SASARAN KESELAMATAN
PASIEN (SKP)
DALAM STARKES 2022
Dr.dr.Sutoto,M.Kes,FISQua
CURICULUM VITAE:
DR.Dr.Sutoto,M.Kes,FISQua
• Ketua Eksekutif KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia),
• PENGALAMAN OTGANISASI:
• Pernah menjabat sebagai: Board Member of ASQua (Asia Society for Quality in
Health Care),Anggota Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kemenkes
R.I. ; Dewan Pembina MKEK IDI Pusat. Dewan Pembina AIPNI PUSAT
• Ketua Perhimpunan Rumah sakit seluruh Indonesia Periode tahun 2009-2012 dan
2012-2015, Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta, Direktur Utama RS Kanker
Dharmais Pusat Kanker Nasional, Direktur RSUD Banyumas, serta Plt Dirjen
Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan R.I thn 2010
KARS
STANDAR SKP 1
IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien dalam KTP- el
2. Tanggal lahir
3. Nomer rekam medis
4. N.I.K. Nomer Induk
Kependudukan
• GELANG IDENTITAS
• Biru: Laki Laki
• Pink: Perempuan
• GELANG PENANDA:
• Merah: Alergi
• Kuning: Risiko Jatuh
• Ungu : Do Not Resucitate
10
Sutoto.KARS
11
PASIEN DI IDENTIFIKASI MENGGUNAKAN MINIMAL
DUA JENIS IDENTITAS PADA SAAT:
• a) melakukan tindakan intervensi/terapi (misalnya
pemberian obat, pemberian darah atau produk darah,
melakukan terapi radiasi);
• b) melakukan tindakan (misalnya memasang jalur
intravena atau hemodialisis);
• c) sebelum tindakan diagnostik apa pun (misalnya
mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium penunjang, atau sebelum
melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan
radiologi diagnostik); dan
• d) menyajikan makanan pasien.
KARS
Standar SKP 2
KARS
Maksud dan Tujuan SKP 2
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh
resipien/penerima pesan akan mengurangi potensi terjadinya kesalahan serta meningkatkan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan, tertulis dan elektronik. Komunikasi yang paling banyak
memiliki potensi terjadinya kesalahan adalah pemberian instruksi secara lisan atau melalui telpon, pelaporan
hasil kritis dan saat serah terima.. Latar belakang suara, gangguan, nama obat yang mirip dan
istilah yang tidak umum sering kali menjadi masalah. Metode, formulir dan alat bantu ditetapkan sesuai dengan
jenis komunikasi agar dapat dilakukan secara konsisten dan lengkap.
a) Metode komunikasi saat menerima instruksi melalui telpon adalah: “menulis/menginput ke komputer -
membacakan - konfirmasi kembali” (writedown, read back, confirmation) kepada pemberi instruksi misalnya
kepada DPJP. Konfirmasi harus dilakukan saat itu juga melalui telpon untuk menanyakan apakah “yang
dibacakan” sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan. Sedangkan metode komunikasi saat melaporkan
kondisi pasien kepada DPJP dapat menggunakan metode misalnya Situation -background - assessment -
recommendation (SBAR).
b) Metode komunikasi saat melaporkan nilai kritis pemeriksaan diagnostik melalui telpon juga dapat dengan:
“menulis/menginput ke komputer - membacakan - konfirmasi kembali” (writedown, read back). Hasil kritis
didefinisikan sebagai varian dari rentang normal yang menunjukkan adanya kondisi patofisiologis yang berisiko
tinggi atau mengancam nyawa, yang dianggap gawat atau darurat, dan mungkin memerlukan tindakan medis
segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Hasil kritis dapat dijumpai
pada pemeriksaan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Rumah sakit menentukan mekanisme pelaporan
hasil kritis di rawat jalan dan rawat inap. Pemeriksaan diagnostik mencakup semua pemeriksaan seperti
laboratorium, pencitraan/radiologi, diagnostik jantung juga pada hasil pemeriksaan yang dilakukan di tempat
tidur pasien (point-of-care testing (POCT).
