Anda di halaman 1dari 148

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU SANTO YUSUP BORO

Nomor : 148/KEP/Dir.Ut/II/2017

Tentang :
PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

DIREKTUR RSU SANTO YUSUP BORO

Menimbang : a. bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

b. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan


yang prima dan professional dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit diperlukan suatu pedoman.

c. berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka perlu Pedoman Peorganisasian


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sebagai acuan dan pedoman dalam
melaksanakan tugas.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan.
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 77 tahun 2015 tentang
Pedoman Oganisasi Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 69 tahun 2014
tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 56 tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
270/MENKES/SK/III/2007 tntang Pedoman Manajemen Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
382/MENKES/SK/III/2007 tentang Pedoman Penanganan dan Pengendalian
Infesi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya.
10. Surat Keputusan Ketua Pengurus RSU Santo Yusup Boro Nomor:
07/YRSSY/SK.Peng-SO/XII/2016 tentang Pengesahan Struktur Organisasi.
11. Surat Keputusan Ketua Pengurus RSU Santo Yusup Boro Nomor:
01/YRSSY/SK.Peng-Dir.Ut/XII/2016 tanggal 28 Desember 2016, tentang
Pengangkatan Direktur Utama RSU Santo Yusup Boro.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RSU SANTO YUSUP BORO TENTANG


PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI.

Kedua : Pedoman Pengorganisasian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada


Diktum Kesatu sebagaimana terlampir dalam lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pedoman Pengorganisasian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi digunakan


sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapan di : Boro

Pada tanggal : 06 Februari 2017

Direktur Utama,

dr, Clara Soraya


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................


KATA PENGANTAR ..................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................................
1. Gambaran Umum PPI RSU Santo Yusup Boro Kulon Progo ................................
2. Visi, Misi, Falsafah,Tujuan PPI-RSU Santo Yusup Boro Kulon Progo .................
3. Struktur Organisasi PPI-RSU Santo Yusup Boro Kulon Progo .............................
BAB II. PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
1. Kewaspadaan standar ..............................................................................................
2. Kewaspadaan berdasarkan penularan /Tranmisi .....................................................
3. Perawatan Pasien dalam isolasi ..............................................................................
BAB III. KEBERSIHAN TANGAN ............................................................................
BAB IV. PANDUAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI..............................
BAB V PEMROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN ...................................
BAB VI. PENGELOLAAN SAMPAH ........................................................................
BAB VII. PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN ..........................................
BAB VIII.PENAGANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR /SUSPEK
BAB IX. KEBERSIHAN RUANG PERAWATAN ....................................................
BAB X PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK
PENGUNJUNG ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya
kami mampu menyelesaikan Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) ini
dengan baik. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini kami susun sebagai upaya
peningkatan pelayanan dan perawatan pasien di Rumah sakit, harapannya dengan adanya
ketentuan-ketentuan yang telah disusun dalam buku ini kasus-kasus seputar penyakit infeksi
yang terjadi di rumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin.
Kami menyadari bahwa Buku Pedoman Pengendalian dan Pencegahan Infeksi ini masih
jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami mengharapkan masukan-masukan yang bersifat
membangun guna penyempurnaan buku ini.
Akhirnya kami Panitia PPI-RSU St. Yusup Boro mengucapkan terima kasih atas dukungan
berbagai pihak terkait, dan kami berharap semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum St. Yusup Boro.

Kulon progo, Agustus 2020


Tim Pedoman PPI – RSU St. Yusup boro
STRUKTUR ORGANISASI
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT St. ELISABETH SEMARANG

KETUA DIREKTUR
TIM PPI-RS UTAMA

SEKRETARIS
TIM PPI-RS

ANGGOTA Anggota Anggota Anggota Anggota


IPCN/ IPCLN IPPL CSSD Farmasi Lainnya
Rawat Inap

A. Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPPI-RS)


Panitia PPI-RS pada dasarnya adalah pembuat kebijakan dalam semua kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Tugas dan tanggung jawab
pokoknya menelaah dan menyetujui kelayakan dan kemampuan pelaksanaan semua
kegiatan terkait surveylans, upaya pencegahan dan pengendalian infeksi serta prsedur-
prosedur yang di buat dan akan dilaksanakan. Kebijakan harus tertulis dengan jelas,
termasuk prosedur yang dipakai dalam pelaksanaan survylans dan kegiatan yang lain.
Secara ringkas komite PPI-RS bertanggung atas :
1. Terlaksananya surveylans
2. Terlaksananya upaya pencegahan infeksi dan penerapan kewaspadaan universal
baku.
3. Terlaksananya penanggulanggan infeksi investigasi Kejadian Luar Biasa
4. Terlaksananya pendidikan dan pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi
5. Pengembangan prosedur kerja dan kebijakan yang terkait kegiatan PPI – RS
6. Pemilihan dan Evaluasi pengadaan bahan dan alat yang berhubungan dengan
program PPI-RS

B. Tim Pelaksana PPI-RS


Tim pelaksana PPI-RS bertanggungjawab atas pelaksanaan program pencegahan
dan pengendalian infeksi di RS.St. Elisabeth sorang IPCD (Infection Prevention
Control Dokter), IPCN (Infection Prevention Control Nurse), IPCO (Infection
Prevention Control Officer ) terlatih berperan sekaligus sebagai Tim Pelaksana Harian
PPI-RS,selain dia sebagai komite PPI-RS. Jumlah personil dan waktu yang diperlukan
untuk menjalankan Program PPI-RS ditentukan bersama antara Komite PPI-RS
dengan Managemen RS.

Jumlah personil dan waktu yang diperlukan sangat bergantung banyak hal,
diantaranya :
1. Besar kecilnya rumah sakit dan kompleksitas pelayanan yang diberikan.
2. Faktor resiko yang mungkin terjadi diantara populasi pasien.
3. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan bagi petugas rumah sakit.
4. Peraturan perundangan yang terkait dengan program PPI – RS
5. Ketersediaan Sumber Daya dan Sumber Dana

Misalnya : seorang IPCN desertai tanggungjawab pelaksanaan dan koordinasi


kegiatan PPI-RS dalam sekelompok kecil di rumah sakit ( 100 – 150 TT ). Bisa juga
dibentuk bagian PPI yang dikelola oleh Tim Profesional bekerja untuk area perawatan
yang luas.
Apapun bentuk dan jumlah tenaga PPI-RS, semua anggota yang terlibat dalam
kegiatan PPI-RS harus memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan
tugasnya ( 75 % anggota Tim PPI-RS harus terlatih )

C. Susunan Keanggotaan Panitia PPI-RS


Anggota Panitia PPI-RS yang sekaligus Tim Pelaksana Program PPI-RS di RSU
Santo Yusup Boro berasal dari multi disiplin ilmu dengan latar belakang pendidikan
formal yang beraneka ragam, seperti dokter, perawatan, analis kesehatan, kesehatan
masyarakat, sanitasi lingkungan, farmasi dan lain – lainya, namun yang tak kalah
penting adalah mereka pernah mendapat pelatihan atau pengalaman dalam bidang
upaya pencegahan dan pengendalian Infeksi termasuk surveyllans.

Panitia PPI-RSU Santo Yusup Boro memiliki anggota inti sebagai berikut :
1. IPCD (Dokter Pengendali Infeksi) sebagai Ketua Tim PPI-RS
2. IPCN (Perawat Pengendali Infeksi) sebagai Sekretaris sekaligus Ketua Tim PPI-
RS
3. Pelaksana Harian PPI-RS (IPCN)
4. Perwakilan Staf Medik
5. Perwakilan Staf Unit Perawatan
6. Perwakilan Instalasi Farmasi
7. Tenaga Teknis Sanitasi
8. Tenaga Teknis CSSD
9. Tenaga Teknis IPPL / Laundry
10. Laboratorium Mikrobiologi
D. Uraian Tugas Panitia PPI-RS
Uraian tugas harus dibuat oleh semua individu yang termasuk anggota Panitia
PPI-RS sesuai tugasnya dalam program PPI-RS. Dalam uraian tugas tersebut termuat
persyaratan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas digariskan dalam program
PPI-RS yaitu :
1. Pengetahuan
2. Ketrampilan
3. Kualifikasi

Pengetahuan dasar yang banyak membantu pelaksanaan Program PPI-RS


adalah :
1. Dasar – dasar epidemiologi dan penyakit infeksi.
2. Surveylans
3. Sanitasi Lingkungan
4. Desinfeksi dan Sterilisasi
5. Metode Pendidikan dan Pelatihan
6. Perawatan pasien secara profesional
7. Kemampuan komunikasi secara efektif baik lisan maupun tertulis

Secara ringkas Anggota Panitia PPI-RS mempunyai peranan tugas sebagai


berikut :
1. Merumuskan dan memantau kebijakan pelayanan pasien
2. Bekerja sama dengan staf medis / staf perawat atau lainnya untuk menyusun
kebijakan dan prosedur perawatan yang baru
3. Melatih semua staf rumah sakit secara berkala dalam bidang PPI-RS
4. Menyadarkan seluruh staf rumah sakit tentang pentingnya PPI-RS, yang akan
bisa menghemat biaya dan biaya tersebut bisa dipakai sebagai peningkatan mutu
pelayanan pasien.
5. Memberikan masukan tentang pembelian peralatan klinik/ non klinik sepanjang
hal itu menyangkut secara lansung / tidak langsung pada resiko terjadinya infeksi
6. Berpatisipasi pada medical audit atau sasaran medical audit itu sendiri.

Dalam menetapkan kebijakan Panitia PPI-RS harus melalui tatacara sebagi


berikut :
1. Menilai apakah sistem yang ada saat ini sudah memadai
2. Menimbang apakah kebijakan baru dapat mempengaruhi perilaku saat ini
3. Ajak semua bagian terlibat dalam rapat, minta pendapat, dan buat perubahan
yang seperlunya yang dapat diterima semua pihak.
4. Ajukan usulan kepada Diraksi agar mendapat persetujuan dan dibuatkan surat
keputusannya.
5. Tunjuk salah satu anggota Panitia sebagai penanggung jawab kebijakan baru
tersebut.
6. Sebarluaskan ke seluruh bagian rumah sakit
7. Segera cantumkan dalam buku Pedoman Pengendalian Infeksi yang telah ada.
E. Tata Kerja Anggota Panitia PPI-RS

1. IPCD (Infection Prevention Control Dokter)


Dokter Pengendali Infeksi, yang berfungsi sebagai Ketua Panitia PPI-RS,
Seharusnya orang yang cukup mampu dan berminat pada PPI-RS, Dengan dasar
tersebut diharapkan dokter tersebut bisa menggunakan sebagian besar waktunya
untuk kegiatan PPI-RS
Biasanya adalah seorang ahli mikrobiologi, dapat pula seorang dokter spesialis
penyakit infeksi, ahli bedah atau lainnya yang cukup disegani, mempunyai dasar
pengetahuan epidemiologi klinik dan cukup berpengalaman dalam hal pengendalian
infeksi, dan yang pasti bersedia menyediakan waktu untuk menjalankan tugasnya.

2. IPCN (Infection Prevention Control Nurse)


Perawat PPI harus terlatih dalam aspek klinik tindakan pencegahan infeksi,
surveylans rumah sakit, terutama di area dengan resiko infeksi yang tinggi seperti
kamar operasi, ruang intensif dan ruang perinatologi. Mereka harus mampu
bekerjasama erat dengan anggota Tim Pelaksana PPI-RS dan semua staf perawatan.

Perawat PPI bertanggung jawab atas :


1. Meneruskan kebijakan program PPI-RS dengan melatih staf rumah sakit
2. Memberikan saran perbaikan perilaku staf rumah sakit, terutama perawat di
ruangan dalam penerapan kewaspadaan universal.
3. Mengkoordinir dan melakukan suveylans kejadian infeksi di Rumah Sakit
4. Mengidentifikasi kebutuhan bahan dan satana
5. Bersama Tim khusus melakukan investigasi dan penanggulangan KLB infeksi.
6. Memantau penerapan kebijakan PPI-RS
7. Menyusun dan melaksanakan program pelatihan terkait PPI-RS
8. Melakukan penelitian terkait PPI-RS

3. Perwakilan Staf Medik


Biasanya dokter ahli bedah, atau dokter lain yang peduli pada masalah yang
berhubungan dengan infeksi. Dokter ini harus mampu memberikan konsultasi
kepada Panitia PPI-RS. Dokter ini harus juga mampu berhubungan erat dengan
dokter lain atau tenaga lain dan diharapkan sarannya terkait perkembangan medis
terbaru yang ada dampaknya terhadap pengendalian infeksi. Sebaiknya perwakilan
staf medis ini dari unit pelayanan yang terbesar di rumah sakit dan diutamakan
mempunyai latar belakang epidemiologi.

4. Perwakilan Staf Perawatan


Sebaiknya perawat senior yang berpengalaman dalam administrasi dan
pelatihan. Peran perwakilan perawat ini antara lain :
a. Menyebarluaskan setiap kebijakan Panitia PPI –RS kepada seluruh staf
perawatan
b. Memastikan bahwa program pelatihan yang dilaksanakan meliputi juga
kebijakan dan prosedur pengendalian infeksi
c. Memberikan masukan tentang masalah yang terkait dengan kebijakan PPI-RS
kepada Panitia PPI –RS
5. Perwakilan Instalasi Farmasi
Rekomendasi tentang penggunaan antibiotik dan desinfeksi sebaiknya
disalurkan melalui Instalasi Farmasi. Apoteker yang bertanggungjawab harus
mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan kebijaka pengendalian infeksi yang
terjadi di ruangan kepada Panitia PPI-RS, mempertimbangkanpola kuman yang ada.

6. Tenaga Teknis Sanitasi


Sebaiknya adalah tenaga yang pegang peranan dalam pengelolaan Kebersihan
dan Limbah Rumah Sakit. Anggota ini harus memastikan kegiatan dari sanitasi dan
pengelolaan limbah berjalan seperti kebijakan PPI-RS yang telah dibuat. Tenaga
sanitasi ini harus mampu berhubungan erat dengan bagian pemeliharaan sarana.

Anggota ini bertanggung jawab untuk :


a. Pengujian dan perawatan peralatan yang digunakan pada program pengendalian
infeksi berfungsi baik.(IPAL, Incenerator, Mesin Sterilisasi, dll)
b. Pemantauan kualitas dan perawatan persediaan air dan listrik berjalan baik
c. Memberikan informasi terbaru tentang upaya pengendalian infeksi terkait
dengan sanitasi lingkungan

7. Tenaga Tenis IPPL


IPPL ini merupakan unit terpenting dalam mengelola linen, prosedur – prosedur
yang dibuat harus memperhatikan upaya agitasi minimal dari kuman terhadap
linen. Memastikan kecukupan ketersediaan linen bersih yang siap pakai untuk
pasien. Pengelolaan linen infeksius harus benar – benar diperhatikan. Melatih SDM
di IPPL untuk benar – benar menggunakan APD yang sesuai saat bekerja.

8. Tenaga Teknis CSSD


Pengelolaan CSSD adalah anggota ini dari Panitia PPI-RS, mereka harus
mampu bekerja sama dengan Panitia PPI-RS dan Instalasi Farmasi yang
mempunyai pengetahuan dasar yang cukup tentang cara Desinfeksi dan Sterilisasi.
Mereka harus mampu melakukan jaga mutu sterilisasi dan bekerja secara aman.
Diharapkan kualitas sterilisasi semakin lama semakin bisa dipertanggungjawabkan.

9. Laboratorium Mikrobiologi
Anggota ini mampu melakukan surveylans pola kuman yang muncul di RSU
Santo Yusup Boro secara berkala, rekomendasi – rekomendasinya sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya KLB penyakit infeksi.

F. Uraian Tugas Pelaksana Harian PPI-RS (IPCN/IPCO/IPCD)

1. Tugas Umum :
Bertanggungjawab menjalankan fungsi rumah sakit dalam bidang :
a. Surveilans infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dan
investigasi KLB infeksi.
b. Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Rumah Sakit.
2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Sebagai anggota Panitia PPI-RS
b. Mengumpulkan dan menganalisis data – data Mikroorganisme yang secara
bermakna secara epidemiologis serta data infeksi HAls
c. Menyiapkan laporan baik secara naratif maupun statistik tentang Hals.
d. Mengkoordinir dan melaksanakan surveylans Hals dengan melakukan kunjungan
ke bangsal perawatan, mengkaji rekam medis pasien, laporan laboratorium
mikrobiologi, data pasien, meyakinkan kebenaran laporan.
e. Menyakinkan kebenaran penerapan kewaspadaan universal dan perilaku yang
beresiko.
f. Memberikan bimbingan kepada staf di bangsal dan melakukan pengamatan atas
semua hal yang terkait dengan PPI, lebih – lebih pada unit yang rawan dalam
penerapan kewaspadaan universal
g. Membantu mengembangkan dan menelaah penerapan kebijakan dari bagian di
rumah sakit yang terkait PPI-RS,untuk menunjang kesinambungan dan kepatuhan
pada prosedur PPI-RS
h. Menelaah dan memberikan umpan balik kepada pihak terkait data surveylans
PPI-RS.
i. Mengembangkan dan berpartisipasi dalam program pendidikan dan pelatihan
PPI-RS kepada seluruh staf rumah sakit yang membutuhkan.
j. Mengkoordinasi pelatihan kewaspadaan universal di seluruh bagian rumah sakit
k. Membina hubungan dengan bagian pelayanan pegawai untuk memantau kejadian
penyakit Hals atau pajanan terhadap penyakit infeksi pada karyawan rumah sakit.
l. Melakukan investigasi sewaktu ada indikasi adanya KLB di rumah sakit, dan
mengevaluasi efektivitas dari Kebijakan PPI, Prosedur PPI maupun Peralatan
PPI.
m. Ikut terlibat dalam penelitian khusus yang dirancang untuk meneliti resiko wabah.

3. Kualifikasi

a. Pendidikan
1) Sarjana Keperawatan / D3 Keperawatan
2) Sarjana Kesehatan Masyarakat / D3 Kesehatan masyarakat
3) D3 Analis Kesehatan / Analis Kesehatan
4) Sarjana/ D3 ddari bidang kesehatan lainnya.

b. Pengalaman
1) Pernah berkecimpung dalam epidermiologi rumah sakit
2) Pernah mengikuti pelatihan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

c. Persyaratan Khusus
1) Memiliki Pengetahuan Dasar Ilmu Keperawatan, Mikrobiologi, faham istilah
kedokteran dan dasar - dasar statistik.
2) Memahami strategi dalam PI-RS dan mau melaksanakan secara konsisten
dan mengikuti perkembangan peraturan perundangan yang berdampak dalam
program PPI-RS
3) Memiliki wawasan khusus tentang kebijaksanaan rumah sakit dan prosedur
perumah sakitan, menguasai teknik pendidikan dan pelatihan, ketrampilan
berorganisasi, dan ketrampilan komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.
d. Pelaporan
Menerima Laporan dari : Para Perawat Bangsal / IPCN
Lapor Kepada : Ketua Panitia PPI-RSU SantoYusup Boro
FALSAFAH DAN TUJUAN
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT ST. YUSUP BORO

A. Visi
Rumah Sakit St. Yusup Boro menjadi fasilitas kesehatan kepercayaan masyarakat yang
menghadirkan cinta kasih.

B. Misi
1. Memberikan pelayanan yang membela kehidupan dengan berbela rasa dan
menghargai martabat manusia sebagai tamu ilahi berdasarkan kasih.
2. Memberikan pelayanan yang profesional, ramah, tulus, empati tanpa membedakan
ras, agama, status sosial.
3. Memberinkan pelayanan yang terampil, cepat, tepat, tuntas dengan mengutamakan
keselamatan pasien.
4. Mengembangkan sistem management yang mendukung pelayanan prima.
5. Membangun jejaring untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

C. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit St. Yusup Boro melalui program
pencegahan infeksi di Rumah Sakit, yang harus dilaksanakan oleh semua instalasi,
unit, bagian ataupun ruangan di RSU Santo Yusup Boro meliputi kualitas pelayanan,
manajemen resiko, clinical governance, serta kesehatan dan keselamatan kerja

D. Tujuan Khusus
1. Sebagai Pedoman bagi Panitia PPI-RS St. Yusup Boro yang harus melibatkan
segenap unsur yang terkait.
2. Mengerakkan segenap sumber daya yang ada di RSU Santo Yusup Boro secara
efektif dan efisien dalam melaksanakan Program PPI-RS
3. Menurunkan Angka Kejadian Infeksi di RSU Santo Yusup Boro hingga mendekati
0 %, dengan segala efek samping yang ditimbulkannya.
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Program PPI-RS secara periodik, serta
mengembangkan program pengendalian secara uptodate.
KEBIJAKAN DAN DASAR HUKUM

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RUMAH SAKIT ST. YUSUP BORO

B. KEBIJAKAN
1. Kegiatan PPI-RS di RSU Santo Yusup Boro merupakan salah satu standar mutu
pelayananan kesehatan di RSU Santo Yusup Boro . Dan hal ini harus diyakini
penting bagi pasien, petugas kesehatan, pengunjung serta masyarakat sekitar rumah
sakit.
2. RSU Santo Yusup Boro harus melaksanan kegiatan PPI-RS secara berkesinambungan
dengan melibatkan seluruh komponen pelayanan kesehatan yang ada di RSU Santo
Yusup Boro, khususnya yang bidang kerjanya terkait Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Khususnya yang bidang kerjanya terkait Program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi dengan tetap memperhatikan cost effectiveness.
3. Program PPI-RS di RSU Santo Yusup Boro dilaksanakan dengan memperhatikan
Pedoman – pedoman PPI-RS di RS yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
beserta rujukan Ilmiah Mutakhir baik yang berskala Nasional (PERDALIN), maupun
Internasional (CDC, WHO)
4. Pelaksanaan Program PPI-RS harus dilaksanakan secara rutin, berkesinambungan dan
hasilnya wajib dievaluasi dan ditindaklanjuti secara berkala.
5. Laporan Pelaksanaan Program PPI-RS di RSU Santo Yusup Boro dilaporkan kepada
RSU Santo Yusup Boro (Direktur Utama) yang merupakan Pelindung dan Pembina
dari Pelaksanaan.

C. DASAR HUKUM

1. UU RI No. 23 tahun 1992, tentang Kesehatan, Lembaran Negara RI tahun 1992 No.
100, tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495.
2. UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Lembaran Negara RI tahun
2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431
3. Keputusan Presiden RI tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah
Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/ Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya Departemen Kesehatan 2007
7. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Skit dan Pelayanan
Kesehatan lainnya Departemen Kesehatan 2007
CAKUPAN KEGIATAN
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RSU Santo Yusup Boro

Secara ringkas Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit St. Yusup
Boro. Mencakup hal – hal seperti tersebut dibawah ini :
a. Penerapan Kewaspadaan Baku
1) Hygiene Tangan
2) Alat Pelindung Diri
3) Penempatan Pasien
4) Penggeloloaan Peralatan Pasien
5) Pengelolaan Kamar dan Lingkungan
6) Pengelolaan Linen
7) Pratek Suntikan Aman
8) Praktek Pengendalian Infeksi lain.
b. Kewaspadaan Isolasi dan Penanggulangan KLB
c. Surveilans
d. Desinfeksi dan Sterilisasi
e. Penggunaan Antibiotika
f. Kesehatan Karyawan
g. Pendidikan dan Latihan

a. Hygiene Tangan

1. Selama memberi pelayanan kesehatan, hindari menyentuh permukaan benda yang


ada. Untuk mencegah kontaminasi tangan oleh mikroorganisme pathogen dari
benda atau sebaliknya,
2. Bila tangan kotor, tampak terkontiminasi material yang mengandung protein ,
tanah, darah, cairan tubuh segera cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, baik
sabun antimicrobial maupun nonmikrobial
3. Jika tangan tidak kotor, atau setelah cuci tangan lakukan dekontiminasi tangan
dengan menggunakan alcohol based hand rub sesuai dengan tingkat resiko
masing – masing unit.
4. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun tetap direkomendasikan utama, oleh
karena alcohol, klorheksidin, iodofor, maupun antiseptic lain tidak memilik
aktivitas terhadap spora ( C. Diffile, Bacillus Anthracis )
5. Sediakan instruksi untuk melakukan hygiene tangan di tempat – tempat strategis
6. Jangan mengenakan kuku palsu atau panjang.
Lakukan hygiene tangan ini :
a) Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien.
b) Setelah kontak dengan skreta ekskreta ( darah, nanah, dll ) manusia terutama
pasien.
c) Bila tangan berpindah dari lokasi tubuh pasien yang terkontaminasi ke lokasi
tubuh yang bersih dalam satu pasien selama perawatan.
d) Setelah kontak benda mati sekitar pasien
e) Setelah melepas sarung tanggan.
b. Alat Pelindung Diri
1. Prinsip Penggunaan APD
a) Kenakan APD sesuai kebutuhan
b) Cegah kontaminasi pada pakaian dan kulit selama proses melepas APD
c) Lepaskan APD, sebelum meninggalkan ruang pasien

2. Sarung Tangan
a) Gunakan bila beresiko kontak dengan darah material yang potensial infeksius
b) Gunakan sarung tangan yang ukurannya sesuai tangan anda dan dapat
bertahan lama sampai pekerjaan selesai
c) Kenakan sarung tangan setelah kontak dengan pasien atau lingkungan sekitar
pasien
d) Ganti sarung tangan bila berpindah dari lokasi terkontiminasi ke lokasi bersih
selama perawatan

3. Gaun
a) Gunakan gaun sesuai pekerjaan untuk melindungi kulit dan mencegah baju
menjadi kotor/terkontiminasi selama prosedur medis/ perawatan (Darah,
Cairan tubuh, Skreta, Ekskreta)
b) Lepaskan gaun dan lakukan hygiene tangan sebelum meninggalkan
lingkungan pasien
c) Jagan mengenakan gaun berulang yang sama, walaupun kontak pasien yang
sama
d) Tidak direkomendasikan mengenakan gaun yang rutin ketika masuk bertugas
di unit khusus (HCU)

4. Perlindungan Mulut, Mata dan Hidung


a) Gunakan APD sesuai kebutuhan (kacamata, masker, pelindung wajah)
b) Gunakan saat melakukan Prosedur yang menghasilkan aerosol (Bronkoskopi,
isap Lendir, Intubasi Endotrakeal) walaupun pasien tidak dicurigai terinfeksi
Mikroorganisme patogen, kenakan pelindung wajah atau masker dan google
( selain sarung tangan dan gaun)

5. Etiket Batuk
a) Edukasi terus petugas tentang upaya pentingnya mengendalikan sumber
penularan untuk membatasi skresi respiratori, Lebih khusus saat terkena
infeksi traktus respiratorius karena virus.
b) Terapkan upaya untuk membatasi sekresi respiratori pada pasien yang
memiliki tanda dan gejala infeksi saluran napas sejak awal masuk Rumah
Sakit (Triage)
c) Tempatkan informasi tentang Etiket batuk pada tempat – tempat strategis
( Pintu masuk rumah sakit/rawat inap, elevator, ruang makan). Tentang
intruksi agar pasien maupun orang lain yang memiliki gejala infeksi saluran
napas untuk selalu menutup hidung / mulut , bila batuk atau bersin, gunakan
dan buang tisu sekali pakai, lakukan hygiene tangan segera setelah tangan
kontak skret respiartori tersebut
d) Fasilitas penyediaan tissu dan tempat sampah bebas sentuh (sistem injak)
c. Penempatan Pasien
Penempatan pasien harus mempertimbangp otensi menularnya sebuah penyakit.
Tempatkan pasien dengan kasus resiko penularannya tinggi dalam ruangan tersendiri.
Prinsip – prinsip penempatan pasien sebagai berikut :
1) Rute penularannya
2) Faktor resiko pada pasien
3) Faktor resiko mendapatkan penyulit berat bila terkena infeksi rumah sakit /
pasien lainnya
4) Pilihan pasien untuk berbagi ruang (Misalnya : infeksi yang sama)

d. Penggelolaan Peralatan Pasien/ instrument


1) Kenakan APD (Sarung tangan, Gaun) sesuai dengan tingkat perkiraan
terkontiminasi, saat menangani peralatan yang habis dipakai pasien
2) Hilangkan material organik pada alat, instrumen kritis, semikritis , dengan agen
pembersih yang direkomendasikan sebelum didesinfeksi tingkat tinggi ataupun
sterilisasi.
3) Perhatikan cara pemprosesan dan penyimpanan alat yang disterilisasi dengan
benar.
4) Pantau kualitas sterilisasi peralatan baik secara visual, kimiawi, maupun biologi
5) Pantau kualitas fungsi peralatan/ mesin yang digunakan untuk stterilisasi
6) Pantau kualitas air yang digunakan di CSSD baik secara kimiawi dan biologi
7) Pantau persyaratan standar kelembaban, pencahayaan, tekanan, kebisingan, dalam
ruang CSSD.

e. Pengelolaan Kamar Pasien dan Lingkungannya.


1) Terapkan prosedur pembersihan lingkungan secara rutin dan terarah sesuai
derajat pengotorannya
2) Bersihkan dan desinfeksi permukaan yang mungkin terkontiminasi dan yang
sering disentuh oleh pasien, petugas, pengunjung (Pengaman tempat tidur,
handle pintu, bel pasien, dll)
3) Gunakan disenfektan yang memiliki aktifitas mikrobisidal terhadap kuman
patogen yang sering mengkontaminasi permukaan lingkungan perawatan.
Gunakan sesuai intruiksi pabrik
4) Evaluasi efektifitas dari desinfektan yang dipakai bila terjadi transmisi agen
infeksius yang berkepanjangan yang mungkin telah terjadi resistensi, dan
gunakan desinfektan yang lebih efektif sesuai kebutuhan
5) Buang sampah sesuai ketentuan, termasuk pengelolaan benda tajam.
6) Pada unit perawatan anak dan atau area bermain gunakan prinsip – prinsip
sebagai berikut :
a) Pilih mainan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi
b) Jangan sediakan / jangan ijinkan penggunaan mainan berbulu, lebih –
lebih berbagi dengan teman lainnya.
c) Bersihkan dan desinfeksi alat permainan yang besar secara rutine ( 1
Minggu sekali atau setiapkali tampak kotor )
d) Bila mainan mungkin bisa dimasukan mulut, bilas dulu dengan air
setelah didesinfektan
e) Pembersihan dan desinfeksi untuk mencegah kontaminasi harus
mencakup pula peralatan elektronik, multiguna, khususnya yang
digunakan pasien maupun transportasi pasien.
f. Pengelolaan Linen
Pengelolaan linen yang telah digunakan pasien dengan manipulasi minimal sesuai
ketentuan untuk mencegah kontiminasi udara, permukaan maupun petugas.
Tempatkan linen sesuai dengan tingkat kontiminasinya, pada tempat yang telah
ditetapkan (Linen Infekstius dan Non Infektius)

g. Praktek Suntikan Aman


1. Gunakan prinsip aseptik untuk mencegah kontiminasi peralatan injeksi
2. Gunakan jarum, kanul, spuit steril dan sekali pakai. Jangan membiarkan obat
dari satu spuit untuk beberapa pasien walaupun jarumnya telah diganti
3. Gunakan cairan infus dan set pemberian infus hanya untuk satu pasien dan
buang secara benar setelah tidak dipakai
4. Pilih selalu vial/ ampul dengan dosis tunggal untuk injeksi, jika
memungkinkan
5. Jangan berikan injeksi dari vial / ampul dosis tunggal untuk beberapa pasien,
maupun menggabungkan sesa obat dalam satu vial/ ampul untuk pemakaian
Selanjutnya
6. Apabila digunakan vial multidosis, pastikan jarum dan spuit yang digunakan
steril
7. Simpan vial multidosis sesuai petunjuk pabrik dan buang dengan segera jika
sterilnya meragukan

h. Praktek Pengendalian Infeksi Lainnya.


Praktek Pengendalian Infeksi khusus pada prosedur pungsi lumbal adalah sebagai
Berikut : Kenakan masker saat melakukan pungsi lumbal atau memasang kateter atau
Memasukan material ke kanalis spinalis atau subdural (Pungsi lumbal, Myelografi,
Anestesi, dll) Tindakan lain yang membuat pasien beresiko terpapar kuman patogen
harus memperimbangkan upaya – upaya pengendalian infeksi.
BAB I
BATASAN OPERSIONAL

A. BATASAN – BATASAN

1. Infeksi Nosokomial (INOS) atau Health-Care Associated Infektions (HAIs)


adalah infeksi yang terjadi atau didapat pasien selama dirawat di rumah sakit .
Kriteria Infeksi Nosokomial apabila :
a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam
masa inkubasi infeksi tersebut
b. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah dirawat di rumah sakit atau,
c. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi berbeda
2. Pengendalian INOS atau HAIs adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan
Angka Kejadian INOS atau HAIs di Rumah Sakit
3. Survelans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus
terhadap timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa
yang menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko tersebut.
4. Kejadian yang menarik perhatian umum dan mungkin menimbulkan
kehebohan/ketakutan dikalangan masyarakat, atau menurut pengamatan
epidemiologis dianggap adanya peningkatan yang berarti dari kejadian
kesakitan/ kematian tersebut.
5. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB) bila
proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu
bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit
melunar yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, atau terdapat satu kejadian pada
keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.

B. DEFINISI
Pengumpulan data kesehatan secara sistematik, dianalisis dan
diinterprestasikan, kemudian digunakan untuk perencanaan penerapan dan
evaluasi dari data kesehatan yang penting, untuk digunakan dalam suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan penderita/masyarakat yang diseminasikan
secara berkala kepada pihak – pihak yang perlu mengetahuinya
Kemampuan pengumpulan data untuk mendefinisikan infeksi sebagai
nosokomial dan menentukan letak infeksinya secara konsisten merupakan hal
yang sangat penting. Penggunaan definisi yang seragam merupakan hal yang
sangat kritis untuk membandingkan data dari satu rumah sakit dengan rumah
sakit lain atau dengan kumpulan database (seperti sistem NNIS), suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan penderita/ masyarakat.

Infeksi nosokomial didefinisikan sebagai suatu kondisi lokal atau sistematik :


1. Sebagai akibat dari reaksi tubuh terhadap adanya kuman infeksius atau
toksinnya
2. Yang tidak ada atau tidak dalam masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit
Prinsip dasar yang penting dalam definisi Health-Care Associated Infections atau
infeksi nosokomial adalah :
1. Informasi yang digunakan untuk menemtukan adanya infeksi dan
klasifikasinya sebaliknya merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan
hasil tes laboratorium atau tes – tes lainnya
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung lokasi infeksi
pada pasien atau sumber – sumber data yang lain
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, tes deteksi antigen atau antibodi,
atau visualisasi mikroskopik
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain, seperti
sinar – x, ultrasound, CT. Scan, MRI, Radiolabel scan, prosedur
endoskopik, biopsi atau aspirasi jaringan
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya
berbeda dengan dewasa, diberlakukan kriteria khusus.
2. Diagnosis infeksi oleh dokter atau ahli bedah, yang didapat dari observasi
langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoscopy dan prosedur diagnosis
lainnya, atau juga dari pemeriksaan klinis dari dokter tanpa data – data
pendukung harus disertai dengan pemberian antimikroba untuk memenuhi
kriteria tersebut.

Terdapat dua keadaaan khusus dimana infeksi dianggap merupakanHAIs atau


nosokomial, bila :
a. Infeksi yang didapat di rumah sakit tetapi baru tampak setelah keluar rumah
sakit
b. Infeksi pada neonatus sebagai akibat keluarnya melewati jalan lahir.

Ada juga keadaan khusus dimana infeksi dianggap bukan nosokomial bila :
1. Infeksi yang ada hubungannya dengan penyulit atau kelanjutan dari infeksi
yang sudah ada pada waktu masuk rumah sakit, terkecuali kuman atau gejala –
gejala jenis merupakan suatu infeksi baru.
2. Pada anak, infeksi yang diketahui atau dibuktikan menular lewat plasenta
(misalnya : Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, atau syphilis) dan
timbul sebelum 48 jam setelah kelahiran.

Terdapat juga dua keadaan yang dianggap bukan infeksi bila :

1. Kolonisasi, yaitu adanya kuman pada kulit, mukosa, luka terbuka atau dalam
ekskresi atau sekresi
2. Inflamasi (peradangan), yaitu keadaan sebagai akibat reaksi jaringan terhadap
cedera (injury) atau stimulasi oleh zat – zat non infeksi seperti bahan kimia.

C. JENIS HAIs atau INFEKSI NOSOKOMIAL

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK), atau Catheter Associated – Urinary Tract


Infection (CA-UTI)

Definisi dan Klasifikasi


a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Simptomatik
Letak infeksi : ISK Simptomatik
Kode : UTI – SUTI
Definisi : ISK Simptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini :

Kriteria 1 : Didapatkan paling sedikit satu dari tanda – tanda gejala –


gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
a. Demam ( > 38 0C )
b. Nikuria (ayang – ayangan)
c. Polakisuria
d. Disuria
e. Atau nyeri supra public
f. Atau biakan urine porsi tengah (midstream) > 105 kuman per ml urin
dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies dan lekosituria

Kriteria 2 : Ditemukan paling sedikit dua dari tanda dan gejala berikut
tanpa ada penyebab lainnya :
0
1. Supra publik demam (> 38 C)
2. Nikuria (ayang – ayangan)
3. Polakisuria
4. Disuria
5. Nyeri supra publik
6. Urine keruh (lekosituria)

Dan salah satu dari hal – hal sebagai berikut :


1. Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan nitrir
2. Piuria terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥ 3 leukosit per
LPB dan urin yang tidak dipusing)
3. Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urine yang tidak
dipusing ( disentrifus)
4. Biakan urine paling sedikit dua kali berturut – turut menunjukkan
jenis kuman yang sama (kuman gram – negative atau S.
saphrohyticus) dengan jumlah > 105 per ml pada penderita yang telah
mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai
5. Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani
6. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter
yang menangani

Kriteria 3 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling sedikit satu
dari tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
0
1. Demam (> 38 C)
0
2. Hipotermia (> 37 C)
3. Apnea
4. Bradikardia (< 100/ menit)
5. Letargia
6. Muntah – muntah
7. Berat badan tidak mau naik
8. Malas dan tidak mau minum
Dan hasil biakan urin 105 kuman/ml urin dengan tidak lebih dari dua
jenis kuman

Kriteria 4 : Pada pasien berumur ≥1 tahun ditemukan paling sedikit satu


dari tanda dan gejala – gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

0
1. Demam (> 38 C)
0
2. Hipotermia (> 37 C)
3. Apnea
4. Bradikardia (< 100/menit)
5. Letargia
6. Muntah – muntah
7. Berat badan tidak mau naik
8. Polakisuria
9. Disuria
10. Enuresia
11. Air Kemih berbau

Dan

Paling sedikit satu dari berikut :

1. Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥ 3 lekosit per LPB
dari urine yang tidak pusing)
3. Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urine yang tidak
pusing (disentrifus)
4. Biakan urine paling sedikit dua kali berturut – turut menunjukan jenis
kuman yang sama dengan jumlah > 105 per ml pada penderita yang
telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai pengobatan
antimikroba yang sesuai
5. Biakan urine menunjukan satu jenis uropatogen (kuman gram negatif
atau S.Saphrophyyticus) dengan jumlah > 105 per ml pada penderita
yang telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai pengobatan
antimikroba yang sesuai.
6. Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
menangani

Catatan
Biakan positif dari ujung kateter urine bukan merupakan tes laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
1. Biakan urine harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
clean cath atau kateterisasi
2. Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan katerisasi buli – buli
atau aspirasi suprapublik, biakan positif dari spesimen dari kantung
urine tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan spesimen
yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi atau aspirasi
suprapublik
3. Pada penderita yang waktu masuk rumah sakit sudah dengan infeksi
saluran kemih, maka baru dianggap infeksi nosokomial, bila ditemukan
kuman penyebab yang berbeda dengan kuman yang ditemukan pada
waktu penderita masuk rumah sakit (MRS)

b. Bakteriuria Asimtomatik
1) Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari
sebelum urine : Ditemukan biakan urine > 105 kuman per ml urine
dengan jenis kuman maksimal 2 spesies, tanpa lekosituria, tanpa gejala –
gejala / keluhan : demam, suhu > 380C, polakisuria, nikuri, disuri dan
nyeri suprapublik.
2) Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum
dibiakan pertama dari biakan urine 2 kali berturut – turut. Ditemukan
tidak lebih 2 jenis kuman yang sama dengan jumlah > 10 5 per ml tanpa
lekosituria. Tanpa gejala keluhan : demam, polakisuri, nikuri, disuri,
nyeri supra publik.

Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih

a. Katerisasi menetap :
Cara pemasangan kateter
Lama pemasangan
Kualitas perawatan kateter
b. Kerentanan pasien (umur)
c. Decubitus
d. Paska persalinan
e. Dan sebagainya

Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Saluran Kemih

a. Faktor resiko harus diatur dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter,
perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien.
b. Pelaksana surveilans menghitung rate menurut faktor resiko spesifik
(pemasangan kateter) minimal setiap enam bulan sekali dan melaporkan pada
kimite PPI-RS dan sekaligus menyebarluaskannya dalam buletin rumah sakit .
c. Pelaksana suveilans membuat laporan ISK kasar rumah sakit minimal 6 bulan
sekali

Pencegahan Infeksi Saluran Kemih :

Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu diperhatikan


beberapa hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urin.

a. Tenaga Pelaksana
1) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang betul – betul
memahami dan terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik
dan perawatan kateter.
2) Personil yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateter
harus mendapat latihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar
tentang prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan
tentang komplikasi potensi yang timbul

b. Pemasangan Kateter
1) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan personil dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien
2) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapublik,
kateter selang – seling (intermittent) dapat digunakan sebagai ganti
katerisasi menetap bila memungkinkan
3) Cuci tangan yang benar : Sebelum dan sesudah memanipulasi kateter harus
cuci tangan.

c. Teknik Pemasangan Kateter


1) Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak menimbulkan
kebocoran dari samping kateter.
2) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril
3) Gunakan peralatan seperti (set pemasangan kateter) sarung tangan, duk
lubang , kain kasa dan antiseptik untuk desinfeksi hanya untuk satu kali
pemasangan.
4) Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah
tarikan pada urethra.

d. Sistem Aliran Tertutup


1) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya
karena bekuan darah pada prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal
ini digunakan irigasi kontiyu secara tertutup.untuk menghilangkan
sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi
selang-seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan
infeksi tidak dianjurkan.
2) Sumbatan kateter harus didesinfeksi sebelum dilepas
3) Gunakan spuit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai spuit
dibuang secara aseptik
4) Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu
sendiri menimbulkan), maka kateter harus diganti.

e. Pengambilan Bahan Urine


1) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari
bagian distal kateter, atau jika lebih baik dari tempat pengambilan bahan
yang tersedia, dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan spuit tempat
pengambilan harus didesinfeksi.
2) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik.

f. Kelancaran Aliran Urine


1) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung . Penghentian
aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan
pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan.
2) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan :
a) Pipa jangan tertekuk ( Kinking )
b) Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur kewadah
penampung urine yang terpisah bagi tiap – tiap pasien. Saluran urine
dari kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung
c) Kateter yang kurang lancar/ tersumbat harus diirigasi,bila perlu diganti
dengan yang baru.
d) Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung
kemih

g. Perawatan Meatus
Dianjurkan membersihkan dan perawatan meatus (selama kateter dipasang)
dengan salf povidone iodine, walupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran
kemih.

h. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus diganti menurut waktu tertentu/ secara rutin, misal
3 x 24 jam atau 7 x 24 jam atau sesuai anjuran dari jenis bahan kateter yang
dipakai untuk mencegah terjadinya infeksi antara pasien yang memakai kateter
menetap maka pasien yang terinfeksi harus dipisahkan dengan pasien yang tidak
terinfeksi.

i. Pemantauan Bakteriologik
Pemantauan bakteriologik secara rutin pada pasien yang memakai kateter tidak
dianjurkan

2. Infeksi Luka Operasi (ILO) / Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical Safe
Infection (SSI)
Surgical Site Infection (SSI)
a. Superficial Incisional
Letak Infeksi : Infeksi luka operasi superficial
Kode : SSI – (SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site
Definisi : Infeksi Luka operasi superficial harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut

Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain di atas fascia dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
2. Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil
secara aseptik
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan kecuali jika
hasil biakan negatif ( paling sedikit terdapat satu dari tanda – tanda infeksi
berikut : nyeri , bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal )
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

Petunjuk pelaporan :
1. Masukkan infeksi yang mengenai baik superfisial atau profunda sebagai infeksi luka
operasi profunda
2. Jangan laporkan abses jahitan ( inflamsi dan discharge minimal terbatas pada titik –
titik jahitan ) sebagai infeksi.
3. Jangan melaporkan suatu infeksi lokal pada tempat tusukan (stab wound) sebagai SSI,
tetapi laporkan sebagai infeksi kulit atau soft tissue tergantung kedalamannya.
4. Laporkan infeksi pada circumcici bayi sebagai SST-CIRC (Skin and Soft Tissu
Infection Circulation Neonatus). Circumcisi bukan merupakan prosedur pembedahan
bagi NNIS.
5. laporkan infeksi pada episiotomi sebagai REPR – EPIS. Episiotomi bukan merupakan
prosedur pembedahan bagi NNIS
6. Laporkan luka bakar terinfeksi sebagai SST-BURN
7. Bila infeksi incisional mengenai atau meluas sampai kelapisan fascia dan otot,
laporkan sebagai infeksi luka operasi profunda
8. Masukkan infeksi yang mengenai kedua letak, superfisial dan profunda, sebagai
infeksi luka opersi profunda
9. Laporkan spesimen biakan dari incisi superfisial sebagai ID (Incisional Drainase)

b. Operasi Profunda / Deep Incisional


Letak Infeksi : Infeksi luka operasi profunda
Kode : SSI – (ST) SSI –ST (Soft Tissue) diluar prosedur pembedahan
NNIS berikut, CSBG (Coronary Artry Bypass Graft) termasuk
irisan dada dan kaki.
Definis : Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini.
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari
paska bedah. Sampai satu tahun paska bedah (bila ada implant
berupa non human Derived implant yang dipasang permanen)

Dan
Meliputi jaringan lunak yang dalam (missal : lapisan fascia dan otot) dari insisi
Dan
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

a. Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen organ /
rongga dari daerah pembedahan.

b. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka
oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu tanda – tanda atau
gejala – gejala berikut : demam (> 380C), atau nyeri lokal, terkecuali
biakaninsisi negatif

c. Diketemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi dalam
pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan
pemeriksaan histologis atau radiologis.

d. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

Petunjuk Pelaporan :

Masukkan infeksi yang menangani baik superfisial atau profunda sebagai infeksi luka
operasi profunda.
c. Organ / Rongga
Letak infeksi : ILO Organ / Rongga

Kode : SSI – ( Letak spesifik pada organ / rongga )


Definisi : ILO Organ / Ringga mengenai bagian badan manapun, kecuali
insisi kulit, fascia , ataupun lapisan – lapisan otot, yang
dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan. Tempat – tempat
spesifik dinyatakan pada ILO organ / rongga untuk menentukan
lokasi infeksi lebih lanjut. Pada daftar dibawah terdapat tempat
– tempat spesifik yang harus digunakan untuk membedakan
ILO organ / rongga.

Sebagai contoh : appendictomi yang diikuti dengan abses


subdiafragmatika, yang dilaporkan sebagai ILO organ/ rongga
pada tempat spesifik intra abdominal (SSI – IAB) .

Suatu ILO organ / rongga harus memenuhi kriteria berikut :


Kriteria : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah
prosedur – prosedur pembedahan, bila tidak dipasang implant
atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi
tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan.

Dan

Infeksi mengenai bagian tubuh manapun, terkecuali insisi kulit,


fascia, atau lapisan – lapisan otot, yang dibuka atau
dimanipulasi selama prosedur pembedahan.

Dan
Pasien paling sedikit mempunyai salah satu dari berikut :

1. Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka


tusuk ke dalam organ / rongga.
2. Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau ruangan.
3. Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ
rongga yang diketemukan pada pemeriksaan langsung waktu
pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis
atau radiologis
4. Dokter menyatakan sebagai ILO organ / rongga

Petunjuk Pelaporan :
1. Kadang – kadang infeksi organ / rongga mengalir melalui insisi. Infeksi semacam itu
umumnya tidak berhubungan dengan pembedahan ulang dan dianggap sebagai
penyakit dari insisi, karena itu diklasifikasikan sebagai ILO profundal
2. Laporkan biakan spesimen dari insisi superfisial sebagi ID ( Incisional Drainase )

Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi :


a. Tingkat kontaminasi luka
b. Faktor penjamu
1. Usia extrim (sangat muda / tua)
2. Obesitas
3. Adanya infeksi perioperatif
4. Penggunaan kortikosteroid
5. Diabetes mellitus
6. Malnutrisi berat

c. Faktor pada lokasi luka :


1. Pencukuran daerah operasi (cara dan waktu pencukuran)
2. Devitalisasi jaringan
3. Benda asing
4. Suplai darah yang buruk ke daerah operasi
5. Lokasi luka yang mudah tercemar (dekat perineum)

d. Lama perawatan
e. Lama Operasi

Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Luka Operasi


a. semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter,
perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien
b. Klasifikasi operasi harus dicatat pada laporan operasi atau pada catatan pasien oleh
ahli bedah segera setelah pasien dioperasi
c. Pelaksanaan surveilans harus menghitung rate menurut klasifikasi luka operasi
minimal setiap 6 ( enam ) bulan sekali dan melaporkannya pada komite PPI – RS dan
bagian bedah
d. Pelaksana surveilans menghitung rate menurut prosedur spesifik setelah enam bulan
sekali dan melaporkannya pada Komite PPI – RS dan para ahli bedah
e. Pelaksana surveilans menghitung rate kasus ILO pada buletin rumah sakit setiap enam
bulan sekali

Pencegahan Infeksi Luka Operasi :


Tindakan pencegahan dikelompokan dalam :

a. Kala sebelum masuk rumah sakit :


1. Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya
dilakukan sebelum rawat inap agar waktu prabedah menjadi pendek ( < 1 hari )
2. Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya antara lain :
1). Diabetes melitus
2). Malnutrisi
3). Obesitas
4). Infeksi
5). Pemakaian kortikosteroid

b. Kala Pra Operasi :


1). Perawatan pra operasi satu hari untuk operasi berncana. Apabila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar rumah sakit ( misal :
malnutrasi berat yang memerlukan oral atau parenteral hiperalimentasi ) maka
pasien dapat dirawat lebih awal .
2). Mandi dengan antiseptik dilakukan malam sebelum operasi.
3). Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu, misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat.

Cara pencukuran adalah sebagai berikut :


1) Bila menggunakan pisau biasa maksimal dilakukan enam jam sebelum
operasi.
2) Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum
operasi dari pada pisau cukur biasa.
3) Setelah dicukur diolesi antiseptik
4) Daerah operasi harus dicuci dengan memakai antiseptik kulit dengan teknik
dari sentral ke arah luar. Antiseptik kulit yang dipakai dianjurkan
khlorheksidin, larutan yodium atau iodofor.
5) Dikamar operasi pasien ditutup dengan duk steril sehingga hanya daerah
opersi yang terbuka
6) Antibiotika profilaksis diberikan secara : Sistematik harus memenuhi syarat :
a) Tepat dosis
b) Tepat indekasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi,
pemakaian implant dan protesis, atau operasi dengan resiko tinggi
seperti bedah vaskuler , atau bedah jantung)
c) Tepat cara pemberian (harus diberikan secara I.V.2 jam sebelum
operasi dilakukan , dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam)
d) Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi
penyebab ILO)

Oral : hanya digunakan untuk operasi kolorektal, dan diberikan tidak lebih dari 24 jam.

Catatan : Antimikroba yang diberikan pada luka operasi kotor dimasukkan dalam
kelompok Terapeutik.

c. Persiapan Tim Pembedahan


1) Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :
a) Memakai masker yang efisien, menutupi hidung dan mulut
b) Memakai tutup kepala yang efisien, menutupi hidung dan mulut
c) Memakai sandal khusus kamar operasi
2) Anggota tim bedah sebelum setiap operasi harus mencuci tangan dengan
antiseptik. Selama 5 menit atau lebih, dengan posisi jari – jari lebih tinggi dari
siku.
3) Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan khlorheksidin, lodofor, atau
heksaklorofen
4) Setelah cuci tangan, kemudian dikeringkan dengan handuk steril.
5) Setiapanggota tim harus memakai jubah steril.
6) Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril, apabila sarung tersebut
kotor, Harus ganti yang baru
7) Pemakaian sarung tangan memakai metode tertutup
8) Untuk operasi tulang pemasangan implant harus memakai dua lapis sarung tangan
steril
d. Intra Operasi

1. Teknik Operasi
Harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan lunak
yang berlebihan, menghilangkan rongga, mengurangi perdarahan, dan
menghindari tertinggalnya benda asing yang tidak diperlukan.
2. Lama Operasi
Operasi dilakukan secepat cepatnya dalam batas yang aman
3. Pemakaian Drain
Pemakaian drain harus dengan sistem tertutup, baik dengan cara penghisapan atau
dengan cara memakai gaya tarik bumi (gravitasi) dan drain harus melalui luka
tusukan di luar luka operasi.

e. Perawatan Paska Operasi Kasa penutup luka diganti apabila

1. Untuk luka kptor atau infeksi, kulit tidak ditutup primer.


2. Petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku sebelum
dan sesudah merawat luka. Petugas tidak boleh menyentuh luka secara langsung
dengan tangan, kecuali setelah memakai sarung tangan steril.
3. Kasa penutup luka diganti apabila :
a) Basah
b) Menunjukkan tanda – tanda infeksi
Jika cairan keluar dari luka, lakukan pewarnaan gram dan biakan

f. Pengendalian Lingkungan

1. Semua pintu kamar operasi tertutup dan jumlah personil yang keluar masuk
kamar operasi dibatasi
2. Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam hal :
a) Udara yang sudah disaring masuk ke kamar operasi dari atas dikeluarkan ke
bawah
b) Frekuensi pergantian 25 kali / jam
3. Alat – alat operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah atau sekresi, harus
disterilkan di CSSD. Kesempurnaan kerja mesin sterilisasi tersebut harus
diperiksa secara rutin dan sesuai waktu yang ditentukan.
4. Kamar Operasi harus dibersihkan
a. Antara 2 operasi
b. Tiap hari walaupun kamar operasi tidak dipakai
c. Tiap minggu (satu hari tanpa operasi untuk pembersihan menyeluruh)
5. Pemakaian keset dengan antiseptik pada pintu masukm kamar operaso secara
rutin, tidak diperlukan, kecuali ada indikasi tertentu.

3. PNEUMONIA (HAP / VAP)


Pneumonia adalah Infeksi Saluran Pernafasan bagian Bawah ( ISPB )
Letak Infeksi : Pneumonia
Kode : PNEU – PNEU

: HAP – HOSPITAL AQUIRED PNEUMONIE

: VAP – VENTILATOR AQUIRED PNEUMONIE


Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu dari criteria berikut :

Kriteria I Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pekak (dullness) pada
perkusi, dan salah satu diantara keadaan berikut :
1. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
2. Isolasi kuman positif pada biakan darah
3. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, Sikatan / cuci
bronkus atau biopsi

Kriteria 2 Foto torak menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi, efusi


pleura baru atau progresif
Salah satu diantara keadaan berikut :

1) Timbul perubahan baru beupa sputum purulen atau terjadi


perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali
pemeriksaan
6) Terdapat tanda – tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

Kriteria 3 Pasien umu < 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut :
1) Apnea
2) Takipnea
3) Bradikardia
4) Mengi (Wheezing)
5) Ronki basah
6) Atau batuk

Dan

Paling sedikit atau diantara keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat


2) Timbul perubahan berupa sputum purulen atau terjadi perubahan
sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
6) Terdapat tanda – tanda pneumonia pada pemeriksaan histologi
Kriteria 4 Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun,
menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konsolidasi, kavitasi atau
efusi pleura

Dan

Paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat


2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan / cuci
bronkus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
6) Terdapat tanda – tanda pneumonia pada pemeriksaan histologi

Catatan :
1. Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi
mungkin membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data
suseptibilitas antimikrobial
2. Penemuan dari pemeriksaan sinar – X dada serial munkin lebih membantu
daripada pemeriksaan tunggal.

Faktor Resiko Pneumonia :

a. Instrumentasi saluran nafas misalnya pada pemasangan pipa endotrakea, ventilasi


mekanis, dan trakeostomi
b. Tindakan operasi terutama operasi torak dan abdomen
c. Kondisi yang menyebabkan aspirasi misalnya pada pemasangan pipa lambung
(nasogastic tube), penurunan kesadaran, dan disgafia
d. Usia tua
e. Obesitas
f. Penyakit obstruksi paru menahun
g. Tes fungsi paru abnormal (terutama dengan penurunan kecepatan ekspeirasi)
h. Instubasi dalam waktu lama
i. Gangguan fungsi imunologi

Petunjuk Pengembangan Surveilans Pneumonia :

a. Semua faktor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh
dokter, perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien.
b. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menurut faktor resiko spesifik minimal
jenis operasi thorak dan abdomen, dan ventilator serta melaporkan pada Panitia
PPI-RS minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyrbarluaskannya melalui
buletin rumah sakit.
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER

Letak Infeksi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau , Catheter Asocciated –
Blood Stream Infection (CA – BSI)

Definisi Infeksi aliran darah primer adalah infeksi darah yang timbul tanpa
Organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi.

Kriteria 1 Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan
darah

Dan biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di


tempat lain

Kriteria 2 Ditemukan satu gejala berikut tanpa penyebab lain :


a. Demam (> 38 0C)
b. Menggigil
c. Hipotensi

Dan

Paling sedikit satu dari berikut :

1) Kontaminan kulit biasa (mis, Diptheroidis, Bacillus sp,


Propionibacterium sp, coagulase negative staphylocicci atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
yang diambil dari waktu yang berbeda .
2) Kontaminan kulit biasa (mis, Diptheroids, Bacillus sp,
Propionibaacterium sp, coagulase megative staphylococci , atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter memberikan terapi
antimikrobial yang sesuai
3) Tes antigen positif pada darah (misal : H – influenza, S-
Pneumoniae, N- Meningitis atau group B Streptococcus)

Dan

Tanda – tanda, gejala – gejala dan hasil laboratorium yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.

Kriteria 3 Pasien berumur > 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda – tanda dan
gejala – gejala berikut :

1. Demam ( > 38 0C )
2. Hipotermi ( < 37 0C )
3. Apnea
4. Atau bradikardia

Dan
1) Kontaminan kulit biasa (misal, Diptheroids , Bacillus sp,
Propionibacteroium sp, coagulase negative staphylococci atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang
diambil dari waktu yang berbeda.

2) Kontaminan kulit biasa (misal, Diptheroids , Bacillus sp,


Propionibacteroium sp, coagulase negative staphylococci atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter memberikan terapi
antimikrobial yang sesuai.

3) Tes antigen positif pada darah (misal : H. Influenza S,pneumoniae,


N meningtidis atau group B Streptococcus)

Dan

Tanda – tanda, gejala – gejala dan hasil laboratorium yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain .

Petunjuk Pelaporan

1. Laporkan Phlebitis purulen dengan konfirmasibiakan semi kuantitatif yang positif dari
ujung kateter, tetapi dengan biakan darah negatif atau tidak dilakukan biakan sebagai
CA- BSI
2. Laporkan kuman dari biakan darah sebagai CA-BSI bila tidak terdapat bukti adanya
infeksi lain
3. Pseudo bakteremia bukan merupakan infeksi nosokomial

Laboratorium
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 tahun
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :

a. Kuman patogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi di tempat lain
b. Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :

1. Demam ( > 38 0C )
2. Menggigil
3. Hipotensi
4. Oliguria

Dan satu diantara tanda berikut :


Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejala berikut :

1. Demam ( > 38 0C )
2. Hipotemia ( > 37 0C )
3. Apnea
4. Bradikardia < 100// menit
Dan satu diantara tanda berikut :

1) Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi di tempat/ organ / jaringan lain
2) Terdapat kontaminan kulit daribiakan darah pasien yang menggunakan alat intravaskuler
(kateter intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.

Catatan :

Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :


1. Pada partus normal dirumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari
2. Terjadi 3 hari setelah putus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman
3. Pintu masuk kuman jelas, misalnya luka infus

Faktor Resiko Infeksi Aliran Darah Primer :


a. Pemasangan kateter intravena (Intra Vena Line : IVL dan Central Vena Line : CVL)
yang berkaitan dengan :
1) Jenis kanula
2) Metode pemasangan
3) Lama pemasangan kanula

b. Kerentanan pasien terhadap infeksi

Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer :

Pencegahan IADP terutama ditunjukan pada pemasangan dan perawatan Kateter Intra Vena
(IV):
a. Indikasi Pemasangan Kateter I.V.
Hanya dilakukan untuk tindakan pengobatan dan atau kepentingan diagnostik
b. Pemilihan kanula untuk infus primer :
Kanula plastik boleh digunakan untuk I.V. secara rutin, pemasangan tidak boleh lebih
dari 48 – 72 jam
c. Cuci Tangan
1) Cuci tangan harus dilakukan sebelum melakukan pemasangan kanula
2) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir tetapi
untuk pemasangan kanula vena sentral dan untuk pemasangan melalui insisi,
cuci tangan harus menggunakan antiseptik.
d. Pemilihan Lokasi Pemasangan Kateter I.V.
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dari pada tungkai
bawah, bila perlu pemasangan Central Vena Line dilakukan daerah v. Subklavia atau
jugularis
e. Persiapan Pemasangan kateter I.V
1) Tempat yang ditusuk / dipasang kanula harus terlebih dahulu desinfeksi dengan
antiseptik
2) Gunakan khlorheksideine atau alkohol 70 % sebagai antiseptik. Gunakan yang
cukup dan ditunggu sampai kering minimal 30 detik sebelum dilakukan
pemasangan kanula
3) Jangan menggunakan betadine, heksakhlorofen atau campuran semacam
benzalkonium dalam air untuk desinfeksi tempat tusukan.
f. Prosedur Setelah Pemasangan Kateter I. V,
Beri antiseptik pada tempat pemasangan terutama pada teknik insisi :
1) Kanula difiksasi sebaik – baiknya
2) Tutuplah dengan transparan dresing steril
3) Cantumkan tanggall pemasangan di tempat yang mudah dibaca.

Catat tanggal dan lokasi pemasangan .

g. Perawatan Tempat Pemasangan Kateter I.V

1) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya


komplikasi tanpa membuka transparan dressing penutup yaitu dengan cara
meraba daerah vena tersebut
2) Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat
tusukan, buka dressing untuk melihat kemungkinan komplikasi
3) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 48 – 72 jam
lokasi tusukan diganti kasa penutup harus diganti dengan yang baru dan steril
4) Bila ada waktu pemasangan kanula tempat pemasangan diberi antiseptik maka
setiap penggantian kasa penutup, tempat pemasangan diberi antiseptik kembali.

h. Penggantian Kanula Vena Perifer

1) Jika pengobatan I.V. melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau
dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut
kanula maka kanula harus diganti setiap 48 – 72 jam secara aseptik
2) Jika penggantian tidak mengikuti teknik aseptik yang baik, maka harus diganti
secepatnya

i. Kanula Vena Sentral


1) Kanula Vena Sentral harus dipasang dengan teknik aseptik
2) Kanula Vena Sentral harus segera dilepas bila tidak diperllukan lagi atau diduga
menyebabkan sepsis
3) Kanula Vena Sentral yang dipasang melalui vena jugularis dan subklavia kecuali
digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara
rutin
4) Kanula Vena Sentral yang dipasang melalui vena perifer harus diperlakukan
seperti kanula ferifer tersebut diatas
5) Bila Kanula Vena Sentral diperhatikan lebih lama, kasa penutup harus diperiksa
dan diganti setiap 48 – 72 jam

j. Pemeliharaan Peralatan
1) Pipa I.V termasuk kanula piggy-back harus diganti setiap 48 jam
2) Pipa yang digunakan untuk hiperalimentasi diganti setiap 24 – 48 jam
3) Pipa yang harus diganti sesudah memanipulasi pemberian darah, produk – produk
darah , atau emulsi lemak.
4) Pada setiap penggantian komponen sistem I.V harus dipertahankan tetap tertutup.
Setiap kali hendak memasukkan obat melalui pipa, harus dilakukan desinfeksi
sesaat sebelum memasukkan obat tersebut.
5) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui pipa I.V tidak boleh dilakukan
kecuali dalam keadaan darurat atau pipa akan segera dilepas.
k. Penggantian Komponen Sistem Intravena dalam Keadaan Infeksi (Flebitis)
Jika dari tempat tusukan keluar pus atau terjadi selulitis atau flebitis tanpa gejala –
gejala infeksi pada tempat I.V atau diduga bakteremia yang berasal dari kanula, maka
semua sistem harus dicabut.

l. Pemeriksaan Untuk Infeksi yang dicurigai karena PemasanganIntravena


Bila dicurigai terjadi infeksi karena pemasangan I.V seperti tromboflebitis
purulen, bakteremia, maka dilakukan pemeriksaan biakan ujung kanula.

Cara pengambilan bahan sebagai berikut :

1) Kulit tempat tusukan harus dibersihkan dan desinfeksi dengan alkohol , biarkan
sampai kering
2) Kanula dilepas, ujung kanula dipotong + 1 cm secara aseptik untuk dibiakkan dengan
teknik semi kuantitatif
3) Jika sistem I.V dihentikan oleh karena kecurigaan kontiminasi cairan, maka cairan
harus dibiakan dan sisa botol diamankan
4) Jika sistem I. V dihentikan oleh karena kecurigaan bakterimia akibat I.V cairan harus
dibiakan
5) Jika terbukti bahwa cairan terkontimanasi, maka sisa botol dan isinya dengan nomor
lot yang sama dengan yang dicatat diamankan.
6) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (instrinsic contamination) , maka
secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.

m. Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral

1) Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur dibagian farmasi kecuali karena
kepentingan klinis, pencampuran dilakukan diruangan pasien
2) Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sebelum mencampur cairan parental
3) Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parental, keretakan adanya parikel
tertentu dan tanggal kadaluarsa. Bila didapatkan keadaan tersebut cairan tidak boleh
digunakan dan harus dikembalikan ke bagian farmasi tidak boleh dikeluarkan.
4) Ruangan dibagian farmasi tempat mencampur cairan parental tersebut harus memiliki
pengatur udara laminer (laminar air flow)
5) Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai) Bila
dipakai bahan parental dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pakai) dan sisanya
untuk wadah harus diberi tanda tanggal dan jam dikerjakan
6) Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui apakah perlu di masukkan kedalam
lemari es atau tidak.

5. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS


Letak Infeksi Arterial atau venous
Kode CVS – VASC
Definisi Infeksi arterial atau venous harus memenuhi palingsedikit satu kriteria
berikut

Kriteria 1 Ditemukan kuman yang dikembangbiakan dari arteri atau vena yang
diambil pada waktu pembedahan
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah

Kriteria 2 Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 3 Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda – tanda dan gejala –
gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya

a. Demam (> 38 0C)


b. Nyeri
c. Eritema
d. Atau Hangat pada daerah yang terkena

Dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan semikuantitatif

Dan

Biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari biakan
darah.

Kriteria 4 Pasien mengalami drainase purulen pada daerah vaskuler yang terkena

Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah

Kriteria 5 Pasien berumur ≥ 1 tahun menderita paling sedikit satu dari tanda –
tanda dan gejala – gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya.
a. Demam (> 38 0C)
b. Hipotermia (< 37 0C)
c. Apnea
d. Bradikardia
e. Lethargia
f. Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena

Dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung


kanuiaintravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif

Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah

Petunjuk Pelaporan

1. Laporan infeksi pada graf arterior shunt / fistula / kanulasi intra vaskuler tanpa
dikeetmukan kuman dari biakan darah sebagai CVS – VASC
2. Laporan infeksi intravaskuler dengan diketemukan kuman dari biakan darah sebagai
BSI – LCBI
6. GASTROENTERITIS
Letak Infeksi Gastroenteritis
Kode GI – GE
Definisi Gastroenteritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :

Kriteria 1 Pasien mendapat serangan akut diarhea (berak cair selama lebih 12 jam)
dengan atau demam (38 0C) dan tampaknya penyebab bukan
noninfeksius (misal : tes diagnostik, regimen terapeutik , atau stres
psikologis)

Kriteria 2 Terdapat paling sedikit dua dari tanda – tanda dan gejala berikut tanpa
ada penyebab yang lainnya :

d. Nausea (mual)
e. Muntah
f. Nyeri perut atau sakit kepala

Dan

Paling sedikit satu dari berikut :

1) Terdapat kuman patogen enterik pada biakan kotoran (stool) atau


hapusan rektum

2) Mikroba patogen enterik diketemukan pada mikroskopi rutin atau


elektron

3) Kuman patogen enterik dideteksi dengan assay antigen atau antibodi


dari darah atau feces.

4) Terdapat bukti adanya kuman enterik patogen yang dideteksi dari


perubahan sitopatik pada biakan jaringan (toxin assay)

5) Kenaikan titer diagnostik single antibody (lgM) atau kenaikan


sebanyak empat kali pada paired serta (IgM) untuk kuman patogen

Untuk Neonatus

Dikatakan menderita gastroenteritis

1) Hipertemi, suhu > 380 C, rektal atau hipotermi suhu < 37 0C, rectal
2) Kembung’
3) Bising usus meningkat atau menurun
4) Muntah
5) Pemeriksaan tinja mikrokopis ditemukan lekosit > 5 per lapang ,
eritrosit > 2 per lapang pandang besar.

Catatan :
Gastroenteritis pada neonatus yang lahir di rumah sakit selalu dianggap
sebagai gastroenteritis nosokomial.

Faktor Resiko Gastroenteritis

a. Bayi dan anak usia 6 s/d 24 bulan


b. Geriatrik
c. Pasien anak dengan pengganti ASI (PASI)
d. Gangguan fungsi imunologi
e. Debilitas

Pencegahan Gastroenteritis

a. Cuci tangan
b. Penanganan makanan yang baik dan aman di rumah sakit
c. Tindakan isolasi tertentu pada setiap pasien diare akut dengan
penyebab yang diduga infeksius
d. Personil yang menderita diare akut dengan penyebab yang diduga
infeksius tidak diperbolehkan untuk memberi asuhan keperawatan
langsung.

7. NECROTIZING ENTEROCOLITIS

Letak Infeksi : Necrotizing enterocolitis

Kode : GI – NEC

Definisi : Necrotizing enterocolitis pada anak harus memenuhi kriteria berikut

Kriteria 1 Anak mengalami paling sedikit dua tanda – tanda dan gejala – gejala
berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain
a. Muntah
b. Distensi abdomina
c. Prefeeding residual

Dan

Paling sedikit satu dari kelainan radiologis abdominal berikut :

1) Pneumoperitoneum
2) Pneumoperitosis intestinalis
3) ” Rigid ” loop usus kecil yang tidak berubah

8. ENDOMETRITIS

Letak Infeksi Endometritis

Kode REPR – EMET


Definisi Ditemukan harus memenuhi paling sedikit satu criteria berikut :

Kriteria 1 Ditemukan kuman dari biakan cairan atau jaringan endometrium yang
diambil pada waktu pembedahan dengan aspirasi jarum, atau biopsy
sikat (brush biopsy)

Kriteria 2 Pada pasien terdapat paling sedikit dua dari tanda – tanda dan gejala –
gejala berikut tanpa diketahui penyebab lainnya :
a. Demam (> 38 0C)
b. Nyeri abdominal
c. Nyeri uterus
d. Atau Cairan purulen keluar dari uterus

Petunjuk Pelaporan

Laporkan endometritis post partum sebagai infeksi nosokomial terkecuali cairan amnion
telah terinfeksi pada waktu masuk rumah sakit atau pasien telah masuk rumah sakit 48 jam
setelah pecahnya ketuban.

9. EPISIOTOMI

Letak Infeksi Episiotomi

Kode REPR – EPIS


Definisi Infeksi episotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :

Kriteria 1 Pasien paska partus per vaginam mengalami drainase purulen dari episiotomi

Kriteria 2 Pasien paska partus per vaginam menderita abses pada episiotomi

Petunjuk Pelaporan

Episotomi bukan prosedur pembedahan NNIS, jangan laporkan sebagai SSI

10. VAGINAL CUFF

Letak Infeksi Vaginal cuff

Kode REPR – VCUF

Definisi Infeksi vaginal cuffh harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :

Kriteria 1 Pasien paska hysterectomy mengalami drainase purulen dari vagina cuff

Kriteria 2 Pasein paska hysterectomy mendapat abses pada vaginal cuff


Kriteria 3 Ditemukan kuman pathogen pada biakan yang diambil dari cairan atau
jaringan dari vaginal cuff

Petunjuk Pelaporan

1. Infeksi vaginal cuff umumnya adalah SSI – VCUF


2. VCUF lambat (> 30 hari setelah hysterectomy) sebagai REPR – VCUE

11. KULIT

Letak Infeksi Kulit

Kode SST – SKIN

Definisi Infeksi kulit harus memenuhi paling sedikit satu dari criteria berikut :

Kriteria 1 Pasien mempunyai drainase purulen, pustule, vesicular, atau furunkel

Kriteria 2 Pasien mempunyai paling sedikit dua dari tanda - tanda dan gejala –
gejala berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lainnya :

a. Nyeri atau nyeri tekan


b. Bengkak lokal
c. Kemerahan
d. Atau Hangat

Dan

Paling sedikit satu dari berikut :

1) Ditemukan kuman dari biakan aspirat atau drainase dari daerah yang
terkena ; bila kuman adalah nirmal flora kulit, (misal, coagulase
negative staphylococci, micrococci diphtheroids) itu harus
merupakan biakan murni

2) Kuman dari biakan darah

3) Tes antigen positif, dilakukan dari jaringan yang terinfeksi atau


daerah (misal : herpes simplex, varicella zoster, H. Influenzae, N,
meningitidis)

4) Ditemukan multi–nucleated giant cell pada pemeriksaan


mikroskopis jaringan yang terkena .

5) Diagnistic single antibody titer (IgM) atau kenaikan empat kali


dalam dua kali pemeriksaan paired sera (IgG) untuk kuman
pathogen .
Catatan :

Infeksi kulit nosokomial mungkin diakibatkan oleh berbagai Prosedur yang dilakukan
rumah sakit. Infeksi insisi setelah pembedahan diidentifikasikan terpisah sebagai SSI –
SKIn terkecuali bila setelah CBGB (Coronary Artery By Pass Graft). Apabila insisi dada
setelah CBGB terinfeksi, tempat spesifik adalah SKNC (Superficial Incicional Infection
pada dada’ Chest) dan bila tempat donor di kaki yang terinfeksi, letak spesifiknya adalah
SJNL (Superficial Infection on Leg). Infeksi kulit lain yangberhubungan dengan
pemaparan penting diidentifikasi dengan letaknya sendiri dan tertulis di bawah petunjuk
pelaporan

Petunjuk Pelaporan

1. Laporkan omphalitis pada anak sebagi UMB


2. Laporkan infeksi pada daerah sirkulasi neonatus sebagi CIRC
3. Laporkan pustula pada anak sebagai PUST
4. Laporkan ulcus decubitus yang terinfeksi sebagai DECU
5. Laporkan luka bakar yang terinfeksi sebagai BURN
6. Laporkan abses mammae atau mastitis sebagai BRST

12. JARINGAN LUNAK

Letak Infeksi Soft tissue (necrotizing fasceitis, infectious gangrene, necrotozong


celluitis, infectious myositis,lymphadenitis, atau lymphangitis)

Kode SST- ST

Definisi Infeksi jaringan lunak harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut :

Kriteria 1 Diketemukan kuman dari biakan jaringan atau drainase dari daerah yang
terkena

Kriteria 2 Pasien mendapat drainase purulen dari daerah yang terkena

Kriteria 3 Terdapat abses atau bukti lain adanya infeksi yang tampak pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis

Kriteria 4 Terdapat paling sedikit dua dari tanda – tanda dan gejala – gejala pada
daerah yang terkena berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya :

a. Nyeri atau nyeri tekan lokal


b. Kemerahan
c. Bengkak
d. Atau Hangat

Dan

Paling sedikit satu dari berikut :


1) Kuman dari biakan darah
2) Tes antigen positif, dilakukan dari jaringan yang terinfeksi atau
darah (mis. Herpes simplex, varicella zoster, H influenzae, N,
meningitidis)
3) Diagnostic single antibody titer (IgM) atau kenaikan empat kali
dalam dua kali pemeriksaan paried sera (IgG) untuk kuman
pathogen .

