Anda di halaman 1dari 102

INSTRUMEN

SASARAN KESELAMATAN
PASIEN (SKP)
DALAM STARKES 2022

Dr.dr.Sutoto,M.Kes,FISQua
CURICULUM VITAE:
DR.Dr.Sutoto,M.Kes,FISQua
• Ketua Eksekutif KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia),
• PENGALAMAN OTGANISASI:
• Pernah menjabat sebagai: Board Member of ASQua (Asia Society for Quality in
Health Care),Anggota Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kemenkes
R.I. ; Dewan Pembina MKEK IDI Pusat. Dewan Pembina AIPNI PUSAT
• Ketua Perhimpunan Rumah sakit seluruh Indonesia Periode tahun 2009-2012 dan
2012-2015, Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta, Direktur Utama RS Kanker
Dharmais Pusat Kanker Nasional, Direktur RSUD Banyumas, serta Plt Dirjen
Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan R.I thn 2010

• SI dan Dokter Fakultas Kedokteran Univ Diponegoro


• SII Magister Manajemen RS Univ. Gajahmada
• S III Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (Cumlaude)
• Fellowship Internasional ISQua

KARS
STANDAR SKP 1

•Rumah sakit menerapkan


proses untuk menjamin
ketepatan identifikasi
pasien
Maksud dan Tujuan SKP 1
Kesalahan mengidentifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek pelayanan baik diagnosis, proses pengobatan
serta tindakan. Misalnya saat keadaan pasien masih dibius, mengalami disorientasi atau belum sepenuhnya
sadar; adanya kemungkinan pindah tempat tidur, pindah kamar, atau pindah lokasi di dalam rumah sakit; atau
apabila pasien memiliki cacat indra atau rentan terhadap situasi berbeda.
Adapun tujuan dari identifikasi pasien secara benar ini adalah:
a) mengidentifikasi pasien sebagai individu yang akan diberi layanan, tindakan atau pengobatan tertentu secara
tepat.
b) mencocokkan layanan atau perawatan yang akan diberikan dengan pasien yang akan menerima layanan.
Identifikasi pasien dilakukan setidaknya menggunakan minimal 2 (dua) identitas yaitu nama lengkap dan
tanggal lahir/bar code, dan tidak termasuk nomor kamar atau lokasi pasien agar tepat pasien dan tepat
pelayanan sesuai dengan regulasi rumah sakit.
Pasien diidentifikasi menggunakan minimal dua jenis identitas pada saat:
a) melakukan tindakan intervensi/terapi (misalnya pemberian obat, pemberian darah atau produk darah,
melakukan terapi radiasi);
b) melakukan tindakan (misalnya memasang jalur intravena atau hemodialisis);
c) sebelum tindakan diagnostik apa pun (misalnya mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
laboratorium penunjang, atau sebelum melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan radiologi diagnostik);
dan
d) menyajikan makanan pasien.
Rumah sakit memastikan pasien teridentifikasi dengan tepat pada situasi khusus, seperti pada pasien koma
atau pada bayi baru lahir yang tidak segera diberi nama serta identifikasi pasien pada saat terjadi darurat
bencana. Penggunaan dua identitas juga digunakan dalam pelabelan. misalnya, sampel darah dan sampel
patologi, nampan makanan pasien, label ASI yang disimpan untuk bayi yang dirawat di rumah sakit.
Elemen Penilaian SKP 1
a) Rumah sakit telah menetapkan regulasi terkait Sasaran keselamatan pasien meliputi poin 1 – 6 pada
gambaran umum.
b) Rumah sakit telah menerapkan proses identifikasi pasien menggunakan minimal 2 (dua) identitas, dapat
memenuhi tujuan identifikasi pasien dansesuai dengan ketentuan rumah sakit.
c) Pasien telah diidentifikasi menggunakan minimal dua jenis identitasmeliputi poin 1) - 4) dalam maksud dan
tujuan.
d) Rumah sakit memastikan pasien teridentifikasi dengan tepat pada situasikhusus, dan penggunaan label
seperti tercantum dalam maksud dan tujuan.
Elemen Penilaian SKP 1 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah menetapkan R Regulasi tentang penetapan sasaran keselamatan pasien: 10 TL
regulasi terkait Sasaran 1. Mengidentifikasi pasien dengan benar; - -
keselamatan pasien meliputi 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif; 0 TT
p o i n 1 – 6 p a d a ga m b a ra n 3. M e n i n g ka t ka n ke a m a n a n o b a t - o b a t a n ya n g h a r u s
umum. diwaspadai;
4. Memastikan sisi yang benar, prosedur yang benar, pasien
yang benar pada pembedahan/tindakan invasif;
5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh.
2) Rumah sakit telah menerapkan D Bukti pelaksanaan tentang identitas pasien dengan minimal 10 TL
p ro s e s i d e nt i f i ka s i p a s i e n menggunakan 2 (dua) dari 4 (empat)identitas: 5 TS
menggunakan minimal 2 (dua) 1) nama pasien sesuai KTP-el 0 TT
identitas, dapat memenuhi 2) tanggal lahir
tujuan identifikasi pasien dan 3) nomor Rekam Medis
sesuai dengan ketentuan 4) nomor induk kependudukan
rumah sakit. W • Staf unit pelayanan
• Staf klinis
• Pasien/keluarga
Elemen Penilaian SKP 1 Telusur Skor
3) Pasien telah diidentifikasi O Lihat pelaksanaan identifikasi pasien dengan minimal menggunakan 2 (dua) 10 TL
meng gunakan minimal identitas; nama pasien sesuai KTP-el dan tanggal lahir pada saat; 5 TS
dua jenis identitas 1) melakukan tindakan intervensi/terapi (misalnya pemberian obat, 0 TT
meliputi poin 1) - 4) dalam pemberian darah atau produk darah, melakukan terapi radiasi);
maksud dan tujuan. 2) melakukan tindakan (misalnya memasang jalur intravena atau
hemodialisis);
3) sebelum tindakan diagnostik apa pun (misalnya mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium penunjang, atau sebelum
melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan radiologi diagnostik);
dan
4) menyajikan makanan pasien
W
 Staf klinis
S  Pasien/keluarga

• Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien


4) Rumah sakit memastikan D  Bukti pelaksanaan identifikasi pada pasien koma, bayi baru lahir dan 10 TL
pasien teridentifikasi pada saat terjadi darurat bencana 5 TS
dengan tepat pada situasi • Bukti pengunaan label pada sampel darah dan sampel patologi, 0 TT
khusus, dan penggunaan nampan makanan pasien, label ASI yang disimpan untuk bayi yang
label seperti tercantum dirawat
KARS

IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien dalam KTP- el
2. Tanggal lahir
3. Nomer rekam medis
4. N.I.K. Nomer Induk
Kependudukan
• GELANG IDENTITAS
• Biru: Laki Laki
• Pink: Perempuan
• GELANG PENANDA:
• Merah: Alergi
• Kuning: Risiko Jatuh
• Ungu : Do Not Resucitate

10
Sutoto.KARS

11
PASIEN DI IDENTIFIKASI MENGGUNAKAN MINIMAL
DUA JENIS IDENTITAS PADA SAAT:
• a) melakukan tindakan intervensi/terapi (misalnya
pemberian obat, pemberian darah atau produk darah,
melakukan terapi radiasi);
• b) melakukan tindakan (misalnya memasang jalur
intravena atau hemodialisis);
• c) sebelum tindakan diagnostik apa pun (misalnya
mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium penunjang, atau sebelum
melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan
radiologi diagnostik); dan
• d) menyajikan makanan pasien.

KARS
Standar SKP 2

• Rumah sakit menerapkan proses untuk


meningkatkan efektivitas komunikasi
lisan dan/atau telepon di antara para
profesional pemberi asuhan (PPA), proses
pelaporan hasil kritis pada pemeriksaan
diagnostic termasuk POCT dan proses
komunikasi saat serah terima (hand over).