Pada pasien rawat inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan melalui perawat yang akan meneruskan laporan
kepada DPJP yang meminta pemeriksaan. Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari 30 menit
sejak hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit pemeriksaan penunjang diagnostik.
c) Metode komunikasi saat serah terima distandarisasi pada jenis serah terima yang sama misalnya serah
terima antar ruangan di rawat inap. Untuk jenis serah terima yang berbeda maka dapat menggunakan
metode, formulir dan alat yang berbeda. Misalnya serah terima dari IGD ke ruang rawat inap dapat berbeda
dengan serah terima dari kamar operasi ke unit intensif;
Jenis serah terima (handover) di dalam rumah sakit dapat mencakup:
a) antara PPA (misalnya, antar dokter, dari dokter ke perawat, antar perawat, dan seterusnya);
b) antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit (misalnya saat pasien dipindahkan dari ruang
perawatan intensif ke ruang perawatan atau dari instalasi gawat darurat ke ruang operasi; dan
c) dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti radiologi atau fisioterapi.
Formulir serah terima antara PPA, tidak perlu dimasukkan ke dalam rekam medis. Namun demikian, rumah
sakit harus memastikan bahwa proses serah terima telah dilakukan. misalnya PPA mencatat serah terima telah
dilakukan dan kepada siapa tanggung jawab pelayanan diserahterimakan, kemudian dapat dibubuhkan tanda
tangan, tanggal dan waktu pencatatan).
• TEPAT WAKTU,
• AKURAT,
• LENGKAP,
• JELAS, DAN
• DIPAHAMI OLEH
RESIPIEN/PENERIMA PESAN
Dr DPJP
Dr Jaga/Perawat
SUTOTO KARS
22
(TULBAKON)
ISI PERINTAH
1. Tulis Lengkap NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
2. Baca Ulang- Eja untuk
PEMBERI PERINTAH
NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
NORUM/LASA PENERIMA PERINTAH
tangan
Sutoto.KARS
CONTOH FORMULIR CATATAN LENGKAP PERINTAH LISAN/MELALUI
TELEPON/PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KRITIS
• Identitas PasIen
Sutoto.KARS 23
CONTOH KEBIJAKAN PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KRITIS
• Proses pelaporan hasil pemeriksaan/tes dikembangkan RS untuk
pengelolaan hasil kritis dari tes diagnostik untuk menyediakan
pedoman bagi para praktisi untuk meminta dan menerima hasil
tes pada keadaan gawat darurat.
• Pada pasien rawat inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan
melalui perawat yang akan meneruskan laporan kepada DPJP
yang meminta pemeriksaan.
• Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari 30
menit sejak hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit
pemeriksaan penunjang diagnostik.
Sutoto.KARS 24
CONTOH HASIL PEMERIKSAAN KRITIS LAB YANG WAJIB DILAPORKAN SEGERA
SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN
(HAND OVER)
• a) antara PPA (misalnya, antar dokter, dari
dokter ke perawat, antar perawat, dan
seterusnya);
• b) antara unit perawatan yang berbeda di
dalam rumah sakit (misalnya saat pasien
dipindahkan dari ruang perawatan intensif
ke ruang perawatan atau dari instalasi
gawat darurat ke ruang operasi; dan
• c) dari ruang perawatan pasien ke unit
layanan diagnostik seperti radiologi atau
fisioterapi.