Petunjuk Pelaporan

a) Laporkan ulkus yang terinfeksi (decubitus) sebagai DECU


b) Laporkan infeksi dari jaringan pelvis profunda sebagai OREP
c) Laporkan infeksi di tempat pembedahan yang mengenai baik kulit maupun jaringan
lunak yang dalam (dada atau dibawah fascia atau lapisan otot) sebagai SSI- ST,
terkecuali prosedur pembedahan dalam CBGB. Bila kulit dan jaringan lunak yang
dalam pada insisi dada menjadi terinfeksi, tempat spesifik menjadi STC dan jika
kulit dan jaringan lunak dalam dari tempat donor pada kaki menjadi terinfeksi,
tempat spesifik adalah STL (specific site leg)

13. ULCUS DECUBITUS

Letak Infeksi Decubitus ulcer, termasuk superficial dan profunde (dalam)


Kode DECU

Definisi Infeksi ulcus decubitus harus memenuhi kriteria berikut

Kriteria 1 Terdapat paling sedikit dua dari tanda – tanda dan gejala – gejala
berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya.
a. Kemerahan
b. Nyeri tekan
c. Atau Bengkak pada pinggir luka dicubitus

Dan paling sedikit satu dari berikut :

1) Kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara benar
(lihat bawah)
2) Kuman dari biakan darah

Catatan :
1. Drainase purulen saja tidak cukup kuat membuktikan adanya infeksi
2. Kuman dari biakan permukaan ulcus decubitus tidak cukup kuat membuktikan bahwa
ulcus

14. OMPHALITIS

Letak Infeksi Omphalitis


Kode SST – UMB

Definisi Omphalitis pada neonatus ( sampai umur 30 hari ) harus memenuhi


paling sedikit satu kriteria berikut :

Kriteria 1 Pasien mengalami eritema dan/ atau drainase serous dari umbilicus

Dan

Paling sedikit dari satu biakan :

1) Kuman ditemukan dari biakan drainase atau aspirasi jarum


2) Kuman ditemukan dari biakan darah

Kriteria 2 pasien mengalami baik eritema maupun drainase purulen pada


umbilicus

Petunjuk Pelaporan

Laporkan infeksi dari arteria umbilicalis atau vena yang berhubungan dengan kateterisasi
sebagai CVS – VASC bila diakan darah negatif atau tidak dikerjakan dalam waktu 7
hari setelah keluar dari rumah sakit.
BAB II

TATALAKSANA OPERASIONAL
PENGENDALIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL DI RS ST. YUSUP
BORO
Pengertian : Adalah suatu tata kerja di Rumah Sakit St. Yusup Boro dalam upaya
pengendalian infeksi nosokomial
Tujuan
1. Menciptakan lingkungan yang bersih, dalam rangka memberikan rasa
nyaman rasa aman bagi pasien rawat inap maupun rawat jalan
2. Mencegah terjadinya infeksi silang

I . STANDAR TATA LAKSANA KERJA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI


INSTALASI RAWAT INAP

Pengertian Adalah suatu tata kerja di Instalasi Rawat Inap

Tujuan

1. Menciptakan lingkungn yang bersih , dalam tangka memberikan rasa nyaman dan
aman bagi pasien rawat inap maupun rawat jalan.
2. Mencegah terjadinya infeksi silang

A. PETUNJUK UMUM

1. Petugas

a. Bekerja dalam keadaan berbadan sehat .


b. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien atau mengunakan cairan desinfektan yang direkomendasikan (berbahan
dasar alkohol 70 %). Bekerja dengan prinsip aseptik dan antiseptik.
c. Memperlihatkan hygene perorangan
d. Menjaga kebersihan ruangan dan lingkungan
e. ’Bersikap tanggap ’ akan segala resiko terjadinya infeksi

2. Pasien
a. Perawatan hygiene pasien sebaiknya
b. Pertahankan status gizi sebaik – baiknya
c. Penggunaan alat tenun selalu kering dan bersih
d. Pasien dengan terapi imunosupresif dan pasien dengan penyakit kronis
e. Memperhatikan mobilisasi pasien yang menjalani perawatan serta mencegah
terjadinya decubitus
3. Pengunjung

a. Berkunjung pada waktu yang telah ditetapkan


b. Yang sedang sakit tidak boleh berkunjung
c. Anak usia kurang dari 12 tahun tidak boleh masuk ke bangsal perawatan
d. Jumlah pengunjung dibatasi
e. Cuci tangan sebelum masuk ruangan dan sesudahnya

4. Alat Kesehatan

a. Semua alat kesehatan harus stabil baik dengan otoklaf ataupun desinfektans
b. Semua tindakan dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik

B. TEKNIK PEMBERSIHAN RUANGAN DAN PERWATANNYA

1. Pembersihan Harian
a. Lantai harus dibersihkan setiap hari
b. Teknik pengepelan sesuai prosedur, dengan kain pel yang bersih, air bersih,
dan desinfektans yang telah ditetapkan oleh RS
c. Dilakukan minimal 4 kali sehari, pagi, siang,sore, dan setelah jam kunjungan
sore.
2. Pembersihan ruangan / skop
a. Diusahakan tiap satu minggu 1 kali atau melihat jumlah pasien
b. Teknik pembersihan, dibersihkan dengan air sabun, lalu dikeringkan ,
kemudian ulangi lagi dengan menggunakan larutan desinfektans. Atau
menggunakan mesin sikat dan vacum dengan cara yang sama. (lihat prosedur
menyikat lantai)
3. Pembuangan Sampah
Dilakukan minimal 3 kali sehari, atau setiap tempat sampah telah terisi maksimal
tiga perempat

4. Langit –langit
Bersihkan langit – langit dan lawa – lawa sekurang – kurangnya 1 kali dalam 1
minggu.

C. TEKNIK PEMBERSIHAN ALAT – ALAT


a. Semua alat / instrumen yang telah dipakai dicuci, dikeringkan dan sterilkan
b. Lantai dan jendela setiap hari dibersihkan dengan desinfektans, sesuai prosedur
c. Sebaiknya disediakan tempat khusus untuk menyimpan alat yang sudah siap pakai.

D. PEMBERSIHAN FASILITAS RUANGAN

1. Kamar Mandi/ WC
a. Bersihkan kamar mandi 2 kali sehari sesuai prosedur (pagi – sore / sewaktu –
waktu bila perlu)
b. Pisahkan antara kamar mandi/ WC petugas dengan pasien
c. Perlu perhatian khusus untuk Divisi Rawat Inap dimana dirawat pasien dengan
penyakit saraf, penyakit dalam, dan lansia
2. Dapur
a. Bersihkan dapur 3 kali sehari (pagi, siang , dan sore)
b. Semua alat makan harus selalu bersih dan kering
c. Makanan dikemas dari dapur besar
d. Tempat sampah harus selalu tertutup, dan sebelumnya diberi plastik standar
rumah sakit (warna hitam untuk sampah noninfeksius), Buang sampah sesegera
mungkin setelah berisi tiga perempat dari tempat sampah , dan jangan
meninggalkan sampah menginap di dapur.

3. Wastafel
a. Bersihkan wastafel 2 x setiap hari (pagi – sore) atau sewaktu – waktu bila kotor
b. Jangan sekali – kali membuang sisa makanan/ ampas teh/ kopi di wastafel
c. Perhatikan daerah pipa – pipa bawah wastafel, dan lantai sekitarnya , jaga selalu
dalam keadaan kering
d. Pengisian desinfektans dianjurkan menunggu sampai desinfektans sebelumnya
habis terlebih dahulu.

II. STANDAR TATA LAKSANA KERJA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL


HCU

PENGERTIAN Adalah suatu tat kerja diunit rawat intensif dalam upaya pengendalian
infeksi nosokomial.

TUJUAN :
1. Menciptakan lingkungan yang bersih, dalam rangka memeberikan rasa nyaman dan
aman bagi pasien rawat intensif
2. Mencegah terjadinya infeksi silang

A. PETUNJUK UMUM
1. Petugas
a. Bekerja dalam keadaan berbadan sehat
b. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
atau menggunakan cairan hand hygiene yang direkomendasikan Panitia PPI- RS
(berbahan dasar alcohol kombinasi dengan chlorhexidine gluconat)
c. Bekerja dengan prinsip aseptic dan antiseptic
d. Memperhatikan hygiene perorangan
e. Menjaga kebersihan ruangan dan lingkungan
f. Memakai pakaian khusus seperti ; alas kaki/ sepatu yang menutup semua bagian jari –
jari kaki dan punggung kaki
g. Diusakan satu perawat memegang satu pasien untukmenghindari infeksi silang
h. Bersikap tanggapakan segala resiko terjadinya infeksi.
2. Pasien
a. Perawatan hygiene pasien sebaik – baiknya
b. Pertahankan status gizi sebaik – baiknya
c. Pengunaan alat tenun selalu kering dan bersih
d. Pasien dengan terapi imunosupresif dan pasien dengan penyakit kronis harus
mendapat perawatan khusus dan ruang khusus (isolasi)
e. Memperhatikan mobilisasi pasien yang menjalani perawatan lama, serta
mencegah terjadinya decubitus
A. Pengunjung
a. Berkunjung pada waktunya
b. Yang sedang sakit tidak boleh berkunjung
c. Anak usia kurang 12 tahun tidak boleh masuk
d. Jumlah pengnjung dibatasi (1 sampai dengan 2 orang)
e. Memakai pakaian khusus (pelapis baju / JAS, serta alas kaki khusus)
f. Cuci tangan sebelum masuk dan sesudahnya
B. Alat Kesehatan
a. Semua alat kesehatan harus steril baik dengan otoklaf ataupun desinfektans
b. Semua tindakan dilakukan dengan prinsip antiseptik dan antiseptik , antara
lain pemasangan alat bantu nafas : instubasi, ventilator, tindakan suction ,
pemasangan nasogastric tube.
C. Pembagian Area Lingkungan
a. Area bebas adalah area yang langsung berhubungan dengan dunia luar
meliputi :
1) Ruang antara sebelum pasien masuk ke ruang rawat
2) Ruang tamu dan ruang penunggu
b. Area bersih adalah daerah dimana pengunjung dibatasi dan dengan memakai
jas dan alas kaki yang telah disediakan. Petugas harus sudah memakai pakaian
khusus dan alas kaki khusus HCU,PERISTI , meliputi :
1) Ruang perawatan
2) Nurse station
c. Area kotor adalah daerah dimana digunakan untuk mencuci alat
kotor ,menampung linen paska pakai, dan spoel hook, meliputi :
1) Ruang cuci alat kotor
2) Ruang penampungan linen kotor sementara
3) Spoel hook

D. TEKNIK PEMBERSIHAN RUANGAN DAN PERAWATANNYA


1. Pembersihan harian
a. Lantai harus dibersihkan setiap hari, beri tanda lantai sedang dibersihkan
b. Teknik pengepelan sesuai prosedur, dengan kain pel yang bersih, air bersih, dan
desinfektans yang telah ditetapkan oleh RS. (lihat prosedur pengepelan lantai)
c. Dilakukan 4 kali sehari, pagi , siang, sore, dan setelah jam kunjungan sore.
2. pembersihan ruangan (lihat prosedur menyikat lantai)
a. Diusakan tiap 1 kali seminggu atau melihat jumlah pasien
b. Teknik pembersihan, dibersihkan dengan air sabun, lalu dikeringkan, kemudian
ulangi lagi dengan menggunakan larutan desinfektans/dilap dari arah atas
kebawah atau menggunakan mesin sikat dan vacum dengan cara yang sama.
Setelah dikeringkan diulang dengan menggunakan larutan disinfektan (bila ada
pasien dengan penyakit menular seperti AIDS dan lain – lain) jangan foging
dengan disinfektan ,tidak terbukti mengendalikan unfeksi, berbahaya.
Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter,HEPA) jangan
memakai karpet
E. TEKNIK PEMBERSIHAN ALAT – ALAT
1. Alat – Alat Kesehatan
a. Alat – alat /instrumen yang telah dipakai dicuci dan dikeringkan lalu diseterilkan
b. Alat respirator misalnya : tubing respirator, filter diganti tiap 72 jam
c. Dicuci serta direndam dengan memakai larutan desinfektans, setelah dicuci lalu
dikeringkan dan dibungkus dengan kertas krep yang kedap air dan debu kemudian
disterilkan
d. Linen diganti setiap hari, atau sewaktu – waktu bila kotor atau basah, linen – linen
yang sudah dipakai segera dimasukkan kedalam kantong plastik
e. Alat – alat disposibile misal : spuit, infus set dan lain – lain yang termasuk benda
tajam harus dimasukkan ke dalam kontainer khusus dan dikirim ke bagian
pembakaran
2. Alat – alat Umum dan Lingkungan
a. Semua alat yang dipakai selalu kering dan bersih
b. Lantai dan jendela setiap hari dibersihkan dengan desinfektans
c. Sebaiknya disediakan tempat khusus untuk menyimpan alat yang sudah siap pakai
F. PEMBERSIHAN FASILITAS RUANGAN
1. Kamar mandi/ WC (lihat prosedur pemberihan Kamar mandi / WC)
a. Bersihkan kamar mandi 3 kali sehari (pagi – sore/ sewaktu – waktu bila perlu)
b. Pisahkan antara kamar mandi/ WC petugas dengan pasien
c. Perlu perhatian khusus untuk Divisi Rawat Intensif dimana dirawat pasien dengan
penyakit saraf, penyakit dalam, dan lansia

2. Dapur
a. Bersihkan dapur 3 kali setiap hari (pagi, siang , dan sore)
b. Semua alat makan harus selalu bersih dan kering)
c. Makanan dikemas dari dapaur besar
d. Tempat sampah harus selalu tertutup, dan sebelumnya diberi plastik standar
rumah sakit (warna hitam untuk sampah non infeksius). Buang sampah sesegera
mungkin setelah berisi tiga perempat dari tempat sampah, dan jangan
meninggalkan sampah menginap didapur (lihat prosedur pengelolaan sampah)

3. Wastafel
a. Kran wastfel model buka tutup dengan siku
b. Bersihkan wastafel 2 kali sehari (pagi – sore) sewaktu – waktu bila kotor
c. Jangan sekali – kali membuang sisa makanan/ ampas teh/ kopi di wastafel
d. Perhatikan daerah pipa – pipa bawah wastafel, dan lantai sekitarnya, jangan selalu
dalam keadaan kering
e. Pengisisan desinfektans dianjurkan menunggu sampai desinfektans sebelumnya
habis terlebih dahulu

G. PROSEDUR STANDAR PENGHISAPAN SEKRESI PARU


1. Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2. Pakai sarung tangan steril
3. Pengisapan dilakukan bila perlu atau sesuai dengan banyaknya sekresi paru
4. kateter yang digunakan harus lembut, steril dan sekali pakai, jika sudah ada dengan
penghisaan sistem tertutup
5. Setiap mengubah posisi pasien, sebaiknya dilakukan pengisapan sekresi
6. Bila pasienmenggunakan tube, ukuran kateter harus sesuai, yaitu sepertiga dari
diameter besarnya Endotracheal Tube
7. Setiap kali pengisapan kateter tidak boleh lebih dari 10 detik berada dalam tube
8. Pada saat melakukan suctio, kateter dimasukkan jangan dalam posisi mengisap.
Kemudian dikeluarkan sambil diisap dan putar secara hati – hati
9. Berikan kesempatan bernafas 3-5 kali dengan diberikan O2 konsentrasi tinggi
diantara 2 kali pengisapan
10. Tiap pasien harus mempunyai tubing tabung penampung cairan lendir masing –
masing
11. Gunakan dalam Waskom/ tempat khusus, untuk membilas sekali pakai
12. Buang cairan dalam tabung penampung tiap shift jaga, dan atau bila tabung
penampung penuh sebelum waktunya.

III. STANDAR TATA LAKSANA KERJA PENGENDALIAN INFEKSI


NOSOKOMIAL BANGSAL PERINATAL RESIKO TINGGI/ PERISTI

PENGERTIAN : Adalah suatu tata kerja di bangsal PERISTI dalam upaya


pengendalian infeksi nosokomial

TUJUAN :
1. Menciptakan lingkungan yang bersih, dalam rangaka
memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien rawat inap
di bangsal Peristi
2. Mencegah terjadinya infeksi silang

A. TATA LAKSANA KERJA BANGSAL PERINATAL RESIKO TINGGI / PERISTI


DAN PERLENGKAPANNYA
1. Ruangan / Lingkungan
a. Ruangan dibogkar satu kali dalam satu minggu
b. Membersihkan semua lubang AC dan exhaust fan dengan kain lap basah yang
sudah direndam desinfektans yang direkomendasikan dan dilakukan 1 kali
dalam sebulan
c. Lantai dipel 2 kali sehari dengan menggunakan antiseptik yang telah ditentukan
RS
d. Menjaga agar dapur susu selalu bersih dan rapi
e. Alas kaki khusus kamar bayi tidak boleh diluar kamar bayi
f. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan setiap enam bulan sekali meliputi,
permukaan dinding, permukaan lantai, incubator, dan lain – lain
g. Ruangan bayi sehat terpisah dengan ruang untuk bayi yang terkontaminasi /
terinfeksi

2. Alat dan Linen


a. Alat
1) Box, kasur bayi, incubator, baby table, dan timbangan bayi,
dibersihkan / dilap dengan cairan desinfektans setiap hati
2) Botol susu dan speen dicuci disterilkan kembali sehabis dipakai dan
direbus
3) Instrumen ( korentang, gunting, pinset dan lain – lain ) setiap hari
disteril dengan otoklaf.
b. Linen
1) Penggantian linen dilakukan setiap pagi hari dan bila kotor
2) Linen yang kotor dimasukkan ke dalam ember yang tertutup, dipisahkan
antara linen bekas kotor dan bersih untuk mempermudah pada waktu
pencucian
3) Jas petugas diganti setiap shift

B. PETUNJUK PROSEDUR KERJA


1. Personil
a. Dokter / perawat kamar bayi harus memakai jas/ skort dan masker, bila masuk
ke kamar bayi
b. Cuci tangan aseptik dan antiseptik sesuai standar prosedur , batas lengan bawah
dan jari – jari sebelum dan sesudah melakukan tindakan/ memeriksa bayi
c. Memakai alas kaki yang sudah disediakan khusus untuk didalam rugangan bayi
d. Petugas kamar bayi tidak dibenarkan memelihara kuku dan memakai perhiasan ,
kecuali cicin kawin
e. Petugas yang merawat bayi sehat tidak merawat bayi terkontiminasi / terinfeksi
f. Rambut harus diikat / dipotong sehingga tidak mengenai muka bayi pada waktu
memberi minum bayi
g. Perawat memberikan penerangan pada ibu yang habis melahirkan antar lain :
1) Cara massage payudara
2) Cara menyusui yang benar
3) Cara memandikan bayi
4) Cara perawatan tali pusar
5) Cara pembuatan susu buatan

2. Ibu yang menyusui dikamar bayi


1) Memakai alas kaki yang sudah disediakn khusus untuk kamar bayi
2) Memakai jas rumah sakit dan masker
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi
4) Membersihkan puting susu dengan kapas yang sudah dibasahi dengan air hangat
/ matang

3. Bayi
a. Bayi sehat harus dipisahkan dengan bayi yang terkontiminasi / terinfeksi.
1) Bayi yang ibunya menderita penyakit kelamin (lues, GO, Condyloma,
herpes dan lain – lain)
2) Bayi yang ibunya HbsAG (+)
3) Bayi yang lahir dengan ketuban pecah dini
4) Bayi yang menderita diare
5) Bayi dengan hyperbilirubinemia
6) Bayi rujukan dari RS/RSB/ RB Lain

b. Ruangan bayi prematur maupun petugas terpisah


c. Bayi dengan berat badan normal dimandikan dengan air hangat satu kali dalam
sehari sebelum puput
d. Bayi prematur dimandikan dengan minyak steril yang sudah sudah disteril di
CSSD
e. Tali pusar dibersihkan dengan alkohol 70 % atau air matang, kemudian dirawat
terbuka, dilakukan dua kali sehari
f. Mata dibersihkan dengan air steril hangat (untuk bayi baru lahir diberi tetes
mata kemicitin)
g. Telinga hidung dibersihkan dengan kapas pilin basah yang telah diperas
h. Pada waktu dimandikan bayi dijaga jangan sampai air masuk ketelinga bayi
i. Untuk bayi yang mendapat terapi blue light mata dan alat kelamin ditutup
dengan carbon, bayi tidak memakai popok dan tutup mata dibuka pada waktu
bayi diberi minum
j. Penggantian sonde pada bayi prematur, dilakukan setiap 3/ 6 hari sekali.
k. Bila bayi “ bab “ pantat dibersihkan dengan kapas hangat

C. PEMBERSIHAN FASILITAS RUANGAN


1. Kamar mandi/ WC (lihat prosedur membersihkan kamar mandi / WC)
a. Bersihkan kamar mandi 3 kali sehari (pagi – sore / bila perlu)
b. Pidahkan antara kamar mandi / wc petugas dengan pasien
2. Dapur (lihat prosedur membersihkan dapur)
a. Bersihkan dapur 3 kali sehari (pagi, siang dan sore)
b. Semua alat makan harus selalu bersih dan kering
c. Tempat sampah harus selalu tertutup, dan sebelumnya diberi plastik standar
rumah sakit (warna hitam untuk sampah non medis) Buang sampah sesegera
mungkin setelah berisi tiga perempat dari tempat sampah, dan jangan
meninggalkan sampah menginap di dapur. (lihat prosedur pengelolaan
sampah)
3. Wastafel (lihat prosedur membersihkan wastafel)
a. Bersihkan wastafel 2 kali setiap hari (pagi – sore) sewaktu – waktu bila kotor
b. Jangan sekali – kali membuang sisa makanan / ampas the / kopi di wastafel
c. Perhatikan daerah pipa – pipa bawah wastafel, dan lantai sekitarnya, jaga
selalu dalam keadaan kering
d. Pengisian desinfekstans sebelumnya habis terlebih dahulu

IV. STANDAR TATA LAKSANA KERJA PENGENDALIAN INFEKSI


NOSOKOMIAL KAMAR BERSALIN

PENGERTIAN : Adalah suatu tata kerja dikamar bersalin dalam upaya


pengendalian infeksi nosokomial

UMUM :Menciptakan lingkungan yang bersih, dalam rangka


memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien yang sedang
menghadapi proses persalinan.

Mencegah terjadinya infeksi silang

A. TATA LAKSANA KEBERSIHAN KAMAR BERSALIN DAN


PERLENGKAPANNYA
1. Ruangan / Lingkungan
a. Ruangan dibongkar satu kali dalam seminggu, sesuai prosedur
b. Memberikan semua lubang AC dan exhaust fan dengan kain lap basah yang sudah
direndam dengan larutan desinfektans
c. Lantai dibersihkan dengan lap pel basah, untuk mencegah debu
bertebangan,pasang tanda lantai sedang dipel untuk mencegah terpeleset
d. Lantai dipel minimal dua kali sehari, dengan menggunakan antiseptik yang telah
ditentukan RS
e. Alas kaki khusus/tertutup kamar bersalin tidak diperbolehkan dipakai di luar
kamar bersalin
f. Menjaga agar lingkungan dan kamar bersalin selalu dalam keadaan bersih dan
rapih
g. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan setiap 6 bukan sekali
h. Ruangan untuk Ibu Hamil normal terpisah dengan Ibu Hamil dengan infeksius

2. Alat dan Linen


a. Instrumen disterilkan dengan otoklaf setiap selesai pakai dan seminggu satu kali
untuk yang tidak / belun dipakai (steril ulang) dalam kantong khusus
b. Tempat tidur, meja troli, tangga tempat tidur, ember beroda dibersihkan setiap
hari dan setiap selesai dipakai dengan kain basah yang direndam desinfektans
c. Spuit, benang , sarung tangan yang dipakai semua disposible
d. Setiap selesai partus, pasien diberikan sofiex steril
e. Linen/ alat tenun diganti setiap selesai tindakan, linen kotor lansung ditempatkan
didalam kantong plastik telah disediakan dan dalam keadaan tertutup rapat, lalu
dibawa kebagian pencucian
f. Alas kaki khusus kamar bersalin, harus menutup kaki mulai minimal ujung jari
sampai pergelangan kaki
g. Spuit dan jarum bekas pakai dimasukkan ke dalam tempat khusus dan aman
untuk dibakar (sesuai prosedur pengelolaan sampah tajam)
h. Semua alat – alat yang dipakai untuk membersihkan kamar bersalin, khusu tidak
dicampur dengan bagian lain.

B. PROSEDUR KERJA DIKAMAR BERSALIN


1. Personil
a. Sebelum menolong persalinan, dokter/ bidan/ perawat ganti baju rumah sakit
khusus kamar bersalin dan memakai clemek (scort) yang tidak tembus air
(plastik)
b. Dokter / Bidan/ Perawat / Petugas kamar bersalin, harus cuci tangan aseptik dan
antiseptik sesuai dengan standar prosedur, sebelum dan sesudah melakukan
tindakan atau memeriksa pasien
c. Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin (menutup
jari sampai pergelangan kaki)
d. Petugas kamar bersalin tidak dibenarkan memelihara kuku panjang dan memakai
perhiasan
e. Rambut harus diikat atau dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka

2. Pasien (IBU)
a. Setiap pasien baru, pakaian harus diganti dengan pakaian yang tesedia di RS.
b. Berikan gelang nama dan nomor medical tecord, pada ibu dan bayi segera setelah
lahir
c. Keluarga pasien yang masuk kamar persiapan dibatasi, sepatu sandal dilepas,
diganti dengan alas kaki uang tersedia di kamar bersalin
d. Pasein dengan infeksi, febris di ruangan isolasi
e. Pasien HbsAG ( + ) mendapat perhatian khusus
f. Keluarag / suami yang menunggu di kamar persalinan diharuskan memakai scort.

3. Bayi
a. Setiap bayi lahir perawat/ bidan / perawat penerima bayi diharuskan cuci tangan
dan memakai sarung tangan steril dan scort
b. Bayi lahir, tali pusat dengan idem tali pusat seteril disposible dan diolesi dengan
bethadin solution mulai dari pangkall sampai ujung tali pusat, kemudian tali pusat
dibungkus dengan kasa steril
c. Bayi baru lahir dibersihkan dengan minyak steril, kemudian dimasukkan
incubator ±6 jam dengan suhu sekitar 30 – 34 0 C , setelah itu bayi dimandikan
dengan air hangat
d. Bayi diberi gelang identitas nama ibu/ ayah, nomer register ibu, serta jam dan
tanggal lahir, alamat, dan cara lahir
e. Pada status bayi disertakan cap ibu jati tangan kiri bayi dan cap iibu jari tangan
kanan ibu.
f. Mata bayi dibersihkan dengan kapas basah steril, lalu diberikan kemicitin tetes
mata
g. Setelah tali pusat dipotong bayi dilakukan netek dini (Inisiasi Menyusui Dini)
pada Ibu

C. PEMBERSIHAN FASILITAS RUANGAN


1. Kamar mandi/ WC (lihat prosedur membersihkan kamar mandi / WC)
a. Bersihkan kamar mandi 3 kali setiap hari (pagi – sore / bila perlu)
b. Pisahkan antara kamar mandi / WC petugas dengan pasien

2. Dapur (lihat prosedur pembersihan dapur)


a. Bersihkan dapur 3 kali setiap hari (pagi, siang dan sore)
b. Semua alat makan harus selalu bersih dan kering)
c. Makan dikemas dari dapur besar
d. Tempat sampah harus selallu tertutup, dan sebelumya diberi plastik standar rumah
sakit (warna hitam untuk sampah non medis). Buang sampah sesegera mungkin
setelah berisi tiga perempat dari tempat sampah, dan jangan meninggalkan
sampah menginap di dapur .

3. Wastafel
a. Bersihkan 3 kali setiap hari (pagi – sore) / sewaktu – waktu bila kotor
b. Jangan sekali – kali membuang sisa makanan / ampas teh / kopi di wastafel
c. Perhatikan daerah pipa – pipa bawah wastafel, dan lantai sekitarnya, jaga selalu
dalam keadaan kering
d. Pengisian desinfektans dianjurkan menunggu sampai desinfektans sebelumnya
habis terlebih dahulu
BAB. III
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL

A. PENDAHULUAN
Merujuk sebuah ketetapan yang dikeluarkan oleh CORE (Committee on
Operating Room Environment) dari American College of Surgeons dan Association of
Operating Room Nurse (AORN) dalam rangka mengurangi infeksi luka operasi perlu
standar optimal untuk penampilan professional, peralatan dan pengawasan lingkungan
kamar bedah. Standar optimal tersebut tergantung dari penderita (tipe Operasi) dan
Tim Bedah (operator). Penerapan kewaspadaan Universal mutlak harus dijalankan
pada seluruh kegiatan di unit Bedah untuk semua pasien. Pemeriksaan HIV dan HBV
tidak perlu dilakukan sebelum tindakan bedah dilakukan, karena tidak memberikahn
perlindungan yang sempurna mengingat :

1. Tes tidak dapat mendeteksi infeksi HIV ataupun HBV 100 %


2. Banyak mikroorganisme patogen selain HIV dan HBV yang dapat ditularkan
melalui darah atau cairan tubuh

Oleh sebab itu semua pasien harus dianggap berpotensi untuk menularkan infeksi
sehingga perlu diambil langkah pencegahan yang memadai. Sebaiknya semua petugas
yang karena tugasnya kemungkinan berkontak dengan darah atau cairan tubuh harus
mendapatkan imunisasi hepatitis B sehingga mencapai ambang titer antibodi yang
memiliki daya lindung optimal.

Pembedahan mencakup segala tindakan invasif yaitu setiap tidakan diagnostik


ataupun teraupetik yang bersifat invatif, yaitu melibatkan penetrasi dan fungsi kulit
atau insersi suatu instrumen atau benda asing ke dalam jaringan, rongga atau organ
tubuh. Tindakan invatif meliputi antara lain prosedur pembedahan, prosedur
intravena/ arterial, dialisis ginjal, persalinan normal dan sektio sesarea, aborsi atau
prosedur obstetrik lainnya yang memungkinkan perdarahan

Kewaspadaan universal yang harus dilaksanakan petugas adalah mengantisipasi


percikan darah. Tindakan dikerjakan secara legeartis atau menyediakan dan
mempertahankan lingkungan yang asepsis. Disiplin yang teguh dalam menjalankan
peraturan asepsis dan antiasepsis di kamar operasi sangat penting dalam prevensi dan
pengawasan infeksi.

B. SYARAT – SYARAT BEKERJA DI KAMAR BEDAH


1. Disiplin yang tinggi dalam menjalankan peraturan aseptik dan antiaseptik, jangan
banyak bicara, jangan banyak mondar – mandir dan usakan jangan terlalu banyak
orang dalam kamar operasi
2. Semua petugas harus memakai tanda pengenal
3. Petugas kamar bedah bebas kuman – kuman yang mudah ditularkan (carier
sangat sukar untuk ditentukan)
4. Perlengkapan petugas yang ikut pembedahan :
a. Topi khusus kamar bedah (penutup kepala)
b. Masker
c. Baju kamar operasi
d. Sarung kaki/ alas kaki tertutup
e. Jas operasi steril
f. Sarung tangan steril

5. Perlengkapan petugas yang lain :


a. Topi khusus kamar bedah (penutup kepala)
b. Masker
c. Baju kamar operasi
d. Sarung kaki /alas kaki tertutup
e. Semua petugas harus mengenakan tanda pengenal khusus Instalasi Bedah
Sentral

C. PERSIAPAN PETUGAS
1. Cuci tangan secara bedah
2. Memakai alat pelindung berupa sarung tangan steril, masker dan gaun
pelindung penutup rambut, masker, pelindung mata/ wajah
3. Sarung tangan wajib dikenakan
4. Dianjurkan untuk mengenakan apron plastik atau kedap air untuk dipakai di
lapisan bawah gaun bedah steril. Terutama diwajibkan bila diantisipasi adanya
percikan darah atau cairan tubuh dalam jumlah benyak. Gaun – gaun tersebut
dilepas sebelum keluar ruangan bedah
5. Pemakaian masker harus menutup hidung hingga seluruh bagian bawah wajah.
Masker segera diganti apabila tampak ada kotoran atau cemaran bahan infeksius
atau apabila tampak lembab karena terlalu lama dipakai
6. Geoggle atau perlindungan wajah
7. Alat pelindung kaki berupa sepatu yang menutupp seluruh ujung dan telapak
kaki serta bersifat tahan tusukan
8. Setiap tindakan invasif seringan atau sekecil apapun harus dilakukan dengan
hati – hati dan teliti untuk menghindari kecelakaan seperti tusukan alat – alat
tajam pada petugas
9. Hindarkan penyerahan alat tajam langsung dari tangan ke tangan selama
tindakan tetapi dengan menggunakan perantara seperti nampan kecil.
10. Perhatian khusus pada pembuangan alat – alat tajam dengan menggunakan
wadah tertutup dan tahan tusukan/safety box. Wadah tersebut harus dipastikan
tersedia disetiap sudut ruangan operasi yang mudah dijangkau petugas
pelaksana tindakan bedah yang disediakan di troli anestesi
11. Petugas yang mempunyai lesi kulit terbuka tidak diperkenankan melaksanakan
tindakan bedah, untuk menghindari pajanan darah atau cairan tubuh pada luka
tersebut
12. Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkena percikan darah atau cairan
tubuh sebelum keluar ruangan bedah atau memasuki tuang perawat, atau
sebelum cuci tangan untuk tindakan pada kasus selanjutnya

D. PERSIAPAN ALAT KESEHATAN


1. Sedapat mungkin menggunakan alat sekali pakai (dispossable), bila tidak
digunakan alat yang sudah disterilkan sesuai dengan prosedur sterilisasi atau
desinfeksi tingkat tinggi
2. Harus tersedia wadah khusus alat tajam dan limbah media
3. Alat resusitasi berupa Ambubag disiapkan
4. Semua kebutuhan peralatan bedah dikemas / dibungkus dengan pembungkus
steril yang memenuhi syarat
5. Pembungkus steril dapat berupa :
 Kertas krep
 Kertas liminet yang kedap udara
 Kantong khusus
 Polypropiline krep
6. Kemasan / bungkusan steril harus diperiksa terhadap:
 Keutuhan dari bungkusan/ kemasan tersebut (tidak robek, tidak terbuka,
tidak kotor)
 Kelembaban dari kemasan bungkusan
 Tanggal sterilisasi harus tercantum di bagian luar pembungkus , dan harus
steril ulang bila lewat 4 X 24 jam
7. Perlengkapan bedah yang telah dipergunakan untuk operasi sespsis, harus
segera diamankan agar tidak terjadi kontaminasi
8. Alat – alat bedah yang dispossable tidak boleh dipakai ulang, harus langsung
dibuang
9. Tempat larutan antiseptik/ disinfektans yang dipakai dikamar harus sering di
ganti, paling sedikitnya 1 minggu sekali
10. Alat – alat besar seperti : lampu operasi, alat – alat anaesthesi dibersihkan
dengan desinfektans tertentu

E. PERSIAPAN PASIEN
Mempersiapkan penderita sehingga waktu rawat inapnya sebelum menjalani
operasi dapat diperpendek :
1. Eliminasi penyakit – penyakit penyerta
2. Memperbaiki keadaan umum
3. Memperbaiki keadaan/ menjaga kebersihan kulit daerah operasi
4. Makin lama penderita dirawat dirumah sakit semakin besar kemungkinan
penderita mengalami infeksi dengan kuman – kuman rumah sakit
5. Beberapa keadaan mengharuskan penderita dirawat di rumah sakit jauh
sebelum operasi dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaannya antara lain :
 Penderita dengan gangguan elektrolit, dekompensasi kordis, hipertensi dan
lain – lain

6. Pada penderita – penderita ini kemungkinan terjadi migrasi kuman – kuman


rumah sakit dengan perantara tangan – tangan dan rambut petugas rumah
sakit, bahan tenun, aliran udara ataupun alat – alat
7. Dalam kegiatan didapatkan kenyataan bahwa bila penderita yang dioperasi
mengalami rawat inap selama 2 minggu, resiko untuk mengalami infeksi
adalah 2 kali bila dibanding dengan menjalani rawat inap 1 – 3 hari
8. Bila mungkin untuk penderita – penderita yang mengalami rawat tinggal lama
sebelum operasi, dilakukan biakan kkuman dari saluran nafas, saluran cerna,
saluran kemih untuk memperoleh gambaran mikroorganisme apa yang punya
potensi memberikan infeksi Paska Bedah
9. Kulit baik dari penderita maupun dari operator ridak mungkin disterilkan.
Kuman di kulit terdiri dari :
a. Pendatang
 Di permukaan pada umumnya dapat dibersihkan dengan mencuci pakai
sabun
b. Penghuni
 Letaknya dalam
 Dapat dikurangi jumlahnya dengan cara desinfeksi atau kompres
Hal yang perlu dipersiapkan pada pasien adalah :
1) Pencukuran Daerah Operasi
a. Bahan : Gunting yang tajam, sabuk antiseptik, air hangat, waskom kecil ,
handuk
b. Cuci tangan, keringkan
c. Buka daerah yang akan dicukur, tutupi bagian tubuh lain dengan kain
untuk menjaga prevasi
d. Basahi dan buat busa pada daerah yang akan dicukur
e. Gunting secara berurutan
f. Bilas kulit
g. Keringkan dengan handuk
h. Taruh dan bereskan kembali alat ke tempatnya setelah didekontaminasi
dan desinfeksi seperlunya
i. Desinfeksi kulit
j. Usap daerah operasi dengan larutan alkohol 70 %

2) Pembuatan Lapangan Steril


a. Pasang kain steril di atas permukaan yang rata ( meja dan lain – lain )
b. Alat steril diletakkan di atas kain oleh petugas steril
c. Petugas steril menyusun alat
d. Pasang kain steril di sekeliling lapangan pembedahan luka atau tempat
pembedahan invasif

3) Prosedur Pembedahan
a. Petugas yang melakukan tindakan invasif termasuk menyuntik,
memasang infus, tube endotrakeal harus memakai sarung tangan steril
b. Petugas yang kemungkinan terkena percikan darah atau cairan tubuh ,
yaitu : operator, asisten operator, instrumenator harus memakai
pelindung wajah
c. Penyerahan instrumen tajam kepada operator secara tidak langsung ,
yaitu dalam wadah agar terhindar dari tusukan alat tersebut diserahkan
kempali pada instrumenator dalam wadah
d. Penggunaan alat tajam misalnya skalpel, jarum, gunting, dilakukan
dengan posisi bagian runcing alat menjauhi tubuh petugas
e. Untuk menghindari kerusakan sarung tangan, operator dapat
menggunakan sarung tangan dua lapis atau mengganti sarung tangan
bila operasi berlangsung lama
f. Operator harus hati – hati bila memasukkan tangan ke daerah operasi
yang sukar untuk menghindari luka tusuk benda tajam
g. Cairan tubuh pasien yang melekat di badan pasien harus segera
dihilangkan agar tidak mengenai orang lain
h. Spesimen yang dikirim untuk pemeriksaan patologi atau lainnya harus
diperlakukan sebagai bahan infeksius.
4) Penutup Luka
a. Bahan : kasa dan plester
b. Sebelum kain steril pembatas dibuka, tutup luka bekas insisi dengan kasa
steril.
c. Angkat kainsteril tanpa melepas kasa
d. Tutupi kasa dengan kasa tambahan
e. Letakan dengan plester
f. Tutup tempat keluar kateter / pipa lainnya dengan kasa secara hati – hati

5) Sesudah operasi
a. Setiap tindakan yang berhubungan dengan cairan tubuh dilakukan dengan
sarung tangan, bila ada kemungkinan percikan cairan tubuh pakai
kacamata dan gaun pelindung
b. Alat sekali pakai dipisahkan dalam kantong tersendiri untuk insinerasi.
Bila tidak ada insinerator, lakukan dekontaminasi dengan larutan yang
berbahan dasar klorin 0,5 % dan masukkan dalam wadah bukan plastik
yang tahan tusukanmisalnya kaleng untuk dikubur
c. Alat yang akan dipakai kembali diperlukan dengan urutan dekontaminasi
kemudian sterilisasi
d. Sarung tangan bekas kemudian gaun bedah yang akan digunakan kembali
ditaruh dalam wadah sementara, kemudian dibawa ke pusat sterilisasi atau
IPPL untuk dekontaminasi dan sterilisasi

F. PERSIAPAN LINGKUNGAN KAMAR BEDAH


1. Ventilasi
Infeksi melewati kontaminasi udara sangatlah penting artinya. Oleh karena itu
harus diperhatikan segi ventilasi, kalau perlu udara ini adalah udara yang melewati
penyaringan. Udara yang masuk kamar operasi harus bersih ( bebas debu ) dan debu
serta kelembabannya sudah diatur

Organisme yang menyebarkan infeksi pada saat operasi biasanya berasal dari
pasien itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi adalah umur, kondisi luka, teknik
bedah, panjangnya sayatan, lamanya prosedur operasi, keadaan nutrisi pasien
diabetes.