KARS
Maksud dan Tujuan SKP 2
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh
resipien/penerima pesan akan mengurangi potensi terjadinya kesalahan serta meningkatkan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan, tertulis dan elektronik. Komunikasi yang paling banyak
memiliki potensi terjadinya kesalahan adalah pemberian instruksi secara lisan atau melalui telpon, pelaporan
hasil kritis dan saat serah terima.. Latar belakang suara, gangguan, nama obat yang mirip dan
istilah yang tidak umum sering kali menjadi masalah. Metode, formulir dan alat bantu ditetapkan sesuai dengan
jenis komunikasi agar dapat dilakukan secara konsisten dan lengkap.
a) Metode komunikasi saat menerima instruksi melalui telpon adalah: “menulis/menginput ke komputer -
membacakan - konfirmasi kembali” (writedown, read back, confirmation) kepada pemberi instruksi misalnya
kepada DPJP. Konfirmasi harus dilakukan saat itu juga melalui telpon untuk menanyakan apakah “yang
dibacakan” sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan. Sedangkan metode komunikasi saat melaporkan
kondisi pasien kepada DPJP dapat menggunakan metode misalnya Situation -background - assessment -
recommendation (SBAR).
b) Metode komunikasi saat melaporkan nilai kritis pemeriksaan diagnostik melalui telpon juga dapat dengan:
“menulis/menginput ke komputer - membacakan - konfirmasi kembali” (writedown, read back). Hasil kritis
didefinisikan sebagai varian dari rentang normal yang menunjukkan adanya kondisi patofisiologis yang berisiko
tinggi atau mengancam nyawa, yang dianggap gawat atau darurat, dan mungkin memerlukan tindakan medis
segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Hasil kritis dapat dijumpai
pada pemeriksaan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Rumah sakit menentukan mekanisme pelaporan
hasil kritis di rawat jalan dan rawat inap. Pemeriksaan diagnostik mencakup semua pemeriksaan seperti
laboratorium, pencitraan/radiologi, diagnostik jantung juga pada hasil pemeriksaan yang dilakukan di tempat
tidur pasien (point-of-care testing (POCT).
Pada pasien rawat inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan melalui perawat yang akan meneruskan laporan
kepada DPJP yang meminta pemeriksaan. Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari 30 menit
sejak hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit pemeriksaan penunjang diagnostik.
c) Metode komunikasi saat serah terima distandarisasi pada jenis serah terima yang sama misalnya serah
terima antar ruangan di rawat inap. Untuk jenis serah terima yang berbeda maka dapat menggunakan
metode, formulir dan alat yang berbeda. Misalnya serah terima dari IGD ke ruang rawat inap dapat berbeda
dengan serah terima dari kamar operasi ke unit intensif;
Jenis serah terima (handover) di dalam rumah sakit dapat mencakup:
a) antara PPA (misalnya, antar dokter, dari dokter ke perawat, antar perawat, dan seterusnya);
b) antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit (misalnya saat pasien dipindahkan dari ruang
perawatan intensif ke ruang perawatan atau dari instalasi gawat darurat ke ruang operasi; dan
c) dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti radiologi atau fisioterapi.
Formulir serah terima antara PPA, tidak perlu dimasukkan ke dalam rekam medis. Namun demikian, rumah
sakit harus memastikan bahwa proses serah terima telah dilakukan. misalnya PPA mencatat serah terima telah
dilakukan dan kepada siapa tanggung jawab pelayanan diserahterimakan, kemudian dapat dibubuhkan tanda
tangan, tanggal dan waktu pencatatan).

Elemen Penilaian SKP 2


a) Rumah sakit telah menerapkan komunikasi saat menerima instruksi melalui telepon: menulis/menginput ke
komputer – membacakan – konfirmasi kembali” (writedown, read back, confirmation dan SBAR saat
melaporkan kondisi pasien kepada DPJP serta di dokumentasikan dalam rekam medik.
b) Rumah sakit telah menerapkan komunikasi saat pelaporan hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnostic
melalui telepon: menulis/menginput ke komputer – membacakan – konfirmasi kembali” (writedown, read
back, confirmation dan di dokumentasikan dalam rekam medik.
c) Rumah sakit telah menerapkan komunikasi saat serah terima sesuai dengan jenis serah terima meliputi poin
1) - 3) dalam maksud dan tujuan.
Elemen Penilaian SKP 2 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah menerapkan komunikasi D Bukti dokumen the read-back process 10 TL
saat menerima instruksi melalui telepon:  Bukti pesan melalui lewat telpon 5 TS
menulis/menginput ke komputer - ditulis lengkap, dibaca ulang oleh 0 TT
m e m b a c a k a n - ko n f i r m a s i ke m b a l i ” penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh
(writedown, read back, confirmation dan pemberi pesan(tulbakon).
SBAR saat melaporkan kondisi pasien  B u k t i d o ku m e n t a s i p e l a k s a n a a n
kepada DPJP serta di dokumentasikan pelaporan dengan metode SBAR
dalam rekam medik.
 DPJP
W
 PPJA/Staf Perawat
 Staf klinis lainnya

Peragaan proses penerimaan pesan


S
secara verbal atau verbal lewat
telpon
Elemen Penilaian SKP 2 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah menerapkan D Bukti dokumen berupa; 10 TL
komunikasi saat pelaporan hasil 1) Hasil nilai kritis yang dilaporkan 5 TS
kritis pemeriksaan penunjang 2) Pencatatan pesan yang disampaikan pada penyampaian hasil 0 TT
diagnostic melalui telepon: pemeriksaaan diagnostik, dan bukti konfirmasi
menulis/menginput ke komputer – • DPJP
membacakan – konfirmasi kembali” W  PPJA/Staf Perawat
(writedown, read back, confirmation  Staf klinis lainnya
d a n d i d o ku m e nta s i ka n d a l a m
rekam medik. Peragaan penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik
S
2) Rumah sakit telah menerapkan D Bukti formulir serah terima, memuat alat, metode serah terima 10 TL
komunikasi saat serah terima sesuai pasien (operan/hand over); 5 TS
dengan jenis serah terima meliputi 1) antara PPA 0 TT
poin 1) - 3) dalam maksud dan 2) antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit
tujuan. 3) dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik
seperti radiologi atau fisioterapi.
W DPJP
 PPJA/Staf Perawat
 Staf klinis lainnya
KOMUNIKASI DIANGGAP
EFEKTIF BILA:

• TEPAT WAKTU,
• AKURAT,
• LENGKAP,
• JELAS, DAN
• DIPAHAMI OLEH
RESIPIEN/PENERIMA PESAN
Dr DPJP

LAPORAN KONDISI PASIEN TERKINI


(dapat dgn SBAR/ISOBAR.SOAP)
Memberikan Instruksi
pengobatan/tindakan

The read- back process


(TULBAKON)

Dr Jaga/Perawat
SUTOTO KARS
22

(TULBAKON)
 ISI PERINTAH
1. Tulis Lengkap  NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
2. Baca Ulang- Eja untuk 
PEMBERI PERINTAH
NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
NORUM/LASA PENERIMA PERINTAH

3. Konfirmasilisan dan tanda  TANGGAL DAN JAM

tangan

Sutoto.KARS
CONTOH FORMULIR CATATAN LENGKAP PERINTAH LISAN/MELALUI
TELEPON/PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KRITIS

• Identitas PasIen

NO TGL/ ISI PERINTAH NAMA NAMA PELAKSANA KETERANGAN


PENERIMA PEMBERI PERINTAH
JAM
PERINTAH PERINTAH (NAMA DAN
(TANDA (TANDA TANDA
TANGAN) TANGAN) TANGAN)

Sutoto.KARS 23
CONTOH KEBIJAKAN PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KRITIS
• Proses pelaporan hasil pemeriksaan/tes dikembangkan RS untuk
pengelolaan hasil kritis dari tes diagnostik untuk menyediakan
pedoman bagi para praktisi untuk meminta dan menerima hasil
tes pada keadaan gawat darurat.
• Pada pasien rawat inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan
melalui perawat yang akan meneruskan laporan kepada DPJP
yang meminta pemeriksaan.
• Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari 30
menit sejak hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit
pemeriksaan penunjang diagnostik.

