Anda di halaman 1dari 12

RAGAM BAHASA HUKUM

(Sriyanto)

Dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai ragam bahasa. Berdasarkan pokok


persoalannya ragam bahasa dibagai menjadi beberapa macam, seperti ragam bahasa hukum,
ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa keagamaan, dan ragam bahasa
seni. Semua ragam itu mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh ragam bahasa lain. Ragam
bahasa hukum, misalnya, bercirikan kecermatan dan kelugasan sehingga kadang-kadang kaidah
ragam bahasa hukum berbeda dengan kaidah bahasa secara umum. Ragam bahasa ilmiah harus
tunduk pada kaidah bahasa baku atau bahasa standar. Ciri ragam bahasa lain tidak dibahas dalam
tulisan yang pendek ini.
Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa semua ragam bahasa itu adalah bahasa
Indonesia. Tidak benar jika ada yang berpendapat bahasa ragam hukum, misalnya, bukan bahasa
Indonesia. Artinya, semua ragam bahasa itu harus tetap tunduk pada kaidah bahasa pada
umumnya. Ciri khusus itulah yang membedakan ragam bahasa satu dengan ragam bahasa yang
lain. Selebihnya harus mengikuti kaidah bahasa pada umumnya.
Dalam penyusunan berita acara sidang (BAS), misalnya, terdapat perbedaan cara
penulisan antara kaidah umum dan kalaziman yang berlaku dalam penyusunan BAS. Di bawah ini
diberikan contohnya.

1. Dalam sidang kemarin Majelis Hakim meminta agar Terdakwa tidak memberikan
keterangan yang berbelit-belit. (Ragam Bahasa Hukum/Benar)
2. Dalam sidang kemarin majelis hakim meminta agar terdakwa tidak memberikan
keterangan yang berbelit-belit. (Ragam Bahasa Hukum/Salah)

Dengan pertimbangan kecermatan pada kalimat (1) majelis hakim dan terdakwa ditulis dengan
huruf awal kapital karena mengacu pada subjek hukum terstentu, sedangkan dalam kalimat (2)

1
majelis hakim dan terdakwa tidak ditulis dengan huruf awal kapital karena keduanya bukan nama
diri.
Cermati kalimat berikut!
3. Seorang Saksi dalam persidangan wajib memberikan keterangan yang benar. (Salah)
3a. Seorang saksi dalam persidangan wajib memberikan keterangan yang benar. (Benar)
4. Dalam sidang itu Saksi sudah memberikan keterangan yang benar. (Benar)
4a. Dalam sidang itu saksi sudah memberikan keterangan yang benar. (Salah)

Istilah saksi pada kalimat (3) dan (3a) tidak mengacu pada subjek hukum tertentu karena ada
keterangan dalam persidangan. Keterangan itu tidak mengacu pada persidangan tertentu, tetapi
mengacu pada persidangan pada umumnya. Berbeda halnya dengan kalimat (4) dan (4a).
Kalimat (4) dan (4a) mengacu pada sidang tertentu dengan adanya keterangan sidang itu. Kata
itu menunjuk pada sidang tertentu. Oleh karena itu, istilah Saksi pada kalimat (4) dan (4a) ditulis
dengan huruf kapital.

Bagaimana dengan yang berikut?


5. Kurang lebih jam 9 WIB pagi terdakwa hadir di persidangan tersebut.
5a. Kurang lebih pukul 09.00 WIB Terdakwa hadir di persidangan tersebut.
6. Dari tangan terdakwa telah diamankan barang bukti berupa sabu seberat 2 kg.
6a. Dari tangan Terdakwa telah diamankan barang bukti berupa sabu seberat 2 (dua)
kilogram.
7. Sidang ditunda Rabu, 23-2-2022 dengan menghadirkan ahli bahasa.
7a. Sidang ditunda Rabu, 23 Februari 2022 dengan menghadirkan Ahli Bahasa.
8. Sesampainya dirumah, saksi melihat bahwa saksi Anwar Sudrajat alias Popong masih
tidur.
8a. Sesampainya di rumah, Saksi melihat bahwa Saksi ANWAR SUDRAJAT Alias POPONG
masih tidur.
Pada kalimat (5) terdapat dua kesalahan, yaitu penulisan waktu dan penulisan dan
terdakwa. Dalam bahasa resmi kata jam dan pukul harus dibedakan. Kata jam berarti ‘arloji atau