METODA SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN
1. TERTULIS (WRITTEN)
2. VERBAL
3. DIREKAM (RECORDED)
4. DI SAMPING PASIEN (BEDSITE)
CONTOH BERBAGAI FORMULIR SERAH TERIMA (HAND OVER)
SBAR
A Communication Technique for Today's Healthcare Professional
Sutoto.KARS 30
SBAR
SBAR
A Communication Technique for Today's Healthcare Professional
• Standar SKP 3
Sutoto.KARS 41
CONTOH LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)
• hidraALAzine hidrOXYzine
• ceREBYx ceLEBRex
• vinBLASTine vinCRIStine
• chlorproPAMIDE chlorproMAZINE
• glipiZIde
glYBURIde
• DAUNOrubicine
dOXOrubicine
Sutoto.KARS 42
Sutoto.KARS 43
DOSIS BERTINGKAT LASA
Sutoto.KARS 44
LOOK ALIKE
LASA
Sutoto.KARS 45
• Standar SKP 3.1
• Rumah sakit menerapkan
proses untuk meningkatkan
keamanan penggunaan
elektrolit konsentrat
Elemen Penilaian SKP 3.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) R u m a h s a k i t D Bukti tentang daftar elektrolit konsentrat dan 10 TL
menerapkan proses elektrolit dengan konsentrasi tertentu yang dapat 5 TS
penyimpanan elektrolit disimpan diluar instalasi farmasi sesuai regulasi RS 0 TT
konsentrat dan elektrolit O
dengan konsentra si Lihat pelaksanaan tempat penyimpanan
tertentu hanya di W
Instalasi Farmasi, kecuali PPA
di unit pelayanan Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)
dengan pertimbangan
klinis untuk mengurangi
risiko dan cedera pada
penggunaan elektrolit
konsentrat.
Elemen Penilaian SKP 3.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
2) P e n y i m p a n a n e l e k t r o l i t D Bukti tentang daftar sediaan elektrolit konsentrat dan 10 TL
konsentrat dan elektrolit elektrolit dengan konsentrasi tertentu yang dapat disimpan 5 TS
dengan konsentrasi tertentu diluar instalasi farmasi untuk situasi (kondisi pasien 0 TT
d i l u a r I n st a l a s i Fa r m a s i gawat/pasien kritis) sesuai regulasi RS
diperbolehkan hanya dalam O
untuk situasi yang ditentukan Lihat tempat penyimpanan sediaan elektrolit konsentrat
sesuai dalam maksud dan diluar farmasi untuk situasi tertentu
W
tujuan.
PPA
Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)
3) Rumah sakit menetapkan D Bukti ada protokol koreksi 10 TL
dan menerapkan protokol Hipokalemia,hiponatremia,hipofosfatemia. 5 TS
koreksi hipokalemia, 0 TT
h i p o n a t r e m i a , O Bukti penerapan protocol koreksi hipokalemia,
hipofosfatemia. hiponatremia,hipofosfatemia sesuai regulasi RS
W • Apoteker
Staf klinis
ELEKTROLIT KONSENTRAT
Sutoto.KARS 49
STANDAR SKP 4
Sign out yang dilakukan di area tempat tindakan berlangsung sebelum pasien meninggalkan ruangan. Pada
umumnya, perawat sebagai anggota tim melakukan konfirmasi secara lisan untuk komponen sign-out sebagai
berikut:
a) Nama tindakan operasi/invasif yang dicatat/ditulis.
b) Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada).
c) Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign-out, label dibacakan dengan jelas, meliputi
nama pasien, tanggal lahir).
d) Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada).
Rumah sakit dapat menggunakan Daftar tilik keselamatan operasi (Surgical Safety Checklist dari WHO terkini)
Elemen Penilaian SKP 4
a) Rumah sakit telah melaksanakan proses verifikasi pra operasi dengan daftar tilik untuk memastikan benar
pasien, benar tindakan dan benar sisi.
b) Rumah sakit telah menetapkan dan menerapkan tanda yang seragam, mudah dikenali dan tidak bermakna
ganda untuk mengidentifikasi sisi operasi atau tindakan invasif.
c) Rumah sakit telah menerapkan penandaan sisi operasi atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh
dokter operator/dokter asisten yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan pasien bila
memungkinkan.
d) Rumah sakit telah menerapkan proses Time-Out menggunakan “surgical check list” (Surgical Safety
Checklist dari WHO terkini pada tindakan operasi termasuk tindakan medis invasif.