Sutoto.KARS 24
CONTOH HASIL PEMERIKSAAN KRITIS LAB YANG WAJIB DILAPORKAN SEGERA
SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN
(HAND OVER)
• a) antara PPA (misalnya, antar dokter, dari
dokter ke perawat, antar perawat, dan
seterusnya);
• b) antara unit perawatan yang berbeda di
dalam rumah sakit (misalnya saat pasien
dipindahkan dari ruang perawatan intensif
ke ruang perawatan atau dari instalasi
gawat darurat ke ruang operasi; dan
• c) dari ruang perawatan pasien ke unit
layanan diagnostik seperti radiologi atau
fisioterapi.
METODA SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN
1. TERTULIS (WRITTEN)
2. VERBAL
3. DIREKAM (RECORDED)
4. DI SAMPING PASIEN (BEDSITE)
CONTOH BERBAGAI FORMULIR SERAH TERIMA (HAND OVER)
SBAR
A Communication Technique for Today's Healthcare Professional

qSBAR is a standardized way of communicating. It


promotes patient safety because it helps individuals
communicate with each other with a shared set of
expectations.
qIt improves efficiency and accuracy.
qSBAR stands for:
qSituation
qBackground
qAssessment
qRecommendation

Sutoto.KARS 30
SBAR
SBAR
A Communication Technique for Today's Healthcare Professional

I INTRODUCTION INDIVIDU YANG TERLIBAT DALAM HANDOFF


MEMPERKENALKAN DIRI, PERAN DAN TUGAS ,
PROFESI
S SITUATION KOMPLAIN, DIAGNOSIS, RENCANA PERAWATAN
DAN KEINGINAN DAN KEBUTUHAN PASIEN

B BACKGROUND TANDA-TANDA VITAL, STATUS MENTAL , DAFTAR


OBAT-OBATAN DAN HASIL LAB
A ASSESSMENT PENILAIAN SITUASI SAAT INI OLEH PROVIDER
R REKOMENDATION MENGIDENTIFIKASI HASIL LAB YG TERTUNDA DAN
APA YANG PERLU DILAKUKAN SELAMA BEBERAPA
JAM BERIKUTNYA DAN REKOMENDASI LAIN
UNTUK PERAWATAN
Q/A QUESTION N KESEMPATAN BAGI TANYA-JAWAB DALAM
ANSWER PROSES HANDOFF
MENINGKATKAN
KEAMANAN OBAT YANG
PERLU DIWASPADAI (HIGH
ALERT MEDICATIONS)

• Standar SKP 3

• Rumah sakit menerapkan


proses untuk meningkatkan
keamanan penggunaan obat
yang memerlukan
kewaspadaan tinggi (high alert
medication) termasuk obat Look
- Alike Sound Alike (LASA).
Maksud dan Tujuan SKP 3 dan SKP 3.1
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obatobatan yang memiliki risiko
menyebabkan cedera serius pada pasien jika digunakan dengan tidak tepat.
Obat high alert mencakup:
a) Obat risiko tinggi, yaitu obat dengan zat aktif yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan bila terjadi
kesalahan (error) dalam penggunaannya (contoh: insulin, heparin atau sitostatika).
b) Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike/LASA)
c) Elektrolit konsentrat contoh: kalium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 1 mEq/ml, natrium
klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi dengan konsentrasi sama atau lebih
dari 50%
Rumah sakit harus menetapkan dan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko dan cedera akibat kesalahan
penggunaan obat high alert, antara lain: penataan penyimpanan, pelabelan yang jelas, penerapan double
checking, pembatasan akses, penerapan panduan penggunaan obat high alert.
Rumah sakit perlu membuat daftar obat-obatan berisiko tinggi berdasarkan pola penggunaan obat-obatan yang
berisiko dari data internalnya sendiri tentang laporan inisiden keselamatan pasien. Daftar ini sebaiknya
diperbarui setiap tahun. Daftar ini dapat diperbarui secara sementara jika ada penambahan atau
perubahan pada layanan rumah sakit.
Obat dengan nama dan rupa yang mirip (look-alike/sound-alike, LASA) adalah obat yang memiliki tampilan dan
nama yang serupa dengan obat lain, baik saat ditulis maupun diucapkan secara lisan. Obat dengan kemasan
serupa (lookalike packaging) adalah obat dengan wadah atau kemasan yang mirip dengan obat lainnya. Obat-
obatan yang berisiko terjadinya kesalahan terkait LASA, atau obat dengan kemasan produk yang serupa, dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan pengobatan yang berpotensi cedera. Terdapat banyak nama obat yang
terdengar serupa dengan nama obat lainnya, sebagai contoh, dopamin dan dobutamin
Hal lain yang sering dimasukkan dalam isu keamanan obat adalah kesalahan dalam pemberian elektrolit
konsentrat yang tidak disengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 1 mEq/ml atau yang lebih
pekat), kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih
pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini dapat terjadi
apabila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak
diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat
darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah
dengan menerapkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk penyimpanan elektrolit
konsentrat di unit farmasi di rumah sakit.
Penyimpanan elektrolit konsentrat di luar Instalasi Farmasi diperbolehkan hanya dalam situasi klinis yang
berisiko dan harus memenuhi persyaratan yaitu staf yang dapat mengakes dan memberikan elektrolit
konsentrat adalah staf yang kompeten dan terlatih, disimpan terpisah dari obat lain, diberikan pelabelan secara
jelas, lengkap dengan peringatan kewaspadaan.
Elemen Penilaian SKP 3.1
a) Rumah sakit menerapkan proses penyimpanan elektrolit konsentrat tertentu hanya di Instalasi Farmasi,
kecuali di unit pelayanan dengan pertimbangan klinis untuk mengurangi risiko dan cedera pada penggunaan
elektrolit konsentrat.
b) Penyimpanan elektrolit konsentrat di luar Instalasi Farmasi diperbolehkan hanya dalam untuk situasi yang
ditentukan sesuai dalam maksud dan tujuan.
c) Rumah sakit menetapkan dan menerapkan protokol koreksi hipokalemia, hiponatremia, hipofosfatemia.
Elemen Penilaian SKP 3 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit menetapkan R Regulasi tentang daftar obat yang perlu diwaspadai. Sesuai regulasi 10 TL
daftar obat kewaspadaan RS 5 TS
tinggi (High Alert) termasuk Daftar disusun berdasarkan kelompok 0 TT
obat Look -Alike Sound Alike  Obat berisiko tinggi (High Risk (misal obat sitostatika, dll)
(LASA).  Obat LASA/Norum
O  Elektrolit konsentrasi tinggi
Lihat pelaksanaan penggunaan daftar obat di unit terkait
• PPA
W
 Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)
 Staf klinis

2) Rumah sakit menerapkan D Bukti pelaksanaan tentang penyediaan, penyimpanan, penataan, 10 TL


pengelolaan obat penyiapan dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai 5 TS
kewaspadaan tinggi (High (High Alert) termasuk obat berisiko tinggi (high risk), obat Look -Alike 0 TT
Alert) termasuk obat Look - Sound Alike (LASA) sesuai regulasi RS
A l i ke S o u n d A l i ke ( L A SA )
secara seragam di seluruh W  Apoteker/TTK
area rumah sakit untuk  PPJA dan staf perawat
mengurangi risiko dan cedera  Staf klinis
3) R u m a h s a k i t D Bukti pelaksanaan evaluasi dan daftar obat High- 10 TL
mengevaluasi dan Alert dan obat Look -Alike Sound Alike (LASA) yang 5 TS
memperbaharui sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun 0 TT
daftar obat High-Alert W
dan obat Look -Alike  Apoteker/TTK
Sound-Alike (LASA)  PPJA dan staf perawat
yang sekurang-  Staf klinis
kuran g nya 1 ( satu )
tahun sekali
berdasarkan laporan
insiden lokal, nasional
dan internasional.
OBAT YANG PERLU DIWASPADAI:
• a) Obat risiko tinggi, yaitu obat yang dapat menimbulkan kematian
atau kecacatan bila terjadi kesalahan (error) dalam penggunaannya
(contoh: insulin, heparin atau sitostatika).