2
rentang waktu’, sedangkan kata pukul berarti ‘menyatakan waktu’. Lalu, istilah Terdakwa ditulis
dengan huruf awal kapital. Selain istilah terdakwa, pada kalimat (6) ada kesalahan penulisan
berat, yaitu 2 kg. Penulisan seperti itu menurut kaidah ejaan secara umum tidak salah. Namun,
dalam ragam bahasa hukum cara penulisan seperti itu salah. Penulisan yang benar dalam ragam
bahasa hukum adalah 2 (dua) kilogram. Pada kalimat (7) juga terdapat dua kesalahan, yaitu
penulisan tanggal dan para pihak. Angka tidak boleh digunakan untuk bulan, tetapi harus ditulis
nama bulan. Selanjutnya, Ahli Bahasa termasuk para pihak sehingga ditulis dengan huruf awal
kapital. Kata di pada frasa di rumah harus ditulis terpisah karena merupakan kata depan atau
preposisi. Istilah Saksi juga ditulis dengan huruf awal kapital karena juga termasuk para pihak.
Khusus nama para pihak awal (identitas) ditulis dengan huruf awal kapital semua.
Perhatikan pula contoh di bawah ini!

9. Menurut keterangan saksi, terdakwa bertempat tinggal di Jalan Rawamangun Muka


RT.003/011 Nomor 29, Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulaugadung, Jakarta- Timur.
(Ragam Bahasa Hukum/Salah)
9a. Menurut keterangan Saksi, Terdakwa bertempat tinggal di Jalan Rawamangun Muka
RT003, RW011, Nomor 29, Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulaugadung, Jakarta
Timur. (Ragam Bahasa Hukum/Benar)

Kesalahan pada contoh (9) terletak pada penulisan alaman tempat tinggal. Dalam
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia diatur bahwa bagian-bagian alaman dipisahkan dengan
tanda koma. Penulisan RT.003/011 seperti ini salah. Pertama, singkatan RT tidak diikuti tanda
titik. Kedua, singkatan RW (tanpa titik) juga harus dimunculkan. Ketiga, tanda baca yang
seharusnya digunakan untuk memisahkan RT dan RW adalah tanda koma, bukan garis miring.
Penulisan Jakarta-Timur dengan tanda hubung juga salah. Seharusnya, tidak perlu tanda baca
seperti halnya Jawa Barat atau Jawa Timur. Dengan catatan tersebut, kalimat (9) dapat diperbaiki
menjadi nomor (9a). Sekali lagi perlu ditegaskan bahasa ragam hukum juga harus tunduk kaidah
bahasa Indonesia.

3
Berdasarkan medianya ragam bahasa dapat dibedakan menjadi ragam bahasa lisan dan
tulis. Ragam bahasa tulis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) ragam tulis baku dan (2) ragam
tulis takbaku. Ragam bahasa lisan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) ragam bahasa lisan
baku dan ragam lisan takbaku. Ragam bahasa lisan dan tulis takbaku tidak harus dipelajari karena
orang dalam berbahasa sehari-hari tidak ada masalah. Biasanya masalah sering muncul ketika
orang menggunakan bahasa yang baku, baik lisan maupun tulis. Lalu, kaidah bahasa baku itu
mencakup apa saja?
Kaidah bahasa Indonesia meliputi (1) kaidah tata tulis (ejaan), (2) tata bentuk kata, dan
(3) tata kalimat. Tata tulis mengatur tata cara penulisan yang mencakup pemakaian huruf,
penulisan angka dan lambang bilangan, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian
tanda baca. Tata bentuk kata mengatur pembentukan kata yang baku dan tidak baku dan
pemakaian kata secara tepat. Tata kalimat mengatur penyusunan kalimat yang benar dan kalimat
efektif.

