PONOROGO
Pada Tanggal : 08 Shafar 1436 H
01 Desember 2014 M
Direktur,
Tembusan :
1. Komite Medis
2. Satuan Pemeriksa Internal
3. Kabag/Kabid di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo
4. Tim DOTS RSU ‘Aisyiyah Ponorogo
5. Arsip
Lampiran
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO
Nomor : RSUA/0808/PER/III.6.AU/I/XII/2014
Tanggal : 08 Shafar H / 01 Desember 2014 M
Tentang : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo tentang Pedoman
Pelayanan Tim DOTS di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut World Organization ( 1999 ) jumlah pasien TB di Indonesia 10% dari
jumlah pasien TB di dunia dan merupakan peringkat ke 3 terbanyak di dunia setelah India
dan China. Diperkirakan saat ini jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah
pasien TB di dunia dan setiap tahun terdapat 539.000 kasus. Insiden kasus TB BTA positif
sekitar 107 per 100.000 penduduk.
Data survey Tuberculosis nasional tahun 2004 kasus baru di Indonesia rata – rata 110 per
100.000 dengan kematian 100.000 dengan kematian 100.000 pertahun. Hasil Riset
kesehatan Dasar
( Riskesdas ) tahun 2007 menyatakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian
nomor 2 setelah stroke baik di perkotaan maupun di pedesaan. Berdasarkan data statistik
RS tahun 2007, TB menempati urutan pertama dalam program penyakit menular ( 27,6% ),
dan menempati urutan ke 14 sebagai penyakit terbanyak di rawat inap, sedangkan tahun
2008 menempati urutan ke 7 sebagai penyakit terbanyak di rawat jalan.
Pada tahun 1993, WHO telah menyatakan TB merupakan keadaan darurat dan
pada tahun 1995 merekomendasikan strategi DOTS sebagai salah satu langkah yang paling
efekfif dan efisien dalam penanggulangan TB. Khusus untuk di RS dan Balai Kesehatan
Paru Masyarakat ( BPKM ) intervensi DOTS baru dilakukan secara aktif sejak tahun 2000.
Hasil survey prevalensi TB tahun 2004 menunjukkan bahwa pola pengobatan pasien TB ke
RS ternyata cukup tinggi, yaitu sekitar 60% pasien TB pertama kali mencari pengobatan ke
RS sedangkan sisanya ke Puskesmas dan praktek swasta. Untuk menanggulangi masalah
TB, strategi DOTS harus diekspansi dan diaselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan
yang ada dengan mengikut sertakan secara aktif semua pihak dalam kemitraan yang
bersinergi untuk penanggulangan TB.
B. Tujuan Pedoman
a. Umum
Meningkatkan mutu pelayanan tuberculosis di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo.
D. Batasan Operasional
Pengertian
Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit adalah
E. Dasar Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
( Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
5063 )
2. Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
( Lembaran Negara RI tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran negara RI Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5072 )
12. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor YM.02.08/III/673/07
tentang Penatalaksanaan Tuberkulosis di Rumah Sakit.
B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan di Poli DOTS
Karena keterbatasan tenaga dan kesibukan di masing – masing unit kerjanya, maka dari tim
DOTS dibuat jadwal dengan sistem on call.
C. Pengaturan Jaga
a. Pengaturan jadwal poli DOTS dan dipertanggungjawabkan oleh Ketua TIM
DOTS.
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu 1 bulan dan direalisasikan ke petugas
pelaksana.kecuali petugas laboratorium dan farmasi tidak dijadwalkan
menyesuaikan dengan kebutuhan.
Pelatihan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keterampilan dan pengetahuan tenaga yang
bekerja di Poli DOTS sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran dan keperawatan.
Pelatihan yang diperlukan yaitu : Pelatihan pelayanan tuberculosis dengan strategi
DOTS di RS bagi tenaga dokter, perawat dan laboratorium, Service excellent
C. DENAH RUANG
Denah ruang unit DOTS terlampir
3. ALKES
4. OBAT-OBATAN
Ruang Laboratorium
1. ART
NO NAMA ALAT JUMLAH SPESIFIKASI UKURAN KET
1 Lemari file 1 Standar
2 Meja kayu 1 1x2 M
3 Meja komputer 1 Standar
4 Seperangkat komputer 1 LG inch
5 Telepon 1 tens Standar
6 Kursi 2 futura Standar
7 Kipas angin berdiri 1 maspion Sedang
8 Jam dinding 1 quatz Standar
9 AC 2
10. Alat pengatur waktu 1
11 Sulut api 1
3. ALKES
4. OBAT-OBATAN
Strategi penemuan
o Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Pelibatan semua
layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi
keterlambatan pengobatan.
o Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap
a. kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien
dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),
b. kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga
pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh,
Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu ( SPS )
o S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
o P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
Fasyankes.
o S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen
dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu
eksternal pemeriksaan laboratorium.
2. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Diagnosis TB paru
o Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
o Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
Suspek TB Paru
Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur diagnostic ini
dapat digunakan secara lebih fleksibel : pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan
bersamaan dengan foto toraks dan pemeriksaan lain yang diperlukan.
Keterangan :
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak Laporan BTA BTA positif
jelas positif keluarga,
BTA negatif atau
tidak tahu,BTA tidak
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif (10mm,
atau ³ 5mm
pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan Bawah garis Klinis gizi
/keadaan gizi merah ( KMS ) buruk(BB/U<60%)
atau BB/U <
80%
Demam tanpa 2 minggu
sebab jelas
Batuk 3 minggu
Pembesaran 1 cm jumlah > 1
kelenjar limfe tidak nyeri
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Kesan TB
Tidak
jelas
Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
M.tuberkulosis. Semua suspek TB MDR diperiksa dahaknya dua kali, salah satu diantaranya
harus dahak pagi hari. Uji kepekaan M.tubercu/osis harus dilakukan di laboratorium yang telah
tersertifikasi untuk uji kepekaan.
Sambil menunggu hasil uji kepekaan, maka suspek TB MDR akan tetap meneruskan
pengobatan sesuai dengan pedoman pengendalian TB Nasional.
4. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Tujuan, dan Prinsip Pengobatan
Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang tergolong pada lini
pertama.
Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel dibawah ini:
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Jumlah
Dosis per hari/ kali
Hari/kali
Tahap Lama
Tablet Kablet Tablet Tablet Menelan
pengobatan pengobatan
Isoniasid Rifampisin pirazinamid Etambutol Obat
@ 300 mgr @450mgr @500 mgr @250 mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mq 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol
Streptomisin ini.
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol
Streptomisin inj.
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol
mg Streptomisin inj.
3 71 kg 5 tab 4KDT + 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol
1000mg Streptomisin
inj.
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat
juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua
Skor 3 6
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Keterangan:
• Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
• Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
• Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
• Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
• OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem
skoring. Bila hasil evaluasi dengan sistem skoring didapat skor < 5, kepada anak tersebut
diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak
tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah
pengobatan pencegahan selesai.
Pasien paru Akhir Intensif Positif Beri Sisipan 1 bulan. Jika setelah sisipan
BTA masih tetap positif, teruskan pengobatan tahap
po sit if lanjutan. Jika setelah sisipan masih tetap
dengan positif:
pengobat • tahap lanjutan tetap diberikan
a n ulang • jika memungkinkan, lakukan biakan, tes
kategori 2 resistensi atau rujuk ke layanan TB-MDR
Pada bulan Negatif Pengobatan diselesaikan
ke-5 pengobatan Positif Pengobatan dihentikan , rujuk ke layanan TB-
MDR
Negatif Pengobatan diselesaikan
Akhir Positif Pengobatan dihentikan , rujuk ke layanan TB-
Pengobatan (AP) MDR Pengobatan dihentikan , rujuk ke
. layanan TB-MDR Pengobatan dihentikan ,
rujuk ke layanan TB-MDR
Tindakan-1 Tindakan-2
• Lacak pasien Bila hasil BTA negatif Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
• Diskusikan dan atau Tb extra paru:
cari masalah
• Periksa 3 kali Bila satu atau lebih hasil Lama pengobatan Lanjutkan pengobatan
dahak (SPS) BTA positif sebelumnya kurang dari 5 sampai seluruh dosis
dan lanjutkan bulan * selesai
pengobatan
sementara Lama pengobatan - - kategori 1 :
menunggu sebelumnya lebih dari 5- Mulai kategori 2
hasilnya bulan - - kategori 2 :
- Rujuk, mungkin kasus TB
- resisten obat
■ Periksa 3 kali Bila hasil BTA negatif Pengobatan dihentikan, pasien diobse bila gejalanya
dahak SPS atau Tb extra paru: semakin parah perlu dilakukan pemeriksaan kembali
■ Diskusikan dan (SPS atau biakan)
cari masalah
■ Hentikan Bila satu atau lebih hasil Kategori-1 Mulai kategori-2
pengobatan BTA positif
sambil
menunggu hasil
Kategori-2 Rujuk, kasus TB resistan obat.
pemeriksaan
dahak.
Keterangan :
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan sebelumnya
kurang
dari 5 bulan:
lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelui pengobatan harus
diperiksa dahak.
Tidak ada nafsu makan, mual, Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur
sakit perut
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar di INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari
kaki
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu
(urine) penjelasan kepada pasien.
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah *).
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus
menghilang.