• b) Obat : Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look


Alike Sound Alike/LASA)

• C) Elektrolit konsentrat contoh: kalium klorida dengan konsentrasi


sama atau lebih dari 1 mEq/ml, natrium klorida dengan konsentrasi
lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi dengan konsentrasi
sama atau lebih dari 50%
CONTOH KEBIJAKAN PENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT DI INSTALASI
FARMASI
1. Tempelkan stiker obat high alert pada setiap dos obat
2. Beri stiker high alert pada setiap ampul obat high alert yang akan diserahkan kepada perawat
3. Pisahkan obat high alert dengan obat lain dalam kontainer/ rak tersendiri/khusus
4. Simpan obat sitostatika secara terpisah dari obat lainnya
5. Simpan Obat Narkotika secara terpisah dalam lemari terkunci double,setiap pengeluaran harus
diketahui oleh penanggung jawabnya dan dicatat, setiap ganti sif harus tercatat dalam buku
serah terima lengkap dengan jumlahnya dan di tanda tangani
6. Sebelum perawat memberikan obat high alert cek kepada perawat lain untuk memastikan tak ada
salah (double check)
7. Obat high alert dalam infus: cek selalu kecepatan dan ketepatan pompa infus, tempel stiker label,
HIGH
nama obat pada botol infus. Dan di isi dengan catatan sesuai ketentuan ALERT

Sutoto.KARS 41
CONTOH LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)
• hidraALAzine  hidrOXYzine
• ceREBYx  ceLEBRex
• vinBLASTine  vinCRIStine
• chlorproPAMIDE  chlorproMAZINE
• glipiZIde
 glYBURIde
• DAUNOrubicine
 dOXOrubicine
Sutoto.KARS 42
Sutoto.KARS 43
DOSIS BERTINGKAT LASA

Sutoto.KARS 44
LOOK ALIKE
LASA

Sutoto.KARS 45
• Standar SKP 3.1
• Rumah sakit menerapkan
proses untuk meningkatkan
keamanan penggunaan
elektrolit konsentrat
Elemen Penilaian SKP 3.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) R u m a h s a k i t D Bukti tentang daftar elektrolit konsentrat dan 10 TL
menerapkan proses elektrolit dengan konsentrasi tertentu yang dapat 5 TS
penyimpanan elektrolit disimpan diluar instalasi farmasi sesuai regulasi RS 0 TT
konsentrat dan elektrolit O
dengan konsentra si Lihat pelaksanaan tempat penyimpanan
tertentu hanya di W
Instalasi Farmasi, kecuali PPA
di unit pelayanan  Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)
dengan pertimbangan
klinis untuk mengurangi
risiko dan cedera pada
penggunaan elektrolit
konsentrat.
Elemen Penilaian SKP 3.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
2) P e n y i m p a n a n e l e k t r o l i t D Bukti tentang daftar sediaan elektrolit konsentrat dan 10 TL
konsentrat dan elektrolit elektrolit dengan konsentrasi tertentu yang dapat disimpan 5 TS
dengan konsentrasi tertentu diluar instalasi farmasi untuk situasi (kondisi pasien 0 TT
d i l u a r I n st a l a s i Fa r m a s i gawat/pasien kritis) sesuai regulasi RS
diperbolehkan hanya dalam O
untuk situasi yang ditentukan Lihat tempat penyimpanan sediaan elektrolit konsentrat
sesuai dalam maksud dan diluar farmasi untuk situasi tertentu
W
tujuan.
 PPA
 Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)
3) Rumah sakit menetapkan D Bukti ada protokol koreksi 10 TL
dan menerapkan protokol Hipokalemia,hiponatremia,hipofosfatemia. 5 TS
koreksi hipokalemia, 0 TT
h i p o n a t r e m i a , O Bukti penerapan protocol koreksi hipokalemia,
hipofosfatemia. hiponatremia,hipofosfatemia sesuai regulasi RS
W • Apoteker
 Staf klinis
ELEKTROLIT KONSENTRAT

1. Kalium/potasium klorida = > 2 mEq/ml


2. Kalium/potasium fosfat => 3 mmol/ml
3. Natrium/sodium klorida > 0.9% !
4. Magnesium sulfat : => 50% atau lebih HIGH
pekat ALERT