Sumber infeksi dari luar pasien biasanya dikontrol dengan penerapan prosedur
yang tepat, seperti cuci tangan, pemakaian masker, sarung tangan sdteril, gaun , topi,
dan sistem ventilasi yang baik.

Ruang harus didesain sedemikian rupa sehingga kondisi dari pintu masuk hingga
ke ruang bedah dan ruang steril kualitanya semakin steril.

Aliran udara harus selalu berasal dari ruangan yang bersih ke ruangan yang
kurang bersih. Sistem ventilasi dan penghangat harus terjamin dan menciptakan
kondisi udara yang nyaman bagi pasien, dokter dan staf.

Masuknya udara melalui transfer (alat penyebar) pada ruangan dan melalui
exhaust yang berada di dinding, tepat diatas lantai, udara keluar, sistem ventilasi
harus mencakup persyaratan berikut :
a. Temperatur berkisar antara 20 0 _ 24 0 C
b. Kelembabab udara antara 50 – 60 %
c. Tekanan udara dijaga agar tetap positif
d. Alat yang menunjukkan tekanan udara dalam ruangan. Seluruh dinding, langit –
langit maupun lantai benar tertutup agar tekanan udara tetap terjaga
e. Ada indikator kelembabaan udara dan termometer yang mudah dilihat.
f. Ada filter sekunder 2um atau kurang dengan efisiensi 95 % diletakkan di dalam
sebuah kisi – kisi / lubang masuk; terminal HEPA filter 0,3 um dengan efisiensi
99,7 % untuk hasil sangat bersih seperti kamar bedah ortopaedi.
g. Suplai udara dari langit – langit disirkulasikan melalui exhaust yang letaknya
paling tidak 75 mm diatas lantai. Tipe diffuser sebaiknya tipe satu arah. Hindari
langit – langit dengan high induction atau diffuser pada nagian dinding.
h. Minimal udara diganti sebanyak 15 kali perjam untuk sistem udara bersih 100% .
Dan 25 kali perjam untuk sistem udara sirkulasi.
i. Kecepatan udara 0,1 – 0, 3 m/ detik
j. Tekanan positif pada area disekitarnya . Tekanan udara didalam kamar operasi
harus sedikit lebih tinggi dari ruangan sekitarnya supaya bila pintu dibuka udara
kotor tidak masuk I ke dalam kamar operasi

Pemeliharaaan rutin sangat penting untuk menghindari kesalahan dalam sistem


ventilasi. Akumulasi debu filter menyebabkan udara tidak seimbang, menyebabkan
menurunnya kemampuan mengeluarkan udara. Hal ini bisa merubah keseimbangan
udara negatif sehingga ruangan jadi bertekanan positif.

Jadwal pemantauan dibuat untuk memeriksa filter, kecepatan udara dan lain –
lain. Jika sistem tidak berfungsi harus ada rencana yang baik untuk penggantian
seperti motor cadangan, sistem portable, penghentian sementara kegiatan merawat
pasien.
Seluruh pemeliharaan, perbaikan, kontruksi dan renovasi harus dikoordinasikan
untuk menjamin dijalankannya standar perlindungan kesehatan untuk pasien maupun
personil rumah sakit.

2. Persiapan Permukaan Kamar Operasi (Lantai, Dinding, Plafon)


Dalam hai ini termasuk manusianya, alat – alat anestesi, permukaan kamar
operasi (dinding, lantai, dan lain – lain) , udara, alat – alat operasi.

a. Semua permukaan dalam kamar operasi harus bebas debu dan dilakukan
desinfeksi
b. Lantai harus rata dan licin, tidak ada pecah – pecahnya
c. Kamar bedah dirancang sedemikian rupa agar kemungkinan kontaminasi dapat
diperkecil yaitu :
1) Arus lalu lintas diatur
2) Jumlah petugas dibatasi
3) Aliran udara diatur
d. Dilarang menaruh barang pribadi milik pasien di dalam kamar bedah.
e. Tumpahan bahan / cairan harus segera didekontaminasi dan dibersihkan kembali
dengan desinfektans
f. Sampah medis yaitu darah, cairan tubuh dan jaringan serta kasa terkontaminasi
darah ditangani sesuai dengan prosedur dekontaminasi.
Lingkungan Rumah sakit
Daerah sekitar kamar operasi ( daerah publik )

Daerah kamar operasi ( semi publik )


Kamar bedah ( daerah aseptik )

Aseptik – 1
Aseptik – 0
Aseptik – 2

g. Penyemprotan larutan desinfektans dengan alat khusus (Spray), untuk


meminimalisir koloni kuman
h. Klorinisasi air yang dipakai untuk cuci tangan.

3. Pembagian Daerah Sekitar Kamar Operasi

Meskipun daerah atau ruangan – ruangan di sekitar kamar operasi tidak secara
langsung dipakai untuk pembedahan, tetapi secara tidak langsung ikut dalam proses
tersebut. Daerah sekitar kamar operasi terbagi dalam :

a. Daerah bebas
Daerah yang boleh dikunjungi oleh semua orang, tanpa ada syarat khusus.
Misalnya : ruang tunggu , koridor, serambi depan kompleks kamar operasi

b. Daerah Bersih / semi publik


1) Kamar ganti pakaian pria / wanita
2) Kamar mandi / WC
3) Kantor kepala instalasi Bedah Sentral / Staff
4) Ruang konsultasi
5) Ruang timbang terima pasien dari ruangan
6) Kamar istrirahat
7) Kamar Makan

c. Daerah Semi – Publik


Daerah yang hanya boleh dimasuki oleh orang tertentu, yaitu para petugas
(biasanya tertulis : Dilarang masuk selain petugas), dan sudah ada pembatas tentang
jenis pakaian yang harus dipakai para petugas. Daerah ini sudah berada dalam
tanggung jawab petugas khusus kamar operasi yang mengawasi lalu lintas yang
memasukinya

Misalnya :
1) Ruang gudang farmasi
2) Ruang cuci dan penyimpanan alat endoskopi
3) Ruang peralatan / penyimpanan alat elektro medik/ instrumen
4) Ruang logistik dan penyimpanan linen
5) Ruang pulih sadar
6) Ruang diskusi Instalasi Bedah Sentral
7) Daerah kamar operasi
d. Daerah kotor (Black Area) meliputi :
1) Ruang pembuangan limbah cair infeksius
2) Ruang penampungan linen paska pakai
3) Ruang pengecekan alat / instrument paska pakai
4) Pintu keluar alat – alat / linen kotor
5) Ruang penampungan sampah sementara
e. Daerah Aseptik (White Area)
Daerah kamar bedah itu sendiri, yang hanya boleh dimasuki oleh orang – orang
yang berhubungan lansung dengan kegiatan pembedahan saat itu. Daerah ini harus
dijaga kesterilannya. Daerah ini sering juga disebut daerah “ High Aseptic “ atau
daerah lebih aseptik, yaitu lapangan operasi itu sendiri.
 Pembagian Kamar Bedah Aseptik
Umumnya daerah aseptik ini terdiri dari
1) Daerah asepti k – 0 yaitu lapangan operasi, daerah tempat dilakukannya
pembedahan
2) Daerah asepti k – 1 yaitu daerah tempat digunakannya gaun operasi, daerah
tempat duk/ kain steril, tempat instrumen dan tempat para perawat instrumen
mengatur dan mempersiapkan alat.
3) Daerah Asepti k – 2 yaitu tempat cuci tangan, koridor penderita masuk, daerah
sekitar anestesi
 Pemiliharaan Kamar Bedah Aseptik
1) Tim operator harus menaruh perhatian khusus atas pemeliharaan lingkungan
asetik kamar bedah, tempat penampungan atau peletakan benda – benda tercemar
sedemikian rupa sehingga tidak berceceran dan tidak mencemari lingkungan ,
terutama sehubungan dengan pembuangan dan penanganan benda – benda yang
tercemar darah / cairan tubuh pasien , seperti : semua jenis kasa bekas darah
2) Sarung tangan bekas pakai harus langsung ditempatkan dalam wadah penampung
sampah medis yang tersedia dengan kantung plastik warna kuning
3) Alat kesehatan bekas pakai harus dipilah – pilah dengan hati – hati untuk
didekontaminasi sebelum diproses lebih lanjut
4) Linen bekas pakai dilepas dan langsung dikumpulkan dalam wadah kedap air
( ember besar ) yang dilapisi kantong plastik, tutup dengan erat dan segera dibawa
keluar kamar bedah ke IPPL untuk mendapatkan penanganan layaknya linen
tercemar.
5) Bila diantisipasi ada limpahan darah / cairan tubuh dalam jumlah banyak ataupun
sedikit, misalnya pada bedah sesar, bedah urologi, bedah syaraf, maka harus
dilakukan persiapan khusus sebelumnya dengan menyediakan tempat
penampungan sedemikian rupa sehingga cairan tidak melimpah ke lantai kamar
bedah tapi langsung tertampung dalam wadah tersebut yang telah diisi pula
dengan cairan desinfektans bila dianggap perlu
6) Pemeliharaan perobatan dan peralatan
a) Meja dan kursi pasien dan sebagainya, ditutup dengan plastik dan harus selalu
dilap dengan sabun dan air setiap ganti pasien.
b) Peralatan tidak boleh dipegang dengan sarung tangan yang juga dipakai untuk
melaksanakan tindakan.
7) Pemilihan sampah atau limbah sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah

 Meja Bedah
1) Meja bedah harus selalu dalam keadaan tapi dan bersih
2) Meja operasi dibersihkan dengan desinfektans sebelum dan sesudah dipakai
degan natrium hipoklorit 0.05 % dan deamkan selama 10 menit, kemudian
bersihkan dan bilas dengan air biasa dan sabun sehingga seluruh cairan klorin
terangkat.
3) Untuk tumpahan darah / cairan tubuh yang agak banyak lakukan desinfeksi
seperti diatas dan cuci seluruh ruangan bedah dengan sabun cair
4) Pada jam terakhir setiaphari seluruh ruangan dan lantai harus dibersihkan dengan
air dan sabun

4. Koridor
Koridor sekitar kamar operasi biasanya berhubungan dengan semua bagian di
komplek kamar operasi. Sampah medis dari kamar bedah, linen dan benda kotor lain
dikeluarkan dari kamar bedah melalui koridor tersebut. Koridor biasanya menuju
pada serambi alat steril. Oleh karena itu daerah tersebut harus pula dijaga kondisi
aseptiknya. Petugas pengguna koridor tersebut harus memakai baju kerja di kamar
operasi dan tidak boleh dipakai keluar, mereka tidak boleh memasuki kamar bedah.
Pintu yang menghubungkan koridor dan kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali
saat mengeluarkan barang dari ruangan bedah. Exhaust fan koridor kotor harus selalu
menyala sepanjang hari.

5. Pemeliharaan Kamar Bedah Septik (Bedah Kotor)


Bedah kotor dilaksanakan di ruang bedah lain yaitu khusus bedah kotor (Lantai
1). Yang dianggap kasus Septik misalnya :

a. Kasus yang bernanah


b. Kasus untuk debridement
Kamar bedah tersebut memiliki sarana utnuk ditutup rapat untuk keperluanfumigasi.
Bila
Kamar bedah sedang ditutup untuk alasan tertentu, maka kasus septik dikerjakan
sebagai kasus paling akhir pada hari itu di kamar bedah utama.

Sebagai langakah tambahan yang harus dilakukan pada kamar bedah kotor :
a. Gunakan peralatan sesedikit mungkin
b. Keluarkan semua peralatan dari kamar bedah yang sekiranya tidak dapat
disterilisasikan atau didesinfeksi dengan baik, alat – alat yang tidak digunakan
pada tindakan bedah
c. Beri alas atau tutup pada meja bedah dan armrest dengan pelapis plastik yang
sesudahnya dibuang sebagai sampah medis setelah pembedahan selesai
d. Sediakan wadah yang cukup untuk menampung semua benda kotor dari kamar
bedah tersebut
e. Angkat semua peralatan bekas pakai atau telah tersentuh sarung tangan yang
terpakai pada proses pembedahan, dengan forsep.
f. Tempatkan seorang petugas yang siap di luar kanar bedah untuk membantu
mengeluarkan dan mengambil peralatan tambahan yang dibutuhkan
g. Setelah tindakan bedah usai perawat tetap tinggal di kamar bedah dengan tetap
mengenakan sarung tangan dan memastikan bahwa semua bedna kotor telah
dikeluarkan

6. Kamar Bedah

Pengaturan lalu lintas dalam kamar opersi :


Harus ditentukan secara pasti jalur – jalur, personil, penderita, alat – alat operasi dan
bahan – bahan kotor .
Semua kebutuhan perlengkapan bedah harus dikemas / dibungkus dengan
pembungkus STERIL yang memenuhi syarat
Pembungkus STERIL yang digunakan dapat berupa :
a. Kertas krep rangkap dua
b. Kertas laminer yang kedap udara
c. Linen rangkap dua. Tromol yang terbungkus, kantong khusus
Kemasan / bungkusan STERIL harus diperiksa terhadap :
d. Keutuhan dari kemasan / bungkusan tersebut ( tidak robek, tidak terbuka, tidak
terkontrol )
e. Kelembaban dari kemasan / bungkusan
f. TANGGAL STERILISASI yang tercantum di bagian luar pembungkus bila lewat
4 X 24 jam setelah sterilisasi, perlu dilakukan sterilisasi ulang
g. Lapisan terluar dari pembungkus steril harus dibuka sebelum kemasan /
bungkusan steril tersebut dimasukkan dalam daerah aseptik
h. Perlengkapan bedah yang telah selesai digunakan, harus SEGERA dikeluarkan
dari daerah aseptik dan secepatnya dikirimkan ke CSSD
i. Khusus untuk instrumen set setelah digunakan dan dikeluarkan dari daerah
aseptik harus dibilas dengan air secepatnya untuk menyelimuti kotoran – kotoran
yang melekat dan selanjutnya sulit dihilangkan
j. Perlengkapan steril lainnya seperti ampul disposible dan lai – lain yang tidak
ditujukan untuk penggunaan berulang harus dibuang , terkecuali dapat dilakukan
proses steril ulang, seperti sarung tangan, kateter dan lain – lain
k. Larutan – larutan antiseptik / desinfektans yang digunakan dalam perlengkapan
bedah perlu diganti setiap kalinya sesuai dengan petunjuk penggunaan bahan
yang ada,

Pengertian lalu lintas bedah yaitu : Suatu tatanan perjalanan untuk masuk dan keberadaan
selama diruang bedah juga untuk keluar dari ruang bedah dengan tertib untuk menjaga
terpeliharanya keadaan tetap steril dan bersih di ruang bedah.
Lalu lintas bedah meliputi :
a. Lalu lintas petugas
b. Lalu lintas penderita
c. Lalu lintas alat – alat
1. Sarana yang diperlukan untuk lalu lintas petugas
a) Untuk masuk ruang bedah lewat pintu khusus, petugas menuju ruang ganti pakaian.
b) Petugas mengganti pakaian dengan pakaian khusus bedah
c) Pakaian petugas disimpan di lemari pakaian khusus bedah
d) Pakaian petugas disimpan di lemari pakaian yang telah disediakan
e) Petugas masuk menuju ruang dalam steril mulai dari batas yang telah ditentukan
harus memakai kantong pembungkus sepatu, sandal, atau kolom yang sudah
disediakan
f) Melengkapi diri dengan memakai topi dan masker
g) Petugas yang sudah selesai bekerja untuk keluar kembali melaui jalur yang sama
waktu masuk, sambil menaruh kembali perlengkapan yang sudah dipakai diempat
yang telah ditentukan
2. Sarana yang diperlukan untuk lalu lintas penderita
a) Penderita dikirim ke ruang bedah lewat pintu dan lift khusus penderita
b) Penderita di jemput oleh petugas dari ruang dalam dengan meja operasi dibatas
tempat yang telah disediakan (Lantai 1)
c) Penderita dikirim ke kamar persiapan atau kamar operasi
d) Sesudah selesai ditolong penderita dikirim ke tempat ruang pemulihan (recovery
room) sampai sadar
e) Penderita dipulangkan ke tempat ruang perawatan, dijemput oleh petugas ruang
perawatan ditempat yang telah ditentukan
f) Untuk penderita yang telah ditolong mengalami gangguan jantung atau gangguan
pernapasan dari kamar operasi dikirim langsung ke ICU.
g) Brankat luar
h) Brankat dalam / meja operasi.

Batas tempat bersih dan kotor untuk pemindahan penderita ke ruang operasi. Tidak boleh
dilewati oleh petugas yang mengantar penderita, maupun oleh petugas ruang dalam bedah.

3. Sarana yang diperlukan untuk lalu lintas alat – alat


a) Ruang penyimpanan alat – alat steril
b) Tempat pengepakan alat – alat
c) Alat – alat pengangkut (troli)
d) Tempat linen kotor dan bersih

Alat – alat jenis instrumen atau linen untuk operasi diambil dari ruang pemyimpanan alat
– alat steril dibawa ke kamar operasi .

Selesai dipakai jenis linen dikirim keruang linen kotor, untuk diselesaikan petugas
pencucian dan dikeluarkan melaui pintu khusus, selesai dipakai jenis instrumen dari kamar
operasi dikirim lewat jalur untuk alat – alat kotor sampai batas tempat kotor dan bersih
dibatas itu diterima oleh petugas dari ruang luar untuk dikirim ke ruang cuci alat.

Selesai dicuci dikirim ke ruang tempat pengemasan / Pengepakan barang – barang,


setelah itu dikirim ke bagian sterilisasi yang letaknya diluar ruang bedah, kembali keruang
bedah terus disimpan diruang penyimpanan alat – alt steril untuk siap dipakai
7. Tata Letak dan Organisasi Ruang Pemulihan dan Kamar Operasi

Letak Ruang Pemulihan (RP) yang ideal ialah sedemikian rupa yang
berdekatan dengan kamar operasi, mudah dijangkau oleh ahli anestesiologi atau
ahli bedah dan mudah untuk dikembalikan ke kamar operasi bila diperlukan.

Sebaliknya mudah dijangkau pula oleh bagian radiologi atau laboratorium


klinik yang berhubungan dengan kegiatan pembedahan. Biasanya jumlah tempat
tidur berkisar sekitar 2 – 4 tidur untuk setiap 4 (empat) tindakan pembedahan
dalam 24 jam

Penerangan cahaya dalam ruang pemulihan harus cukup dan harus dilengkapi
dengan lampu cadangan bila sewaktu – waktu terjadi aliran listrik padam

Pintu keluar masuk bagi penderita harus cukup lebar sehingga cukup lapang
untuk lewat tempat tidur penderita .

Tempat kedudukan petugas kamar pemulihan adalah sedemikian rupa


sehingga mudah mengawasi semua penderita yang berada di kamar tersebut.

Jumlah petugas / perawat bervariasi tergantung dari derajat kegawatan


penderita. Dalam keadaan normal perbandingannya adalah (satu) perawat untuk 3
(tiga) penderita. Dan jumlah ini bisa meningkat menjadi 1 (satu) perawat untuk 1
(satu) penderita bila tingkat kegawatan penderita cukup besar.

8. Pemantauan Mikrobiologi
a. Lakukan biakan secara berkala (Minimal semesteran) dari usap setiap
permukaan yang mungkin menjadi sarang debu dikamar bedah , seperti AC,
meja operasi, monitor, dan lampu
b. Lakukan biakan secara berkala dari udara kamar bedah
c. Lakukan cek kualitas produk, steril secara sampling di bagian Mikrobiologi
Klinik
9. Tata Laksana Pembedahan Pada Pasien Dengan HIV Positif dan Hepatitis B dan
C

a. Pasien direncanakan operasi program terakhir, supaya kamar operasi segera


dapat dibersihkan , setelah selesai pembedahan
b. Harus pakai mesin anaesthesi yang bagian – bagiannya dapat disterilkan
dengan otoklaf atau memakai disposible, dan memakai virus filter antar
endotracheal tube dengan closed circuitnya
c. Harus disiapkan :
1) Desinfektans yang cukup (chlorine 0,5 % / glutaralhyde – hyde 2 %)
2) Clemek plastik yang kedap air
3) Pelindung mata dan muka
4) Kantong plastik yang tebal dan kedap air , dengan tanda khusus untuk
tempat kotoran yang terkontiminasi

d. Personil OK harus memakai celemek plastic yang kedap air sebelum memakai
jas operasi. Memakai sarung tangan tangkap dua
e. Personil dalam kamar operasi seminim mungkin dan alat – alat secukupnya
yang diperlukan saja. Harus ada 2 perawat yang tidak ikut cuci tangan (non
scrubedieam), 1 diluar dan 1 berada di dalam kamar operasi, untuk
menghindari kontaminasi
f. Perawat dalam OK yang tidak cuci tangan juga harus memakai sarung tangan
steril, pelindung mata, dan muka. Celemek plastic kedap air dibawah jas steril
g. Meja operasi ditutup dengan penutup yang kedap air, kemudian tutup dengan
linen
h. Pasein dibawa ke ruang pulih sadar setelah sadar betul
i. Semua instrument yang telah dipakai harus dicek, jumlahnya harus sama
dengan sebelum dipakai, Kemudian rendam dalam chlorine 0,5 %
glutaraldehyde 2 % Presept (Sodium dichloroisocyanurate / Na DCC
Solution) sesuai kebutuhan
j. Petugas pencuci instrumen harus memakai perlengkapan sebagai berikut :
1) Sarung tangan yang kuat dan utuh, panjang sampai batas siku.
2) Celemek plastik kedap air
3) Pelindung mata (kaca mata) dan muka, ini sangat penting dengan
banyaknya percikan – percikan halus yang mengandung kuman

k. Alat anestesi (close circuit) harus dikirim ke CSSD


l. Setelah pembedahan kamar operasi dan alat – alat yang telah dipakai harus
segera dekontaminasi dengan chlorine 0,5 % selama 10 menit.
m. Rahasia pasien harus dijaga kecuali tanda merah di status
n. Darah dan cairan tubuh pasien harus dikelola sesuai prosedur, untuk linen
yang terkontaminasi dengan darah / cairan harus direndam dalam chlorine 0,5
% sebelum keluar dari kamar operasi. Cairan / darah yang ada dalam botol
suction dibuang di tempat pembuangan limbah infeksius yang telah
disediakan
o. Kamar operasi harus segera disterilkan sesuai prosedur berlaku di rumah sakit
(Spray / fogging) dengan incidine / glutarald hyde 2 %
p. Petugas kamar operasi keluar melalui pintu khusus dan memakai jas khusus
menuju kamar mandi untuk mandi keramas dan ganti pakaian.

10. Pembersihan Fasilitas Kamar Bedah

a. Kamar mandi / WC
1) Bersihkan kamar mandi 3 kali setiap hari (pagi – siang – sore)
2) Pisahkan antara kamar mandi / WC petugas dengan pasein .
b. Dapur
1) Bersihkan dapur 5 kali sehari (pagi jam 07.00 dan 10.00 , siang 13.00,
sore jam 16.00 dan jam 18.00) sewktu – waktu bila diperlukan.
2) Semua alat makan harus selalu bersih dan kering
3) Makanan dikemas dari dapur besar
4) Tempat sampah harus selalu tertutup/sistem buka tutupnya injak . Dan
sabelumnya diberi plastik, standar rumah sakit (warna hitam untuk
sampah non infeksius). Buang sampah sesegera mungkin setelah berisi
tiga perempat dari tempat sampah, dan jangan meninggalkan sampah
menginap di dapur.
c. Wastafel
1) Bersihkan 2 kali setiap hari (pagi – sore) dan bila diperlukan
2) Khusus wastafel di ruang cuci tangan kamar operasi bersihkan setiap
setelah tim operasi selesai cuci tangan (kran model sistem buka tutup
dengan siku)
3) Jangan sekali – kali membuang sisa makanan/ ampas teh / kopi di
wastafel
4) Perhatikan daerah pipa – pipa bawah wastafel , dan lantai sekitarnya,
jaga selalu dalam keadaan kering.
5) Pengisian desinfektans dianjurkan menunggu sampai desinfektans
sebelumnya habis terlebih dahulu.
BAB IV
PEDOMAN PENGAMBILAN, PEYIMPANAN DAN PENGIRIMAN
BAHAN PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

A. PETUNJUK UMUM

1. Mengisi formulir, sesuai dengan yang terdaftar, dengan PERMINTAAN YANG


JELAS .
2. Merupakan konsultasi antar bagian
a. Harus ada TANDA TANGAN / NAMA DOKTER yang mengirim material
b. Harus disertakan / ditulis KETERANGAN KLINIS / DIAGNOSIS
PENYAKIT.
c. Jenis antibiotika yang diberikan
3. Macam pemeriksaan yang bisa diselenggarakan di Lab. Mikrobiologi Klinik,
meliputi :
a. Mikroskopik : - Pengecatan
- Dark Field
b. Kultur ( biakan ) aerob dan anaerob
c. Tes Kepekaan terhadap antimikroba ( Sensitivity Test )
d. Hitung Kuman
e. Serologi : - TPHA
- VDRL
- WIDAL
- Dengue Blot lgG
- HIV, Leptospira, dan TORCH
f. Kultur Jamur
g. Tes Sterilitas Ruang ( ICU/OK/CSSD/ Kamar Isolasi/ HND/VK/ Peristi )
h. Tes Potensi Desinfektans / Antiseptik
i. Tes Limbah Lingkungan
j. Tes Makanan dan Minuman
k. Tes Sterilisasi Produk Steril dari CSSD
4. Macam material dan permintaan / pemeriksaan
Tempat penampungan bahan pemeriksaan :
a. Botol tertutup dalam keadaan steril, kering , tidak tercampur / terisi bahan
desinfektans.
b. Cara pengambilan secara aseptik, hindari adanya kontaminasi dari luar
c. Untuk keperluan biakan dan sensitivity test, jangan diberi antimikroba terlebih
dahulu paling tidak 24 – 27 jam sebelumnya, atau dalam keadaan terlanjur
diberi maka sebaiknya diberitahukan jenis obat dan takaran serta lama
pemberian obat
d. Bahan pemeriksaan diambil pada saat dan tempat terpilih dengan
mempertimbangkan kemungkinan terbesar mendapatkan kuman – kuman yang
diminta
e. Material yang sudah terkumpul / diambil supaya segera dikirim ke
Laboratorium dalam Medium transpor (kecuali Bactec)
B. PETUNJUK KHUSUS

Jenis material dan cara pengambilan


1. Liquor Cerebrospinal (LCS)
Jenis pemeriksaan :
a. Mikroskopis : - Pengecatan
- Dark Field
b. Kultur
c. Sensitivity Test

Cara pengambilan dan pengiriman bahan :


a. Fungsi Lumbal / Occipital
b. Desinfeksi lokalis dengan yodium 1 %, kemudian bilas dengan alkohol 70 %, biarkan
kering
c. Tampung dalamtube steril bertutup (srew – capped) 2 – 5 cc, dan dalam medium BHI/
botol Bactec
d. Secepatnya dikirim ke Laboratorium atau bila tidak segera dikerjakan dapat disimpan
dalam incubator 37 0C atau pada suhu ruang.

2. Darah

Jenis Pemeriksaan :
a. Mikroskopis : Dark Field
b. Kultur
c. Sensitivity Test
d. Serologi : TPHA
VDRL
Widal
Dengue Blot lgG/ lgM
HIV, Leptospire , dan TORCH
Cara Pengambilan dan Pengiriman :

a. Darah Vena
b. Desinfeksi lokalis dengan Yodium 1 % ,kemudian bilas dengan alkohol 70 %,
biarkan kering , jangan sentuh lagi kecuali bila didesinfeksi jari tangannya atau
memakai sarung tangan
c. Ambil darah sebanyak 8 – 10 cc (minimal 5 cc) untuk dewasa, untuk anak –
anak 2 – 5 cc, sedangkan neonatus dan bayi sebanyak 1 – 2 cc, dimasukkan ke
dalam botol Bastec secara aseptik (Botol Bactec untuk dewasa dan Bactec
Paediatric untuk anak / bayi / neonatus)
d. Untuk kultur anaerob dimasukkan kedalam botol Bacter anaerob atau
dimasukkan kedalam medium Thioglycolate atau Cooked Meat yang disediakan
laboratorium Mikrobiologi Klinik
e. Segera dikirim ke Laboratorium, atau bila tertunda dapat disimpan dalam
incubator 37 0C semalam atau pada suhu ruang.
3. Urine

Jenis pemeriksaan :
a. Mikroskopis : - Pengecatan
- Dark Field
b. Kultur
c. Sensitivity Test
d. Hitung kuman

Cara Pengambilan dan Pengiriman :


a. - Supra Public Punction (SPP)
- Cathetherisasi (CSU)
Terutama pada wanita dan anak – anak, atau juga pada penderita – penderita
paska operasi
b. Midstream urine (MSU) : Pancaran pertama jangan ditampung
c. Urine pagi atau 4 (empat) jam setelah kencing terakhir
d. Volume yang dikirim : 1-2 cc (SPP) dan 10 cc / > (MSU)
e. Segera dikirim ke Laboratorium tidak lebih dari 1 jam atau bila tertunda dapat
disimpan dalam almari es pada suhu 4 0C selama 24 jam, atau tambahan pengawet
asam borat.

4. Faeces – Rectal Swab


Jenis pemeriksaan :
a. Mikroskopis : Pengecatan/ sediaan basah
b. Kultur
c. Sensitivity Test

Cara pengambilan dan pengiriman bahan :

b. Faeces tidak boleh terkena bahan deinfektans


c. Faeces tidak boleh tercampur dengan urine
d. Faeces diambil dengan sendok, dimasukkan dalam botol steril bertutup, sebanyak 10
gram / sebesar ibu jari kaki.
e. Rectal Swab dengan lidi kapas steril masuk sampai rectum, seterusnya sebab ini
dimasukkan dalam medium transpor untuk faeces bagian kapas sampai tercelup
semua.
f. Segera kirimkan ke Laboratorium

1. Sangkaan Adanya Infeksi pada Traktus Genitalis


Jenis pemeriksaan :
a. Mikroskopis : - Pengecetan
- Sediaan basah/ hidup
b. Kultur
c. Sensitivity Test

Cara pengambilan dan pengiriman material klinik :

a. Bahan pemeriksaan laki – laki dengan secret urethra, sedangkan untuk wanita dengan
secret vagina.
b. Pada laki – laki bias dilakukan provokasi dengan massage prostate
c. Pada wanita menggunakan speculum dalam mengambil secret
d. Pengambilan dengan lidi kapas / sengkelit steril, paling sedikit 2 (dua) lidi kapas, dan
masukkan pada 2 (dua) tempat botol – botol berisi medium transpor BHI / Stuart
e. Bila ingin membuat preparat, lidi kapas/ sengkelit tadi oleskan pada obyek gelas dan
segera panaskan di atas nyala api spriritus
f. Untuk kultur, pergunakan medium transpor BHI/ Stuart, lidi kapas/ sengkelit yang
mengandung sekret tadi dimasukkan/ tusukkan ke dalam medium sampai bagian kapas
tercelup semua.
g. Segera kirimkan ke laboratorium

2. Sangkaan Adanya Infeksi pada Respiratorius

H. - Supra Public Punction (SPP)


a. Upper Respiratory Tract

Jenis Pemeriksaan :

1) Mikroskopis : pengecatan
2) Kultur
3) Sensitivity Test

Cara pengambilan dan pengiriman bahan :

1) Bahan pemeriksaan berupa swab


Merupakan infeksi lokal pada : mulut , oropharynx nasopharynx, hidung, larynx
dan trachea.
2) Lakukan swab dengan lidi kapas steril pada daerah/ lokasi yang teinfeksi, usahakan
sampai terambil pus atau membran, pseudo membrannya.
3) Swab tersebut masukkan dalam medium transpir BHI, disamping itu bisa dikerjakan
untuk membuat preparat langsung. Swab oleskan pada obyek gelas, keringkan
seterusnya difiksasi.
4) Segera kirimkan ke Laboratorium

b. Lower Respiratory Tract

Jenis Pemeriksaan :

1) Mikroskopis : pengecatan
2) Kultur
3) Sensitivity Test

Cara pengambilan dan pengiriman bahan :

1) Bahan pemeriksaan berupa sputum, ciran pleura, cairan cuci bronkus atau cairan yang
didapat dari aspirasi transtrakeal
2) Pengambilan sputum adalah sputum pagi, keluar secara proyektil, pasien terlebih
dahulu sikat gigi dan berkumur.
c. Cara Screening Sputum / Dahak :
Screening sputum / dahak dilakukan menurut cara dari Bardett, yaitu : dibuat sediaan
pada obyek gelas dari sputum / dahak yang masih baru / segar dan dicat dengan
pengecatan Gram, sediaan diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x.

Dibuat penilaian sebagai berikut berdasarkan apa yang dilihat di bawah mikroskop :

1) Nilai + 1 : bila hanya didapatkan mukus


2) Nilai + 1 : bila didapatkan Netrofil 10 – 25 /lp
3) Nilai + 2 : bila didapatkan Netrofil >> 25 /lp
4) Nilai - 1 : bila didapatkan sel epitel 10 – 25 /lp
5) Nilai – 2 : bila didapatkan sel epitel >> 25 /lp

Apabila jumlah nilai << s/d 0 , berarti bahan sputum / dampak mengalami pencemaran
( kontaminasi ) dan perlu dilakukan pemeriksaan ulang

1) Tempat di dalam petri – dish atau botol bermulut lebar yang steril berisi medium
transpor
2) Volume yang dikirim 2 – 3 cc, untuk sputum pagi
3) Segera dikirim ke Laboratorium

7. Lain – lain :

Material :
a. Transudat / Eksudat
b. Jaringan Biopsi
c. Kerokan kulit / potongan rambut – kuku, da lain - lain

Jenis Pemeriksaan :

a. Mikroskopis : pengecatan/ sediaan basah .


b. Kultur
c. Sensitivity Test

Cara pengambilan dan pengiriman :

a. Pengambilan dengan aspirasi, pungsi , biopsi , dan lain – lain


b. Transudat sebaiknya ditambahkan antikoagulan steril, tampung dalam botol Bactec/
tube steril bertutup
c. Pus diambil dengan cara aspirasi dengan spuit dan masukkan dalam botol Bactec.
d. Jaringan biopsi diambil dengan aseptis, masukkan dalam botol steril berisi medium
transpor/ botol Bactec
e. Tidak boleh tercampur sama sekali dengan bahan desinfektans seperti alkohol,
formalin dan lain – lain .
f. Segera kirim ke Laboratorium
g. Untuk kerokan kulit, potongan kuku dan rambut ditampung dalam botol tanpa
tambahan apa – apa
8. Khusus Untuk Biakan Anaerob Bakteri

a. Golongan Clostridia
Material :
1) Debu
2) Bedak
3) Nanah, dll

Cara pengambilan dan pengiriman :


1) Jaringan biopsi tanpa diberi apa – apa langsung masukkan dalam tube steril
bertutup
2) Idem terhadap material pus
3) Debu – bedak diambil dengan lidi kapas steril, masukkan dalam tube bertutup,
tanpa diberi apa – apa 1,2,3, masukkan ke medium transpor Thioglycolat atau
Bactec anaerob.
4) Jangan dimasukkan ke dalam almari pendingin
5) Segera kirimkan ke Laboratorium

b. Golongan Non Clostridia (misal Bakteroides, dan lain – lain)

Material

Semua bagian yang berupa cairan (darah, LCS, Material swab, biopsi , dll)

Cara pengambilan dan pengiriman :

1) Material yang berupa cairan (darah, LCS, material swab, biopsi, dll). Diambil
dengan spuit sebanyak 5 – IO cc, seterusnya jarum spuit (needlenya) langsung
ditusukkan dalam karet tutup / gabus, usahakan jangan sampai terdapat rongga
udara didalam spuit.
2) Atau bila tidak cukup persediaan spuit, bisa langsung cairan aspirasi tadi
dimasukkandalam medium transpor. Medium transpor yaitu Thioglycolate Broth
atau Bactec anaerob
3) Jangan masukkan dalam pendingin
4) Segera kirimkan ke Laboratorium (kurang dari 60 menit akan memberikan hasil
yang lebih baik).
BAB V
PROSEDUR KERJA
KEBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

A. STANDAR PROSEDUR PENGELOLAAN SAMPAH DIRUANGAN / UNIT KERJA

PENGERTIAN : Adalah suatu aktivitas tata kerja di ruangan/ unit kerja untuk
menciptakan kebersihan dan pengendalian HAIs / infeksi nosokomial
.

TUJUAN : 1. Menciptakan lingkungan yang bersih , dalam rangka memberikan


rasa nyaman bagi pasien.
2. Mencegah terjadinya infeksi silang.

1. Pengelolaan Sampah
a. Pengertian Sampah Menurut Sifatnya
Sampah : Bahan – bahan yang tidak berguna, tidak digunakan ataupun yang
terbuang

Refuse : Semua sampah yang meliputi garbage, rubbish, dan bangkai binatang
Garbage : Sampah yang mudah busuk yang berasal dari penyiapan pengolahan
dan penyajian makanan
Rubbish : Sampah yang tidak mudah busuk yang terbagi dalam :
a. Mudah terbakar, terutama bahan organis seperti : kertas, plastik,
kayu,
kardus, karet dan lain – lain
b. Tidak mudah terbakar terutama bahan non organis seperti kaleng,
logam, gelas, keramik.
Abu : Residu dari hasil pembakaran

Sampah biologi : Sampah yang langsung di hasilkan dari diagnosa dan tindakan
terhadap pasien, termasuk bahan – bahan medis pembedahan,
laboratorium, autopsi.
a. Sampah infeksius biasanya dihasilkan dari ruang pasien ,
ruang pengobatan, tindakan , perawatan , bedah termasuk
dressing kotor, perban, kateter, swab, plaster, masker, dan
lain – lain.
b. Limbah padat patologis, limbah pada yang dihasilkan dari
ruang bedah atau autopsi termasuk plasenta jaringan organ
anggota badan dan lain – lain
c. Limbah padat laboratorium, limbah padat yang dihasilkan
dari laboratorium diagnostik/ pinset, meliputi sediaan
media sampel, dan bangkai binatang.
b. Dampak
Sampah di RS baik medis / non medis, bila tidak dilakukan pengelolaan secara benar,
dapat menimbulkan dampak negatif , antar lain :

1) Gangguan estetika dan kenyamanan


Dampak gangguan terhadap esterika dan kenyamanan merupakan gangguan tingkat
rendah, seperti bau, kotor, pemandangan kurang sedap. Keadaan seperti ini sangat
tidak menguntungkan bagi proses penyembuhan pasien, kenyamanan pengunjung ,
sehingga pada iklim kompetisi seperti sekarang akan merugikan secara ekonomis.