Elemen Penilaian SKP 4 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah melaksanakan proses D Bukti adanya daftar tilik verifikasi pra 10 TL
verifikasi pra operasi dengan daftar tilik operasi dan bukti pelaksanaannya yang 5 TS
untuk memastikan benar pasien, benar memuat, benar pasien, benar 0 TT
tindakan dan benar sisi. tindakan dan benar sisi
O
Bukti verifikasi pra operasi telah
dilaksanakan
W
Staf klinis
2) R u m a h s a k i t te l a h m e n e t a p ka n d a n 10 TL
menerapkan tanda yang seragam, mudah O Bukti menerapkan penandaan lokasi 5 TS
dikenali dan tidak bermakna ganda untuk operasi yang seragam sesuai regulasi 0 TT
mengidentifikasi sisi operasi atau tindakan
invasif. DPJP
W
Elemen Penilaian SKP 4 Instrumen Penilaian KARS Skor
3) R u m a h s a k i t t e l a h m e n e ra p ka n O Bukti pelaksanaan penandaan lokasi operasi atau 10 TL
penandaan sisi lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh 5 TS
t i n d a ka n i nva s i f ( s i t e m a r k i n g ) dokter operator/dokter asisten yang melakukan 0 TT
dilakukan oleh dokter operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan
operator/dokter asisten yang pasien bila memungkinkan.
melakukan operasi atau tindakan W
invasif dengan melibatkan pasien bila DPJP
memungkinkan. Pasien/keluarga
4) Rumah sakit telah menerapkan proses D Bukti penerapan proses Time-Out menggunakan 10 TL
Time-Out menggunakan “surgical “surgical check list” (Surgical Safety Checklist) dari 5 TS
check list” (Surgical Safety Checklist) WHO terkini pada tindakan operasi termasuk 0 TT
dari WHO terkini pada tindakan tindakan medis invasif.
operasi termasuk tindakan medis O
invasif. Lihat form surgical safety check list
W
DPJP
Tim operasi
SIGN IN TIME OUT SIGN OUT
Sutoto.KARS 61
PANDUAN SIGN IN
SEBELUM INDUKSI ANESTESI:
Sutoto.KARS 62
PENANDAAN LOKASI OPERASI
• Penandaan sisi operasi dilakukan dengan melibatkan pasien serta dengan tanda yang tidak memiliki arti ganda serta segera dapat
dikenali.
• Tanda tersebut harus digunakan secara konsisten di dalam rumah sakit; dan harus dibuat oleh PPA yang akan melakukan tindakan;
• harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan.
• Penandaan sisi operasi hanya ditandai pada semua kasus yang memiliki dua sisi kiri dan kanan (lateralisasi), struktur multipel
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
• Penandaan lokasi operasi harus melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak bermakna
ganda. Tanda “X” tidak digunakan sebagai penanda karena dapat diartikan sebagai “bukan di sini” atau “salah sisi” serta dapat
berpotensi menyebabkan kesalahan dalam penandaan lokasi operasi. Tanda yang dibuat harus seragam dan konsisten digunakan di
rumah sakit.
• Dalam semua kasus yang melibatkan lateralitas, struktur ganda (jari tangan, jari kaki, lesi), atau tingkatan berlapis (tulang belakang),
lokasi operasi harus ditandai.
PMK 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
di Fasyankes. Hal 38
PANDUAN TIME OUT
SEBELUM INSISI KULIT (TIME-OUT):
Sutoto.KARS 65
PANDUAN
SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN
KAMAR OPERASI (SIGN OUT)
Sutoto.KARS 66
KARS
Standar SKP 5
• Rumah sakit
menerapkan
kebersihan tangan
(hand hygiene)
untuk menurunkan
risiko infeksi terkait
layanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan SKP 5
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan
peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang
sangat membebani pasien serta profesional pemberi asuhan (PPA) pada pelayanan
kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-
terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan
ventilasi mekanis).
Kegiatan utama dari upaya eliminasi infeksi ini maupun infeksi lainnya adalah dengan melakukan tindakan cuci
tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional dapat diperoleh di
situs web WHO. Rumah sakit harus memiliki proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara luas untuk
implementasinya di rumah sakit.
W Staf RS
KARS
Contoh: PENGGGUNAAN JEMBATAN KELEDAI, UNTUK MEMUDAHKAN MENGINGAT
URUTAN ENAM AREA DALAM HAND-WASH/RUB
Sutoto.KARS 75
CUCI TANGAN DAN PENGGUNAAN SARUNG TANGAN
• Penggunaan sarung tangan tidak menggantikan cuci tangan.
• Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang tepat tanpa harus
ada indikasi untuk pemakaian sarung tangan.