Bingung dan muntah-muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera lakukan tes
(permulaan ikterus karena fungsi hati.
obat)
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.
A. DEFINISI
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman
Sistem tersebut meliputi :
Assesment resiko
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
Pelaporan dan analisis insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
B. TUJUAN
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakitterhadap pasien dan masyarakat
Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah
Terlaksananya program – program pencegahansehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak berusia kurang
dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 -49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus
baru 25% terjadi di negara – negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan
kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung
ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi ( misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan kesehatan yang
belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan
bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll )
Penyakit hepatitis B dan C, yang keduannya potensial untuk menularkan melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI
angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan
angka kesakitan hepatitis C di masyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua
penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut di atas memperkuat keinginan untuk
mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi.
i. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko tinggi
terinfeksii penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan tersebut,
setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”. paparan
ii. Tindakan yang beresiko terpajan
1. Cuci tangan yang kurang benar.
2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
Indikator program TB
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian TB digunakan beberapa indikator.
Indikator pengendalian TB secara nasional ada 2 :
1. Angka penemuan pasien baru TB BTA positif ( Case Detection Rate = CDR )
2. Angka Keberhasilan Pengobatan ( Succes Rate = SR )
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut
diatas,
yaitu :
1. Angka penjaringan suspek
2. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya
3. Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB Paru
4. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
5. Angka Konversi
6. Angka kesembuhan
7. Angka Kesalahan Laboratorium
8. Angka Notifikasi Kasus ( CNR )
9. Angka Penemuan Kasus ( CDR )
10. Angka keberhasilan pengobatan
11. Angka keberhasilan rujukan
12. Angka default
Analisa
1. Angka penjaringan Suspek :
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui akses pelayanan
dan upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan
kecenderungannya dari waktu ke waktu ( triwulan / tahunan)
Rumus :
Jumlah pasien yang diperiksa X 100%
Jumlah penduduk
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu
berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan
pasien yang menular (pasien BTA Positif).
Adalah persentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.
Rumus :
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80 %. Angka konversi yang tinggi akan diikuti
dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Selain dihitung angka konversi pasien baru
TB paru BTA positif, perlu dihitung juga angka konversi untuk pasien TB paru BTA positif
yang mendapat pengobatan dengan kategori 2.
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien TB BTA positif
yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien TB BTA positif yang
tercatat.
Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk pasien baru BTA positif yang mendapat
pengobatan kategori 1 atau pasien BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2.
Angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan program dan masalah potensial.
Contoh perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori 1.
Rumus :
Jumlah pasien TB baru BTA Positif yang sembuh X 100%
Jumlah Pasien TB baru BTA positif yang diobati
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara mereview
seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 9 - 12 bulan
sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh, setelah selesai
pengobatan. Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
dihitung dari laporan TB.08. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka
kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan.
Bila angka kesembuhan lebih rendah dari 85%, maka harus ada informasi dari hasil
pengobatan lainnya, yaitu berapa pasien yang digolongkan sebagai pengobatan lengkap,
default (drop-out atau lalai), gagal, meninggal, dan pindah keluar. Angka default tidak
boleh lebih dari 10%, sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh
Angka kesalahan baca sediaan ( error rate ) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5 %.
Apabila error rate = 5% dan positif palsu serta negatif palsu keduanya < 5% berarti mutu
pemeriksaan baik.
Rumus :
Jumlah semua TB ( Semua tipe ) yang dilaorkan dalam TB 07 X 100%
Jumlah penduduk
Angka ini berguna untuk menunjukkan "trend" atau kecenderungan meningkat atau
menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
Rumus :
Jumlah pasien TB BTA positif ( sembuh + pengobatan lengkap ) X 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang diobati
TB Paru masih merupakan masalah di negara berkembang, bahkan di negara maju, masalah ini
kembali muncul dengan adanya HIV-AIDS. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pengobatan diantaranya antara lain : Faktor sarana, Faktor penderita, Faktor keluarga dan
Masyarakat Lingkungan.
Strategi DOTS sesuai dengan anjuran WHO telah terbukti dapat menekan angka drop out dengan
meningkatkan angka kesembuhan. Strategi DOTS juga akan menjamin kesembuhan, mencegah
penularan, terbukti mencegah resistensi, efektif dengan biaya relatif rendah.
Keberhasilan pelaksanaan strategi DOTS di Rumah Sakit sangat tergantung pada komitmen pada
kemampuan para penyelenggara pelayanan kesehatan serta dukungan dari semua pihak untuk
mencapai hasil yang optimal.
Ditetapkan di : PONOROGO
Pada Tanggal : 08 Shafar 1436 H
01 Desember 2014 M
Direktur,