Sutoto.KARS 49
STANDAR SKP 4

• Rumah sakit menetapkan proses


untuk melaksanakan verifikasi pra
operasi, penandaan lokasi operasi
dan proses time-out yang
dilaksanakan sesaat sebelum
tindakan pembedahan/invasif
dimulai serta proses sign-out yang
dilakukan setelah tindakan selesai.
Maksud dan Tujuan SKP 4
Salah-sisi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan dapat terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini terjadi akibat adanya komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurangnya keterlibatan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), serta tidak adanya
prosedur untuk memverifikasi sisi operasi. Rumah sakit memerlukan upaya kolaboratif untuk mengembangkan
proses dalam mengeliminasi masalah ini.
Tindakan operasi dan invasif meliputi semua tindakan yang melibatkan insisi atau pungsi, termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, operasi terbuka, aspirasi perkutan, injeksi obat tertentu, biopsi, tindakan intervensi atau
diagnostik vaskuler dan kardiak perkutan, laparoskopi, dan endoskopi. Rumah sakit perlu mengidentifikasi
semua area di rumah sakit mana operasi dan tindakan invasif dilakukan Protokol umum (universal protocol)
untuk pencegahan salah sisi, salah prosedur dan salah pasien pembedahan meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum operasi.
b) Penandaan sisi operasi.
c) Time-out dilakukan sesaat sebelum memulai tindakan.
Verifikasi praoperasi merupakan proses pengumpulan informasi dan konfirmasi secara terus-menerus. Tujuan
dari proses verifikasi praoperasi adalah:
a) melakukan verifikasi terhadap sisi yang benar, prosedur yang benar dan pasien yang benar;
b) memastikan bahwa semua dokumen, foto hasil radiologi atau pencitraan, dan pemeriksaan yang terkait
operasi telah tersedia, sudah diberi label dan di siapkan;
c) melakukan verifikasi bahwa produk darah, peralatan medis khusus dan/atau implan yang diperlukan sudah
tersedia.
Di dalam proses verifikasi praoperasi terdapat beberapa elemen yang dapat dilengkapi sebelum pasien tiba di
area praoperasi. seperti memastikan bahwa dokumen, foto hasil radiologi, dan hasil pemeriksaan sudah
tersedia, di beri label dan sesuai dengan penanda identitas pasien. Menunggu sampai pada saat proses time-
out untuk melengkapi proses verifikasi praoperasi dapat menyebabkan penundaan yang tidak perlu. Beberapa
proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan lebih dari sekali dan tidak hanya di satu tempat saja. Misalnya
persetujuan tindakan bedah dapat diambil di ruang periksa dokter spesialis bedah dan verifikasi
kelengkapannya dapat dilakukan di area tunggu praoperasi.
Penandaan sisi operasi dilakukan dengan melibatkan pasien serta dengan tanda yang tidak memiliki arti ganda
serta segera dapat dikenali. Tanda tersebut harus digunakan secara konsisten di dalam rumah sakit; dan harus
dibuat oleh PPA yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan,
dan harus terlihat sampai pasien disiapkan.
Penandaan sisi operasi hanya ditandai pada semua kasus yang memiliki dua sisi kiri dan kanan (lateralisasi),
struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
Penandaan lokasi operasi harus melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali
dan tidak bermakna ganda. Tanda “X” tidak digunakan sebagai penanda karena dapat diartikan sebagai “bukan
di sini” atau “salah sisi” serta dapat berpotensi menyebabkan kesalahan dalam penandaan
lokasi operasi. Tanda yang dibuat harus seragam dan konsisten digunakan di rumah sakit. Dalam semua kasus
yang melibatkan lateralitas, struktur ganda (jari tangan, jari kaki, lesi), atau tingkatan berlapis (tulang belakang),
lokasi operasi harus ditandai.
Penandaan lokasi tindakan operasi/invasif dilakukan oleh PPA yang akan melakukan tindakan tersebut. PPA tersebut
akan melakukan seluruh prosedur operasi/invasif dan tetap berada dengan pasien selama tindakan berlangsung.
Pada tindakan operasi, DPJP bedah pada umumnya yang akan melakukan operasi dan kemudian melakukan
penandaan lokasi.. Untuk tindakan invasif non-operasi, penandaan dapat dilakukan oleh dokter yang akan melakukan
tindakan, dan dapat dilakukan di area di luar area kamar operasi. Terdapat situasi di mana peserta didik (trainee)
dapat melakukan penandaan lokasi, misalnya ketika peserta didik akan melakukan keseluruhan tindakan, tidak
memerlukan supervisi atau memerlukan supervisi minimal dari operator/dokter penanggung jawab. Pada situasi
tersebut, peserta didik dapat menandai lokasi operasi. Ketika seorang peserta didik menjadi asisten dari
operator/dokter penanggung jawab, hanya operator/dokter penanggung jawab yang dapat melakukan penandaan
lokasi. Penandaan lokasi dapat terjadi kapan saja sebelum tindakan operasi/invasif selama pasien terlibat secara aktif
dalam proses penandaan lokasi jika memungkinkan dan tanda tersebut harus tetap dapat terlihat walaupun setelah
pasien dipersiapkan dan telah ditutup kain.
Contoh keadaan di mana partisipasi pasien tidak memungkinkan meliputi : kasus di mana pasien tidak kompeten
untuk membuat keputusan perawatan, pasien anak, dan pasien yang memerlukan operasi darurat.
Time-Out

Time-out dilakukan sesaat sebelum tindakan dimulai dan dihadiri


semua anggota tim yang akan melaksanakan tindakan operasi.
Selama time-out, tim menyetujui komponen sebagai berikut:
a) Benar identitas pasien.
b) Benar prosedur yang akan dilakukan.
c) Benar sisi operasi/tindakan invasif.
Time-out dilakukan di tempat di mana tindakan akan dilakukan dan
melibatkan secara aktif seluruh tim bedah. Pasien tidak
berpartisipasi dalam time-out.
Keseluruhan proses time-out didokumentasikan dan meliputi
tanggal serta jam time-out selesai. Rumah sakit menentukan
bagaimana proses time-out didokumentasikan.
Sign-Out

Sign out yang dilakukan di area tempat tindakan berlangsung sebelum pasien meninggalkan ruangan. Pada
umumnya, perawat sebagai anggota tim melakukan konfirmasi secara lisan untuk komponen sign-out sebagai
berikut:
a) Nama tindakan operasi/invasif yang dicatat/ditulis.
b) Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada).
c) Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign-out, label dibacakan dengan jelas, meliputi
nama pasien, tanggal lahir).
d) Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada).
Rumah sakit dapat menggunakan Daftar tilik keselamatan operasi (Surgical Safety Checklist dari WHO terkini)
Elemen Penilaian SKP 4
a) Rumah sakit telah melaksanakan proses verifikasi pra operasi dengan daftar tilik untuk memastikan benar
pasien, benar tindakan dan benar sisi.
b) Rumah sakit telah menetapkan dan menerapkan tanda yang seragam, mudah dikenali dan tidak bermakna
ganda untuk mengidentifikasi sisi operasi atau tindakan invasif.
c) Rumah sakit telah menerapkan penandaan sisi operasi atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh
dokter operator/dokter asisten yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan pasien bila
memungkinkan.
d) Rumah sakit telah menerapkan proses Time-Out menggunakan “surgical check list” (Surgical Safety
Checklist dari WHO terkini pada tindakan operasi termasuk tindakan medis invasif.
Elemen Penilaian SKP 4 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah melaksanakan proses D Bukti adanya daftar tilik verifikasi pra 10 TL
verifikasi pra operasi dengan daftar tilik operasi dan bukti pelaksanaannya yang 5 TS
untuk memastikan benar pasien, benar memuat, benar pasien, benar 0 TT
tindakan dan benar sisi. tindakan dan benar sisi
O
Bukti verifikasi pra operasi telah
dilaksanakan

W
Staf klinis
2) R u m a h s a k i t te l a h m e n e t a p ka n d a n 10 TL
menerapkan tanda yang seragam, mudah O Bukti menerapkan penandaan lokasi 5 TS
dikenali dan tidak bermakna ganda untuk operasi yang seragam sesuai regulasi 0 TT
mengidentifikasi sisi operasi atau tindakan
invasif. DPJP
W
Elemen Penilaian SKP 4 Instrumen Penilaian KARS Skor
3) R u m a h s a k i t t e l a h m e n e ra p ka n O Bukti pelaksanaan penandaan lokasi operasi atau 10 TL
penandaan sisi lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh 5 TS
t i n d a ka n i nva s i f ( s i t e m a r k i n g ) dokter operator/dokter asisten yang melakukan 0 TT
dilakukan oleh dokter operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan
operator/dokter asisten yang pasien bila memungkinkan.
melakukan operasi atau tindakan W
invasif dengan melibatkan pasien bila  DPJP
memungkinkan.  Pasien/keluarga

4) Rumah sakit telah menerapkan proses D Bukti penerapan proses Time-Out menggunakan 10 TL
Time-Out menggunakan “surgical “surgical check list” (Surgical Safety Checklist) dari 5 TS
check list” (Surgical Safety Checklist) WHO terkini pada tindakan operasi termasuk 0 TT
dari WHO terkini pada tindakan tindakan medis invasif.
operasi termasuk tindakan medis O
invasif. Lihat form surgical safety check list
W
 DPJP
 Tim operasi
SIGN IN TIME OUT SIGN OUT

Sutoto.KARS 61
PANDUAN SIGN IN
SEBELUM INDUKSI ANESTESI:

1. Identifikasi pasien, prosedur, informed consent sudah dicek ?


2. Sisi operasi sudah ditandai ?
3. Mesin anestesi dan obat-obatan lengkap ?
4. pulse oxymeter terpasang dan berfungsi ?
5. Allergi ?
6. Kemungkinan kesulitan jalan nafas atau aspirasi
7. Risiko kehilangandarah >= 500ml

Sutoto.KARS 62
PENANDAAN LOKASI OPERASI
• Penandaan sisi operasi dilakukan dengan melibatkan pasien serta dengan tanda yang tidak memiliki arti ganda serta segera dapat
dikenali.

• Tanda tersebut harus digunakan secara konsisten di dalam rumah sakit; dan harus dibuat oleh PPA yang akan melakukan tindakan;

• harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan.