1. Tata Tulis
Secara umum persoalan yang sering muncul terkait dengan pemakaian huruf kapital
atau huruf besar dan huruf kecil yang menyangkut nama diri dan bukan nama diri. Perhatikan
contoh di bawah ini.

1) Pada umumnya pegawai di kantor kita adalah lulusan Perguruan Tinggi (PT), baik dari
pulau Jawa maupun dari luar pulau Jawa. (Salah)
2) Perkara pidana seperti itu cukup diselesaikan di Pengadilan Negeri setempat. (Salah)
3) Beberapa Kepala Kantor Pengadilan Tinggi hadir dalam pertemuan di Kantor
Mahkamah Agung kemarin. (Salah)

Pada contoh (1) perguruan tinggi bukan nama diri sehingga salah kalau ditulis dengan huruf awal
kapital. Kesalahan lain adalah penulisan pulau pada Pulau Jawa. Seharusnya, Pulau Jawa diawali
dengan huruf awal kapital. Dengan demikian, kalimat (1) dapat diperbaiki menjadi (1a). Frasa
pengadilan negeri bukan nama diri. Frasa pengadilan negeri menjadi bagian nama diri jika diikuti

4
nama tempat, misalnya, DKI Jakarta sehingga menjadi Pengadilan Negeri DKI Jakarta. Dengan
demikian, kalimat (2) dapat diperbaiki menjadi (2a). Pada contoh (3) kepala kantor pengadilan
tinggi juga bukan nama diri karena tidak diikuti nama tempat. Oleh karena itu, kepala kantor
pengadilan tinggi tersebut menjadi nama diri jika diikuti nama tempat. Dengan demikian, kalimat
(3) dapat diperbaiki menjadi (3a). Tiga kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi seperti di bawah
ini.

1a) Pada umumnya pegawai di kantor kita adalah lulusan perguruan tinggi (PT), baik
dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa. (Benar)
2a) Perkara pidana seperti itu cukup diselesaikan di pengadilan negeri setempat. (Benar)
3a) Beberapa kepala kantor pengadilan tinggi hadir dalam pertemuan di Kantor
Mahkamah Agung kemarin. (Benar)
Tata cara penulisan kata juga diatur dalam tata tulis atau ejaan. Hal yang diatur dalam
tata cara penulisan kata, antara lain, tentang penulisan bentuk terikat, penulisan gabungan kata,
penulisan gabungan kata berimbuhan, dan penulisan kata depan atau preposisi. Perhatikan
contoh di bawah ini!

4) Pertemuan semi resmi itu dipimpin oleh Kepala Kantor Pengadilan Agama
Kabupaten Sukoharjo. (Salah)
5) Foto pra nikah sering dibuat calon pasangan pengantin yang akan nikah. (Salah)
6) Silaturahmi antar panitera dilaksanakan untuk mempererat persaudaraan di antara
mereka. (Salah)

Kata semi-, pra-, dan antar- pada semi resmi, pra nikah, dan antar panitera merupakan contoh
bentuk terikat, yaitu bentuk yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata biasa. Seharusnya,
ketiga bentuk terikat ditulis serangkai sehingga perbaikannya menjadi seperti di bawah ini.

4a) Pertemuan semiresmi itu dipimpin oleh Kepala Kantor Pengadilan Agama
Kabupaten Sukoharjo. (Benar)

5
5a) Foto pranikah sering dibuat calon pasangan pengantin yang akan nikah. (Benar)
6a) Silaturahmi antarpanitera dilaksanakan untuk mempererat persaudaraan di
antara mereka. (Benar)

Hal lain yang diatur dalam ejaan adalah penulisan gabungan kata berimbuhan. Dalam
hubungan ini ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu penulisan gabungan kata itu sendiri dan
tata cara penulisan gabungan kata yang mendapat imbuhan. Mari kita cermati contoh berikut.