2) Pencemaran lingkungan
Dapat terjadi secara primer maupun sekunder terhadap air, tanah dan udara.

3) Gangguan kesehatan
Potensi sampah dalam mencelakai masyarakat, antara lain oleh adanya benda tajam.
Sedangkan gangguan kesehatan masyarakat disebabkan oleh keberadaan serangga dan
Rodensia, serta unsur yang terkandung di dalam limbah tersebut, antara lain berupa
Mikroorganisme pathogen, bahan kimia berbahaya.

2. Kategori dan Karakteristik Smapah


a. Jenis Sampah menurut Sumber
1) Kantor / Administrasi
Kertas, Pita Printer
2) Unit Obstetri dan Ruang Perawatan
Dressing, Sponge Plasenta, ampul termasuk kapsul, perak nitrat, jarum Suntik,
masker disposible, kateter disposible blood lancet, kantong Colostomy ,
sarung bedah
3) Unit Laboratorium, ruang mayat, pathologi dan autopsy
Gelas terkontaminasi, termasuk pipet, Petri dish, wadah specimen, jaringan
Tubuh, organ , tulang.
4) Unit Isolasi
Bahan – bahan kertas yang mengandung buangan nasal dan sputum, dressing
dan bandages, disposible masker, sisa makanan, perlengkapan makan.
5) Unit Perawatan
Ampul, jarum disposable dan syringe, kertas dan lain – lain:
SISTEM PENANGANAN SAMPAH

Sumber Sampah

Medis Medis

Pewadahan

Medis Medis

Pengumpulan & Pengangkutan

Medis
Medis

Pemusnahan / incinerasi Abu


Pembuangan Sementara

Pembuangan Akhir

6) Unit Pelayanan
Karton, kertas pembungkus, kaleng, botol, limbah padat dari ruang umum dan
pasien, sisa makanan
7) Unit Gizi / dapur
Sisa pembungkus / sisa makanan, sayur dan lain – lain.
8) Halaman
Sisa pembungkus, daun, ranting, debu

b. Sampah Berdasarkan Potensi Bahaya Ynag Terkandung

1) Bahan tajam :
Obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi ujung atau bagian menonjol
yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik ,
perlengkapan intra vena pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.

2) Infeksi
Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular, perawatan intensif, sampah laboratorium yang berkaitan dengan
pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, dan ruang perawatan / isolasi
penyakit menular.
3) Jaringan tubuh
Meliputi organ, anggota badan, darah, dan cairan tubuh yang biasanya di
hasilkan pada saat oembedahan / autopsi.

4) Sitotoksik
Bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.

5) Farmasi :
a) Obat – obatan yang kadaluarsa
b) Obat – obatan yang terbuang karena botol yang tidak memenuhi
spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi.
c) Obat – obat yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat.
6) Kimia
Dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenaria,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset.

c. Kategori Sampah Medis

1. Sampah isolasi

Semua buangan dari pasien atau penyakit infeksi

2. Kultur dan Sediaan Infeksius dan Biologi yang terkait


a) Spesimen dari laboratorium media dan patologis
b)Kultur dan sediaan agen infeksius dari klinik, riset dan laboratorium,
piring. Kultur disposible, peralatan untuk transfer, menyuntik dan
mencampur kultur.
c) Sampah dari produksi biologis
d)Buangan vaksin yang hidup atau dilewatkan

3. Darah manusia dan produksi darah


Sampah berupa darah, serum, plasma, dan produk darah

4. Sampah Pathologis
Jaringan organ , bagian tubuh, cairan tubuh selama pembedahan, autopsi dan
biopsi

5. Benda tajam terkontaminasi


Jarum hipodermik terkontaminasi, pisau bedah, pipet pastur, pecahan gelas.

6. Bangkai binatang terkontaminasi, bagian tubuh


Bangkai binatang terkontaminasi, bagian tubuh, binatang terpapar patogen
Secara intensif.
7. Sampah terkontaminasi lainya
Sampah dari bedah dan autopsi, pakaian kotor, sepon tirai, set drainase,
sarung bantal, sarung tangan bedah.

8. Sampah labotarium lain


Kontainer soesimen, slide , kain penutup, sarung tangan disposible, jas
laboratorium, dan rok kerja.

3. Metode Penanganan Sampah


a. Prinsip Penanganan Sampah
Penanganan sampah harus melihat potensi bahaya yang dapat ditimbulkan terhadap
manusia, sehingga diperlukan adanya pemisahan antara sampah yang berbahaya dan
kurang berbahaya

b. Kriteria Fasilitas Penanganan Sampah


Prinsip – prinsip yang diperlukan dalam memilih jenis dan kriteria yang digunakan
pada penganan sampah adalah :
 Pengemasan secara baik
 Pemeliharaan pengemasan dan pewadahan sampah menghindari tata cara yang
dapat mengganggu, merusak kontainer sampah.

c. Kode dan Warna Kantong Plastik

Kode Warna Jenis Sampah


NON INFEKSIUS Hitam Sampah domestik/ umum termasuk sisa makanan
INFEKSIUS Kuning Semua jenis sampah infeksius yang akan di
incenerator, termasuk sampah benda tajam.
Ungu Sampah sitotoksik
Merah Sampah radio aktif

d. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah


Pengumpulan sampah dimulai dari sumber penghasil sampah di ruang – ruang di
rumah sakit yang kemudian dilakukan pengangkutan ke lokasi pembuangan
sementara / incenerator dengan menggunakan gerobak yang dipisahkan antara
sampah medis dan non medis.

Kriteria pengumpulan sampah


1. Gerobak
 Mudah dipindahkan
 Mudah dibersihkan dan didesinfeksi
2. Dijadwalkan secara rutin untuk membersihkan dan dcs –

e. Pemusnahan / Incenerasi
Untuk pemusnahan sampah medis, dengan menggunakan incenerator dengan suhu
dari 1.200 0C.

f. Pembuangan Sementara
Untuk pembuangan sementara digunakan sebagai tempat pembuangan sampah
non medis sementara waktu tidak boleh dari 1 (satu) hari yang kemudian dilakukan
oleh Dinas Kebersihan Pemkot untuk dilakukan pengangkutan ke tempat
pembuangan sampah akhir.

g. Pengelolaan Sampah Rumah Sakit


1. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam RS dikumpulkan (dimasukkan
ke dalam tong sampah) oleh tenaga perawat / dokter/ semua pegawai pelaksana
produk sampah khusus yang mengangkut pemisah sampah medis dan non medis,
sedang ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan.
2. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga kebersihan
3. Pengawas pengelolaan sampah di RS dilakukan oleh tenaga sanitasi.

h. Evaluasi Pengelolaan Sampah


Evaluasi diperlukan untuk mengetahui kebersihan pengelolaan sampah yang
dilakukan secara berkala.

a. Akumulasi sampah yang tidak terangkut/ terolah


b. Pengukuran tingakt kepadatan lalat (indeks lalat)
c. Ada tidaknya keluhan, baik dari masyarakat yang tinggal di sekitar Rumah
Sakit, pasien dan pengunjung serta petugas Rumah Sakit.

B. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR

1. Pengertian dan dampak

a. Pengertian
Limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari
rumah sakit yang kemungkinan mengandung bahan kimia (tosik), infeksius
dan radioaktif.

b. Dampak
Limbah cair rumah sakit dalam pengelolaannya yaitu sejak dihasilkan
sampai dengan pembuangan dikelola dengan cara yang benar akan
memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan masyarakat didalam dan
luar rumah sakit. Limbah cair rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik
dapat mengakibatkan pencemaran sumber air, gangguan kesehatan
masyarakat di dalam dan diluar rumah sakit.

2. Sumber dan Karakteristik

a. Sumber

Umumnya berasal dari :


1) Dapur
2) Pencucian linen
3) Ruang perawatan
4) Ruang polikilinik
5) Laboratorium
6) Kakus/ Kamar mandi
7) Unit lain sesuai dengan kelas rumah sakit
8) Kamar mayat

b. Karakteristik
1) Fisik
Warna keruh, suhu tinggi, konsistensi lebih kental, BD lebih besar

2) Kimia
PH cenderung lebih asam, anorganik (tosik metal) , organik lemah
protein, karbohidrat

3) Biologi
Khususnya bakteri patogen, jamur , ganggren

4) Radioaktif
Partikel dan cair.

3. Proses Pengelolaan

Tahapan pengelolaan limbah cair adalah sebagai berikut :


a. Pengumpulan meliputi : sumber, baik kontrol, plumbing system, sampai ke
saringan kasar
b. Pengelolaan mulai dari saringan kasar, bak pengumpul (balancing tank)
sampai dengan pengelolaan 1 dan 2
c. Pembuangan langsung ke badan air, atau saluran terdekat
d. Untuk pengelolaan sampah radioaktif dan cytotoxic lihat buku petunjuk.
e. Catatan : Rumah sakit yang masih menggunakan septic tank dan akan
mengembangkan tahapan seperti tersebut diatas perlu dilengkapi pipa
penyambungan dari septic tank ke Devisi Pengelolahan limbah cair.

4. Tenaga Pengelolaan

a. Tenaga Pelaksana

1) Pengawasan plumbing sistem


2) Operasionalisasi proses pengolahan

b. Kualifikasi

Untuk kegiatan tersebut diatas dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kulifikasi
SMU + Pendidikan khusus.

c. Tenaga

Untuk kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D- 3


atau D-4

5. Evaluasi
Parameter air buangan memenuhi baku mutu seperti pada lampiran standar air
buangan.

C. PENGELOLAAN LINEN

1. Pengertian dan Dampak

Pengelolaan linen : suatu kegiatan yang dimulai dari pengumpulan linen kotor
masing – masing ruangan. Pengangkutan , pencucian, penyertikaan, penyimpanan,
dan penggunaan kembali yang sudah bersih.

Linen di rumah sakit : selimut , gorden, penutup kasur > penutup bantal dan guling,
dan juga dapat dipergunakan sebagai pakaian kerja.

Linen yang tidak dikelola dengan benar akan menimbulkan dampak infeksi
nosokomial, khususnya penyakit kulit atau infeksi lain yang erat kaitannya dengan
pemakaian linen diruang operasi

2. Karakteristik dan Sumber

Linen kotor dapat dibedakan atas sifat : infeksius dan non infeksius, dalam kegiatan
pengelolaannya, linen dapat digolongkan menjadi 2 :

a. Linen infeksius ialah linen yang kotor oleh kuman penyakit menular.

Sumber linen infeksius antara lain berasal dari ruang isolasi, ruang
perawatan penyakit menular, poliklinik, kamar operasi, kamar bersalin, dan
lain – lain

b. Linen non infeksius ialah linen yang sudah dipakai

Sumber linen non infeksius antara lain berasal dari ruang administrasi,
apotik, ruang tunggu, ruang perawatan yang bukan penyakit menular, dapur,
laboratorium.

3. Proses Pengelolaan linen

Tahap pengelolaan linen rumah sakit adalah sebagai berikut :

Desinfektans : Pengumpulan
Pengangkutan

Desinfektans : Pencucian
Penyimpanan
Sterilisasi

Pendistribusian : Ruang Operasi


Ruang Perawatan
a. Pengumpulan

Linen kotor dan masing – masing ruangan perlu dikumpulkan dahulu


sebelum diangkut ke tempat pencucian sesuai dengan karakteristiknya.
Terhadap linen infeksius harus dilakukan deinfeksi sebelum diangkut ke tempat
pencucian

Pengambilan linen kotor dari tempatnya tidak boleh dikibas kibaskan


dan tidak boleh diletakkan di lantai lebih dahulu Linen kotor harus dimasukkan
ke kantong yang elah tersedia

b. Pengangkutan
Kereta dorong pengangkutan linen kotor segera menuju tempat pengumpulan
linen kotor masing - masing ruangan . Linen kotor harus segera dibawa dan tiap
– tiap ruangan ke tempat pencucian ( IPPL ) dengan menggunakan kereta dorong
pengangkutan linen kotor.

c. Proses Pencucian

1. Linen kotor setibanya di ruang pencucian, segera dilakukan desinfeksi,


perlakuan desinfeksi dapat menggunakan air panas dan bahan kimia.

2. Setelah linen kotor didesinfeksi baru dilakukan pencucian secara umum,


termasuk kegiatan penyeterikaan

3. Pencucian sebaiknya dilakukan dengan mesin.

d. Penyimpanan
Linen bersih yang sudah disetrika harus disimpan rapi dalam lemari didalam
ruangan khusus. Ruang tersebut diatur sedemikian rupa, sehingga alur pada waktu
pwndistribusian linen bersih terpisah dengan alur untuk proses pencucian.

e. Pendistribusian
Pendistribusian dari ruang penyimpanan ke ruang operasi dan ruang lainnya
harus terbungkus rapi, dapat diangkut dengan troli ataupun dengan manual. Linen
untuk ruang operasi dilakukan sterilisasi sesuai dengan prosedur.

4. Tenaga Pengelolaan Linen

a. Linen kotor masing – masing ruangan dikumpulkan oleh petugas ruang rawat (PRT /
PK/ Perawat) , dimasukkan ke dalam kantong yang sudah disiapkan.

b. Proses pengangkutan , pencucian, penyimpanan, dan pendistribusian, dilakukan


sebaiknya oleh tenaga IPPL dengan kualifikasi SMP + latihan khusus.
c. Proses pengelolaan linen diawasi oleh tenaga sanitasi / sejenis dengan kualifikasi D III
+ latihan khusus.

5. Evaluasi
1. Laporan rutin yang berisi output jumlah linen yang dicuci dan input (antara lain
desinfektans)
2. Pengamatan langsung secara uji petik dari proses pengelolaan linen.
3. Kalau memungkinkan dilakukan cost analysis, out/input

D. PENGENDALIAN VEKTOR / SERANGGA PENULAR PENYAKIT

1. Pengertian dan Dampak

a. Pengertian

Vektor (serangga dan binatang mengerat) dalam program sanitasi rumah


sakit yaitu semua jenis serangga atau binatang pengerat yang dapat
menularkan beberapa penyakit tertentu gangguan, merusk bahan makanan
di gudang,merusak peralatan di divisi rumah sakit , yang pada dasarnya
dapat merugikan kesehatan maupun ekonomi.

Pengendalian vektor adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menekan


tingakat kepadatan serangga, binatang mengerat dan jenis binatang
penganggu lainnya, misalnya kucing yang ada didalam atau diluar RS agar
tidak melebihi nilai ambang sanitasi.

Insektisida adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk bahan


campuran.

b. Dampak
Kalau vektor dan binatang mengerat serta binatang lainnya tidak
dikendalikan akan berakibat gangguan kesehatan dan merugikan ekonomi.

2. Tempat Perindukan dan Jenis Binatang / Serangga Pengganggu

a. Tempat
1) Tempat pengumpulan sampah
2) Saluran air buangan dan air kotor
3) Tempat penyimpanan , pengolahan & penghidangan makanan
4) Penampungan air bersih,
5) Gudang obat, gudang peralatan, dan lain – lain.

b. Jenis serangga dan binatang penganggu


1) Serangga penganggu, antara lain : nyamuk, lalat, kecoa, lipaspinjal
2) Binatang penganggu, antara lain : kucing, tikus, anjing
3) Serangga dan binatang penganggu.
3. Proses Pengendalian

a. Mekanis
1) Tirai angin
2) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
b. Fisik
1) Suara tinggi
2) Listrik
c. Kimia
1) Abatisasi
2) Foging
3) Spraying
4) Fumigasi

4. Tenaga Pengelola
1) Pelaksanaan pengendalian vektor dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi + latihan khusus.
2) Kegiatan pengendalian vektor diawasi oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi D- 3

5. Evaluasi
1) Larva indeks
2) Kepadatan lalat
3) Man biting ratio
4) Beberapa kecoa yang mati oleh kegiatan fogging
5) Frekuensi treatment dan cakupan
6) Berapa jumlah sarana dipasang dibagi dengan luasnya areanya

E. PENGELOLAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH

Air bersih yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan RSU Santo Yusup Boro berasal
dari satu sumber yaitu dari air sumur Artetris (ada 3 titik). Dengan menggunakan
pompa air dari dalam tanah dipompa keatas penampung. Dari penampung baru
didistribusikan ke seluruh ruangan rumah sakit

1. Kuantitas Air
Standar keperluan air untuk rumah sakit bervariasi antara 5 < sampai 900
liter / tempat tidur/ hari (digunakan tolok ukur 6 lt/ hari , tidak termasuk dapur dan
CSSD)

2. Kwlaitas Air
Kwalitas air bersih berpedoman kepada standar PERMENKES No. 1 tahun
1975. Secara berkala kualitas air dipantau baku mutunya secara biologi maupun
kimiawi.
Untuk menjamin kualitas fisiknya dilakukan pengurasan bak penampung 6
bulan sekali.
BAB VI
TATALAKSANA OPERASIONAL DI CENTRAL STERILISED SUPLIER
DEPARTEMENT ( CSSD )

A. PROSEDUR TETAP DEKONTAMINASI & STERILISASI SARUNG TANGAN

PENGERTIAN ;
1) Sarung tangan steril sebagai salah satu alat jesehatan penunjang untuk melakukan
pelayanganan medis dan non medis kepada penderita di lingkungan RS. St. Elisabeth
Semarang.
2) Sarung tangan steril sebaiknya sekali pakai , jika belum disposible sarung tangan yang
telah dipakai dan terkontaminasi perlu dilakukan dekontaminasi dan steril ulang.
3) Unit CSSD berkewajiban dan melakukan dekontaminasi dan steril terhadap seluruh
sarung tangan yang disetorkan dari seluruh ruang perawatan / bagian rumah sakit St.
Elisabeth

TUJUAN :
1) Melakukan dekontaminasi dan sterilisasi terhadap sarung tangan yang telah
terkontaminasi menjadi aman untuk dipakai kembali.
2) Mengaplikasikan metode dekontaminasi dan sterilisasi yang paling efisien dan efektif,
sehingga terjadi penghematan anggaran pengadaan dan pemakaian sarung tangan.
3) Menjamin sterilisasi sarung tangan.
4) Mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial melalui sarung tangan.

KEBIJAKAN :

1. Yang dimaksud sarung tangan pada protap ini adalah sarung tangan jenis non disposible.
Sarung tangan steril yang telah dipakai dianggap telah terkontaminasi dan tidak streril
sehingga perlu dilakukan dekontaminasi dan sterilisasi ulang.
2. Dekontaminasi terhadap sarung tangan yang terkontaminasi adalah suatu rangkaian protes
yang terdiri dari : pembersihan, pengeringan, penaburan talk, sortir, dan pengemasan
sehingga sarung tangan menjadi layak dan aman untuk dipakai kembali.
3. Proses dekontaminasi dilakukan dengan kombinasi metode antara manual dan
menggunakan bantuan mesin, antara lain : mesin cuci, mesin pengering, mesin penabur
talk, dan mesin tes kebocoran
4. Proses dekontaminasi sarung tangan terdiri dari ruang 2 yang masing – masing dipisahkan
oleh dinding pemisah, antara lain : ruang tempat pencucian, pengeringan. Penabur talk,
sortir dan ruang pengemasan
5. Sterilisasi terhadap sarung tangan dilakukan dengan bantuan mesin otoklaf pada
temperatur 120 0C selama 15 – 20 menit .
6. Petugas ruang perawatan / bagian berkewajiban memperlakukan sarung tangan yang telah
terkontaminasi sebelum dikirim ke unit CSSD dengan :
a. Sarung tangan terkontaminasi dengan noda darah, maka dilakukan
pembersihan/ spoel / merendam , hindari noda darah mengering.
b. Terkontaminasi dengan kuman infeksius, maka dilakukan desinfeksi
dengan desinfektans yang tersedia (misal : merndam dalam larutan
klorine 560 ppm selama 60 menit atau larutan glutardehyde 2 %
selama 10 menit atau larutan Lysol 12,5 % selama 2 jam , dan lain –
lain.
7. Petugas ruang perawatan / bagian mengirim sejumlah sarung tangan yang akan disteril ke
CSSD setiap hari, pada jam kerja
8. Pengemasan sarung tangan ada 2 jenis, yaitu dengan dibungkus linen atau dengan kertas
semen yang dimasukkan dalam kantong plastik
9. Bagi petugas unit CSSD yang melakukan dekontaminasi sarung tangan wajib memakai
pelindung diri, yaitu masker, sarung tangan, baju kerja dan topi.

PROSEDUR KERJA

1. Petugas Ruang Perawatan / bagian


1) Mengumpulakn , menghitung dan membersihkan sarung tangan yang telah
terkontaminasi yang berasal dari masing – masing ruang perawatan / bagian
pada wadah tertentu
2) Memperlakukan sarung tangan terkontaminasi , sebagai berikut :
a. Terkontaminasi dengan noda darah, dan lain – lain. Dilakukan
pembersihan / spoel / pengeringan dan masukan kedalam linen khusus.
b. Terkontaminasi dengan kuman infeksius, maka dilakukandesinfeksi
dengan desinfektans yang tersedia ( misal : merendam dalam larutan
khlorine 560 ppm selama 60 menit, larutan glutardehyde 2 % selama 10
menit atau larutan Lysol selama 12,5 selama 2 jam, dan lain – lain ),
kemudian masukkan ke dalam kantung plastik tempat sampah berwarna
kuning yang bertulisan ” infeksius ”
3) Mengirimkan sejumlah sarung tangan yang telah dibersihkan dan disetting ke
unit CCSD setiap hari pada waktu pagi hari ( 08.00 – 13.00 wib )
4) Serah terima pengiriman sarung tangan yang akan disterilkan dari ruang
rawat/ bagian dengan petugas unit CSSD, dicatat dalam buku penerimaan dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak

2. Petugas Unit CSSD ( Dekontaminasi dan Pengemasan )


1) Menghitung dan menerima sarung tangan yang akan disterilkan dari Petugas
ruang perawatan / bagian seluruh RS. St. Elisabeth
2) Melakukan proses dekontaminasi untuk sarung tangan yang belum
dibersihkan terutama dari IBS, dengan tahapan sebagai berikut :

a. Membersihkan / mencuci menggunakan mesin cuci dan sabun bebas


buih serta desinfektans dengan temperatur 60 0 C selama 40 menit.
b. Mengeringkan sarung tangan yang telah dicuci dengan mesin
pengering selama 20 menit.
c. Melakukan sortir terhadap sarung tangan bocor dan yang tidak
layak pakai/ rusak / robek/ diafkir.
d. Melakukan pengemasan / pembungkusan sarung tangan dengan katun
terbuat dari linen/ katun dan plastik semen.
e. Melakukan pengemasan / pembungkusan sarung tangan dengan
kantung terbuat dari linen / katun dan plastik semen.
f. Memasukkan sarung tangan yang telah terbungkus ke dalam
kontainer/ tromol dan plastik sebanyak 5 – 10 pasang.
g. Menghitung dan mencatat jumlah sarung tangan yang siap disterilisasi
h. Menyerahkan seluruh kontainer / tromol dan plastik yang berisi
sarung tangan kepada petugas / operator mesin otoklaf.

3. Petugas Operator Mesin Otoklaf Unit CSSD


1) Menerima seluruh kontainer / tromol dan plastik yang berisi sarung tangan.
2) Menenempelkan autoclave tape ( indikator kimia ) yang telah berisi
keterangan waktu / tanggal sarung tangan tersebut. Dilakukan proses
sterilisasi
3) Melakukan sterilisasi dengan mesin otoklaf dengan temperatur 120 0C selama
15 – 20 menit .

4. Petugas Distribusi Unit CSSD


1) Menerima sarung tangan steril dari petugas / operator mesin otoklaf
2) Menyimpan dan menyusun sarung tangan steril pada rak
3) Memberikan pelayanan sarung tangan steril kepada petugas ruang perawatan /
bagian
4) Membuat laporan rekapitulasi pelayanan sarung tangan / minggu.
5) Menyerahkan laporan kepada kasie CSSD IBS RS. St. Elisabeth

B. PROSEDUR TETAP PELAYANAN STERILISASI DAN DEKONTAMINASI ALAT


KESEHATAN / INSTRUMEN

PENGERTIAN

1. Alat kesehatan bekas dipakai melakukan tindakan medis/non medis serta asuhan
keperawatan, dan lain – lain, perlu dilakukan dengan kontaminasi dan strilisasi
sehingga alat kesehatan tersebut menjadi aman bila dipakai kembali.
2. Proses dekontaminasi dan pengemasan alat kesehatan instrumen dilakukan oleh
masing – masing ruang perawatan/bagian mendapatkan supervisi oleh unit CSSD
RSU Santo Yusup Boro.
3. Sterilisasi alat kesehatan dari seluruh ruang perawatan/bagian di lingkungan RSU
Santo Yusup Boro dilaksanakan oleh unit CSSD
4. Kecuali unit tertentu yang memerlukan proses sterilisasi dengan segera, peralatan
sederhana dan tidak tergantung unit CSSD, disediakan mesin sterlisasi dengan
kapasitas kecil.

TUJUAN

1. Melaksanakan proses dekontaminasi dan sterilisasi terhadap alat kesehatan yang


telah terkontaminasi/habis pakai
2. Memilih metode yang efektif dan efisien untuk proses dekontaminasi sterilisasi
sehingga alat kesehatan menjadi steril dan berfungsi optimal kembali
3. Menjamin strilisasi terhadap alat kesehatan yang telah disterilkan
4. Mengurangi kejadian infeksi nosokomial

KEBIJAKAN

1. Yang dimaksud alat kesehatan pada protap inin adalah seluruh jenis alat
kesehatan baik disposible maupun non disposible, anatara lain :
a. Set instrumen, laparatomi set, basic set, dan lain – lain
b. Korentang’Pinset
c. Kateter
d. Sarung tangan
e. Dan lain – lain

2. Proses dekontaminasi, pengertian setting, pengemasan dan memasukkan ke dalam


kontainer dilaksanakan oleh petugas tuang perawatan/bagian di masing – masing
tempat.
3. Terhadap instrument/alat kesehatan yang infeksius sebelum dilakukan
dekontaminasi petugas ruang perawatan/bagian melakukan proses deinfeksi
dengan larutan deinfektans yang tersedia (missal : merendam selama 10 menit
dalam larutan chlorine 0,5 % /resiguard /amnios )
4. Petugas ruangan perawatan/bagian membawa tromol yang berisi instrument / alat
kesehatan ke unit CSSD menggunakan troli bersih.
5. Petugas unit CSSD melakukan sterilisasi dengan metode yang tepat dan efisien
terhadap tromol yang berisi instrument/ alat kesehatan yang akan disterilisasi.

PROSEDUR KERJA

1. Petugas ruang perawatan/Bagian


a. Mengumpulkan instrument/alat kesehatan bekas dipakai yang telah
terkontaminasi pada suatu tempat khusus atau ruang dekontaminasi
b. Melakukan dekontaminasi dengan tahapan prose : pencucian
deinfeksi,pembilasan dengan air bebas mineral, pengeringan diangin – angina
atau dengan mesin kompresor atau dilap dengan kain katun yang tidak
melepaskan serat/ partikel, dan lain – lain
c. Melakukan setting instrument/alat kesehatan sesuai dengan fungsi.
d. Memasukkan instrumen alat kesehatan ke dalam tromol yang pada bagian
dalamnya telah di lapisi kain/duk
e. Memberikan label pada bagian atas permukaan luar tromol yang menyatakan
tanggal, nama ruang perawatan/bagian, jenis/nama instrumen/ alat kesehatan
dan paraf petugas
f. Membawa tromol ke unit CSSD setiap hari antara pukul 08.00 s/d 18.00 wib,
pada hari Minggu/hari libur antara pukul 09.00 s/d 12.00
g. Bila dibutuhkan pelayanan sterilisasi diluar jam tersebut atas, maka petugas
ruang perawatan/bagian dapat menghubungi Kasie CSSD
h. Masuk ke gedung CSSD melalui pintu/loket penerima barang bersih yang
akan disterilkan
i. Serah terima dengan petugas penerima barang kotor unit CSSD dengan
menggunakan buku/format barang kotor.
j. Mengambil kembali terhadap instrumen/alat kesehatan yang telah di sterilkan
dengan mencatat di buku/format permintaan steril.

2. Petugas CSSD
a. Menerima sejumlah tromol yang berisi instrument/alat kesehatan dari petugas
ruagn perawatan/bagian
b. Membawa dan menyerahkan container tersebut kepada petugas ruang
pengemasan/packing unit CSSD
c. Mengelompokan tromol berdasarkan isi jenis instrument/alat kesehatan yang
terdapat didalamnya, yaitu sebagai berikut :
d. Melakukan pengemasan/packing terhadap instrument/alat kesehatan yang
belum dikemas
e. Menenmpelkan indicator kimia (yang telah diberi keterangan tentang :
tanggal, nama petugas, pemilik instruemn/ alat kesehatan) pada permukaan
luar masing – masing/tromol atau kemasan yang berisi instrument/alat
kesehatan
f. Menyerahkan seluruh tromol dan alat kesehatan yang telah dikemas kepada
petugas operator mesin sterilisasi
g. Melakukan sterilisasi terhadap instrument/alat kesehatan berdasarkan jenis
alat kesehatan/instrumen , yaitu sebagai berikut :
1) Alat kesehatan/instrument terbuat dari logam stainlesstel, disterilkan
mesin otoklaf dengan pemanasan 134 0C selama 3,4 menit.
2) Alat kesehatan dan instrument terbuat dari katun/kasa/kapas,
disterilkan dengan mesin otoklaf dengan pemanasan 134 0C, selama 7
menit
3) Alat kesehatan terbuat dari karet/sarung tangan disterilkan dengan
mesin otoklaf dengan pemanasan 120 0C selama 20 menit
4) Alat kesehatan yang rentan pemanasan seperti kateter, komponen
ventilator dan lain – lain, disetrilkan dengan mesin anprolene/gas
ethylene oksida pada temperatur kamar selama 14 jam atau
menggunakan mesin otoklar kombinasi antara steam dengan
formaldehyde 5 %, pada temperatur 60 0C atau 70 0C selama 6 jam

h. Melakukan pemeriksaan terhadap alat kesehatan/instrumen yang telah


disterilkan apakah masing – masing kontainer / tromol telah menjalani proses
sterilisasi dengan sempurna
i. Melihat mengamati indikator sterilisasi pada masing – masing mesin
sterilisasi yang telah opersional , antara lain
a. Mesin otoklaf :
Indikator kimia : lihat perubahan dari putih menjadi hitam
Indikator mekanik : lihat kurva / grafik temperatur dan tekanan
pada lembar print out dari masing – masing mesin otoklaf, indikator
biologi : lakukan uji sterilisasi dengan cara mengambil sample hasil
sterilisasi kemudian menguji apakah terdapat pertumbuhan kuman
atau steril
b. Mesin anprolene/ gas ethylenoksida : lihat perubahan warna pada
indikator kimia dari warna coklat berubah menjad warna kuning dan
indikator dosis (dosimeter) gas berubah dari warna kuning menjadi
warna biru
c. Mesin otoklaf kombinasi steam dengan formaldehyde 5 % lihat
perubahan warna yang terjadi dari warna kuning menjadi warna biru.

j. Menyerahkan seluruh kontainer / tromol yang telah disterilkan kepada petugas


penyimpanaan & Distribusi Steril Unit CSSD
k. Menyimapn / menyusun pada rak berdasarkan jenis instrumen /alat kesehatan
dan pemilik instrumen / alat kesehatan
l. Melayani permintaan barang steril dari petugas ruagn perawatan / barang
melaui loket pelayanan barang steril, permintaan menggunakan buku /
formulir pengambilan barang steril dan ditandatangani petugas yang
mengambil dan yang memberikan
m. Membuat rekapitulasi pelayanan barang steril setiap minggu
n. Menyerahkan hasil rekapitulasi kepada kasie CSSD .
BAB VII
STANDAR TATA LAKSANA KERJA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSU SANTO YUSUP BORO

PENGERTIAN
Adalah suatu kerja di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dalam upaya pengendalian
infeksi nosokomial

TUJUAN
1. Menciptakan lingkungan yang bersih, dalam rangka memberiakan rasa nyaman dan
aman bagi pasien yang datang dan dirawat darurat
2. Mencegah terjadinya infeksi silang

A. PETUNJUK UMUM
1. Petugas
a. Bekerja dalam keadaan badan sehat
b. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien atau menggunakan handsrub yang bertahan dasar alkohol
70 %
c. Bekerja dengan prinsip aseptik dan antiseptik
d. Memperhatikan hygiene perorangan
e. Menjaga kebersihan ruangan dan lingkungan
f. Memakai pakaian khusus dan Universal Precaution sesuai kebutuhan
g. Bersikap tanggap akan segala resiko terjadinya infeksi, karena semua
penderita yang berkunjung di IGD harus dianggap berpotensi membawa
penyakit menular.
2. Pasein
a. Perawatan hygiene pasien sebaik – baiknya
b. Penggunaan alat tenun selalu kering dan bersih
c. Pasien dengan penyakit menular harus dirawat oleh perawat khusus dan
dalam ruang khusus (isolasi)

3. Pengantar
a. Yang sedang sakit tidak boleh berkunjung
b. Anak usia kurang dari 12 tahun tidak boleh masuk
c. Jumlah penunggug dibatasi (1 orang)
d. Cuci tangan sebelum masuk dan sesudahnya
e. Pengunjung menunggu di ruang tunggu

4. Alat Kesehatan
a. Semua alat kesehatan harus steril baik dengan otoklaf, sterilisator ataupun
desinfektans
b. Semua tindaklan dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik, antara
lain pemasangan NGT, DC, tindakan suction dll.
c. Satu set alat steril untuk satu pasien
B. TEKNIK PEMBERSIHAN RUANGAN DAN PERAWATANNYA

1. Pembersihan Harian

a. lantai harus dibersihkan setiap hari


b. Teknik pengepelan sesuai prosedur, dengan kain pel yang bersih, air bersih, dan
deinfektans yang telah ditetapkan oleh RS (lihat prosedur pengepelan lantai)
c. Dilakukan 5 kali sehari, pagi jam 07.00 & jam 10.00, siang jam 13.00 sore 16.00
dan jam 18 .00 dan atau bila kotor
d. Segera dibersihkan bila terkena percikan atau noda darah dan sekresi pasien.

2. Pembongkaran (lihat prosedur menyikat lantai)


a. Diusahakan tiap 1 kali seminggu atau melihat jumlah kunjungan pasien.
b. Teknik pembersihan , dibersihkan dengan air sabun, lalu dikeringkan ,
kemudian ulangi lagi dengan menggunakan form desinfektans, atau
menggunakan mesin sikat dan vacum dengan cara yang sama. Setelah
dikeringkan lalu difoging atau diultra violet (bila ada pasien dengan penyikat
menular seperti AIDS, SARS, gas gangren dan lain – lain)

C. TEKNIK PEMBERSIHAN ALAT – ALAT


Alat – alat Kesehatan
a. Alat – alat instrumen yang telah dipakai dicuci, dikeringkan dan disterilkan
b. Linen diganti setiap hari, atau sewaktu waktu bila kotor atau basah. Linen –
linen yang sudah dipakai segera dimasukkan ke dalam kantong plastik’
c. Alat – alat disposible misal : spuit, infus set, dan lain – lain yang termasuk
benda tajam harus dimasukkan ke dalam kontainer khusus yang tidak mudah
tembus dan dikirim ke bagian pembakaran
d. Pispot dan urinal 2 kali seminggu direndan larutan desinfektans dan
dibersihkan

D. PEMBERSIHAN FASILITAS RUANGAN

Kamar Mandi / WC ( lihat prosedur pembersihan kamar mandi / WC)


a. Bersihkan kamar mandi 3 kali sehari ( pagi – sore/sewaktu – waktu bila perlu)
b. Pisahkan antara kamar mandi / WC petugas dengan pasein.

Dapur
a. Bersihkan deapur 3 kali sehari (pagi jam 08.30, siang jam 13.00, sore jam 18.00)
b. Semua alat – alat makan haruse selalu bersih dan kering
c. Tempat sampah harus selalu tertutup, dan sebelunnya diberi plastik standar rumah
sakit (warna hitam untuk sampah umum) Buang sampah sesegera mungkin
setelah berisi tiga per empat dari tempat sampah, dan jagnan meninggalkan
sampah menginap di dapur (lihat prosedur pengelolaan smapah)

E. PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI RUANGAN


1. Dilakukan 6 bulan sekali
2. Meliputi udara, air, swab lantai, dinding dan debu
F. PROSEDUR TATA LAKSANA KERJA
1. Persiapan pasein yang akan dioperasi
a. Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
b. Mencukur rambut sekitar lokasi opersi radius 20 cm
c. Membersihkan daerah yang akan dioperasi dengan sabun / larutan antiseptik
misal : hibiscrub
d. Memasang alat – alat misal : DC, Infus NGT, dengan teknik asepsis
e. Mengganti baju pasein dengan baju operasi pasein
f. Memasang penutup kepala pasein
g. Perawat mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan seperti : laboratorium ,
obat – obatan atau permintaan darah bila perlu.