• Penandaan sisi operasi hanya ditandai pada semua kasus yang memiliki dua sisi kiri dan kanan (lateralisasi), struktur multipel
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).

• Penandaan lokasi operasi harus melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak bermakna
ganda. Tanda “X” tidak digunakan sebagai penanda karena dapat diartikan sebagai “bukan di sini” atau “salah sisi” serta dapat
berpotensi menyebabkan kesalahan dalam penandaan lokasi operasi. Tanda yang dibuat harus seragam dan konsisten digunakan di
rumah sakit.

• Dalam semua kasus yang melibatkan lateralitas, struktur ganda (jari tangan, jari kaki, lesi), atau tingkatan berlapis (tulang belakang),
lokasi operasi harus ditandai.
PMK 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
di Fasyankes. Hal 38
PANDUAN TIME OUT
SEBELUM INSISI KULIT (TIME-OUT):

1. Konfirmasi anggota tim (nama dan peran)


2. Konfirmasi nama pasien , prosedur dan lokasi incisi
3. Antibiotik propillaksi sdh diberikan dalam 60 menit
sebelumnya
4. Antisipasi kejadian kritis:
1. Dr Bedah: apa langkah, berapa lama, kmk
blood lost ?
2. Dr anestesi: apa ada patients spesific corcern ?
3. Perawat : Sterilitas , instrumen ?
5. Imaging yg diperlukan sdh dipasang ?

Sutoto.KARS 65
PANDUAN
SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN
KAMAR OPERASI (SIGN OUT)

1. Perawat melakukan konfirmasi secara


verbal, bersama dr dan anestesi
1. Nama prosedur,
2. Instrumen, gas verband, jarum
dihitung harus lengkap
3. Speciment telah di beri label
identitas
4. Apa ada masalah peralatan yang
harus ditangani
2. Dokter kpd perawat dan anestesi, apa
yang harus diperhatikan dalam recovery
dan manajemen pasien

Sutoto.KARS 66
KARS
Standar SKP 5

• Rumah sakit
menerapkan
kebersihan tangan
(hand hygiene)
untuk menurunkan
risiko infeksi terkait
layanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan SKP 5
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan
peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang
sangat membebani pasien serta profesional pemberi asuhan (PPA) pada pelayanan
kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-
terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan
ventilasi mekanis).
Kegiatan utama dari upaya eliminasi infeksi ini maupun infeksi lainnya adalah dengan melakukan tindakan cuci
tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional dapat diperoleh di
situs web WHO. Rumah sakit harus memiliki proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara luas untuk
implementasinya di rumah sakit.

Elemen Penilaian SKP 5


a) Rumah sakit telah menerapkan kebersihan tangan (hand hygiene) yang mengacu pada standar WHO terkini.
b) Terdapat proses evaluasi terhadap pelaksanaan program kebersihan tangan di rumah sakit serta upaya
perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan program.
Elemen Penilaian SKP 5 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) R u m a h s a k i t t e l a h m e n e r a p k a n O Bukti penerapan kebersihan tangan (hand 10 TL
kebersihan tangan (hand hygiene) yang hygiene) di seluruh rumah sakit termasuk: 5 TS
mengacu pada standar WHO terkini.  kelengkapan fasilitas hand hygiene 0 TT
 Pelaksanaan hand hygiene secara
konsisten oleh staf

W Staf RS

S Peragaan kebersihan tangan tangan


2) Te rd a p at p ro s e s e va l u a s i te r h a d a p D Bukti pelaksanaan evaluasi terhadap 10 TL
pelaksanaan program kebersihan tangan program kebersihan tangan di rumah sakit 5 TS
di rumah sakit serta upaya perbaikan yang serta upaya perbaikan yang dilakukan 0 TT
dilakukan untuk meningkatkan
pelaksanaan program. W  Komite/Tim PMKP
 Komite/Tim PPI
 IPCN
 PCLN
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
• 1. RS mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari
WHO Patient Safety).
• 2. RS menerapkan program hand hygiene yang efektif.
• 3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan
(PMK 11 TAHUN 2017 TTG KESELAMATAN PASIEN DI FASYANKES)
ANGKA INFEKSI PELAYANAN KESEHATAN
YANG HARUS DIKUMPULKAN

1. Infeksi Saluran kemih terkait penggunaan kateter


2. Infeksi Luka/Daerah Operasi
3. Infeksi Saluran Pernapasan terkait penggunaan
ventilator
4. Infeksi aliran darah primer terkait pemasangan Central
Venous Pressure (CVP)
5. Infeksi aliran darah Perifer

PMK 27 Thn 2017 ttg PPI

KARS
Contoh: PENGGGUNAAN JEMBATAN KELEDAI, UNTUK MEMUDAHKAN MENGINGAT
URUTAN ENAM AREA DALAM HAND-WASH/RUB

TEPUNG SELACI PUPUT


LAMA CUCI TANGAN:
• TELAPAK TANGAN HAND RUB : 20-30 DETIK
HAND WASH 40-60 DETIK
• PUNGGUNG TANGAN
• SELA- SELA JARI
• PUNGGUNG JARI-JARI
(GERAKAN KUNCI)
• SEKELILING IBU JARI (PUTAR-
PUTAR)
• KUKU DAN UJUNG JARI
(PUTAR-PUTAR)
• Acknowledgement : WHO
World Alliance for Patient Safety

Sutoto.KARS 75
CUCI TANGAN DAN PENGGUNAAN SARUNG TANGAN
• Penggunaan sarung tangan tidak menggantikan cuci tangan.
• Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang tepat tanpa harus
ada indikasi untuk pemakaian sarung tangan.
• Lepaskan sarung tangan untuk cuci tangan, ketika indikasi
terjadi saat mengenakan sarung tangan.
• Buang sarung tangan setelah setiap selesai tugas dan cuci tangan
karena sarung tangan dapat membawa kuman.
•Pemakaian sarung tangan hanya bila diindikasikan menurut
Standard dan Precaution contact jika tidak anda menjadi
berisiko tertular kuman.
(Sumber : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)

KARS
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL

• Prosedur bedah
• Pemeriksaan vagina
• prosedur radiologi invasif
• melakukan akses vaskular dan prosedur
(central line)
• Menyiapkan/mencampur total parenteral
nutrition
• Menyiapkan/mecampur kemoterapi.
(Sumber
KARS : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN PEMERIKSAAN

DALAM SITUASI KLINIK


Potensi menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan item yang terlihat kotor oleh cairan
tubuh.

DIRECT PATIENTS EXPOSURE:


Kontak dengan darah; kontak dengan selaput lendir dan kulit yang tidak utuh; potensi adanya
organisme sangat menular dan berbahaya; situasi darurat atau epidemi, memasang dan melepas
infus, mengambil darah; menghentian venous line; Pemeriksaan panggul dan vagina; suctioning
non-closed systems of endotracheal tubes.

INDIRECT PATIENT EXPOSURE:


Mengosongkan pot tumpahan; Menangani dan mencuci instrumen; penanganan limbah;
membersihkan tumpahan cairan tubuh.