7) Selanjutnya, Hakim memberitahu Terdakwa bahwa sidang ditunda pecan depan.


8) Yang bertandatangan dalam surat panggilan itu adalah Jaksa.
9) Semua ASN harus siap berdarma bakti pada bangsa dan negara Indonesia.

Penulisan kata yang warna merah pada contoh (7), (8), dan (9) salah. Kaidahnya
menyatakan bahwa gabungan kata yang semula terpisah tetap ditulis terpisah jika hanya
mendapat awalan atau akhiran. Artinya, gabungan kata gabungan kata yang semula terpisah
ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus. Dalam contoh (7) dan (8) gabungan
kata tersebut hanya mendapat awalan, yaitu mem- dan ber-. Oleh karena itu, kedua kata tersebut
ditulis terpisah, yaitu memberi tahu dan bertanda tangan. Kesalahan pada kalimat (9) tidak sama
dengan kesalahan pada kalimat (7) dan (8). Kesalahan pada kalimat (9) terletak pada penulisan
gabungan kata. Penulisan gabungan kata darmabakti yang benar adalah serangkai. Oleh karena
itu, meskipun hanya diberi awalan ber-, kata darmabakti tetap ditulis serangkai. Dengan
demikian, perbaikan kalimat (7), (8), dan (9) menjadi seperti berikut.

7a) Selanjutnya, Hakim memberi tahu Terdakwa bahwa sidang ditunda pecan depan.
8a) Yang bertan tangan dalam surat panggilan itu adalah Jaksa.
9a) Semua ASN harus siap berdarmabakti pada bangsa dan negara Indonesia.

Hal penting yang lain adalah penulisan kata depan atau preposisi. Kaidahnya menyatakan
bahwa kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Perhatikan contoh di bawah ini.

6
10) Setelah menanyai Terdakwa, Hakim tahu dimana Terdakwa tinggal.
11) Kemanapun mereka pergi penegak hukum akan dapat menemukannya.
12) Barang bukti ditemukan disamping rumah Terdakwa.

Pada contoh (10), (11), dan (12) di atas terdapat tiga kesalahan kata depan, yaitu dimana,
kemanapun, dan disamping. Seharusnya, kata depan di dan ke pada ketiga kata tersebut dipisah
karena merupakan kata depan. Untuk menentukan di dan ke itu kata depan atau bukan, cara
yang paling mudah adalah dengan memasangkannya di, ke, dan dari. Jika pasangan itu lengkap,
dapat ditentukan bahwa pasangan itu merupakan kata depan. Di bawah ini diberikan contohnya.
di mana ke mana pun di samping
ke mana di mana pun ke samping
dari mana dari mana pun dari samping

Dari contong pasangan itu terlihat bahwa di mana, ke mana pun, dan di samping merupakan kata
depan sehingga harus ditulis terpisah. Dengan demikian, kalimat (10, (11), dan (12) dapat
diperbaiki seperti berikut.

10a) Setelah menanyai Terdakwa, Hakim tahu di mana Terdakwa tinggal.


11a) Ke mana pun mereka pergi penegak hukum akan dapat menemukannya.
12a) Barang bukti ditemukan di samping rumah Terdakwa.

2. Tata Bentuk Kata


Pembentukan kata yang sering salah adalah pembentukan dengan awalan me-.
Perhatikan contoh berikut!

1) Pemerintah harus mensosialisasikan undang-undang yang baru disahkan itu.


2) Untuk menjaga stamina tubuh pada era pandemik ini kita perlu mengkosumsi vitamin.

7
3) Mereka melakukan ibadah itu untuk mensucikan diri.

Bentuk kata mensosialisasikan, mengkosumsi, dan mensucikan merupakan bentuk kata yang
tidak baku. Bentuk yang benar adalah menyosialisasikan, mengonsumsi, dan menyucikan.
Dengan demikian, kalimat (13), (14), dan (15) menjadi (13a), (14a), dan (15a) berikut.