2. Pelayanan pasien diduga kasus menular


a. Semua penderita dengan kasus menular antara lain : gas ganggren , defteri,
SARS, dan lain – lain setelah diseleksi oleh petugas triage langsung
dimasukkan ke ruang isolasi, selanjutnya petugas triage menghubungi dokter
yang bersangkutan (kasus SARS pasien dan keluarga harus memakai masker
saat keluar dari mobil)
b. Semua petugas di ruang isolasi harus memakai jas, masker dan bandschoen
(khusus SARS di tymabah penutup kepala, goggles, dan sepatu boot) sebelum
dan sesudah melakukan tindakan , petugas diharapkan cuci tangan dengan
desinfektans
c. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang sederhana, kemudian pasien dikirim
ke ruang isolasi rawat inap
d. Semua peralatan pada penderita kasus menular disediakan kamar isolasi,
dengan catatan setelah dipakai supaya dilakukan perndaman antara lain :
1) Barang tekstil direndam dengan larutan chlorine 0,5 % atau resiquad
selama 20 – 60 menit
2) Alat instrumen direndam dengan larutan chlorine 0,5 % atau resiquard
kemudian steril
3) Ruangan difoging / dispray oleh petugas dari sanitasi setiap selesai ada
kasus atau dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali, dan ruangan
bisa digunakan lagi setelah 1 jam lakukan foging
4) Brankard dicuci tangan dengan larutan chlorine 0,5 % atau resiquard

3. Penerimaan pasien di triage


a. Cuci tangan sebelum dan sesudah menerima pasien
b. Gunakan alat proteksi sesuai dengan kasus penyakit atau resiko penularan,
seperti udara, dengan masker, darah dengan hand – schoen celemek, atau
sesuai kebutuhan
c. Paseien dengan kasus menular segera dibawa ke ruang isolasi
d. Pasien selain menular dan kotor langsung dibawa ke ruang triage, selanjutnya
dikirim ke ruang periksa

4. Pelayanan pada pasien dengan luka berdarah


a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan prosedur
b. Gunakan alat proteksi (handschoen , celemek, topi , masker)
c. Tinggikan luka yang berdarah atau tekan luka
d. Tutup luka dengan kasa kemudian bersihkan sekitar luka dan bercak darah di
kulit dengan larutan antiseptik atau NaCl
e. Desinfeksi sekitar luka dan anestesi luka
f. Cuci luka dengan NaCl dan pehidrol
g. Tutup sekitar luka dengan doek lubang steril, lalu dijahit (minimalkan bicara
saat menghadap luka)
h. Tutup luka dengan kasa steril dan bersihkan sekitar luka
i. Alat – alat jahit direndam dengan larutan chlorine 0,5 % atau resiquad selama
30 menit kemudian dicuci bersih dan disterilkan

5. Pertolongan Melahirkan di IRDA


a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan prosedur
b. Petugas memakai alat proteksi : handshon , celemek tidak tembus air, bila
perlu bisa pakai topi, masker dan sepatu
c. Lakukan desinfeksi vulva dan sekitarnya
d. Alasi bokong pasien dengan doek steril dan pasang juga doek steril sekitar
vulva
e. Lakukan perasat membantu persalinan sampai bayi lahir
f. Tali pusat dipotong dan diikat dengan teknik asepsis kemudian tempatkan bayi
pada tempat yang hangat
g. Bila akan menjahit perinum, petugas harus mengganti hanschoen, doek lubang
dan desingfeksi lagi daerah yang akan dijahit
h. Instrumen bekas pakai direndam larutan deinfektans dulu baru dicuci,
sedangkan linen kotor dimasukkan plastik kun dan diikat
BAB VIII
ISOLASI

A. BATASAN

Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan kuman patogen dari sumber
infeksi (penderita, karier) ke orang atau penderita lain.

B. MACAM ISOLASI
1. Isolasi Ketat (Stict Isolation)
2. Isolasi Penyakit Pernafasan (Respiratory Isolation)
3. Isolasi Proteksi (Protective Isolation)
4. Isolasi Penderita SARS
5. Perhatian khusus Penyakit Saluran Cerna (Enteric Precaution)
6. Perhatian khusus luka dan penyakit kulit (Wound and Skin Precaution)
7. Perhatian khusus bahan Ekresi Menular (Discbarge Precaution)
8. Perharian khusus bahan darah (Blood Precaution)

CATATAN :

Isolasi : Memerlukan kamar khusus (tersendiri)


Precaution : Tidak memerlukan kamar khusus

1. Isolasi Ketat (Strict Isolation)

Tujuan :
Mencegah penularan semua penyakit menular yang menyebar baik lewat kontak
maupun udara, yang dapat mengakibatkan penyakit berat pada orang yang rentan.

Persyaratan yang diperlukan :

a. Kamar khusus yang selalu tertutup


b. Cuci tangan dengan sabun atau desinfektans sebelum dan sesudah
masuk kamar
c. Sarung tangan dan masker harus dipakai selama berada di dalam kamar
d. Jas khusus dikenakan bagi yang kontak langsung dengan penderita
e. Alat makan harus dimasukkan tempat khusus sebelum dilakukan
desinfeksi dan sterilisasi
f. Bahan pemeriksaan laboratorium harus dimasukkan tempat khusus
yang steril dan tertutup rapat diberi label contaminated “ atau “
tercemar kuman “ kemudian dimasukkan ke kantong plastik kjusus dan
dikirim ke laboratorium
g. Alat suntik : “ disposible “ setelah dipakai dimasukkan tempat khusus
untuk di musnahkan
h. Tensimeter dan stetoskop harus tetap berada di dalam kamar sampai
masa isolasi penderita berakhir
i. Alat – alat tertentu, misalnya protoscope dan lain – lain , setelah
dipakai harus dimasukkan kantong khusus sebelum dilakukan
desinfeksi dan sterilisasi.
j. Kartu penderita harus di tempelkan di pintu kamar selama masa isolasi
k. Kamar harus dibersihkan tiap hari oleh petugas yang memakai jubah,
masker dan sarung tangan. Alat pembersih setelah dipakai harus
didesinfeksi/sterilisasi atau dimusnahkan
l. Pengunjung dibatasi jumlahnya dan harus memakai jubah
didesinfeksi / sterilisasi atau dimusnahkan
m. Macam penyakit yang perlu isolasi ketat dan lamanya terlampir

2. Isolasi Penyakit Pernafasan (Respiratory Isolation)

Tujuan :

Mencegah penyebaran kuman paragon saluran nafas dari sumber infeksi ke orang lain
.

Persyaratan yang di perlukan :


a. Kamar khusus, selalu tertutup dengan sistem udara mengalir ke dalam kamar
b. Tangan harus di cuci dengan sabun atau desinfektans sebelum dan sesudah
masuk kamar
c. Sarung atangan dan jas tidak perlu
d. Masker harus dipakai selama di dalam kamar
e. Pakaian penderita setelah dipakai dimasukkan dalam kantong khusus
f. Alat makan setelah dipakai didesinfeksi atau disterilkan
g. Bahan pemeriksaan laboratorium (sputum) dikumpulkan dalam tempat khusus
dan diberi label “ Respiratory Isolation “ sebelum dikirim ke ILS
h. Alat khusus misalnya alat bantu nafas setelah dipakai harus dibungkus
i. Petugas pembersih kamar harus memakai jas dan masker
j. Pengunjung dibatasi dan harus memakai masker
k. Macam penyakit yang perlu isolasi dan lainnya terlampir

3. Isolasi Proteksi

Tujuan :

Mencegah seorang penderita dengan kekebalan tubuh yang sangat menurun


ditulari kuman patogen

Persyaratan yang diperlukan :


a. Kamar khusus harus selalu tertutup dengan sistem udara mengalir ke luar
kamar
b. Tangan harus dicuci dengan sabun atau desinfektans sebelum dan sesudah
masuk kamar
c. Sarung tangan harus dipakai oleh kontak langsung dengan penderita
d. Jas dan masker harus dipakai selama dalam kamar
e. Alat – alat yang diperlukan untuk merawat penderita harus tetap berada dalam
kamar sampai masa isolasi selesai
f. Sprei dan sarung bantal harus bersih dan baru, tiap hari harus diganti
g. Petugas membersihkan kamar tiap hari dengan baju dan alat khusus
h. Pengunjung harus dibatasi
i. Macam Penyakit yagn perlu Isolasi protektif dan lamanya terlampir

4. Isolasi Penderita SARS

Pengertian :

Isolasi penderita SARS mengikuti teknik isolasi campuran antara isolasi ketat dan
isolasi pernafasan, sebab virus Corona diduga dapat menular melalui saluran
pernafasan maupun kontak langsung dengan sekresi saluran pernafasan dan mukosa
kepada orang lain

TUJUAN :

Mencegah penularan dan penyebaran infeksi dari :

a. Ruang atau kamar khusus yang jauh dari kunjungan umum dan tidak
berdekatan dengan tempat pelayanan umum
b. Dalam ruang isolasi tersedia tempat ganti pakaian. Nurse Area kamar pasien
suspect, kamar pasien probable, kamar pasien gawat atau intensif dan kamar
mandi
c. Semua petugas mengenakan Alat Pelindung Perorangan (APP lengkap.
d. Pasien menggenakan masker dan tidak boleh keluar dari kamar perawatan
e. Pasien tidak boleh dikunjungi oleh keluarga maupun orang lain
f. Semua peralatan yang sudah kontak dengan pasien harus ditempatkan pada
tempat tertutup dan didesinfeksi dengan larutan chlorin 0,5 %
g. Semua alat makan dan alat habis pakai ditempatkan pada wadah/tempat
tertutup dan dimusnahakan dengan incenerator
h. Alat – alat medis yang habis digunakan tidak boleh dibawa keluar dari ruang
atau kamar pasien
i. Semua petugas harus tertib mengikuti tata cara pencegahan SARS
j. Bahan pemeriksaan laboratorium harus dimasukkan tempat khusus yang steril
7tertutup rapat dan diberi label “ contaminated “ atau “ tercemar kuman “
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik khusus dan dikirim ke
laboratorium.

Cara Penularan :

a. Cara penularana penyakit melalui kontak langsung dengan penderita


SARS baik karena berbicara, terkena percikan batuk atau bersin
(droplet infection)
b. Penularan melalui udara misalnya penyebaran udara, ventilasi , dalam
satu kendaraan atau dalam satu gedung diperkirakan tidak terjadi asal
tidak kontak langsung berhadapan dengan penderita SARS
c. Masa penularan dari orang ke orang belum teridentifikasi dengan jelas.
Untuk sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam
atau tanda – tanda gangguan pernafasan hingga penyakitnya
dinyatakan sembuh
d. Periode aman dari kemungkinan terjadinya penularan unit pelayanan
atau pada kelompok masyarakat yang terjangkau KLB SARS adalah
setelah lebih dari 14 hari sejak kasus terakhir dinyatakn sembuh

Catatan : Kebijakan ruang isolasi seperti ini, di RS St. Yusup Boro belum secara khusus
menyediakan, jika dijumpai kasus SARS dan AIDS sebaiknya dirujuk ke RS Dr.
Karyadi

5. Perhatian Khusus Penyakit Saluran Cerna (Enteric precaution)

Tujuan :

Mencegah penularan lewat tinja yang mengandung kuman patogen (fecal – oral
route)

Persyaratan yang diperlukan :


a. Kamar khusus hanya untuk penderita anak
b. Tangan harus dicuci dengan sabun atau desinfektans sebelum dan sesudah
masuk kamar
c. Sarung tangan hanya dipakai oleh kontak langsung dengan penderita/tinjanya
d. Masker tidak perlu
e. Jas hanya untuk kontak dengan tinjanaya dan pakaian penderita
f. Pakaian penderita, sprei, sarung bantal selesai dipakai harus dimasukkan
kantong khusus kemudian dilakukan desinfeksi dan sterilisasi
g. Alat – alat yang tercemar tinja harus didesinfeksi atau sterilize
h. Alat makan harus dikumpulkan ditempat khusus sebelum didesinfeksi.
i. Bahan pemeriksaan laboratorium ditampung dalam tempat khusus diberi label
“ containated “ (tercemar kuman), dimasukkan kantong plastik khusus dan
dikirim ke laboratorium
j. Jarum suntik harus disposible, jarum bekas dimasukkan kantong khusus
/BoxSavety untuk dimusnahkan
k. Alat khusus (nebulizer, dan sebagainya) yang tercemar dimasukkan tempat
khusus untuk kemudian disterilkan
l. Petugas membersihkan kamar tiap hari dan harus memakai jas serta sarung
tangan
m. Pengunjung dibatasi dan harus menuruti peraturan isolasi
n. Macam Penyakit kasus ini dan lama perhatian terlampir

6. Perhatian Khusus Luka dan Infeksi Kulit

Tujuan :

Mencegah penyebaran kuman patogen dari luka infeksi kulit ke orang lain

Persyaratan yang diperlukan :

a. Kamar khusus tidak diperlukan tetapi dianjurkan


b. Tangan harus dicuci dengan sabun atau desinfektans sebelum dan sesudah
merawat penderita
c. Sarung tangan harus dipakai selama kontak langsung dengan penderita,
diperlukan 2 pasang sarung tangan, sepasang dipakai pada waktu melepas
perban, yang sepasang lagai dipakai pada saat merawat luka infeksi kulit.
d. Masker tidak diperlukan kecuali pada saat mengganti perban
e. Jas / jubah harus dipakai pada saat merawat luka/infeksi kulit
f. Sprei dan perban sekali pakai dimasukkan kantong khusus
g. Alat – alat paska pakai dimasukkan kantong khusus untuk didesinfeksi dan
disterilisasi. Kantong diberi label “ Comtaminated “ (tercemar kuman)
h. Pengunjung dibatasi dan harus memperhatikan petunjuk isolasi yang berlaku
(cuci tangan sebelum dan sesudah masuk kamar pasien)
i. Penderita yang harus dipindah atau dibawa ke tempat lain lukanya harus
ditutup kassa / kain steril
j. Macam Penyakit kasus ini dan lama perhatian terlampir :

7. Perhatian khusus bahan ekskresi Menular (Discharge Precautions) ;

Tujuan :

Mencegah penularan kuman patogen yang berasal dari bahan ekresi maupun sekresi

Persyaratan yang diperlukan :


a. Kamar khusus tidak diperlukan
b. Tangan dicuci sebelum dan sesudah merawat luka
c. Saraung tangan harus dipakai pada saat merawat luka
d. Masker dan jubah tidak diperlukan
e. Kain perban, kapas dan lain – lain, harus steril dan digunakan dengan metode
aseptik
f. Kain perban, kapas dan lain – lain, yang diganti dimasukkan ke dalam kantong
khusus dan dimusnahkan
g. Macam penyakit perhatian ini terlampir

8. Perhatian Khusus Bahan Darah (Blood Precaution)

Tujuan :

Mencegah penularan kuman patogen dari bahan pemeriksaan darah

Persyaratan yang diperlukan :

a. Jarum suntik disposibel (tidak boleh dipakai kembali)


b. Jarum suntik paska pakai, dimasukkan ke dalam kantong khusus dengan label : “
Contaminated “ atau “ tercemar kuman “ untuk dimusnahkan, atau disterilisasi
dengan otoklaf
c. Bahan pemeriksaan (darah), dimasukkan tempat khusus dengan label : ‘
Contaminated “ (tercemar kuman) dan tertutup rapat, klemudian dibawa ke
laboratorium
Catatan :

a. Untuk penderita dengan Rabies atau tersangka Rabies, semua petugas


perawatan/ pengunjung penderita harus tahu bahayanya bila tekena air liur
penderita

Apabila kulit dari petugas atau pengunjung terkena air liur penderita maka kulit
tersebut harus segera dicuci / digosok dengan sabun sampai berbuih, dibilas dan
dicuci dengan larutan desinfektans ( Lysol 2 % , savlon 0,5 % )

b. Isolasi penderita Tetanus


1) Ruangan tenang, cukup ventilasi, cukup penerangan yang konstan.
2) Penderita dilindungi dari rangasnagan baik suara, cahaya dan sentuhan
3) Menjaga kebersihan mulut dan saluran pernafasan, hisap lendir dengan
1 pipa tiap penderita
4) Perawatan luka yang baik
5) Penderita keluar dari isolasi setelah tidak kejang – kejang

c. Isolasi Penderita Gas Gangren


1) Sama dengan isolasi ketat, hanya kasur dan bantal setelah digunakan
penderita dimasukkan dalam kantung plastik dikirim ke bagian
sterilisasi untuk dibakar.
2) Penderita keluar dari isolasi setelah hasil kultur swab luka negatip 3
kali
3) Pengelolaan jenasah penderita gas gangren
a) Penderita dibersihkan dengan larutan desinfektan dibungkus
dengan sprei, dibungkus dengan kantong plastik
b) Prosedur observasi jenasah tetap 2 jam
c) Dikamar mayat jenasah dipisahkan
d) Prosedur pemakaman seperti penderita penyakit menular.
BAB IX
PENGELOLAAN KASUS HIV/ AIDS
INSTRUKSI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 72 / MENKES/
INST/ III/ 1988
TENTANG
KEWAJIBAN MELAPORKAN PENDERITA DENGAN GEJALA AIDS
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
1. Bahwa penyakit acquired immuno deficiency syndrome (AIDS)
2. Bahwa penduduk Indonesia perlu dilindungi dari bahaya penyakit
tersebut oleh karena itu penanggulangannya harus dilaksanakan
secara terpadu dan lintas sektorial
3. Bahwa untuk mencegah penularan dan penyebaran AIDS di
Indonesia perlu dilakukan upaya menemukan sedini mungkin setiap
penderita dengan gejala AIDS di sarana pelayanan kesehatan
4. Bahwa untuk menemukan sedini mugkin penderita gejala AIDS di
masyarakat perlu ditingkatkan pengumpulan data yang lengkap dan
terus menerus

Mengingat :
1. Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok – Pokok
Kesehatan (Lembaran Negara Tahunan 1960 Nomor 131. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2068)
2. Undang – undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok – pokok
Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38.
Tambahan Lembaan Negara Nomor 3037)
3. Undang – undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3273)
4. Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1987 tentang penyerahan sebagian
urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan kepada daerah
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 1984 tentang
susunan organisasi Departemen
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 99a/ Menkes/ SK/ III/
1982 tentang organisasi dan tata Kerja Departemen Kesehatan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 558/ Menkes/
SK/ 1982 tentang Sistem Kesehatan Nasional

Menginstruksikan :

Kepada : 1. Seluruh petugas kesehatan


2. Seluruh sarana pelayanan kesehatan

Pertama : Petugas Kesehatan yang mengetahui dan atau Menemukan seseorang dengan
gejala AIDS, wajib melaporkan kepada sarana pelayanan kesehatan yang
terdekat dengan segera dan memperhatikan kerahasiaan pribadi penderita
Kedua : Sarana pelayanan kesehatan yang menemukan adanya seseorang dengan
gejala
AIDS, wajib segera melaporkan secara rahasia melalui prosedur tertentu ke
Direktorat Jendral Pembrantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman

Ketiga : Direktur Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan


Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan akan mengatur lebih lanjut
prosedur pelaporan untuk kejadian AIDS

Keempat : Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan untuk dilaksanakan
sebaik - baiknya

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Februari 1988
Menteri Kesehatan Republik Indonesia

dr. Suwardjono Surjoningrat


A. DEFINISI HIV/ AIDS
Ialah penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat, karena infeksi
HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Penyebabnya :
1. Virus HIV yang termasuk golongan Retro virus
2. Mula – mula dikenal sebagai (Lymphadenopaty Associated Virus) kemudian
dikenal sebagai Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan mempunyai dua
tipe yaitu : HIV tipe 1 dan tipe 2

Cara Penularannya :

1. Hubungan seksual
2. Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik
3. Vertikal

Sering terkena pada golongan resiko tinggi, yaitu :

1. Sering berganti pasangan seksual


2. PMS (Penyakit Menular Seksual) wanita tuna susila
3. Penyalahgunaan obat (pemakai narkoba suntikan)

B. KLASIFIKASI INFEKSI AIDS

Kelompok I : Infeksi akut


Kelompok II : Infeksi kronik asimptomatik
Kelompok III : PGL (Persistent Generalized Lymphadenopaty)
Kelompok IV : a. Penyakit konstitusional
b. Penyakit neorologis
c. Penyakit infeksi sekunder
d. Keganasan sekunder

1) Tercantum dalam definisi surveilans CDC untuk AIDS


2) Penyakit infeksi sekunder lain

e. Kondisi – kondisi lain

Kelompok I : Infeksi Akut


Hampir 30- 50 % pasien sesudah terinfeksi virus HIV memberikan gejala seperti
monomukleus infeksiosa dengan atau tanpa septic meningitis, disertai adanya konversi
serum anti HIV.
Pasien mengeluh demam, sakit tenggorokan, letargi , batuk, mialgia, keringat
malam dan keluhan berupa nyeri menelan, mual, mentah dan diare.
Mungkin dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher, faringitis,
mencular rash dan aseptic meningitis.
Fase ini terjadi setelah adanya pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu
setelah kontak, Manifestasi lain dari kelompok ini dapat berupa glandular fever like
illness, acute reversible encephalopathyl/ Meningitis dan acute mylopathy neuropathy
Patogenesis simtom ini tak jelas diketahui, tetapi sangat mungkin sebagai reaksi
imunitas terhadap masukknya viru HIV. Saat ini pemeriksaan antibodi terhadap virus
HIV mungkin masih negatif, tetapi pemeriksaan Ag p 24 sudah positif (sangat
infeksius)

Kelompok II : Infeksi Kronik Asimptomatik


Lamanya dapat bertahun – tahun. Pasien tidak mempunyai keluhan
(asimptomatik) , kadang – kadang dapat diisolasi virus HIV. Kemungkinan keadaan ini
karena sampai jumlah virus tertentu rtubuh masih dapat mengkompensasi penurunan
sistem imunitas

Kelompok III : PGL (Persistent Generalized Lymphadenopaty)

Pada kebanyakan kasus gejala pertama yang baru muncul adalah PGL, ini
menunjukkan adanya hiperaktivitas sel limposit B dalam kelenjar limfe. Teraba
kelenjar getah bening yang membesar mencapai 1 cm atau lebih pada dua tempat atau
lebih ekstra inguinal yang menetap lebih dari 3 bulan, tanpa adanya penyakit atau
keadaan selain infeksi HIV yang dapat menjelaskan keadaan pembesaran kelenjar getah
bening tersebut.

Penderita ini juga dapat digolongkan lebih lanjut berdasarkan pemeriksaan


laboratorium. Penderita bila secara klinis sudah digolongkan ke kelompok IV, maka
tidak boleh dimasukkan kembali ke kelompok III meskipun kemudian menjadi
berkurang.

Pembesaran kelenjar getah bening ini biasanya simetris. Sering terdapat di daerah
leher posterior dan anterior, submandibularis, aksila dan lain – lain . Ditemukan limpa
membesar pada 30 % kasus.

PA : hiperplasia folikuler benigna dan pada fase akhir ditemukan involusi


folikuler kelompok III ini dapat berkembang menjadi AIDS kira – kira 10 – 30 %
dalam jangka waktu 24 – 60 bulan.

Kelompok IV : penyakit Lain

Gambaran klinis dapat dikelompokan pada satu atau subkelompok ( A- E )


penggolongan ke dalam sub kelompok dilakukan tanpa memperhatikan ada atau tidak
ditemukannya limfadenopati. Setiap subkelompok mencakup penderita dengan gejala
yang minimal sampai penderita yang sakit parah.
C. CARA PENULARAN HIV

Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yakni : air mani, darah, cairan vagina,
air susu, air mata, air laut, air seni, air ketuban, dan cairan serebrospinal. Akan tetapi
yang potensial sebagai media penularan hanya air mani, darah dan cairan vagina.
Hingga saat ini, cara penularan yang diketahui ialah melalui hubungan seksual, darah
dan secara perinatal, yakni dari ibu ke bayi yang dikandungnya

Tidak ada bukti bahwa HIV ditularkan melalui kontak sosial, AIDS tidak
ditularkan melalui hidup serumah dengan penderita, berjabat tangan ,berpelukan,
penderita AIDS bersin, atau batuk didekat kita, berciuman, melalui alat makan, atau
minum, gigitan nyamuk atau serangga lain, bersama – sama berenang di kolam
renang, menggunakan WC bersama – sama. Juga tidak ditularkan melalui menonton
bioskop, memakai telepon umum, tempat kerja dan sekolah.

Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawat ODHA tidak merupakan
resiko tinggi untuk tertular, khususnya bila menerapkan prosedur buku pencegahan
umum penularan penyakit. Penerapan tindakan pencegahan universal yang berlaku
secara umum untuk semua penyakit (universal precautions) berarti bahwa dapat
menularkan HIV (atau kuman penyakit lain yang terdapat dalam darah, oleh karena
tidak diketahui siapa yang telah terinfeksi HIV sebelum darahnya diperiksa secara
khusus .

1. Penularan melalui hubungan seksual :

Beberapa aktifitas seksual memberikan resiko penularan HIV yang berbeda,


berdasarkan urutan (gradasi) kemungkinan resiko penularan HIV dari yang
tertinggi sampai yang terendah pada berbagai aktifitas seksual adalah sebagai
berikut :

a. Hubungan seksual lewat liang dubur


b. Hubungan seksual lewat liang vagina
c. Kontak dengan menggunakan mulut
d. Hubungan seksual menggunakan kondom
e. Hubungan mulut dengan mulut dan ciumaan mulut dengan kelamin

2. Penularan Melalui Darah :

a. Transmisi melalui tranfusi darah / produk darah


b. Penularan melaluim jarum suntik, pada kelompok penyalahgunaan
narkotik yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril dan bergantian
c. Penularan dapat juga terjadi melalui penerimaan organ, jaringan atau air
meni

3. Penularan Secara Perinatal :

Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan pada bayi yang
dikandungnya. Penularan dari ibu ke bayi terutama terjadi sewaktu proses
melahirkan. Pada proses melahirkan terjadi kontak antara darah ibu dan bayi
sehingga virus HIV dapat masuk tubuh bayi. Walaupun kemungkinan tersebut
kecil, namun bayi juga dapat tertular dari ibu sewaktu didalam kandungan atau
tertular melalui susu ibu ( ASI ) . Dianjurkan agar ibu dengan infeksi HIV tidak
menyusui banyinya, diganti dengan pengganti ASI. Frekuensi penularan dari ibu
ke janin / bayi diperkirakan 20 – 45 %

D. PENILAIAN AWAL PADA PASIEN TERINFEKSI HIV

1. Riwayat Kesehatan
a. Status kesehatan umum
b. Keadaan Umum
c. Riwayat imunisasi
d. Gejala konstitusional
e. Riwayat penyakit infeksi : waktu kecil, saat dewasa, kunjungan ke
dokter sebelumnya, perawatan di rumah sakit (dimana dan kapan)
f. Riwayat tranfusi darah .

2. Riwayat ketergantungan obat dan zat adiktif :


Terapi :
a. Dokter resep
b. Yang dibeli sendiri
c. Terapi alternatif

Obat – obat perangsang / bius :


a. Intra vena / injeksi
b. Obat lain – lain
c. Mitra yang rentan

3. Riwayat Merokok
4. Riwayat kecanduan alkohol
5. Riwayat perilaku seksual dan kontrasepsi :
a. Praktek seksual (heteroseksual, homoseksual, biseksual)
b. Penyakit menular melalui seks (PMS)
c. Mitra yang rentan
d. Pemakaian kontrasepsi

6. Resiko untuk mendapatkan infeksi oportunistik tertentu :


a. Riwayat perjalanan (dalam negeri, luar negeri)
b. Riwayat domisili, sekarang ataupun sebelumnya
c. Riwayat pekerjaan
d. Hoby/ kegiatan yang digemari
e. Status infeksi tuberculosis (TB) : riwayat vaksinasi BCG, kontak
dengan TB, hasil tes tuberculin dan / foto toraks
f. Hewan peliharaan kucing tidak berhubungan dengan serokonversi
antibodi toksoplasma.
7. Riwayat infeksi hepatitis viral dan tipehepatitis dimasa lalu
8. Pemeriksaan fisik lengkap
a. Catatan berat dan tinggi badan
b. Pemeriksaan funduskopi dan pemeriksaan rongga mulut dengan teliti.
c. Pemeriksaan dermatologik yang meliputi daerah punggung dan
ekstrimitas (tangan dan kaki)
d. Pemeriksaan semua lokasi kelenjar limfe : postoksipital, preaurikular,
servikal, submandibular, supraklavikular, aksilar, epitrakheal, inguinal
(ukur pembesaran dan catat bila teraba atau catat sebagai negatif bila
tidak teraba)
e. Pemeriksaan rectal/ genital yang meliputi pemeriksaan dan papsmear
untuk wanita, pemeriksaan adanya herppleks perinatal/ genital. Pap
smear harus diulang setiap 6 bulan
9. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Pemeriksaan laboratorium dasar :
1) Pemeriksaan darah lengkap, termasuk hitung jenis
2) Tes fungsi ginjal : BUN, Kreatinin
3) Tes fungsi hati : Bilirubin serum, SGOT, SGPT , alkali
fosfarase
4) Pemeriksaan enzim LDH untuk deteksi infeksi oportunistik
b. Menentukan tahap infeksi Jumlah CD4 atau presentase limfosit
c. Pemeriksaan tambahan :
1) PPD 5 TUU dengan kontrol
2) Foto thoraks
3) VDRL atau RPR
4) IgG anti toksoplasma
5) HbsAg / Anti Hbs / HbcAg, bila ada indikasi
6) Anti – HCV (bila perlu)

10. Perawatan kesehatan awal :


a. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE) untuk mengurangi resiko
paparan HIV
b. Rehabilitasi untuk pengguna obat – obatan/penggunaan jarum suntik/
pertukaran jarum suntik yang lebih aman
c. Penghentian merokok
d. Pemberitahuan kepada mitra
e. Konseling KB
f. Dukungan psikososial
g. Imunisasi :
1) Vaksin Hepatitis B (bila tersedia) pada pasien dewasa muda
atau pemakai obat bius intra vena
2) Vaksin HIB (Haemophilus influinzael Bordetella partussis)
3) Perawatan gigi dan mulut

h. Perawatan gigi dan mulut


E. PENERIMAAN PENDERITA AIDS DI RUMAH SAKIT

1. Poli klinik / IGD :


Penderita AIDS yang datang dengan/ tanpa surat rujukan dapat diterima di
semua bidang pelayanan medik, sesuai dengan penyakit oportunistik yang
dideritanya seperti, bagian penyakit dalam, saraf, kulit, kebidanan dan lain –
lain. Bila penderita dinyatakan harus dirawat, dan punya riwayat HIV positif
dirujuk ke RSDK

2. Rawat Inap, jika dalam perjalanan penyakit oportunistik tersebut baru


diketahui HIV positif saat dirawat inap, maka segera perlakukan perawatan
isolasi (R. Vincentius)

Prosedur Rujukan :

1. Antar rumah sakit :

Persetujuan pengiriman penderita dapat melalui surat rujukan :

Saat pengiriman penderita harus disertai :


a. Dokumen / dat penderita
b. Daftar petunjuk tindakan yang perlu dilakukan selama dalam
perjalanan.
c. Alat dan bahan yang diperlukan
d. Tenaga pengantar / pendamping
e. Jenis transportasi yang digunakan

F. PENATALAKSANAAN PASIEN AIDS DI RUANG PERAWATAN

Didalam merawat pasien dengan infeksi AIDS secara umum tidak dibedakan
dengan pasien lain, dengan fasilitas yang sama, termasuk kamar mandi dan WC .

Persiapan – persiapan :

1. Disediakan ruangan tersendiri bila penderita meninggal, dengan diare berat,


atau terdapat penyebaran kuman patogen dari saluran napas (misalnya
tuberkulosis)
2. Peralatan yang tersedia dalam ruangan ialah :
a. Tempat tidur dalam kamar terbungkus plastik
b. Meja, laci, dan kursi
c. Bantal dan sprei (tertutup plastik)
3. Disediakan meja dan troli di luar ruangan untuk menaruh peralatan :
a. Kantong plastik untuk bahan/material klinik, dengan ditanda “ BAHAN
MENULAR “
b. Sarung tangan (vinyl)
c. Masker
d. Skort (celemek plastik)
4. Disediakan stetoskop, termometer dan sentimeter tersendiri pada setiap
ruangan
5. Peralatan penghisap lendir (disposible) dalam kantong plastik, dan oksigen
yang menempel pada dinding
6. Disediakan peralatan untuk pengambilan darah (torquet, dan lain – lain) pada
setiap ruangan
7. Disediakan urinal – pan serta fasilitas toilet yang tersendiri dan memadai
untuk tiap ruangan
8. Disediakan larutan resiquard sesuai ketentuan untuk dekontaminasi peralatan
kedokteran yang dipakai. Atau bila ada larutan kalium hipoklorit 1 % , larutan
klorheksiden 0,5 % atau alkohol 70 %
9. Pasien AIDS dengan diare perlu kemudahan fasilitas toilet
10. Botol penghisap/penampung lendir, bila mungkin dianjurkan yang disposibel.
11. Disediakan tempat penampung benda tajam dari bahan plastik tahan tembus
yang disposible , dan bak sampah.
12. Disediakan 2 pasang kacamata pelindung (seluruh sisinya menempel rapat
pada kulit sekitar mata). Satu pasang untuk kamar pembersihan (tempat
mencuci dan mempersiapkan alat – alat), dan satu pasang lainnya
dipergunakan ketika melakukan tindakan / prosedur invasif
13. Disediakan bak khusus untuk bahan linen. Dan bak sampah plastik berwarna
kuning untuk kotoran (sampah)
14. Tidak perlu disediakan pisau dan piring yang disposible
15. Disediakan wastafel dengan kran khusus / kran siku
16. Ciran desinfektans untuk cuci tangan (chlorheksidin 0,5 %)

1. Asuhana keperawatan HIV/ AIDS Dewasa dengan Penyakit penyerta


Asuhan keperawatan bagi pasien HIV/ AIDS beserta penyakit yang menyertainya
sama saja dengan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada pasien lainnya.
Oleh karenanya semua perawat/ bidan serta petugas kesehatan lainnya yang
berkepentingan harus memiliki ketrampilan yang memadai dalam memberikan
asuhan keperawatan harus diterapkan secara bertanggung jawab. Sebagai tambahan,
semua gejala dan tanda penyakit yang berhubungan dengan infeksi HIV akan mudah
dikenali oleh para perawat tersebut oleh karena tingkat pengetahuan dan pengalaman
mereka dalam memberikan asuhan keperwatan kepada pasien dengan penyakit
kronis dan progresif lainnya.

Hampir semua pasien HIV/ AIDS akan berkembang menjadi AIDS disertai
penyakit penyerta lainnya. Kecepatan perkembangan penyakit tersebut tergantung
dari jenis virus dan kondisi masing – masing pasien. HIV menginfeksi kedua jaringan
saraf, baik pusat maupun perifer sejak awal perkembangan penyakitnya dan sering
menimbulkan masalah neurologik dan psikiatrik. Seiring dengan perkembangan
infeksi HIV dan penurunan derajat imunitas seseorang maka pasien cenderung untuk
mendapatkan infeksi opportunistik dan kondisi patologik lainnya. Infeksi memiliki
sistem imunitas yang rendah.

Infeksi oportunistik yang sering terjadi adalah :


a. Tuberkulosis
b. Pneumonia, biasanya pneumonia Pneumocystis carinii
c. Infeksi Jamur berulang dikulit mulut dan tenggorokan
d. Infeksi Gastrointestinal (Cryptosporidiosis)
e. Diare kronis dengan penurunan berat badan
f. Infeksi Neurologik (Cryptococcal, atau meningitis sub - akut)
g. Sarkoma kaposi
h. Demam tanpa sebab yang jelas
i. Kelainan neurologist
Banyak pasien dewasa yang menampakkan gejala penyakit yang berhubungan
dengan HIV tidak menyadari status serologi mereka dan sering kali belum pernah
menjalani tes HIV. Alasan untuk tidak melakukan tes adalah : ketakutan , stigma,
atau faktor psikologi lainnya, tidak tersedia sarana pemeriksaan , atau tidak
tersedianya pelayanan konseling dan tes HIV

Dugaan terhadap infeksi HIV dapat didasarkan atas salah satu temuan klinis atau
faktor resiko yang diketahui mempunyai kaitan erat dengan infeksi – HIV / AIDS ,
yang terungkap pada saat anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama.
Diagnosis infeksi HIV harus berdasarkan atas pemeriksaan laboratorium

Untuk keperluan Surveilans epidemiologi AIDS di Indonesia digunakan definisi


kasus sebagai berikut :

DEFINISI KASUS DEWASA

Seorang dewasa ( > 2 tahun ) dianggap AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif
dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang – kurangnya didapatkan 2
gejala mayor yang berkaitan dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV

Gejala Mayor :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia / HIV ensefalopati

Gejala Minor :

1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


2. Dermatitis generalisata
3. Adanya herpes zoster multi segmental dan herpes zoster berulang
4. Kandidiasis orofaringeal
5. Herpes Simpleks kronis progesif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8. Retinitis virus sitomegalo

Bila tidak tersedia sarana tes HIV maka, bila ada salah satu tanda gejala dibawah
ini, dilaporkan sebagai kasus AIDS, walaupun tanpa pemeriksaan laboratorium :
1. Sarkoma kaposi
2. Pneumonia yang mengancam jiwa dan berulang
2. Asuhan Keperawatan bagi ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS ) dengan infeksi
Oportunistik
Asuhan keperawatanbagi ODHA sama saja dengan asuhan keperawatan
bagi pasein dengan penyakit lain. Semua prinsip asuhan keperawatan harus
dijalankansecara bertanggung jawab, termasuk penerapan kewaspadaan
universl standar.

3. Pengendalian Infeksi

Dalam pengendalian infeksi penerapan kewaspadaan universal merupakan


hal yang sangat mendasar dalam asuhan keperawatan bagi setiap pasien tanpa
memandang status infeksinya . Kewaspadaan universal harus merupakan
kegiatan rutin. Perlu dilakukan penyediaan bahan dan alat yang cukup,
pengawasan serta pemantauan untuk memastikan penerapan kewaspadaan
universal tersebut.

Setiap perawat secara pribadi harus menjaga hygiene perorangan, selalu


mencuci tangan dengan benar sebelum dan seseudah merawat ODHA. Selain
itu perlu diperhatikan bahwa semua linen dan peralatan kesehatan telah
melalui proses dekontaminasi, pencucian dan desinfeksi dengan baik dan
benar. Limbah dipilah dan dikelola sesuai dengan peraturan . Hindari kontak
dengan darah dan cairan tubuh lain, cuci tangan segera telah menangani benda
yang tercemar.

Semua perawat harus memahami dan menerapkan kewaspadaan universal


bagi semua pasien, setiap saat dan dimana saja, tanpa memandang status
infeksi pasien, diamping itu diperlukan ketrampilan klinis dan ketrampilan
berkomunikasi yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan.
Perawat juga harus benar – benar mempunyai perhatian dan sikap positif
dalam memberikan perawatan dan pengobatan pasien, yang dimulai dan
memberikan dukungan, sampai dengan perawatan terminal demi perawat dan
pengobatan yang efektif.