(Sumber
KARS : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN TIDAK DI INDIKASIKAN
(kecuali KONTAK untuk tindakan pencegahan)

• Tidak ada potensi terpapar darah atau cairan tubuh, atau lingkungan yang
terkontaminasi, mengukur tekanan darah, suhu dan denyut nadi; melakukan suntikan
IM maupun SC ; memandikan dan memakaikan pakaian pasien; mengangkut pasien;
merawat mata dan telinga (tanpa sekresi); manipulasi vasculas line tanpa ada
kebocoran darah.
• TIDAK KONTAK LANGSUNG DENGAN PASIEN; Menggunakan telepon; menulis rekam
medis; memberikan obat oral; mendistribusikan atau mengumpulkan nampan
makanan pasien ; menghapus dan mengganti linen untuk tempat tidur pasien;
menempatkan peralatan ventilasi non-invasif dan kanula oksigen; memindahkan
perabotan pasien

(Sumber : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)

KARS
• Standar SKP 6
• Rumah sakit
menerapkan
proses untuk
mengurangi risiko
cedera pasien
akibat jatuh.
Elemen Penilaian SKP 6
a) Rumah sakit telah melaksanakan skrining pasien rawat jalan pada kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi
yang dapat menyebabkan pasien berisiko jatuh, dengan menggunakan alat bantu/metode skrining yang
ditetapkan rumah sakit
b) Tindakan dan/atau intervensi dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien jika hasil skrining
menunjukkan adanya risiko jatuh dan hasil skrining serta intervensi didokumentasikan.
Elemen Penilaian SKP 6 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah melaksanakan D Bukti pelaksanaan skrining pasien rawat jalan 10 TL
skrining pasien rawat jalan pada pada kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi yang 5 TS
kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi dapat menyebabkan pasien berisiko jatuh, dengan 0 TT
yang dapat menyebabkan pasien menggunakan alat bantu/metode skrining yang
berisiko jatuh, dengan menggunakan ditetapkan rumah sakit
alat bantu/metode skrining yang
ditetapkan rumah sakit  PPJA
W  Staf klinis

2) T i n d a k a n d a n /a t a u i n t e r v e n s i D Bukti pelaksanaan tindakan dan/atau intervensi 10 TL


dilakukan untuk mengurangi risiko untuk mengurangi risiko jatuh 5 TS
jatuh pada pasien jika hasil skrining 0 TT
menunjukkan adanya risiko jatuh W  PPJA
dan hasil skrining serta intervensi  Staf klinis
 Pasien/keluarga
didokumentasikan.
SKRINING RISIKO JATUH DI RAWAT JALAN MELIPUTI:
• A) KONDISI PASIEN MISALNYA PASIEN GERIATRI, DIZZINESS, VERTIGO, GANGGUAN
KESEIMBANGAN, GANGGUAN PENGLIHATAN, PENGGUNAAN OBAT, SEDASI, STATUS KESADARAN
DAN ATAU KEJIWAAN, KONSUMSI ALKOHOL.

• B) DIAGNOSIS, MISALNYA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS PENYAKIT PARKINSON.

• C) SITUASI MISALNYA PASIEN YANG MENDAPATKAN SEDASI ATAU PASIEN DENGAN RIWAYAT
TIRAH BARING/PERAWATAN YANG LAMA YANG AKAN DIPINDAHKAN UNTUK PEMERIKSAAN
PENUNJANG DARI AMBULANS, PERUBAHAN POSISI AKAN MENINGKATKAN RISIKO JATUH.

• D) LOKASI MISALNYA AREA-AREA YANG BERISIKO PASIEN JATUH, YAITU:

• TANGGA

• RUANG DENGAN PENERANGANNYA KURANG

• UNIT PELAYANAN DENGAN PERALATAN PARALLEL BARS, FREESTANDING STAIRCASES


SEPERTI UNIT REHABILITASI MEDIS.

SEMUA PASIEN YANG MENGUNJUNGI LOKASI TERSEBUT AKAN DIANGGAP BERISIKO JATUH
DAN MENERAPKAN LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENGURANGI RISIKO JATUH YANG
BERLAKU UNTUK SEMUA PASIEN.
SKRENING MANDIRI
RAWAT JALAN
• Memakai pertanyaan skrining
sederhana dapat meliputi:
• a) Apakah Anda merasa tidak
stabil ketika berdiri atau berjalan?
• b) Apakah Anda khawatir akan
jatuh?
• c) Apakah Anda pernah jatuh
dalam setahun terakhir?
• Rumah sakit dapat menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko
jatuh. Misalnya,
• semua pasien di unit rehabilitasi medis,
• semua pasien dalam perawatan lama/tirah baring lama datang dengan ambulans untuk
pemeriksaan rawat jalan,
• pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan anestesi atau sedasi,
• pasien dengan gangguan keseimbangan,
• pasien dengan gangguan penglihatan,
Standar SKP 6.1
• Rumah sakit
menerapkan
proses untuk
mengurangi risiko
cedera pasien
akibat jatuh di
rawat inap.
Maksud dan Tujuan SKP 6 dan SKP 6.1
Risiko jatuh pada pasien rawat jalan berhubungan dengan kondisi pasien, situasi, dan/atau lokasi di rumah sakit.
Di unit rawat jalan, dilakukan skrining risiko jatuh pada pasien dengan kondisi, diagnosis, situasi, dan/atau lokasi
yang menyebabkan risiko jatuh. Jika hasil skrining pasien berisiko jatuh, maka harus
dilakukan intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pasien tersebut. Skrining risiko jatuh di rawat jalan meliputi:
a) kondisi pasien misalnya pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol.
b) diagnosis, misalnya pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson.
c) situasi misalnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah baring/perawatan yang
lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh.
d) lokasi misalnya area-area yang berisiko pasien jatuh, yaitu tangga, area yang penerangannya kurang atau
mempunyai unit pelayanan dengan peralatan parallel bars, freestanding staircases seperti unit
rehabilitasi medis. Ketika suatu lokasi tertentu diidentifikasi sebagai area risiko tinggi yang lebih rumah sakit
dapat menentukan bahwa semua pasien yang mengunjungi lokasi tersebut akan dianggap berisiko jatuh dan
Skrining umumnya berupa evaluasi sederhana meliputi pertanyaan dengan jawaban sederhana: ya/tidak, atau
metode lain meliputi pemberian nilai/skor untuk setiap respons pasien. Rumah sakit dapat menentukan
bagaimana proses skrining dilakukan. Misalnya skrining dapat dilakukan oleh petugas registrasi, atau pasien
dapat melakukan skrining secara mandiri, seperti di anjungan mandiri untuk skrining di unit rawat jalan.
Contoh pertanyaan skrining sederhana dapat meliputi:
a) Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri atau berjalan?;
b) Apakah Anda khawatir akan jatuh?;
c) Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun terakhir?
Rumah sakit dapat menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko jatuh. Misalnya,
semua pasien di unit rehabilitasi medis, semua pasien dalam perawatan lama/tirah baring lama datang dengan
ambulans untuk pemeriksaan rawat jalan, pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan
anestesi atau sedasi, pasien dengan gangguan keseimbangan, pasien dengan gangguan penglihatan, pasien anak
di bawah usia 2 (dua) tahun, dan seterusnya.
Untuk semua pasien rawat inap baik dewasa maupun anak harus dilakukan pengkajian risiko jatuh
menggunakan metode pengkajian yang baku sesuai ketentuan rumah sakit. Kriteria risiko jatuh dan intervensi
yang dilakukan harus didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Pasien yang sebelumnya risiko rendah
jatuh dapat meningkat risikonya secara mendadak menjadi risiko tinggi jatuh. Perubahan risiko ini dapat
diakibatkan, namun tidak terbatas pada tindakan pembedahan dan/atau anestesi, perubahan mendadak pada
kondisi pasien, dan penyesuaian obat-obatan yang diberikan sehingga pasien memerlukan pengkajian ulang
jatuh selama dirawat inap dan paska pembedahan.
Elemen Penilaian SKP 6.1
a) Rumah sakit telah melakukan pengkajian risiko jatuh untuk semua pasien rawat inap baik dewasa maupun
anak menggunakan metode pengkajian yang baku sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
b) Rumah sakit telah melaksanakan pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien rawat inap karena adanya
perubahan kondisi, atau memang sudah mempunyai risiko jatuh dari hasil pengkajian.
c) Tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien rawat inap telah dilakukan dan
didokumentasikan.
Elemen Penilaian SKP 6.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah melakukan pengkajian D Bukti pelaksanaan pengkajian awal risiko jatuh 10 TL
risiko jatuh untuk semua pasien rawat untuk semua pasien rawat inap baik dewasa 5 TS
inap baik dewasa maupun anak maupun anak menggunakan metode 0 TT
menggunakan metode pengkajian yang pengkajian yang baku sesuai dengan ketentuan
baku sesuai dengan ketentuan rumah rumah sakit.
sakit. W
 PPJA
 Staf klinis
 Pasien/keluarga
2) R u m a h s a k i t t e l a h m e l a k s a n a k a n D Bukti pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien 10 TL
pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien rawat inap karena adanya perubahan kondisi, 5 TS
rawat inap karena adanya perubahan atau memang sudah mempunyai risiko jatuh 0 TT
kondisi, atau memang sudah mempunyai dari hasil pengkajian.
risiko jatuh dari hasil pengkajian. W
 PPJA
 Staf klinis
 Pasien/keluarga
Elemen Penilaian SKP 6.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
3. T i n d a k a n d a n / a t a u D Bukti pelaksanaan Tindakan 10 TL
intervensi untuk mengurangi dan/atau intervensi untuk 5 TS
risiko jatuh pada pasien mengurangi risiko jatuh pada 0 TT
rawat inap telah dilakukan pasien rawat inap telah
dan didokumentasikan. dilakukan dan
w didokumentasikan.Lihat
pelaksanaan langkah-langkah
mengurangi risiko jatuh
(manajemen jatuh)