• Lepaskan sarung tangan untuk cuci tangan, ketika indikasi
terjadi saat mengenakan sarung tangan.
• Buang sarung tangan setelah setiap selesai tugas dan cuci tangan
karena sarung tangan dapat membawa kuman.
•Pemakaian sarung tangan hanya bila diindikasikan menurut
Standard dan Precaution contact jika tidak anda menjadi
berisiko tertular kuman.
(Sumber : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
KARS
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL
• Prosedur bedah
• Pemeriksaan vagina
• prosedur radiologi invasif
• melakukan akses vaskular dan prosedur
(central line)
• Menyiapkan/mencampur total parenteral
nutrition
• Menyiapkan/mecampur kemoterapi.
(Sumber
KARS : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN PEMERIKSAAN
(Sumber
KARS : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN TIDAK DI INDIKASIKAN
(kecuali KONTAK untuk tindakan pencegahan)
• Tidak ada potensi terpapar darah atau cairan tubuh, atau lingkungan yang
terkontaminasi, mengukur tekanan darah, suhu dan denyut nadi; melakukan suntikan
IM maupun SC ; memandikan dan memakaikan pakaian pasien; mengangkut pasien;
merawat mata dan telinga (tanpa sekresi); manipulasi vasculas line tanpa ada
kebocoran darah.
• TIDAK KONTAK LANGSUNG DENGAN PASIEN; Menggunakan telepon; menulis rekam
medis; memberikan obat oral; mendistribusikan atau mengumpulkan nampan
makanan pasien ; menghapus dan mengganti linen untuk tempat tidur pasien;
menempatkan peralatan ventilasi non-invasif dan kanula oksigen; memindahkan
perabotan pasien
KARS
• Standar SKP 6
• Rumah sakit
menerapkan
proses untuk
mengurangi risiko
cedera pasien
akibat jatuh.
Elemen Penilaian SKP 6
a) Rumah sakit telah melaksanakan skrining pasien rawat jalan pada kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi
yang dapat menyebabkan pasien berisiko jatuh, dengan menggunakan alat bantu/metode skrining yang
ditetapkan rumah sakit
b) Tindakan dan/atau intervensi dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien jika hasil skrining
menunjukkan adanya risiko jatuh dan hasil skrining serta intervensi didokumentasikan.
Elemen Penilaian SKP 6 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah melaksanakan D Bukti pelaksanaan skrining pasien rawat jalan 10 TL
skrining pasien rawat jalan pada pada kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi yang 5 TS
kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi dapat menyebabkan pasien berisiko jatuh, dengan 0 TT
yang dapat menyebabkan pasien menggunakan alat bantu/metode skrining yang
berisiko jatuh, dengan menggunakan ditetapkan rumah sakit
alat bantu/metode skrining yang
ditetapkan rumah sakit PPJA
W Staf klinis
• C) SITUASI MISALNYA PASIEN YANG MENDAPATKAN SEDASI ATAU PASIEN DENGAN RIWAYAT
TIRAH BARING/PERAWATAN YANG LAMA YANG AKAN DIPINDAHKAN UNTUK PEMERIKSAAN
PENUNJANG DARI AMBULANS, PERUBAHAN POSISI AKAN MENINGKATKAN RISIKO JATUH.
• TANGGA
SEMUA PASIEN YANG MENGUNJUNGI LOKASI TERSEBUT AKAN DIANGGAP BERISIKO JATUH
DAN MENERAPKAN LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENGURANGI RISIKO JATUH YANG
BERLAKU UNTUK SEMUA PASIEN.
SKRENING MANDIRI
RAWAT JALAN
• Memakai pertanyaan skrining
sederhana dapat meliputi:
• a) Apakah Anda merasa tidak
stabil ketika berdiri atau berjalan?
• b) Apakah Anda khawatir akan
jatuh?
• c) Apakah Anda pernah jatuh
dalam setahun terakhir?