Rumah sakit merupakan tempat ODHA mendapatkan pertolongan bila


penyakit berlanjut ke tahap AIDS, sedangkan perawatan di rumah merupakan
kesinambungan dari perawatan di rumah sakit atau sarana kesehatan lain .

a. Ruang Perawatan

Secara umum ODHA yang dirawat di rumah sakit tidak perlu


diisolasi. Isolasi dilakukan dengan pertimbangan dengan pertimbangan
tertentu misalnya diare yang berat atau keadaan lain yang menyebabkan
perlunya isolasi demi kebaikan pasien maupun rumah sakit. ODHA
dirawat dalam kamar dengan tata ruang seperti pasien penyakit infeksi
lainnya dan kelas disesuaikan dengan kemampuan pasien.
b. Peralatan
Linen, alat makan, alat kedokteran dipersiapkan seperti pasein
infeksi lainnya. Alat – alat pelindung seperti sarung tangan, masker, baju
pelindung, topi dan sepatu khusus dipersiapkan dan digunakan sesuai
kebutuhan.

c. Tenaga
Tenaga kesehatan untuk merawat ODHA tidak dipersiapkan atau
dipilih secara khusus, namun perlu mendapat pelatihan sehingga
diharapkan mereka mampu menerapkan kewaspadaan universal dengan
baik dan sudah memahami tentang infeksi HIV/AIDS

d. Pembersihan
Linen yang tercemar dengan darah atau cairan tubuh lainnya
dipisahkan dengan linen lainnya dan dimasukkan kedalam tempat
tertutup misalnya kantong plastik untuk selanjutnya dibawa ketempat
pencucian. Sebelum dicuci, linen yang tercemar dengan darah atau
cairan tubuh lainnya didekontaminasi dahulu dengan larutan klorin 0, 5
% sselama 10 – 15 menit .
Pencucian alat makan dilakukan seperti biasa yaitu memakai deterjen
dan air mengalir. Untuk pembersihan ruangan dan kamar mandi
digunakan klorin 0, 5 % . Semua tempat sampah dilapisi plastik agar
mudah diangkat ketempat pembuangan atau insenerator.

e. Makanan
Makanan untuk ODHA tidak ada yang khusus tetapi harus
disesuaikan dengan kondisinya.

f. Pemulangan
Bila kondisi ODHA membaik setelah dirawat, maka keluarga harus
siap menerimanya dan merawatnya di rumah, untuk itu keluarga harus
dipersiapkan sebelumnya. Bila keadaan tidak memungkinkan maka
dapat diupayakan untuk bekerjasama dengan LSM peduli AIDS

g. Pemberian Obat
Sampai saati ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan AIDS
atau membunuh virus HIV namun sudah ditemukan bebrapa obat
antietroviral yang dapat menghambat perkembanganbiakan HIV. Selama
belum ada obat yang efektif dan terjangau oleh masyarakat, maka
pengobatan terutama ditujukan untuk penyakit penyertanya dengan
tujuan mempertahankan kualitas hidup ODHA sebagai anggota keluarga
dalam hal pengobatan tidak hanya dalam pengadaan obat saja tetapi
harus juga terlibat dalam pemberian obat. Disamping itu keluarga juga
perlu memahami efek samping obat dan cara penanganan darurat yang
sederhana.
Peranan keluarga dalam perawatan ODHA di rumah selain dalam hal
pengobatan juga membantu kebutuhan sehari – hari baik secara moral
maupun materi.
Hal – hal yang perlu dipahami oleh keluarga ODHA sebagai berikut

1) Cara membantu ODHA dalam keadaan darurat


2) Makanan atau Diet yang sesuai
3) Kegiatan olah raga yang boleh dilakukan ODHA
4) Waktu untuk pemeriksaan selanjutnya atau kontrol ke Dokter
5) Rekreasi untuk mengurangi stres atau kejenuhan
6) Hal – hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ODHA
7) Mengingatkan ODHA agar selalu menjaga kebersihan diri
termasuk memelihara kebersihan / kesehatan gigi dan mulut
setiap hari.
8) Keteraturan dan kepatuhan minum obat.

4. Asuhan Keperawatan Anak dengan HIV


Menurut perkiraan WHO / UNAIDS pada akhir tahun 2001 di seluruh dunia
terdapat 2, 7 juta anak dari 5 tahun hidup dengan HIV/ AIDS, 800.000 diantaranya
merupakan infeksi baru, sedangkan kematian pada tahun yang sama mencapai
540.000

a. Cara Penularan Pada Bayi dan Anak

Penularan dari ibu ke anak :


1) Dari ibu ke anak dalam kandungan (antepartum)
2) Selama persalinana (intrapartum)
3) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (Postpartum)
4) Bayi tertular melalui pemberian air susu ibu (Postpartum)

Penularan melalui darah :


1) Tranfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV
2) Penggunaan alat yang tidak steril disarana pelayanan kesehatan
3) Penggunaaan alat yang tidak steril dilayanan kesehatan tradisional misalnya
sirkum sisi, tindik dan sebagainya.

Penularan melalui hubungan seks :


1) Pelecehan seksual pada anak
2) Pelacuran anak

b. Perjalanan Infeksi HIV pada Bayi dan Anak

Perkembangan penyakit dari kebanyakan anak yang terinfeksi HIV terjadi


pada tahun pertama setelah kelahiran dan memiliki mortalitas yang tinggi.
Pengobatan ARV berdasarkan penelitian mutakir, menyebabkan peningkatan
yang pesat dalam hal ketahanan dan kualitas hidup anak – anak tersebut.
c. Gejala Infeksi HIV pada Bayi dan Anak
Gejala dan tanda yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang terinfeksi
HIV adalah :

1. Penurunan berat badan


2. Diare kronik
3. Gagal tumbuh kembang
4. Candidiasis orofaringeal yang sering kambuh dan biasanya merupakan tanda
yang muncul pertama pada infeksi HIV
5. Demam

Anak dengan infeksi HIV lebih sering menderita infeksi lain . Keadaan yang
biasanya mudah teratasi seperti, demam, diare, dermatitis, cenderung lebih sulit
diatasi, lebih berat dan dapat mengancam jiwa. Sering dijumpai pembesaran
kelenjar getah bening dan hati. Infeksi oportunistik timbul bersamaan dengan
menurunnya imunitas, dan kebanyakan dari anak tersebut juga menunjukkan
gangguan neurologis, seperti keterlambatan perkembangan mental atau mendapat
infeksi otak.

d. Diagnosis AIDS pada Bayi dan Anak

Pada ibu yang terinfeksi, antibodi terhadap HIV secara pasif ditransfer kepada
janin melewati plasenta selama kehamilan . Antibodi tersebut dapat bertahan dalam
tubuh bayi sampai ia 4 berumur 18 bulan. Oleh karenanya, dalam masa tersebut,
bila pada pemeriksaan darah bayi didapatkan antibodi HIV, hal itu belum berarti
bahwa bayi tersebut telah terinfeksi.

Dugaan terhadap resiko infeksi HIV dapat didasarkan atas salah satu temuan
klinis atau faktor rtresiko yang diketahui mempunyai kaitan erat dengan infeksi
HIV, seperti dibawah ini yang terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang seksama. Diagnosis infeksi HIV harus didasarkan atas pemeriksaan
laboratorium sesuai dengan setiap perkiraan. Untuk keperluan jenis surveilans
epidemiologi AIDS di Indonesia digunakan definisi kasus sebagai berikut :

DEFINISI KASUS ANAK

1) Anak umur lebih dari 18 bulan, menunjukkkan tes HIV yang positif, dan sekurang
– kurangnya didapat 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dibawah ini dengan ibu
HIV positif, dan gejala tersebut bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.
2) Anak umur 18 bulan atau kurang, ditemukan 2 gejala mayor yang berkaitan dan 2
gejala minor dengan ibu yang HIV positif. Gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.

a. Gejala mayor
1) Berat badan menurun atau gagal tumbuh
2) Diare terus menerus atau berulang dalam waktu lebih dari 1 bulan
3) Demam terus menerus atau berulang dalam waktu lebih dari 1 bulan
4) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah atau menetap
b. Gejala Minor
1) Limfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali
2) Kandididasis oral
3) Infeksi bakteri dan / atau virus berulang
4) Batuk kronis
5) Dermatitis yang luas
6) Ensefalitis

5. Asuhan Keperawatan bagi bayi dan anak dengan penyakit yang berkaitan dengan
infeksi HIV

Sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan HIV disebabkan oleh infeksi
biasa, yang dapat dicegah dan diobati di rumah atau Puskesmas. Namun seringkali
penyakit tersebut pada anak dengan HIV berlangsung lebih lama, dan bereaksi lebih
lambat terhadap pengobatan standar . Dianjurkan untuk mengikuti pedoman dibawah
ini dalam tatalaksana bayi/ anak dan dalam rangka memberikan konseling kepada ibu
atau pengasuhnya.

a. Pertahanan Status Gizi

Mempertahankan status gizi yang lahir dari ibu dengan HIV adalah sangat
penting.

Disebagian besar negara berkembang, ibu – ibu dengan HIV tetap menyusui
banyinya. Namun oleh karena diketahui bahwa HIV dapat ditularkan melaluio air
susu ibu, maka kebiasaan tersebut harus diubah.

Dibeberapa negara , bayi dari ibu dengan HIV diberikan susu pengganti ASI.
Susu pengganti (PASi) perlu dijamin keamanan dan kecukupannya, juga
ketersediaan air bersih ,sarana serta kemampuan untuk merebus air dan
mensterilkan alat perlengkapannya. Namun di masyarakat yang memiliki
keterbatasan sumber daya tersebut, resiko bayi untuk meninggal akibat tidak
mendapat ASI akan lebih besar dibandingkan dengan resiko bayi yang tertular
HIV di daerah yang tersedia ARV (anti retroviral), dianjurkan untuk mengganti
ASI dengan PASI. Para petugas kesehatan dianjurkan untuk mengacu pada
kebijakan daerah setempat dengan mempertimbangkan faktor – faktor seperti
dikemukakan diatas.

Untuk mengetahui status gizi, harus dilakukan pemantauan berat badan secara
teratur setiap bulan . Bila ada gangguan pertumbuhan , harus segera dicari
penyebabnya.

b. Tangani Infeksi Secara Dini

Seorang bayi yang terinfeksi HIV memiliki imunitas yang rendah terhadap
infeksi biasa, dan menunjukkan gejala lebih lama dan lebih berat.

Biasanya juga memberikan respon pengobatan yang lebih lambat serta mudah
timbul komplikasi berat.
Oleh karenanya seorang ibu mengindap HIV harus dianjurkan untuk
membawa banyinya berobat secepatnya bila menampakkan gejala penyakit
infeksi.

6. Asuhan Keperawatan Dasar pada Anak dengan Infeksi Oportunistik


Pada dasarnya asuhan keperawatan anak HIV dengan infeksi oportunistik sama
saja dengan pasein anak lainnya.

a. Kualitas Hidup Anak

Tidak semua anak dari ibu dengan HIV positif akan terinfeksi HIV dan
beberapa diantaranya yang terinfeksi akan mengalami masa simtomatis pada
bulan – bulan pertama kehidupannya . Sebagian lagi dapat hidup bertahun –
tahun tanpa memberikan gejala sakit. Semua pihak harus berupaya agar anak
dapat hidup dalam kondisi senormal mungkin.

b. Pengendalian Infeksi

Kaidah kewaspadaan universal harus diterapkan secara konsisten. Hygiene


perorangan dari semua yang merawat, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
pasien. Semua linen, popok dan semua alat harus dicuci dengan baik dengan air
dan sabun. Limbah / sampah dibakar dengan incenerator.

G. PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

Kewaspadaan universal merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus


diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu , untuk
mengurangi resiko infeksi yang ditularkan melalui darah.

Kewaspadaan universal meluputi hal – hal sebagai berikut :

1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan
tindakan atau perawatan
2. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan seperti misalnya :
sarung tangan, gaun pelindung, celemek, masker, kacamata pelindung untuk
setiap kontak langsung dengan cairan tubuh lain
3. Pengelolaan dan pembuangan alat tajam dengan hati – hati
4. Pengelolaan limbah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh dengan aman.
5. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi
desinfeksi dan sterilisasi dengan benar.
6. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar.

HIV dan infeksi lain yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis B dan
hepatitis C, memiliki peluang untuk menular disarana pelayanan kesehatan dari pasien
ke petugas kesehatan, dari pasein, ke pasien, atau dari petugas kesehatan kepada
pasein. HIV pernah ditemukan pada darah, air mani, sekret vagina dan serviks, urin,
dan feses, sekret luka, air ludah , air mata, air susu dan cairan serebrospinal, cairan
amnion, cairan sinovia, dan cairan perikardial. HIV juga kemungkinan dapat
ditemukan dalam cairan tubuh yang lain terutama yang jelas tercampur dengan darah .
Namun demikian, sampai saat ini hanya darah yang diketahui sebagai mediator
penularan HIV di sarana kesehatan. Resiko penularan HIV tersebut dan penyakit lain
yang ditularkan melalui darah tergantung dari perilaku para petugas kesehatan,
prevalensi penyakitnya, serta berat ringannya pajanan.

Resiko penularan HIV akibat kecelakaan kerja pada petugas kesehatan adalah
sangat rendah (0,3 %). Kebanyakan dari kasus itu berkaitan dengan tusuk jarum yang
telah dipakai pasien dengan HIV. Penularan dari pasein ke pasien terutama
diakibatkan oleh alat kesehatan yang tercemar yang tidak didesinfeksi secara baik
atau kurang memadai dan melalui tranfusi darah

Peranan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan resiko penularan HIV adalah


sangat rendah bahkan boleh dikatakan tidak ada, oleh karenanya pemeriksaan
laboratorium secara rutin untuk mengetahui status serologi para petugas kesehatan
laboratorium secara rutin untuk mengetahui status serologi para petugas kesehatan
tidakl;ah dianjurkan sebagian besar petugas serologi dengan HIV positif tertular
melalui huybungan seks dan sebagian kecil melalui penggunaan narkotika suntikan,
tranfusi darah, tindakan invasif, termasuk cangkok organ tubuh pajanan akibat
kecelakaan kerja .

Menurunkan resiko penularan ditempat kerja dapat dilakukan dengan

1. Memahami dan selalu menerapkan kewaspadaan universal setiap saat kepada


semua pasein, disemua tempat pelayanan atau ruang perawtan, tanpa
memandang status infeksi paseinnya.
2. Menghindari tranfusi , suntikan, jahitan, dan tindakan invasif lain yang tidak
perlu, seperti misalnya episiotomi dan tindakan operatif lain yang tidak jelas
indikasinya.
3. Mengupayakan ketersediaan sarana agar dapat selalu menerapkan
pengendalian infeksi secara standar, meskipun dalam batasan keterbatasan
sumber daya.
4. Mematuhi kebijakan dan pedoman yang sesuai tentang penggunaan bahan dan
alat secara baik dan benar, pedoman pendidikan dan pelatihan serta supervisi’
5. Menilai dan menekan resiko melalui pengawasan yang teratur disarana
pelayanan kesehatan

H. RESIKO PENULARAN HIV DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

HIV dapat ditularkan melalui berbagai cara sebagai berikut :

1. Kepada Pasein :

Melalui alat kesehatan yang tercemar yang dipakai ulang tanpa


didesinfeksi atau disterilisasi secara memadai, tranfusi dengan donor HIV
positif, cangkok kulit, cangkok organ, dan melalui kontak dengan darah atau
cairan tubuh lain dari petugas kesehatan yang HIV positif.

2. Kepada Petugas Kesehatan

Perlukaan kulit oleh karena tusukan jarum atau alat tajam lainnya yang
telah tercemar dengan darah atau cairan tubuh HIV positif, pajanan pada kulit
yang luka dan percikan darah atau cairan yang mengenai selaput mukosa
mulut, hidung atau mata.

I. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN KERJA YANG AMAN


Lingkungan kerja dimana pelayanan kesehatan diberikan tidak saja
mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan , namun juga keselamatan dan
kesejahteraan petugas kesehatan itu sendiri.

Upaya untuk mendukung dan meningkatkan lingkungan kerja yang aman meliputi :

1. Pendidikan petugas tentang resiko kerja, cara pencegahan infeksi HIV, tata car
pelaporan pajanan
2. Penyediaan alat pelindung seperti sarung tangan, pelindung wajah, gaun
pelindung, celemek kedap cairan dan alat pelindung yang lain
3. Penyediaan wadah tahan tusukan
4. Mempertahankan jumlah staf yang memadai
5. Menjamin bahwa kewaspadaan universl stres, diskriminasi dan kejenuhan
6. Memberikan konseling paska pajana, pengobatan, tidak lanjut dan perawatan
7. Menerapkan upaya untuk mengurangi stres, diskriminasi dan kejenuhan
8. Mengatur waktu kerja dan membimbing petugas yang belum berpengalaman
9. Memberikan petunjuk tentang pelayanan kesehatan, yang dilakukan dan didukung
yang dapt diberikan pada petugas kesehatan dengan HIV positif.
10. Alokasi tugas yang fleksibel kepada petugas kesehatan dengan HIV, positif dan
memperkerjakannya secara optimal
11. Antisipasi terhadap mereka tergantung pada kondisi, kebutuhan pekerjaan dan
kebutuhan mereka untuk melindungi diri dari infeksi lain seperti tuberkulosis
12. Membantu menyelesaikan masalah penempatan yang seringkali pelik bagi petugas
kesehatan yang terinfeksi HIV

Sering kali pada keadaan sumber daya sangat terbatas, sulit untuk memenuhi
segala persyaratan diatas. Namun usaha ke arah tersebut merupakan tanggung jawab
para perawat dan bidan, petugas kesehatan yang lain serta pimpinan. Upaya
pencegahan akan sulit dilaksanakan apabila bahan dan alat pelindung tidak selalu
tersedia. Oleh karena itu harus ditentukan prioritas , dan harus dicari alternatif yang
lebih murah.
Pada saat ini, meskipun bahan dan alat selalu tersedia, penerapan kewaspadaan
universal sangat dipengaruhi oleh kebijakan pimpinan, perilaku petugas kesehatan,
sikap dan kelengkapan tenaga. Pelatihan ulang kewaspadaan universal bagi seluruh
petugas kesehatan di rumah sakit sangat dianjurkan. Pencegahan pajanan HIV akibat
kerja juga meliputi kegiatan untuk mengurangi resiko seperti :

1. Kepada Pasein :

Melalui alat kesehatan yang tercemar yang dipakai ulang tanpa didesinfeksi
atau distrilisasi secara memadai, tranfusi dengan donor HIV positif, cangkok
kulit, cangkok organ, dan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain
dari petugas kesehatanyang HIV positif
2. Kepada Petugas Kesehatan

Perlukaan kulit oleh karena tusukan jarum atau alat tajam lainnya yang telah
tercemar dengan darah atau cairan tubuh HIV positif, pajanan pada kulit yang
luka dan percikan darah atau cairan tubuh yang mengenai selaput mukosa
mulut, hidung atau mata

I. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN KERJA YANG AMAN

Lingkungan kerja dimana pelayanan kesehatan diberikan tidak saja


mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan , namun juga keselamatan dann
kesejahteraan petugas kesehatan itu sendiri.

Upaya untuk mendukung dan meningkatkan lingkungan kerja yang aman meliputi:

1. Pendidikan petugas tentang resiko kerja, cara pencegahan infeksi HIV, tata
cara pelaporan pajanan
2. Penyediaan alat pelindung seperti sarung tangan, pelindung wajah, gaun
pelindung, celemek kedap cairan dan alat pelindung yang lain
3. Penyediaan wadah tahan tusukan
4. Mempertahankan jumlah staf yang memadai
5. Menjamin bahwa kewaspadaan universal diterapkan, terpantau dan dievaluasi
6. Memberikan konseling paska pajanan, pengobatan, tindak lanjut dan
perawatan
7. Menerapkan upaya untuk mengurangi stress, diskriminasi dan kejenuhan
8. Mengatur waktu kerja dan membimbing petugas yang belum berpengalaman.
9. Memberikan petunjuk tentang kesehatan, yang dilakukan dan didukung yang
dapat diberikan pada petugas kesehatan dengan HIV positif.
10. Alokasi tugas yang fleksibel kepada petugas kesehatan dengan HIV, positif
dan memperkerjakannya secara optimal
11. Antisipasi terhadap mereka tergantung pada kondisi kebutuhan pekerjaan, dan
kebutuhan mereka untuk melindungi diri dari infeksi lain seperti tuberkulosis.
12. Membantu menyelesaikan masalah penempatan yang sering kali pelik bagi
petugas kesehatan yang terinfeksi HIV

Seringkali pada keadaan sumber daya sangat terbatas, sulit untuk memenuhi
segala persyaratan diatas.Namun usaha ke arah tersebut merupakan tnaggung
jawab para perawat dan bidan, petugas kesehatan yang lain serta pimpinan. Upaya
pencegahan akan sulit dilaksanakan apabila bahan dan alat pelindung tidak selalu
tersedia. Oleh karena itu harus ditentukan prioritas , dan dicari alternatif yang
lebih murah.

Pada saat ini, meskipun bahan dan alat selalu tersedia, penerapankewaspadaan
universal sangat dipengaruhi oleh kebijakan pimpinan, perilaku petugas kesehatan
, sikap dan kelengkapan tenaga. Pelatihan ulang kewaspadaan universal bagi
seluruh petugas kesehatan di rumah sakit sangat dianjurkan Pencegahan pajanan
HIV akibat kerja juga meliputi kegiatan untuk mengurangi resiko seperti :
1. Menerapkan kewaspadaan universal
2. Mengenakan sarung tangan pakai ulang atau sarung tangan rumah tangga
ketika membuang alat tajam
3. Menjalankan tata laksana atau teknik yang aman, seperti membuang jarum
suntik, tanpa menutupnya kembali, atau menutup jarum bekas pakai dengan
cara satu tangan, menggunakan kateter hidung dan alat resusitasi lain yang
steril, menggunakan pakaian kerja persalinan , dan tidak menggunakan
gunting episiotomi untuk memotong tali pusat.
4. Mengusahakan ketersediaan desinfektans dan bahan pembersihan lain yang
sesuai
5. Melakukan sterilisasi alat secara benar
6. Menutup luka atau lecet dikulit.

J. PENGELOLAAN DAN PEMBUANGAN ALAT TAJAM DENGAN HATI – HATI


DAN AMAN.

Penyebab utama penularan HIV adalah melalui kecelakaan kerja misalnya


tertusuk jarum atau tercemar. Perlukaan alat tajam yang mengakibatkan terjadinya
penularan HIV, biasanya oleh karena tusukan dalam dari jarum yang berlubang.
Tusukan seperti tersebut seringkali terjadi pada saat menutupkan kembali jarum
tersebut, dicuci , dibuang secara tidak benar.

Meskipun selalu dianjurkan sedapat mungkin untuk tidak menutup jarum bekas
pakai, namun kadang – kadang diperlukan. Dalam keadaan tersebut maka dianjurkan
untuk menutup jarum dengan cara ungkitan satu tangan

Caranya, letakkan tutup jarum diatas permukaan yang keras dan rata, dan jauhkan
tangan darinya. Pegang semprit dengan satu tangan, gunakan ujung jarum untuk
mengungkit tutupnya . Setelah seluruh jarum tertutup baru pakai satu tangan yang lain
untuk mengencangkan tutupnya

Wadah tahan tusukan harus tersedia untuk menempatkan jarum atau alat tajam
bekas yang akan dibuang. Banyak benda yang dapat digunakan sebagi wadah
tersebut, seperti misalnya kaleng tertutup, botol plastik yang tebal, katak karton yang
tebal . Semua benda tersebut dapat dibakar dalam incenerator, atau sebagai alat untuk
membawa keionsinerator. Bila wadah sudah sudah terisi tiga perempat bagian harus
segera dibuang dan jangan lupa untuk mengenakan sarung tangan rumah tangga yang
tebal saat mengosongkan atau membawa benda – benda tajam tersebut. Bila tidak
dapat membakar wadah alat tajam tersebut maka dapat dikubur dalam lubang yang
cukup dalam. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, tingkatkan kehati – hatian pada
saat menggunakan seperti misalnya mengenakan sarung tangan, letakkan wadah
pembuangan alat tajam didekat tempat penggunaannya , jangan pernah membuang
alat tajam ke alat tajam didekat tempat penggunaannya , jangan pernah membuang
alat tajam ke tempat sampah biasa dan jauhkan alat tajam dari jangkauan anak – anak
K. PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN BEKAS PAKAI

Pencucian dengan sabun dan air setelah sebelumnya direndam dengan larutan
klorin 0,5 % selama 10 menit dapat mengurangi sejumlah besar mikroorganisme yang
ada dalam jumlah besar. Semua alat tersebut harus dilepas dan dipisahkan sebelum
melakukan pembersihan. Sarung tangan, gaun, celemek dan pelindung wajah harus
dikenakan bila diperkirakan akan terjadi percikan pada saat pembersihan alat.

L. STERILISASI DAN DESINFEKSI

Semua bentuk dan cara sterilisasi dapat membunuh HIV. Cara sterilisasi yang
direkomendasikan adalah sterilisasi uap bertekanan (otoklaf atau pressure cooker)
atau panas kering seperti oven. Desinfeksi biasanya mampu menginaktifikasi HIV.
Dua cara desinfeksi yang swing dipakai adalah perbusan dan desinfeksi kimiawi. Pada
perebusan alat harus dibersihkan dahulu dan direbus dengan air mendidih selama 20
menit dan semakin tinggi dengan ketinggian air laut, semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk merebus.Desinfeksi kimiawi tidak sebaik perebusan. Namun
desinfeksi kimiawi dapat dipakai pada alat – alat yang tidak tahan panas, atau bila
cara lain tidak dimungkinkan. Peralatan harus dilepas atau diurai satu sama lain,
dibersihkan dan ditiriskan dengan sebaik – baiknya . bahan kimia yang mampu
membunuh HIV diantaranya adalah bahan yang mengandung Klorin (seperti yang
terdapat pada bahan pemutih), glutaraldehid 2 % , dan etil atau isopropil alkohol 70 %

M. PENCUCIAN DAN PEMBERSIHAN


Air panas dan deterjen dipakai sebagai bahan pembersih sehari – hari untuk lantai,
tempat tidur, toilet , dinding, dan alas laci atau meja dari karet. Tumpahan atau
percikan darah atau cairan tubuh dibersihkan dengan bahan yang menyerap yang
kemudian dibuang ke dalam kantong sampah medis yang kedap air dan akhirnya
dibakar di (insnerator atau dikubur dalam lubang yang cukup dalam dan mutlakharus
mengenakan sarung tangan. Didaerah tumpahan tersebut didesinfeksi dengan larutan
klorin, kemudian dibilas dengan air dan sabun hingga bersih.

Linen tercemar harus dikelola sedemikian rupa dengan sedikit mungkin kontak
dengan tangan. Segera masukkan kedalam kantong kedap air ditempat dia digunakan
tanpa harus dipilah ditempat pelayanan pasien. Sedapat mungkin linen yang tercemar
berat dengan darah atau cairan tubuh harus dimasukkan kedalam kantong kedap air,
bila tidak tersedia kantong kedap air maka linen dilipat dengan bagian tercemar
berada dibagian sebelah dalam dan kenakan sarung tangan.

N. PEMBUANGAN LIMBAH TERCEMAR DARAH DAN CAIRAN TUBUH

Semua limbah padat yang tercemar darah, cairan tubuh, spesimen laboratorium,
jaringan tubuh harus ditempatkan dalam kantong yang kedap air dan tidak bocor,
kemudian dibakar. Limbah cair harus dibuang melalui sistem pengelolaan limbah cair
atau dibuang ke dalam kakus.

Penerapan kewaspadaan universal selengkapnya mengikuti penerapan


kewaspadaan universal yang berlaku.
O. PENATALAKSANAAN JENASAH

Dalam merawat jenazah, kewaspadaan universal harus diterapkan tanpa melihat


status infeksi seseorang, dengan memperhatikan budaya dan agama yang dianut
keluarga, guna mencegah penularan lebih lanjut kepada yang menanganinya.
Kewaspadaan universal diterapkan pada semua jenazah, sejak dari ruang rawat,
pemindahan ke ruang jenazah, saat memandikan jenazah baik disarana kesehatan
maupun di rumah, dan seterusnya . Kegiatan ini meliputi cuci tangan, pemakaian alat
lindung yang sesuai, penampungan dan pembuangan limbah, pengelolaan alat
kesehatan / alat tajam bekas pakai, lionen tercemar dan sebagainya.

Agar tidak menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan perlu komunikasi ,
informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai hal tersebut.

1. Tindakan di Ruangan
a. Luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut
b. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang
c. Setiap luka harus diplester rapat
d. Tutup semua lubang tubuh dengan plester kedap air.
e. Membersihkan jenasah
f. Pasang label identitas pada kaki
g. Keluarga / teman diberi kesempatan untuk melihat jenasah
h. Masukkan jenasah ke dalam kantong plastik khusus kemudian pasang
label “ MENULAR “
i. Jenasah dikirim ke kamar jenasah

2. Tindakan di Kamar Jenasah


a. Jenasah dimandikan oleh petugas kamar jenasah yang terlatih,
selanjutnya dibungkus kain kafan atau pembungkus lain sesuai dengan
kepercayaan / agamanya, dan dimasukkan ke dalam kantong plastik
khusus kemudian dipasang label “ MENULAR “
b. Jenasah yang sudah dalam kantong plastik khusu tidak boleh dibuka
c. Jenasah tidak boleh dibalsam, disuntik untuk pengawetan dan autopsi
d. Dalam hal – hal tertentu, autopsi hanya dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit.
BAB XI

SURVEILANS
INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSU SANTO YUSUP BORO

A. PENDAHULUAN

Kegiatan surveilans epidemiologi merupakan komponen penunjang penting dalam


setiap program pengendalian infeksi nosokomial. Informasi epidemiologi yang dihasilkan
berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan
maupun pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan surveilans yang baik dan benar dapat
dibuktikan bahwa program dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Studi di AS menunjukkan bahwa program pengendalian infeksi nosokomial (PIN)


dengan kegiatan surveilans mampu menurunkan kejadian infeksi nosokomial sebanyak 32
% , sedangkan program pengendalian infeksi nosokomial tanpa surveilans kejadian
infeksi nosokomial meningkat 18 %. Oleh karena itu Rumah Sakit St. Elisabeth, selain
menerapkan cara pencegahan infeksi nosokomial yang benar dan tersedianaya sarana (alat
dan bahan) yang memenuhi standar minimal, kegiatan surveilans juga dilakukan dalam
program pengendalian infeksi nosokomial

Pedoman ini memuat pedoman umum kegiatan surveilans beserta contoh – contohnya
sehingga memudahkan Panitia PPI – RS melaksanakan surveilans.

Definisi surveilans infeksi nosokomial adalah pengamat yang sistematik, analisis dan
interpretasi yang terus menerus dari data evaluasi suatu tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan masyarakat , yang didiseminasikan secara berkla kepada pihak – pihak
yang memerlukannya

B. TUJUAN & KEGUNAAN SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

1. Menurunkan Resiko Infeksi Nosokomial


a. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial di rumah
sakit
b. Sebagai sistem kewaspadaan dini dalam mengidentifikasikan kejadian luar biasa
(KLB)
c. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat
dipakai sebagai sarana mengindentifikasi terjadinya malpraktek
d. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalaian infeksi
nosokomial
e. Meyakinkan para klinis tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan
f. Memenuhi standar pelayanan rumah sakit (sebagai suatu tolak ukur akreditasi)

Suatu surveilans harus ditinjau secara berkala untuk menyesuaikan dengan situasi,
kondisi dan kebutuhan yang berubah.
Perubahan – perubahan yang mungkin terjadi tersebut meliputi :

a. Adanya infeksi baru


b. Perubahan kelompok populasi pasien, misalnya diperlukan pernerapan cara
intervensi medis lain yang beresiko tinggi
c. Perubahan pola kuman penyakit, serta perubahan pola resistensi kuman terhadap
antibiotika

Pengumpulan dan analisis data surveilans harus dilakukan dan terkait dengan suatu
pencegahan

2. Menurunkan Angka Infeksi Spesifik di Rumah Sakit

Tujuan terpenting dari surveilans infeksi nosokomial adalah menurunkan resiko


terjadinya infeksi nosokomial. Untuk mencapai tujuan ini, maka penentuan tujuan
spesifik surveilans ini harus didasarkan atas cara penggunaan data, sumber daya
manusia dan dana yang tersedia untuk itu. Tujuan spesifik surveilans ini dapat
berorientasi pada “ out come “ ataupun pada prose.

Tujuan spesifik surveilans berorientasi outcome adalah kegiatan yang ditujukan


pada pemantauan angka infeksi nosokomial (insidens atau pravalens)

Tujuan spesifik surveilans berorientasi proses adalah kegiatan surveilans yang


ditujukan pada pemantauan kegiatan/upaya pengendalaian (cara cuci tangan,
pemasangan infus, pemasangan kateter ketersediaan alat, dana dan sebagainya).

Meskipun ada banyak macam tujuan surveilans yang sahih, tujuan akhirnya
adalah mencapai tujuan outcome, yaitu menurunkan laju infeksi, angka kesakitan,
angka mortalitas dan biaya

3. Mendapatkan Data Dasar Endemik

Pada dasarnya data surveilans infeksi nosokomial digunakan untuk


mengkuantifikasikan rate dasar infeksi nodokomial yang endemis.
Meskipun 91 % dari rumah sakit dilaporkan menggunakan data surveilans untuk
menentukan angka laju endemik, namun pengumpulan data saja tidak mempengaruhi
resiko infeksi jika tidak disertai dengan upaya pencegahan infeksi yang memadai.
Dengan demikian kegiatan surveilans akan sia – sia belaka bahkan selain mahal juga
sangat tidak memuaskan semua pihak

4. Mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB)

Bila angka endemik telah diketahui maka kita dapat mengenali bila terjadi suatu
penyimpangan dari angka dasar tersebut, yang kadang mencerminkan suatu kejadian
luar biasa (“ outbreak “) infeksi nosokomial. Untuk mengenali adanya penyimpangan
angka laju infeksi sehingga dapat menetapkan bahwa kejadian tersebut merupakan
kejadian luar biasa, maka sangat diperlukan ketrampilan khusus dari pada petugas
kesehatan yang bertanggung jawab.
Tanpa adanya ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan tidak
ada gunanya dan kejadian luar biasa akan lewat demikian saja.

5. Menyakinkan Petugas Medis

Salah satu tantangan dari sutu program pengendalian infeksi adalah menyakinkan
tenaga medis atau tenaga kesehatan yang lain untuk menerapkan pencegahan infeksi
yang dianjurkan seperti halnya kewaspadaan universal

Pengetahuan yang didapat dari kepustakaan hanya efektif pada perilaku mereka
apabila ditunjang oleh informasi spesifik yang nyata mereka hadapi dan mereka
percaya.

Data surveilans dipercaya dan dijadikan sebagai pedoman bila diolah secara baik
dan profesional serta diinformasikan secara rutin dengan cara yang menarik kepada
pihak terkait.

Umpan balik mengenai informasi itu biasanya sangat efektif dalam mengiring
tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial dengan
menerapkan kewaspadaan universal dalam pekerjaan sehari – hari.

6. Mengevaluasi Sistem Pengendalian


Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans dan
upaya pencegahan atau pengendalian telah dijlankan , maka masih diperlukan
surveilans secara berkesinmabungan guna menyakinkan bahwa permasalahan yang ada
benar – benar telah terkendali. Dengan pemantauan yang terus menerus, maka suatu
upaya pengendalian yang nampaknya rasional kadang akhirnya dapat diketahui bahwa
ternyata tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh bahwa perawatan meatus setiap hari
untuk mencegah infeksi nosokomial saluran kemih yang nampak rasional, namun data
surveilans menunjukkan bahwa tidak ada manfaatnya

7. Memenuhi Persyaratan Administrasi (misalnya, akreditasi)

Dengan adanya peraturan yang mengharuskan rumah sakit melakukan surveilans


infeksi nosokomial sebagai persyaratan untuk mendapatkan akreditasi, maka seringkali
dat surveilans hanya dipakai untuk memenuhi peraturan tersebut.

Pengumpulan data surveilans yang semata – mata hanya untuk memuaskan


surveyor yang datang secara berkala, mungkin setiap 3 tahun sekali, adalah suatu
pemborosan sumber daya yang luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada rumah
sakit ataupun tenaga yang ada.

8. Mengantisipasi Tuntutan Malpraktek


Dahulu dikhawatirkan bahwa pengumpulan data surveilans infeksi nosokomial
dapat dipergunakan sebagai bukti untuk menuntut rumah sakit sehubungan dengan
terjadinya infeksi nosokomial. Namun belakangan para ahli hukum dapat menyatakan
bahwa dengan adanya surveilans yang baik membuktikan bahwa rumah sakit telah
berusaha untuk mengendalikan masalah, bukannya menyembunyikan. Ini merupakan
bukti penting untuk melawan tuntutan yang tidak diinginkan. Sebagai tambahan bahwa
rekam medik perorangan yang ada pada Komite PPI – RS adalah merupakan rahasia
jabatan yang tidak dapat dibeberkan didepan pengadilan. Oleh karena itu data
surveilans menjadi lebih lebih banyak membantu dalam melawan tuntutan maal
pratek dan jarang sekali akan memberatkan.

C. PENGERTIAN – PENGERTIAN

1. Surveilans Infeksi Nosokomial :

Pengamatan terus menerus, aktif dan sistematis terhadap kejadian dan


penyebaran infeksi Nosokomial pada suatu populasi serta peristiwa yang
mempengaruhi terjadinya Infeksi Nosokomial (IN)

2. Populasi Berisiko

Populasi yang potensial mendapatkan infeksi, misalnya populasi beresiko


untuk infeski saluran kemih adalah semua pasien dengan karakter yang
bertanggung jawab penuh terhadap pengendlaian fisik nosokomial di rumah sakit.

3. Panitia PPI –RS

Terdiri dari anggota multi disiplin yang diketuai oleh Infection Prevention
Doctor atau Infection Prevention Officer di rumah sakit yang bertanggung jawab
penuh terhadap pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit.

4. Perawat Pengendali Infeksi Nosokomial


(Infection Prevention Control Nurse + IPCN)

Adalah perawat yang merupakan anggota Panitia PPI – RS dan bertanggung


jawab sebagai pelaksana harian pengendalian infeksi nosokomial termasuk
surveilans epidemiologi infeksi nosokomial

5. Kejadian Luar Biasa (KLB) = wabah = epidemik


Timbulnya kejadian penyakit tertentu (misal : insedens ISK) pada area
geografis tertentu (misal : rumah sakit) secara bermakna dan dampak yang nyata
dari insidens normal (endemik) penyakit infeksi tersebut.

6. Endemik

Keadaan dimana suatu penyakit atau penyebab penyakit secara terus menerus
tetap ada pada populasi manusia dalam suatu are geografis tertentu (misal : rumah
sakit)
7. Rate, Ratio, Proporsi

Merupakan ukuran relatif yang digunakan untuk mengukur besarnya


kemungkinan kejadian (morbiditas atau mortalitas) suatu masalah kesehatan
termasuk infeksi nosokomia ;

a. Rate mengukur kemungkinan munculnya suatu kejadian pada populasi


tertentu, misalnya infeksi nosokomial di Ruang Bedah.