1a) Pemerintah harus menyosialisasikan undang-undang yang baru disahkan itu.


2a) Untuk menjaga stamina tubuh pada era pandemik ini kita perlu mengonsumsi
vitamin.
3a) Mereka melakukan ibadah itu untuk menyucikan diri.

Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga kaidah pembentukan kata dengan awalan me-
. Ketiga kaidah itu dapat dijadikan pedoman untuk menentukan kata yang benar atau yang salah.
Kaidah itu pulalah yang dijadikan pedoman dalam penyusunan kamus, khususnya terkait dengan
bentuk kata yang benar. Berikut diberikan penejelasan lebih lanjut.

a. Konsonan k, p, t, dan s (bukan konsonan rangkap atau gabungan huruf konsonan)


pada awal kata dasar luluh atau berubah bunyi apabila kata dasar tersebut mendapat
awalan me-.
Contoh:
Me- + koreksi menjadi mengoreksi.
Me- + konsumsi menjadi mengonsumsi.
Me- + publikasikan menjadi memublikasikan.
Me- + populerkan menjadi memopulerkan.
Me- + taati menjadi menaati.
Me- + targetkan menjadi manargetkan.
Me- + sukseskan menjadi menyukseskan.
Me- + sucikan menjadi menyucikan.

8
b. Konsonan rangkap atau gabungan huruf konsonan pada awal kata tidak luluh atau
tidak berubah.
Contoh:
Me- + kritik menjadi mengkritik.
Me- + kristal menjadi mengkristal.
Me- + produksi menjadi memproduksi.
Me- + program menjadi memprogram.
Me- + stabilkan menjadi menstabilkan.
Me- + standarkan menjadi menstandarkan.
Me- + khususkan menjadi mengkhususkan.
Me- + syaratkan menjadi mensyaratkan.
c. Awalan me- menjadi menge- apabila diikuti kata dasar bersuku satu.
Contoh:
Me- + sahkan menjadi mengesahkan.
Me- + tes menjadi mengetes.
Me- + bom menjadi mengebom.
Me- + pel menjadi mengepel.
Me- + cat menjadi mengecat.

3. Tata Kalimat
Tata kalimat mengatur penyusunan kalimat yang benar atau kalimat lengkap. Sebuah
kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat lengkap jika sekurang-kurangnya memiliki unsur
subjek (S) dan predikat (P). Dengan kata lain, kalimat yang tidak memiliki S atau P tidak dapat
disebut kalimat yang benar atau kalimat yang lengkap.
Pada tataran struktur kalimat, ragam bahasa hukum harus tetap memperhatikan kaidah
kalimat yang benar. Perhatikan contoh berikut!

9
1) Sebelum ditutup, Majelis Hakim menyatakan sidang dilanjutkan pekan depan. (Ragam
Bahasa Hukum/Salah)
1a) Sebelum menutup sidang, Majelis Hakim menyatakan bahwa sidang dilanjutkan pekan
depan. (Ragam Bahasa Hukum/Benar)

Contoh (1) dan (1a) di atas memperlihatkan bahwa kaidah kalimat yang benar tetap harus
diikuti dalam ragam hukum. Tidak bisa kita menyatakan kalimat yang salah di atas dengan dalih
ragam bahasa hukum. Kesalahan kalimat (1) dapat dijelaskan sebagai berikut. Kalimat (1)
tergolong kalimat majemuk bertingkat. Dalam kalimat majemuk bertingkat yang efektif terdapat
aturan kesejaran. Artinya, anak kalimat dam induk kalimat haruss sejajar. Nah, pada contoh (1)
anak kalimatnya tergolong pasif (sebelum ditutup), sedangkan induk kalimatnya tergolong aktif
(Majelis Hakim menyatakan sidang dilanjutkan pecan depan). Hal itu berarti bahwa anak dan
induk kalimatnya tidak sejajar. Ketentuan lain adalah bahwa anak kalimat harus diawali kata
penghung. Dalam contoh (1) terdapat dua anak kalimat, yaitu (a) sebelum ditutup dan (b) sidang
dilanjutkan pekan depan. Anak kalimat (a) sudah diawali dengan kata penghung, yaitu sebelum,
sedangkan anak kalimat (b) tidak diawali dengan kata penghibung. Seharusnya, anak kalimat (b)
diawali dengan kata penghubung bahwa. Dengan demikian, perbaikannya menjadi seperti pada
contoh (1a). Perhatikan pula kalimat berikut ini!

2) Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, khususnya di bidang teknis yustisial


peradilan, masih dijumpai dalam pembuatan Berita Acara Sidang dan Format Putusan
yang beragam. (Ragam Hukum/Salah)
2a) Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, khususnya di bidang teknis yustisial
peradilan, masih dijumpai pembuatan berita acara sidang dan format putusan yang
beragam. (Ragam Hukum/Benar)

Kaidah struktur kalimat mensyaratkan unsur kalimat yang lengkap. Artinya, sebuah
kalimat dinyatakan lengkap jika sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek (S) dan predikat (P).

10
Kalimat yang tidak memiliki S termasuk kalimat yang tidak lengkap. Kalimat yang tidak memiliki
P juga salah. Mari kita lihat unsur kalimat (7) di atas dengan memperhatikan uraian berikut.

Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, // khususnya di bidang teknis yustisial peradilan,
K K
masih dijumpai // dalam pembuatan Berita Acara Sidang dan Format Putusan yang beragam.
P K

Terlihat bahwa kalimat (2) hanya memiliki unsur KKPK. Yang kurang adalah unsur S. Tidak adanya
S itu karena penggunaan kata dalam sebelum frasa pembuatan Berita Acara Sidang dan Format
Putusan yang beragam. Penggunaan kata dalam itu mengubah S menjadi keterangan. Agar
kalimatnya benar, kata dalam pada kalimat (2) dihapus. Di samping itu, berita acara sidang dan
format putusan tidak ditulis dengan huruf awal kapital karena bukan nama diri. Dengan catatan
tersebut, kalimat (2) dapat diperbaiki menjadi kalimat (2a) dengan uraian unsurnya menjadi
seperti berikut.

Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, // khususnya di bidang teknis yustisial peradilan,
K K
masih dijumpai // pembuatan berita acara sidang dan format putusan yang beragam.
P S

Di bawah ini disajikan pula kalimat yang salah.

3) Diharapkan buku tersebut dapat dijadikan pedoman yang dapat mempermudah


aparatur fungsional dalam proses penyelesaian perkara di Pengadilan Agama.
3a) Diharapkan bahwa buku tersebut dapat dijadikan pedoman yang dapat
mempermudah aparatur fungsional dalam proses penyelesaian perkara di
Pengadilan Agama.

11
Contoh (3) merupakan contoh kalimat yang salah. Di atas telah dinyatakan bahwa kalimat
lengkap sekrang-kurangnya memiliki dua unsur, yaitu SP. Kalimat yang hanya memiliki 1 S dan 1
P disebut kalimat tunggal. Jika ada lebih dari 1 S dan 1 P, kalimat itu disebut kalimat majemuk.
Selanjutnya, kalimat majemuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) kalimat majemuk setara
dan (2) kalimat majemuk bertingkat. Kalimat mejemuk setara jarang salah. Yang sering salah
adalah kalimat majemuk bertingkat. Kalimat (3) tergolong kalimat majemuk bertingkat karena
memiliki dua P. Namun, anak kalimatnya (buku tersebut dapat dijadikan pedoman yang dapat
mempermudah aparatur fungsional dalam proses penyelesaian perkara di Pengadilan Agama)
tidak diawali kata penghubung. Seharusnya, anak kalimat itu diawali kata penghubung bahwa
sehingga perbaikannya menjadi kalimat (3a).

Selamat belajar dan semoga sukses!

12

Anda mungkin juga menyukai