• Rumah sakit dapat menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko
jatuh. Misalnya,
• semua pasien di unit rehabilitasi medis,
• semua pasien dalam perawatan lama/tirah baring lama datang dengan ambulans untuk
pemeriksaan rawat jalan,
• pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan anestesi atau sedasi,
• pasien dengan gangguan keseimbangan,
• pasien dengan gangguan penglihatan,
Standar SKP 6.1
• Rumah sakit
menerapkan
proses untuk
mengurangi risiko
cedera pasien
akibat jatuh di
rawat inap.
Maksud dan Tujuan SKP 6 dan SKP 6.1
Risiko jatuh pada pasien rawat jalan berhubungan dengan kondisi pasien, situasi, dan/atau lokasi di rumah sakit.
Di unit rawat jalan, dilakukan skrining risiko jatuh pada pasien dengan kondisi, diagnosis, situasi, dan/atau lokasi
yang menyebabkan risiko jatuh. Jika hasil skrining pasien berisiko jatuh, maka harus
dilakukan intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pasien tersebut. Skrining risiko jatuh di rawat jalan meliputi:
a) kondisi pasien misalnya pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol.
b) diagnosis, misalnya pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson.
c) situasi misalnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah baring/perawatan yang
lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh.
d) lokasi misalnya area-area yang berisiko pasien jatuh, yaitu tangga, area yang penerangannya kurang atau
mempunyai unit pelayanan dengan peralatan parallel bars, freestanding staircases seperti unit
rehabilitasi medis. Ketika suatu lokasi tertentu diidentifikasi sebagai area risiko tinggi yang lebih rumah sakit
dapat menentukan bahwa semua pasien yang mengunjungi lokasi tersebut akan dianggap berisiko jatuh dan
Skrining umumnya berupa evaluasi sederhana meliputi pertanyaan dengan jawaban sederhana: ya/tidak, atau
metode lain meliputi pemberian nilai/skor untuk setiap respons pasien. Rumah sakit dapat menentukan
bagaimana proses skrining dilakukan. Misalnya skrining dapat dilakukan oleh petugas registrasi, atau pasien
dapat melakukan skrining secara mandiri, seperti di anjungan mandiri untuk skrining di unit rawat jalan.
Contoh pertanyaan skrining sederhana dapat meliputi:
a) Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri atau berjalan?;
b) Apakah Anda khawatir akan jatuh?;
c) Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun terakhir?
Rumah sakit dapat menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko jatuh. Misalnya,
semua pasien di unit rehabilitasi medis, semua pasien dalam perawatan lama/tirah baring lama datang dengan
ambulans untuk pemeriksaan rawat jalan, pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan
anestesi atau sedasi, pasien dengan gangguan keseimbangan, pasien dengan gangguan penglihatan, pasien anak
di bawah usia 2 (dua) tahun, dan seterusnya.
Untuk semua pasien rawat inap baik dewasa maupun anak harus dilakukan pengkajian risiko jatuh
menggunakan metode pengkajian yang baku sesuai ketentuan rumah sakit. Kriteria risiko jatuh dan intervensi
yang dilakukan harus didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Pasien yang sebelumnya risiko rendah
jatuh dapat meningkat risikonya secara mendadak menjadi risiko tinggi jatuh. Perubahan risiko ini dapat
diakibatkan, namun tidak terbatas pada tindakan pembedahan dan/atau anestesi, perubahan mendadak pada
kondisi pasien, dan penyesuaian obat-obatan yang diberikan sehingga pasien memerlukan pengkajian ulang
jatuh selama dirawat inap dan paska pembedahan.
Elemen Penilaian SKP 6.1
a) Rumah sakit telah melakukan pengkajian risiko jatuh untuk semua pasien rawat inap baik dewasa maupun
anak menggunakan metode pengkajian yang baku sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
b) Rumah sakit telah melaksanakan pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien rawat inap karena adanya
perubahan kondisi, atau memang sudah mempunyai risiko jatuh dari hasil pengkajian.
c) Tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien rawat inap telah dilakukan dan
didokumentasikan.