Rate :

1) Incedence rate : Ukuran frekuensi kasus baru pada populasi pada


kurun waktu tertentu

2) Prevalence Rate : Ukuran frekuensi kasus baru dan lama pada


Populasi dan kurun waktu tertentu

3) Attack Rate : Sama dengan incidence rate tetapi digunakan


Pada Kejadian luar biasa (wabah) biasanya
dinyatakan dengan persen (%)

4) Mortality Rate : Ukuran frekuensi kematian pada suatu populasi


dan kurun waktu tertentu

5) CRF : Ukuran / proporsi kasus yang meninggal karena


Kondisi tertentu (infeksi nosokomial) pada
populasi dan kurun waktu tertentu (case fatality
rate)
X
6) Rumus : Rate = K
Y

X : Pembilang : Kejadian yang akan diukur (Morbiditas atau


Mortalitas)
Y : Penyebut : Populasi beresiko terhadap kejadian tersebut
K : Konstanta : 100,1.000, 10.000 atau 100.000

b. Ratio

Perbandingan suatu frekuensi kejadian dibandingkan dengan kejadian


yang lain, misalnya incidence rate ILO di Ruang Perawatan Bedah dibanding
dengan incidence rate ILO di Ruang Kebidanan dan Kandungan
X
Rumus : Ratio = 1
Y

X : Pembilang : Jumlah kejadian ( misal : jumlah ILO ) yang timbul\


dari seluruh kejadian infeksi nosokomial pada
populasi dalam kurun waktu tertentu
Y : Penyebut : Frekuensi suatu kejadian yang sama (insidens Ilo)
pada suatu kelompok atau populasi yang berbeda
(Insidens di ILO di Ruang Rawat Kebidanan &
Kandungan)

K : Konstanta : 1

c. Proporsi

Prosentase kejadian dari seluruh jumlah kejadian dari suatu seri data .
X
Rumus : Proporsi = 100
Y

X : Pembilang : Jumlah kejadian (misal : jumlah ILO) yang timbul


dari seluruh kejadian infeksi nosokomial pada populasi
dan kurun waktu tertentu

Y : Penyebut : Jumlah kejadian keseluruhan pada populasi dan kurun


Waktu yang sama (misal : jumlah seluruh penyebab
infeksi nosokomial)

K : Konstanta : 100

D. METODE SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

Menurut metodologinya maka surveilans dapat dikenal beberapa jenis, yaitu :

1. Surveilans Komprehensif
2. Surveilans Selektif
3. Surveilans Infeksi Nosokomial dengan sasaran khusus
4. Surveilans Infeksi Nosokomial terbatas dan periodik
5. Surveilans Infeksi Nosokomial paska rawat

E. PENERAPAN SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

Jenis surveilans Infeksi nosokomial :

1. Identifikasi infeksi nosokomial yang akan diamati rutin melalui kegiatan


surveilans
2. Perencanaan pengumpulan data
3. Pengumpulan data
4. Pengelolaaan & penyajian data
5. Analisis dan interpretasi data
6. Pembuatan laporan & rekomendasi tindak lanjut serta diseminasi informasi
Pada awal pelaksanaan surveilans hendaknya semua langkah diatas
dikerjakan.
Jika surveilans sudah berjalan rutin yang dikerjakan adalah langkah 4 – 6,
namun
bila surveilans tidak berjalan sebagaimana diharapkan perlu ditinjau kembali
metode surveilans yang diterapkan mulai dari langkah pertama.

1. Identitas Masalah Infeksi Nosokomial

Penentuan masalah infeksi nosokomial yang akan diamati rutin melalui kegiatan
surveilans memerlukan waktu. Beberapa sumber yang dapat digunakan untuk
identifikasi masalah infeksi nosokomial tersebut, dapat dilakukan dengan beberapa
cara antara lain berdasarkan :
a. Laporan personil rumah sakit bersangkutan
b. Pengalaman rumah sakit lain
c. Tinjauan literatur
d. Melakukan kajian atau pengumpulan data dasar

Pengumpulan data dasar (tingkat endermisitas) infeksi nosokomial dilakukan


dengan studi retrospektif, prospektif selama kurang tiga bulan atau survei point
prevelence dan lain – lain , yang dilakukan oleh pelaksana surveilans dan anggota
tim lain.

Pengumpulan data dasar dilakukan diseluruh rumah sakit, tetapi untuk


praktisnya dianjurkan untuk mengumpulkan data dasar di ruang perawatan yang
dianngap mempunyai resiko tinggi infeksi Nosokomial misalnya ruang perawatan
bedah, dalam, kebidanan dan kandungan, ICU dan ruang lain yang beresiko infeksi
nosokomial, baik disebabkan jenis pelayanan maupun disebabkan karakteristik
pasien sendiri

Langakah selanjutnya adalah :

a. Menghitung angka infeksi nosokomial (insidens atau prevelence rate ),


misalnya incidence rate ( IR ) infeksi nosokomial di rumah sakit “ XX”
dalam kurun waktu Juni s/ d Agustus 1999, rata – rata = 10 % , dimana
proporsi ILO 35 % , ISK : 35 % , Flebitis 20 % dan Pnemoni : 10 %

b. Menyusun rencana pendanaan program pengendalian infeksi nosokomial


termasuk dana kegiatan surveilans ( alat, bahan , biaya pertemuan dan
insentif pelaksana )

2. Rencana Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dapat menyita banyak waktu karena itu perlu perencanaan
yang hati – hati agar waktu pengumpulan data lebih efektif
a. Menentukan jenis surveilans yang akan dilaksanakan

Setelah mendapat gambaran angka infeksi nosokomial pelaksana


surveilans bersama – sama dengan anggota Tim PIN lain menentukan jenis
surveilans yang akan dilaksanakan dengan membandingkan hasil survei
dengan tinjauan literatur dan pengalaman dari rumah sakit lain yang sudah
berpengalaman

Dasar pertimbangan jenis surveilans :

1) Waktu
2) Tenaga
3) Visi dan Misi Rumah Sakit

b. Dasar pertimbangan pemilihan jenis infeksi nosokomial yang akan diamati


berdasarkan pengukuran relatif untuk menentukan definisi populasi pasien.

Populasi pasien dapat ditentukan berdasarkan :

1) Jenis pelayanan/ ruang rawat ( Bedah , Dalam dan lain – lain )


2) Faktor risiko spesifik ( pasien, dengan operasi bersih, pemasangan
kateter menetap dan lain – lain )
Contoh :

Surveilans rutin untuk seluruh jenis infeksi nosokomial dilakukan di ruang


perawatan tertentu saja misalnya penyakit anak, dalam, bedah serta kebidanan dan
kandungan (Obsgyn) atau secara selektif jenis surveilans dilakukan terhadap infeksi
nosokomial tertentu saja misalnya ILO bersih di beberapa ruang perawatan yang
berisiko ILO bersih

a. Menetapkan definisi infeksi nosokomial yang akan digunakan


b. Menetapkan data spesifik yang akan dikumpulkan
Salah satu tujuan dari pengumpulan data adalah untuk mengukur laju infeksi
(incidence rate) infeksi nosokomial karena itu dibutuhkan 2 jenis data yaitu data
pembilang dan penyebut

Data pembilang

Data pembilang adalah semua pasien yang terkena infeksi nosokomial.

Biasanya informasi minimal yang diperlukan secara rutin adalah :

a. Data demografi : Nama , umur, jenis kelamin, no. RS/ no.


Register ( rekam medik ), ruang perawatan/ jenis pelayanan dan
tanggal / masuk keluar rumah sakit.

b. Jenis/ lokasi anatomi infeksi yang dibutuhkan ditentukan oleh :

c. Tenaga cukup atau tidak


Bila secara rutin data yang diinginkan tidak dapat dikumpulkan , lakukan
pengumpulan data secara periodik atau sewaktu – waktu sebagai suatu survei atau
penelitian. Pada investigasi KLB dapat dikumpulkan data tambahan yang
dibutuhkan untuk mengetahui sumber dan cara penularan

Data tambahan yang dibutuhkan umumnya adalah :

a. Nama ahli bedah


b. Antibiotika yang digunakan
c. Faktor risiko

Data yang tidak akan digunakan jangan dikumpulkan jangan dikumpulkan karena
akan membuang waktu dan tak berguna

Kumpulkan data seminimal mungkin namun mencapai tujuan :

Sumber data :

Sumber primer (utama) yang sering digunakan :

a. Laporan laboratorium mikrobiologi, kurva suhu


b. Catatan pasien, catatan dokter atau perawat (status pasien)
c. Catatan obat
d. Laporan personil rumah sakit lainnya , baik lisan maupun tertulis

Sumber sekunder :

a. Laporan farmasi yang mungkin mengindikasikan adanya infeksi (distribusi


antibiotika)
b. Laporan masuk rumah sakit (diagnosis masuk) yang memberi informasi
adanya infeksi komunitas (masyarakat) atau infeksi nosokomial pada waktu
dirawat dirumah sakit sebelumnya.
c. Laporan pemeriksaan radiologi
d. Laporan pasien setelah pulang (paksa rawat). Laporan ini sulit diperoleh
e. Laporan pemeriksaan mikrobiologi dari sampel lingkungan (tidak
dianjurkan rutin, dilakukan hanya bila ada indikasi)
f. Laporan hasil investigasi atau penelitian

Data Penyebut

Penyebut adalah seluruh pasien yang beresiko infeksi nosokomial. Data


penyebut yang akan dikumpulkan tergantung metode surveilans / jenis infeksi yang
dipilih rumah sakit dan kegunaan data tersebut, misalnya data penyebut untuk
semua jenis infeksi nosokomial di ruang penyakit dalam, sedangkan untuk ILO
bersih data penyebut adalah semua pasien dengan operasi luka bersih.
e. Menentukan Kapan Data Dikumpulkan

Sebaiknya data dikumpulkan saat pasien masih berada di rumah sakit karena
setelah pasien pulang data sulit dikumpulkan , sedangkan frekuensi
pengumpulan data tergantung faktor berikut :

f. Menentukan Siapa Pengumpul Data

Tetapkan kriteria yang dianggap mampu melaksanakan surveilans.

Disiplin manapun yang menjadi pelaksana surveilans tidak masalah yang


penting memenuhi kriteria minimal pengetahuan , ketrampilan maupun sikap
(attitude) sebagai berikut :

1) Patofisiologi infeksi
2) Mikrobiologi
3) Ilmu penyakit dalam & bedah (Medical & Surgical Nursing)
4) Epidemiologi Statistik dasar (deskriptif), Hubungan antar manusia
(interpersonal relationship) yang mampu menyakinkan para
pengambil keputusan di rumah sakit pentingnya pengendalian infeksi
nosokomial dan memotivikasi staf rumah sakit untuk melaksanakan
tindakan pencegahan dan melengkapi catatan (status) pasien dengan
setiap tanda dan gejala infeksi sesuai dengan setiap tanda dan gejala
infeksi sesuai dengan standar profesi masing – masing. Pengalaman di
negara maju suatu pengendalian infeksi nosokomial yang efektif dan
efisien ialah menggunakan perawat sebagai pelaksanan pengendalian
infeksi nosokomial termasuk surveilans, yang disebut Infection
Prevention Control Nurse (IPCN)
a) Tetapkan uraian tugas , peran, fungsi dan tanggung jawab
b) Tetapkan kedudukannya, apakah dibawah Direktorat
Keperawatan baik sebagai jabatan struktural atau fungsional.
Jelaskan hubungan kerjasama dengan ketua Komite PPI –RS dan
anggota lainnya
c) Pelaksana surveilans infeksi nosokomial adalah IPCN, Jika
diperlukan boleh dibantu anggota Panitia PPI – RS yang
menduduki posisi kunci dalam pengendalian infeksi nosokomial
karena sebagai pelaksana surveilans dia memiliki informasi
tentang besarnya masalah lain yang berkaitan dengan kinerja staf
rumah sakit dalam pelaksanaan kewaspadaan universal dan aspek
lain yang berkaitan dengan pencegahan infeksi

g. Formulir Pengumpulan Data

1) Rutin :
Memuat data minimal yang dibutuhkan dan mudah mengisinya
2) KLB
Memuat data tambahan yang dibutuhkan untuk investigasi KLB yakni
yang berkaitan dengan :
a) Sumber penularan
b) Cara penularan
c) Aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan
rantai penularan
d) Bagimana bentuk formulir yang digunakan tidak masalah yang
penting memuat semua data minimal yang dibutuhkan dan praktis
dalam penggunaanya

3. Pengumpulan Data (monitoring)

a. Sumber data
1) Laporan laboratorium
2) Catatan / status pasien
3) Kunjungan pasien
4) Laporan personil rumah sakit

b. Identifikasi / Status Pasien


1. Informasikan ke ruang – ruang terkait tentang pengendalian dan
surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit, jelaskan pentingya
kelengkapan catatan pasien (status) sesuai dengan standar profesi masing
– masing

2. Siapkan buku pedoman surveilan/definisi infeksi nosokomial sebagai


rujukan penentuan infeksi nosokomial

3. Siapkan semua formulir pengumpulan data yang dibutuhkan


a) Daftar isian
b) Check List proses penerpan kewaspadaan universal
c) Buku catatan untuk temuan di ruangan yang berkatan dengan
pengendalian infeksi nosokomial

4. Lakukan kunjungan ruangan


5. Carikan indikasi adanay infeksi nosokomial dengan melakukan telaah /
kajian laporan laboratorium . Dapat pula dilakukan kunjungan
laboratorium untuk mengetahui apakah ada hasil isolasi positif pada
waktu tersebut di ruang perawatan dimana dilakukan kegiatan surveilans

a) Kajian catatan atau status pasien untuk melihat tanda infeksi dan
hasil kultur. Bila ada pasein infeksi nosokomial , catat kapan mulai
terjadi, dan kapan pasien masuk rumah sakit .

b) Jika gejala atau tanggal mulainya tanda infeksi kurang jelas


tanyakan dokter atau perawat pasien yang bersangkutan

c) Kajian catatan obat untuk melihat pasien dengan anti biotika


(kemungkinan infeksi nosokomial)

d) Kajian kurva suhu untuk mengidentifikasi pasien dengan demam


e) Tanyakan pada perawat dan dokter ruangan apakah ada pasien
dengan infeksi .

f) Masalah / kendala pengumpulan data :

1) Status pasien tidak lengkap baik catatan dokter maupun pasien


2) Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan
3) Pemakaian antibiotika antibiotika yang kurang rasional
g) Jika pasien infeksi nosokomial catat pada daftar isian
h) Lakukan pengecekan apakah pasien infeksi nosokomial sebelumnya
(kalau ada) sudah sembuh atau belum
i) Sambil melakukan kunjungan ruangan perhatikan apakah ada staf
baik perawat, dokter maupun keluarga pasien yang tidak melakukan
standar pencegahan infeksi dengan benar jika ada catat pada
formulir check list penerapan prosedur kewaspadaan universal
j) Perhatikan apakah fasilitas / bahan seperti antiseptik, sabun dan lain
– lain tidak digunakan dengan benar
k) Sewaktu – waktu lakukan wawancara/ diskusi dengan perawat
ruangan tentang kesediaan fasilitas untuk tindakan pencegahan
infeksi meliputi kemudahan memperoleh kecukupan persediaan,
kemudahan pemakaian dan kenyamanan informasi di atas penting
untuk perencanaan penyediaan sarana/bahan dan menyusun program
pelatihan bila diperlukan.

4. Pengolahan dan Penyakjian Data

a. Pengolahan Data

Tujuan :
Untuk memberi informasi yang berguna bagi strategi pengendalian infeksi
nosokomial . Disamping itu pengolahan data berguna untuk konsolidasi serta
validasi data, juga memudahkan penyajian data.

Sarana
- Software computer
- Manual, bila tidak ada komputer.

Pemindahan data ke daftar data yang akan diolah

Memilih katagori data yang ada diolah :

Cara :

Lakukan pengelompokan katagori data dalam sumber formulir tabulasi,


jika pengolahan dilakukan secara manual. Jika data diolah dengn data
komputer siapkan software pengolahan data, Pengelompokan data untuk
pengolahan rutin minimal adalah jenis infeksi nosokomial dan ruang
perawatan. Secara berkala dapat dikelompokkan menurut jenis kelamin, umur,
lama hari rawat, pemakaian antibiotika, dan kultur positif, jenis tindakan dan
lain – lain
Dari daftar isian pindahkan data ke formulir tabulasi dengan cara melidi

Menghitung besar masalah infeski Nosokomial

- Total incidence rate infeksi nosokomial :


- Insident ratespesifik :

Untuk menghitung incidence ratespesifik menurut janis infeksi nosokomial


(ILO, ISK, dan lain – lain), terlebih dahulu harus dihitung jumlah pasien
beresiko untuk masing – masing jenis infeksi nosokomial pada bulan yang
sama

- Proporsi infeksi nosokomial menurut jenis :


a. ILO
b. ISK
c. Pneumonia (VAP/ HAP)
d. BSI

b. Penyajian Data

Data perlu disusun dan disajikan dalam berbagai bentuk


Tujuan :

1. Memperhatikan pola infeksi nosokomial dan perubahan yang ada (ternd)


2. Memudahkan analisis dan interpretasi data
3. Penyajian data, perlu memenuhi kriteria tertentu antara lain :
a) Jelas : Menggambarkan apa yang disajikan, kapan dan dimana
b) Sederhana, tidak rumit
c) Menjelaskan diri sendiri (self explanatory)

Contoh penyajian data :

a. Tabel
b. Diagram Balok (batang) dan
c. Diagram kue (pie)

5. Analisis dan Interprestasi Data

Tujuan :
Mendapatkan informasi apakah ada masalah infeksi nosokomial yang
memerlukan penanggulangan atau investigasi lebih lanjut, misalnya terjadi
KLB , caranya :

a. Pembandingan angka infeksi nosokomial ( incidence rate ) untuk


mengidentifikasi adanya penyimpangan dengan cara sebagai berikut :

1) Perhatikan kecenderungan infeksi nosokomial apakah menunjukkan


kenaikan yang cukup tajam atau tidak.
2) Bandingkan incidence rate infeksi nosokomial bulan ini dengan kurun
waktu yang sama pada tahun yang lalu, apakah ada kenaikan yang
cukup bermakna yang perlu mendapat perhatian.
3) Perhatikan dan bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, ruang
perawatan (jenis pelayanan) dan patogen penyebab bila ada
4) Gunakan metode statistik untuk melihat penyimpangan yang
bermakna, namun berdasarkan pengalaman anggota Panitia PPI – RS
khususnya IPCN dan ketua Panitia dapat menggunakan akal sehat
untuk menentukan apakah ada penyimpangan bermakna atau tidak
dengan melihat icidence rate rata – rata pada kurun waktu sebelumnya
(tingkat endemisitas) dan dikonfirmasikan penyimpangan tersebut .
5) Bandingkan incidence rate infeksi nosokomial bulan ini dengan kurun
waktu yang sama pada tahun yang lalu, apakah ada kenaikan yang
cukup bermakna yang perlu mendapat perhatian
6) Bandingkan pula angka yang dipeoleh dengan rumah sakit lain yang
serupa, namun perlu diingat meskipun rumah sakit hampir serupa kelas
dan jenis pelayanannya tetapi mungkin ada perbedaan populasi atau
penerapan definisi nosokomial atau determinan lain yang menyebabkan
perbandingan tidak valid.

b. Identifikasi masalah dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian


infeksi nosokomial

1) Apakah infeksi menyebabkan kematian ?


2) Infeksi terjadi pada lokasi (anatomi) tertentu saja atau disebabkan oleh
patogen tertentu saja
3) Apakah organisme yang diisolasi (kultur) resisten terhadap
antibiotika ?
4) Apakah populasi tertentu rentan terhadap organisme tertentu pula,
misalnya, Ruang perawatan bayi rentan terhadap Salmonella. Ruang
Luka Bakar rentan terhadap Streptococcus grup A ?
5) Adakah indikasi masalah akan lebih meluas ?

c. Interpretasi
Interpretasi yang, dibuat harus menunjukkan informasi tentang
penyimpangan penting. Baik peningkatan atau penurunan. Perlu dijelaskan
sebab - sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi nosokomial
tersebut, sebaiknya peningkatan atau penurunan angka infeksi nosokomial
tersebut, sebaiknya interpretasi dilengkapi dengan data informasi yang
mendukung . Misalnya data yang diperoleh berasal dari sumber terpercaya,
hasil kunjungan ruangan, wawancara dengan perawat/ dokter atau hasil
suatu penyelidik formal.
6. Laporan & Diseminasi Informasi

a. Laporan

1) Laporan dibuat dalam bentuk tabel, grafik atau diagram yang


menunjukkan besarnya masalah infeksi nosokomial (rate, ratio atau
proporsi) yang terjadi dalam kurun waktu pelaporan dengan narasi
singkat.

2) Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut yang disesuaikan


dengan permasalahan yang ada dan disampaikan kepada pihak terkait.

3) IPCN atau anggota Komite PPI – RS lain yang terlibat Pelaksanakan


surveilans, berkewajiban dan berhak membuata Laporan tersebut.

b. Diseminasi Informasi :

1) Sebelum informasi disebarluaskan terlebih dahulu didiskusikan dengan


ketua PANITIA PPI – RS

2) Tujuan utama diseminasi informasi hasil kegiatan surveilans ialah agar


pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan
strategi pengendalian infeksi nosokomial selanjutnya.

Laporan diampaikan pada :

a. Seluruh anggota tim


b. Direktur rumah sakit
c. Seluruh staf rumah sakit
d. Ruang atau unit terkait dengan masalah infeksi nosokomial yang
dilaporkan

3) Cara penyampaian laporan & diseminasi informasi : Lisan dan tertulis


4) Kapan laporan dikirim
Periodik bisa bulanan , tiga bulanan, paling lama 6 bulan atau segera bila
ada KLB

5) Bentuk penyampaian :

a) Lisan dalam pertemuan – pertemuan resmi


b) Laporan tertulis
c) Buletin rumah sakit dimana semua staf rumah sakit dapat membaca
dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA :

1. Ayliffe GAJ and Babb JR. Pocket Reference to Hospital Infection, Science Press,
London, 1995

2. Buku Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan kesehatan, DepKes RI,


Dirjend, Pemberantasan Penyakit Munular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta , 2001

3. Buku Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA, Depkes RI,
Dirjend. Pembrantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan , Jakarta , 2003

4. Buku Pedoman Pengendalian Infeksi, RS. St. Elisabeth, Semarang, 2003

5. Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial, edisi revisi III, badan penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang , 2004

6. Buku Panduan Pencegahan Infeksi untuk fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber
Daya Terbatas, Yayasan Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoKerja sama dengan
JHPIEGO, Jakarta , 2004

7. Buku Pedoman manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan
Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia, Jakarta 2007

8. Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Keshatan lainnya, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2007

9. CDC Website. “ Airborne Precaution , Droplet Precution, Contac Precaution “

10. WHO Website

11. Bahan – bahan Pelatihan Dasar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit,
PERDALIN Pusat , Jakarta , 2009
Lampiran 1 :

Macam Penyakit yang perlu Isolasi Ketat dan Lamanya Isolasi

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 Anthrax, Inhalasi Selama Masa Sakit


2 Luka Bakar Terinfeksi Staphylococcus Aureus Selama Masa Sakit
3 Rubella Sampai 2 kali Biakan Kuman Negatif
4 Diphtheria Selama Masa Sakit
5 Herpes Zoster Selama Masa Sakit
6 Herpes Simpleks Selama Masa Sakit
7 Plaque ( Pes Pneumonia ) Sampai Biakan Kuman Negatif
8 Pneumonia oleh Stapphylococus Aureus Selama Masa Sakit
9 Rabies Selama Masa Masa Sakit
10 Varicella ( Chikenpox ) Sampai Krusta Terkelupas
11 Variola ( Cowpox ) Selama Masa Sakit
12 Penyakit lain yang dinyatakan beresiko
menularnya tinggi

Lampiran 2 :

Macam Penyakit yang Perlu Isolasi Pernapasan dan Lamanya Isolasi

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 Tuberculosis Paru 2 – 3 Minggu setelah Terapi Efektif


2 Meningococcal Meningitis 24 Jam Setelah Terapi Efektif
3 Meningococcemia 24 Jam Setelah Terapi Efektif
4 Mumps 9 Hari setelah timbul pembengkaan
5 Pertusis 7 Hari setelah terapi efektif
6 Rubella ( german Measles ) 5 Hari setelah timbul bercak kulit ( Rash )
7 Rubeola ( Measles ) 5 Hari setelah timbul bercak kulit ( Rash )
Lampiran 3 :

Macam Penyakit yang Perlu Isolasi Protiktif dan Lama Isolasinya

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 HIV/ AIDS Selama Sakit


2 Agranulocytosis Sampai Terjadi Remisi
3 Luka Bakar Luas Sampai Terjadi Proses Penyembuhan Luka
4 Terapi Imuno Supresif Sampai Daya Tahan Tubuh dinyatakan
Baik
5 Lymphoma dan Leukemia Sampai Ada Perbaikan Klinis
6 Dermatitis Luas dan Hebat Sampai terjadi Penyembuhan

Lampiran 4 :

Macam Penyakit Saluran Cerna yang Perlu Perhatian Khusus dan Lamanya

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 Hepatitis Viral ( A, B, Non Spesifik ) Sampai Sembuh


2 Cholera Selama Sakit
3 Thypoid Fever Sampai Biakan Kuman Negatif
4 Gastro Enteritis oleh :
b. Esceria coli Sampai Biakan Kuman Negatif
c. Salmonella Spp Sampai Biakan Kuman Negatif
d. Shinghela Spp Sampai Biakan Kuman Negatif
5 Erterocolitis oleh Stapylococcus Sampai Biakan Kuman Negatif
6 Diare Akut oleh karena infeksi Sampai Biakan Kuman Penyebab
Negatif
Lampiran 5 :

Macam penyakit Luka Infeksi dan Kulit yang Perlu Perhatian Khusus dan Lamanya

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 Gas Gangren ( Clostridium Perfingens ) Selama Sakit


2 Herpes Zoster Selama Sakit
3 Plaque ( Pes ) Sampai Biakan Kuman negatif
4 Sepsis Puerperalis oleh Streptococcus A Sampai 24 Jam setelah Dapat Terapi
efektif
5 Luka bernanah oleh Staphylococcus Aureus Selama Sakit
Atau Streptococcus Grup A

Lampiran 6 :

Macam Penyakit yang Perlu Di Perhatikan Ekskresi Menularnya dan Lamanya

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 Anthrax Kulit Sampai Biakan Kuman Negatif


2 Brucellosis Sampai Nanah Berhenti Keluar
3 Luka Bakar Terinfeksi Smapai Nanah Berhenti Kleuar
4 Conjuctivitis Viral Selama Sakit
5 Gonorrhoe Sampai 24 Jam Terapi Efektif
6 Granuloma Inguinale Selama Sakit
7 Herpes Simpleks Selama Sakit
8 Trachoma Selama Sakit
9 Syphilis Selama Sakit
10 Tuberculosis Ekstra Pulmoner Selama Dahak / Nanah masih Kleuar
11 SARS Hingga Dinyatakan Sembuh
12 Flu Burung Hingga Dinyatakan Sembuh
Lampiran 7 :

Macam Penyakit yang Perlu Di Perhatikan Ekskresi Darahnya dan Lamanya

No Nama Penyakit Lama Isolasi

1 Arthropod – borne viral fever Selama Sakit


2 Hepatitis Viral A, B, atu Non Spesifik Selama Sakit
3 Malaria Selama Sakit
4 HIV / AIDS Selama Sakit
5 SARS Belum Diketahui secara pasti
6 Flu Burung Belum Diketahui secara pasti

Lampiran 8 :

INDIKATOR KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

Permenkes Indikator Persyaratan Ruang Dan Bangunan

No. 986/ Menkes/ Per/ Kesehatan 1. Ruang Bayi


XI/ 1992 Lingkungan Rumah - Ruang Perawatan Minimal 2 m2 per TT
Sakit - Ruang Isolasi Miniumal 3,5 m2 per TT

2. Ruang Dewasa
- Ruang Perawatan Minimal 4,5 m2 per
TT
- Ruang Isolasi Minimal 6 m2 per TT

3. Tingkat Kebersihan Lantai


- Ruang Perawatan 5 – 10 kuman / cm2
- Ruang Operasi 0 – 5 kuman / cm2

4. Tidak ada bau Amoniak dan H2S


5. Kadar Debu tidak melampaui 150 ug/m3
6. Angka Kuman :
- Ruang Perawatan < 700 koloni / m3
udara
- Ruang Operasi < 350 koloni / m3 udara
- Bebas Kuman Patogen ( MRSA )
Lampiran 9 :

CARA MENYIAPKAN LARUTAN KLORINE 0,5 %

Jenis Larutan Kadar KLORINE yang Diinginkan


0,5 % 0,05 - 0, 1 %
( 5 gram/ liter, 5000 ppm ) ( 0,5 gram / liter, 50 – 100 ppm )

Larutan natrium Hipoklorid ( 5 % ) 100 ml / liter 10 – 20 ml/ liter


Larutan Kalsium Hipoklorid ( 70 % ) 7,0 gr / liter 0,7 – 1,4 gr / liter
NaDCC ( 60 % ) 8,5 gr / liter 0,85 – 1,7 gr / liter
NaDCC Tablet ( Presept 1,5 gr ) 4 tbl / liter ½ - 1 tbl / Liter

Lampiran 10 :

Macam Desinfektan dan Antiseptik Ynag Tersedia Di Rumah Sakit

No Nama Pengenceran Keterangan

1 Lysol/ Dettol 1 : 50 ( 20 % ) Cuci tangan dan merendam alat tercemar


2 Savlon 1 : 20 ( 5 % ) Desinfeksi lantai, meja atau permukaan lain
3 Resiguard 1 : 200 Desinfektans alkes kontak 30 menit
4 Alkohol 70 % 1 : 160 Desinfeksi Lantai, meja atau permukaan lain
5 Viorex ( Alkohol + CH ) Sediaan 70 % Alternatif Kebersihan Tangan Umum
6 Zidastat Sediaan Alternatif Kebersihan Tangan Unit Khusus
7 Softanol 70 % Sediaan Alternatif Kebersihan Tangan Laborat
8 Amnios Sediaan Alternatif Kebersihan Tangan Umum
9 Sterald 30 ( GD 3,4 % ) Sediaan DTT Alkes yang akan dipakai kembali
10 Mikrozid AF ( Alkohol 90 Sediaan Gogging / Spray Ruangan
%)
Lampiran 11 :

“ LANGKAH CUCI TANGAN DAN MEMBERSIHKAN TANGAN DENGAN


HANDRUB “

A. Langkah Cuci Tangan


1. Basuh Kedua Tangan Anda Dengan Air Mengalir
2. Tuangkan Sabun secukupnya Kemudian Ratakan Kekedua Telapak Tangan
3. Gosok Punggung Tangan Kiri Dan Sela – sela Jari dengan Tangan Kanan dan
Sebaliknya
4. Gosok Kedua telapak Tangan Dan Sela – Sela Jari
5. Gosok Sisi Dalam dan Luar Jari dengan Cara kedua Tangan Saling Mengunci
6. Gosok Ibu Jari Tangan Kiri Memutar Dengan Menggunakan Tangan Kanan dan
Sebaliknya
7. Gosok Ujung Jari Kanan Pada Telapak Tangan Kiri Memutar dan Sebaliknya
8. Gosok Pergelangan Tangan Kiri dengan Tangan Kanan dan Sebaliknya
9. Bilas Kedua Tangan Dengan Air Mengalir
10. Keringkan Kedua Tangan Dengan Handuk Sekali Pakai atau Tisue
11. Pakailah Handuk atau Tisue yang Habis Digunakan untuk Menutup Kran
12. Lakukan Langkah – langkah tersebut sekitar 40 – 60 detik dan Tangan Anda Aman

B. Langkah Membersihkan Tangan Dengan Handrub Berbasis Alkohol

1. Tuangkan Cairan Handrub Secukupnya Ke Telapak Tangan


2. Ratakan Ke Kedua Telapak Tangan
3. Gosok dan Ratakan Ke Punggung Tangan dan Sela – sela Jari Secara Bergantian
4. Gosok dan Ratakan Sisi Dalam dan Luar Jari dengan Cara Kedua Tangan Saling
Mengunci
5. Gosok dan ratakan Sisi dalam dan Luar Jari dengan Menggunakan Tangan Kanaan
dan Sebaliknya
6. Gosok Ibu Jari tangan Kiri Memutar Dengan Menggunakan Tangan Kanan dan
Sebaliknya
7. Gosok Ujung Jari Kanan Pada Telapak Kanan Kiri Memutar dan Sebaliknya
8. Gosok Pergelangan Tangan Kiri dengan Tangan Kanan dan Sebaliknya
9. Lakukan Langkah – Langkah ini selama 20 – 30 detik dan Tangan Anda Aman
Lampiran 12 :

TINDAKAN PASKA KECELAKAAN TERTUSUK JARUM SUNTIK / ALAT TAJAM BEKAS


Needle Stik Injury (NSI)

1. Jangan panik
2. Segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh yang tertusuk dan cuci dengan
air mengalir menggunakan sabun atau cairan anti septic
3. Laporkan Ke Panitia K3 RS dan Komite PPI – RS
4. Komite PPI – RS akan mengivestigasi status pasien sebagai sumber jarum / alat
tajam bekas pakai tersebut terhadap status HIV, HBV, dan HCV jika tidak diketahui
sumber
5. Petugas yang terkena NSI diperiksa status HIV, HBC, dan HCV jika tidak diketahui
sumber paparannya
6. Bila Sumber Paparan bebas HIV, HBC, HCV, dan Bukan masa inkubasi tidak perlu
tindakan lebih lanjut, tetapi petugas merasa kawatir dapat dilakukan konseling
7. Bila Sumber Paparan pasien positif HIV, HBV, HCV maka petugas kesehatan
tersebut perlu diperiksa dan diberi Anti Retro Viral sesuai ketentuan

Lampiran 13 :

PROFILAKSIS PASKA PAJANAN HIV/ HBV/ HCV

Status Sumber Pajanan


Pajanan Tidak Positif Positif Resiko Regimen
Diketahui Tinggi
Kulit/ Mukosa Tidak Perlu Tidak Perlu Tidak Perlu -
Utuh PPP PPP PPP
Kulit / Mukosa Pertimbangkan Berikan Berikan 1.AZT 300 mg/ 12 Jam
tidak Utuh 2 Obat 2 Obat 2 Obat X 28 HARI
2..3TC 150 mg/ 12 Jam
X 28 hari
Tusukan Benda Berikan Berikan Berikan 1.AZT 300 mg/ 12 Jam
Tajam Solid 2 Obat 2 Obat 3 Obat X 28 HARI
2..3TC 150 mg/ 12 Jam
Tusukan Benda Berikan Berikan Berikan X 28 hari
Tajam Berongga 2 Obat 3 Obat 3 Obat 3.Lop / r 400/ 100 mg
12 Jam x 28 hari

Catatan : Obat ARV mulai diberikan kurang dari 4 jam, Profilaksis diberikan minimal
harus 28 hari, Konseling tetap dilakukan, Tes laboratorium terhadap toksis obat dilakukan,
Monitoring Tes HIV, HBV, HCV diulang setelah 6 minggu , 3bulan dan 6 bulan.
Lampiran 14 :

FORMULIR DETEKSI DINI / LAPORAN KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI


RS. RT. YUSUP BORO KULON PROGO

1. No RM
2. Nama Pasien
3. Umur Pasien ( , 1 Tahun = 1 tahun )
4. Seks 01.Laki-laki 02. Perempuan
5. Tanggal Masuk
6. Bangsal
7. Diagnosa Masuk
8. Tindakan Medis yang dilakukan pada klien, sebutkan :
01. Operasi 05. Pakai O2 / Tracheostomie/ ETT/Ventilator
02. Episiotomi 06. Pasang Infus/Central Vena Line
03. Pasang Cateter/ Suprapublik 07. Lainnya
04. Pasang NGT/ SV

9. Apakah terjadi INOS : 01. Ya 02. Non ILO Stop


10. Tanggal Terdeteksi INOS :
11. Tanggal Tindakan sesuai INOS yang terjadi
12. Jenis INOS : 01. ILO 02. Kotor Kepertanyaan No.
22
13. Bila ILO , Dikamar Operasi mana dikerjakan :
01. KO I Lantai II 06. K. Ganti Balut I Lantai I
02. KO II Lantai II 07. K. Ganti Balut II Lantai I
03. KO III Lantai II 08. K. Endoscopi / Colonoscopi Lantai I
04. KO IV Lantai II 09. Payu Dara
05. Jantung/ Pembuluh Darah 10. Lainnya

14. Jenis operasi ( A ) : 01. Bersih 02. Kotor 03. Bersih Terkontaminasi
15. Jenis operasi ( B ) :

06. Saluran Cerna 06. Saluran Kencing


07. Obsgyn 07. Syaraf / Otak
08. THT 08. Tulang
09. Mata 09. Payu dara
10. Jantung / Pembuluh Darah 10. Lainnya

16. Apakah operasi Melukai / membuka usus : 01. Ya 02. Tidak


17. Lama Operasi
18. Operator
19. Tanda Klinis Infeksi yang Dijumpai :
20. Apakah Dilakukan Ganti Balut : 01. Ya 02. Tidak
21. Dilakukan Ganti Balut Hari ke :
22. Bila Non ILO, Sebutkan :
01. Infeksi Luka Episiotomi 05. Phlebitis / IADP
02. Infeksi Saluran Kencing 06. Sepsis
03. Infeksi Saluran Cerna 07. Infeksi Kulit ( Dekubitus )
04. Infeksi Saluran Napas ( Pneumonia ) 08. Lainnya

23. Kadar Hb Saat Ditegakan INOS ( gr/ dl, decimal )


24. Kadar Albumin Saat Ditegakan INOS
25. Kadar Lekosit Saat Ditegakan INOS
26. Cara Diagnosis INOS
01. Klinis 03. Mikrobiologis
02. Laboratoris 04. Rontgenologis

27. Antibiotika Yang Sudah Diberikan


Tanggal
Lamanya
28. Jenis Pemeriksaan Mikrobiologi
01. Tidak dikerjakan Kepertanyaan 32 03. Mikrobiologis
02. Preparat Apus 04. Preparat Apus dan
Kultur

29. Kuman Yang Tumbuh


30. Peta Antibiotika : Sensitif = V Resisten = X Intermidiate = O
a) Ampicillin i) dibekacin q) Netilmycin
b) Betalactam j) Erythromycin r) Oxacillin
c) Cefepim k) Fosfomycin s) Penicillin
d) Cefoperazon l ) Gatifloxacin t) Sulbenicillin
e) Cefotiam m) Gentamycin u) Tetracyklin
f) Cefirom n ) Imipenem v) Trimet / Sulfa 1/ 19
g) Chlorampenichol o) Meropenem w) Vancomycin
h) Cifrofloxacin p) Moxifloxacin x) ................................
31. Jika Kultur urine, sebutkan Angka Kuman/ ribuan :
32. Lama Perawatan
33. Keadaan waktu pulang : 01. Sembuh 02. Belum sembuh 03.
Meninggal
34. Diagnosa keluar :

Pelapor/ Pengisi Hasil INOS Keterangan


Tanda Tangan
- (negati ± ( Ragu ) + ( Positif )
f)
IPCLN
1. ..............
IPCN
2. Komite PINOK

Anda mungkin juga menyukai