PPJA
Staf klinis
Pasien/keluarga
Sutoto.KARS 92
General Risk Humpty- CHAMPS Pediatric Fall
Assessment of Dumpty Scale- Pediatric Fall Risk
Pediatric Inpatient Risk Assessment
Inpatient Falls Assessment Scale
(GRAF-PIF) Tool (PFRA)
Used at NCH
Physical & All types of falls All types of falls All types of falls
physiological falls except when
(not child is
developmental) “dropped”
5 items 7 items 4 items 10 items
Scale 0 to 5+ Scale 7 to 23 Scale 0 to 4 Scale 0 to 30
Cut-off score = Cut-off score =
Cut-off score = 2 Cut-off score = 5
12 1

Sutoto.KARS 93
CONTOH: ASESMEN RISIKO JATUH
MORSE FALL SCALE (MFS)

Sutoto.KARS 94
SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY
PARAMETER KRITERIA NILAI SKOR

Usia < 3 tahun 4


3 – 7 tahun 3
7 – 13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 2
Perempuan 1
Diagnosis Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, pusing, dsb.) 3
Gangguan perilaku / psikiatri
Diagnosis lainnya 2
1
Gangguan kognitif Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor lingkungan Riwayat jatuh / bayi diletakkan di tempat tidur dewasa 4
Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan dalam tempat tidur bayi / perabot rumah 3
Pasien diletakkan di tempat tidur
Area di luar rumah sakit 2
1
Respons terhadap: Dalam 24 jam 3
1. Pembedahan/ sedasi / anestesi Dalam 48 jam 2
> 48 jam atau tidak menjalani pembedahan / sedasi/ anestesi 1
2. Penggunaan medikamentosa
Penggunaan multipel: sedatif, obat hipnosis, barbiturat, fenotiazin, antidepresan, pencahar, diuretik, 3
narkose
Penggunaan salah satu obat di atas 2
Penggunaan medikasi lainnya / tidak ada medikasi 1 95
SKALA RISIKO JATUH ONTARIO MODIFIED STRATIFY - SYDNEY SCORING
Parameter Skrining Jawaban Keterangan Nilai Skor
apakah pasien datang ke rumah sakit karena jatuh? Ya / tidak
Riwayat jatuh Salah satu jawaban ya = 6
jika tidak, apakah pasien mengalami jatuh dalam 2 bulan terakhir ini? Ya/ tidak

apakah pasien delirium? (tidak dapat membuat keputusan, pola pikir tidak Ya/ tidak
terorganisir, gangguan daya ingat)
Status mental Salah satu jawaban ya = 14
apakah pasien disorientasi? (salah menyebutkan waktu, tempat, atau orang) Ya/ tidak

apakah pasien mengalami agitasi? (ketakutan, gelisah, dan cemas) Ya/ tidak

apakah pasien memakai kacamata? Ya/ tidak


Penglihatan apakah pasien mengeluh adanya penglihatan buram? Ya/ tidak Salah satu jawaban ya = 1

apakah pasien mempunyai glaukoma, katarak, atau degenerasi makula? Ya/ tidak

apakah terdapat perubahan perilaku berkemih? (frekuensi, urgensi, inkontinensia, Ya/ tidak
Kebiasaan berkemih nokturia) ya = 2

mandiri (boleh menggunakan alat bantu jalan) 0


jumlahkan nilai transfer dan
Transfer (dari tempat tidur ke memerlukan sedikit bantuan (1 orang) / dalam pengawasan 1
mobilitas. Jika nilai total 0-3,
kursi dan kembali ke tempat
memerlukan bantuan yang nyata (2 orang) 2 maka skor = 0. jika nilai
tidur)
total 4-6, maka skor = 7
tidak dapat duduk dengan seimbang, perlu bantuan total 3

mandiri (boleh menggunakan alat bantu jalan) 0


Mobilitas berjalan dengan bantuan 1 orang (verbal / fisik) 1
menggunakan kursi roda 2
imobilisasi 3
• Edmonson PsychiatricSutoto.KARS
Fall Risk Assessment 97
Edmonson Psychiatric Fall Risk Assessment

Sutoto.KARS 98
Pedoman Pencegahan Pasien Resiko Jatuh
Dan Scor
Resiko Rendah Resiko Sedang Resiko Tinggi
Skor 0 - 5 Skor 6-13 Skor ≥14

1. Pastikan ‘bel’ mudah dijangkau 1. Lakukan langkah pencegahan untuk 1. Lakukan SEMUA langkah
resiko rendah pencegahan untuk resiko rendah
dan sedang

2. Roda tempat tidur pada posisi 2. Pasangkan gelang khusus (warna 2. Kunjungi dan monitor pasien
terkunci kuning) sebagai tanda resiko pasien setiap 1 jam
jatuh
3. Posisikan tempat tidur pada posisi 3. Tempatkan tanda resiko pasien jatuh 3. Tempatkan pasien di kamar yang
terendah pada daftar nama pasien (warna paling dekat dengan nurse station
kuning) (jika memungkinkan)

4. Pagar pengaman tempat tidur 4. Beri tanda resiko pasien jatuh pada
dinaikkan pintu kamar pasien
Patient safety/Group/2011 99
CONTOH LANGKAH PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH

1. Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan


2. Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip
3. Sediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat tidur
pasien
4. Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan
dan terang
5. Pastikan lorong bebas hambatan
6. Tempatkan alat bantu seperti walkers/tongkat dalam
jangkauan pasien
7. Pasang Bedside rel
8. Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur

Sutoto.KARS 100
CONTOH LANGKAH PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH

9. Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang


mempengaruhi tingkat kesadaran, dan gait
10. Mengamati lingkungan untuk kondisi berpotensi tidak aman,
dan segera laporkan untuk perbaikan
11. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan saat
di daerah diagnostik atau terapi
12. Pastikan pasien yang diangkut dengan brandcard / tempat
tidur, posisi bedside rel dalam keadaan terpasang
13. Informasikan dan mendidik pasien dan / atau anggota
keluarga mengenai rencana perawatan untuk mencegah
jatuh
14. Berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk
memberikan bantuan yang dibutuhkan dengan

Sutoto.KARS

Anda mungkin juga menyukai