Elemen Penilaian SKP 6.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
1) Rumah sakit telah melakukan pengkajian D Bukti pelaksanaan pengkajian awal risiko jatuh 10 TL
risiko jatuh untuk semua pasien rawat untuk semua pasien rawat inap baik dewasa 5 TS
inap baik dewasa maupun anak maupun anak menggunakan metode 0 TT
menggunakan metode pengkajian yang pengkajian yang baku sesuai dengan ketentuan
baku sesuai dengan ketentuan rumah rumah sakit.
sakit. W
PPJA
Staf klinis
Pasien/keluarga
2) R u m a h s a k i t t e l a h m e l a k s a n a k a n D Bukti pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien 10 TL
pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien rawat inap karena adanya perubahan kondisi, 5 TS
rawat inap karena adanya perubahan atau memang sudah mempunyai risiko jatuh 0 TT
kondisi, atau memang sudah mempunyai dari hasil pengkajian.
risiko jatuh dari hasil pengkajian. W
PPJA
Staf klinis
Pasien/keluarga
Elemen Penilaian SKP 6.1 Instrumen Penilaian KARS Skor
3. T i n d a k a n d a n / a t a u D Bukti pelaksanaan Tindakan 10 TL
intervensi untuk mengurangi dan/atau intervensi untuk 5 TS
risiko jatuh pada pasien mengurangi risiko jatuh pada 0 TT
rawat inap telah dilakukan pasien rawat inap telah
dan didokumentasikan. dilakukan dan
w didokumentasikan.Lihat
pelaksanaan langkah-langkah
mengurangi risiko jatuh
(manajemen jatuh)
PPJA
Staf klinis
Pasien/keluarga
Sutoto.KARS 92
General Risk Humpty- CHAMPS Pediatric Fall
Assessment of Dumpty Scale- Pediatric Fall Risk
Pediatric Inpatient Risk Assessment
Inpatient Falls Assessment Scale
(GRAF-PIF) Tool (PFRA)
Used at NCH
Physical & All types of falls All types of falls All types of falls
physiological falls except when
(not child is
developmental) “dropped”
5 items 7 items 4 items 10 items
Scale 0 to 5+ Scale 7 to 23 Scale 0 to 4 Scale 0 to 30
Cut-off score = Cut-off score =
Cut-off score = 2 Cut-off score = 5
12 1
Sutoto.KARS 93
CONTOH: ASESMEN RISIKO JATUH
MORSE FALL SCALE (MFS)
Sutoto.KARS 94
SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY
PARAMETER KRITERIA NILAI SKOR
apakah pasien delirium? (tidak dapat membuat keputusan, pola pikir tidak Ya/ tidak
terorganisir, gangguan daya ingat)
Status mental Salah satu jawaban ya = 14
apakah pasien disorientasi? (salah menyebutkan waktu, tempat, atau orang) Ya/ tidak
apakah pasien mengalami agitasi? (ketakutan, gelisah, dan cemas) Ya/ tidak
apakah pasien mempunyai glaukoma, katarak, atau degenerasi makula? Ya/ tidak
apakah terdapat perubahan perilaku berkemih? (frekuensi, urgensi, inkontinensia, Ya/ tidak
Kebiasaan berkemih nokturia) ya = 2
Sutoto.KARS 98
Pedoman Pencegahan Pasien Resiko Jatuh
Dan Scor
Resiko Rendah Resiko Sedang Resiko Tinggi
Skor 0 - 5 Skor 6-13 Skor ≥14
1. Pastikan ‘bel’ mudah dijangkau 1. Lakukan langkah pencegahan untuk 1. Lakukan SEMUA langkah
resiko rendah pencegahan untuk resiko rendah
dan sedang
2. Roda tempat tidur pada posisi 2. Pasangkan gelang khusus (warna 2. Kunjungi dan monitor pasien
terkunci kuning) sebagai tanda resiko pasien setiap 1 jam
jatuh
3. Posisikan tempat tidur pada posisi 3. Tempatkan tanda resiko pasien jatuh 3. Tempatkan pasien di kamar yang
terendah pada daftar nama pasien (warna paling dekat dengan nurse station
kuning) (jika memungkinkan)
4. Pagar pengaman tempat tidur 4. Beri tanda resiko pasien jatuh pada
dinaikkan pintu kamar pasien
Patient safety/Group/2011 99
CONTOH LANGKAH PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH
Sutoto.KARS 100
CONTOH LANGKAH PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH
Sutoto.KARS