DISUSUN OLEH :
Akbar Maulana (183202116)
Davinta Uzda L (183202117)
Dwi Asni Nurviani (183202055)
Fourin Oktavia N (183202058)
Kata baku adalah kata yang cara pengucapannya atau penulisannya sesuai dengan kaidah
yang dibakukan. Kaidah standar yang dibakukan terebut dapat berupa pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD), tata bahasa baku, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan kamus
umum.
Sedangkan kata tidak baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapannya atau
penulisannya tidak memenuhi kaidah – kaidah standat kata baku.
Berdasarkan sudut pandang informasi, bahasa baku adalah ragam bahasa yang digunakan
dalam berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan. Berdasarkan sudut pandang pengguna
bahasa, ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan ragam bahasa yang lazim digunakan oleh
penutur yang paling berpengaruh, seperti ilmuan, pemerintah, tokoh masyarakat, dan kaum
jurnalis atau wartawan. Bahasa merekalah yang dianggap ragam bahasa baku.
Dari sudut pandang tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata baku adalah kata-kata
yang lazim digunakan dalam situasi formal atau resmi yang penulisannya sesuai dengan
kaidah-kaidah yang dibakukan. Kaidah standar yang diamaksud dapat berupa pedoman ejaan
(EYD). Kriteria kata baku atau Baku tidaknya sebuah kata dapat dilihat dari segi lafal, ejaan,
gramatika, dan “kenasionalan-nya.
B. Hakikat Kalimat
Dalam pandangan gramatikal, yang menganggap tata bahasa sebagai subsistem yang
hierarkis, kalimat merupakan satuan yang tetap terikat pada satuan yang lebih besar atau dapat
berdiri sendiri. Secara relatif, ada kemungkinan satuan yang lebih besar kalimat dapat berdiri
sendiri dan mempunyai intonasi final, secara aktual dan potensial terdiri atas klausa. Dalam
kaitannya dengan satuan – satuan sintaksis (kata, frasa dan klausa), kalimat dapat dipandang
sebagai suatu konstruksi yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa disertai
intonasi final dan bila diperlukan dilengkapi dengan konjungsi (Dola, 2010:76). Sedangkan
menurut Cook (dalam Tarigan, 2009: 6), kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat
berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri dari klausa.
Pendapat lain dikemukakan Kridalaksana (2008:103), kalimat adalah satuan bahasa yang
berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari
klausa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kalimat merupakan kesatuan ujar yang
mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal yang terpenting
dalam pembentukan sebuah kalimat yaitu konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen dasar
dapat berupa kata, frasa maupun klausa yang diberi intonasi akhir. Berikut contoh kalimat yang
dibentuk oleh kata, frasa dan klausa.
Contoh :
Mangga! (dari kata)
Mangga manis! (dari frasa)
Emma membeli mangga manis. (dari klausa)
Jika kalimat – kalimat di atas dilafalkan maka akan jelaslah peranan intonasi final dalam
menentukan suatu kalimat. Karena peran intonasi finallah maka kalimat merupakan satuan
gramatikal bebas.
2. Kalimat Bersusun
Kalimat bersusun adalah kalimat yang terjadi dari satu klausa bebas dan sekurang
– kurangnya satu klausa terikat. Kalimat bersusun sering juga dinamakan kalimat
majemuk bertingkat atau kalimat majemuk subordinat. Disebut kalimat bersusun
karena dapat dianggap adanya lapisan atau tersusun, yaitu bagian utama dan bagian
bawah. Disebut bertingkat karena bagian – bagiannya memperlihatkan tingkatan yang
tidak sama, ada bagian induk dan bagian anak. Dipandang sebagai subordinasi karena
bagian yang satu bergantung dari bagian yang lain. Klausa – klausa yang membentuk
kalimat bersusun (bertingkat) ini tidak setara, ada klausa utama (Klut) dan klausa
subordinat (Klsub).
Untuk menggabungkan klausa – klausa yang tidak setara itu, digunakan konjungsi
subordinatif seperti : kalau, ketika, meskipun, atau karena.
Contoh :
( Klut ) ( Klsub )
Dia tidak mencuci motor, karena hari hujan.
( Klut ) ( Klsub )
Kalau Kiran pergi, Karan pun akan pergi.
( Klut ) ( Klsub )
Suhendro membaca komik, ketika ayah tidur.
( Klut ) ( Klsub )
Meskipun dilarang oleh Karan, Kiran akan pergi juga.
( Klut ) ( Klsub )
Karena banyak yang tidak datang, rapat dibatalkan.
3. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terbentuk dari beberapa klausa bebas.
Kalimat majemuk sering pula disebut kalimat setara. Karena klausa – klausa yang
membentuknya memiliki status yang sama, setara atau sederajat. Klausa – klausa yang
setara dalam kalimat majemuk dihubungkan dengan konjungsi koordinatif, seperti :
dan, atau, tetapi, lalu.
Contoh :
( Kl bebas) ( Kl bebas) ( Kl bebas)
Ayu melirik, Jojo tersenyum dan Nur tertawa.
( Kl bebas) ( Kl bebas)
Dia membuka pintu, lalu mempersilakan kami masuk.
( Kl bebas) ( Kl bebas)
Dia datang dan duduk di sebelah saya.
3. Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif yang
dalam ragam tulisan diberi tanda seru (!) pada akhir konstruksi. Kalimat imperatif
ditandai pula oleh partikel –lah atau kata – kata seperti hendaklah, jangan. Amanat
yang dikandungnya berupa perintah atau keinginan agar orang melakukan apa yang
dikehendaki pembaca atau pembicara.
Contoh :
Jangan perhatikan ucapannya!
Bacalah buku itu!
Berikan surat ini kepadanya!
Lompat saja!
Hendaknya Arly melayani permintaan dia!
4. Kalimat Aditif
Kalimat aditif adalah kalimat yang memberikan keterangan tambahan pada
kalimat pernyataan, dapat lengkap dapat pula tidak lengkap.
Contoh :
Sudah bulan Agustus, pemasukan juga tidak ada.
Hanya belum punya uang.
5. Kalimat Responsif
Kalimat responsif adalah kalimat terikat yang berhubungan dengan pernyataan
yang mendahuluinya, dapat lengkap, dapat tidak lengkap. Kalimat responsif biasanya
juga disebut kalimat jawaban atau kalimat tambahan.
Contoh :
Ya!
Tadi pagi!
Bagus!
6. Kalimat Interjektif
Kalimat interjektif adalah kalimat seruan yang mengungkapkan perasaan, dapat
lengkap, dapat tidak lengkap. Seruan ada dua macam yaitu (1) yang terjadi dari klausa
lengkap ditandai oleh partikel seperti : mudah – mudahan, alangkah dan (2) yang
seperti : aduh, wah, amboi.
Contoh :
Wah, ini baru kejutan!
Amboi, cantiknya!
Mudah – mudahan Tuhan selalu bersamamu!
Aduh, andai saja dia belum menikah!
C. Kalimat Efektif
Kalimat yang baik adalah kalimat yang dapat memberikan kemudahan atau kejelasan pesan
kepada pembaca atau pendengar. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Dengan kata lain,
kalimat dikatakan efektif apabila kalimat tersebut mampu secara tepat mewakili gagasan atau perasaan
penyampai pesan dan sanggup memberikan gambaran yang sama tepatnya kepada pembaca atau
pendengar.
Untuk mewujudkan kalimat yang efektif, kalimat harus mengandung beberapa unsur, antara
lain: kesatuan gagasan dan kesepadanan struktur, kepaduan (koherensi) yang kompak, adanya penekanan,
kesejajaran (keparalelan) bentuk, kehematan kata, kelogisan, dan kevariasian. Hal itu juga sependapat
dengan Akhadiah (1991:116) yang mengatakan bahwa ciri kalimat efektif adalah (1) kesepadanan dan
kesatuan, (2) kesejajaran bentuk (paralelisme), (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan
kata, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat.
Kesepadanan adalah keseimbangan antara pikiran dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan
kalimat diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Untuk
mewujudkan kesepadanan struktur, maka kalimat harus memenuhi syarat sebagai berikut.
A. Kalimat harus memiliki subjek dan predikat yang jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu
kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat
dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi untuk, pada,
sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
Bagi semua mahasiswa yang memakai kaos oblong dilarang mengikuti perkuliahan.
Kata bagi seharusnya dihilangkan, karena menimbulkan ketidakjelasan subjek.
Seharusnya
B. Kalimat tidak mengandung subjek ganda. Subjek yang ganda dalam kalimat menimbulkan penafsiran
yang salah bagi pembaca. Oleh karena itu, subjek yang ganda menyebabkan kalimat yang tidak efektif.
Contoh:
Pertanyaan itu saya kurang jelas.
Kalimat tersebut mempunyai subjek ganda, yaitu pertanyaan itu dan saya. Kalimat tersebut dapat
diperbaiki dengan cara menambah bagi diantaranyapertanyaan itu dan saya.
Seharusnya
Pertanyaan itu bagi saya kurang jelas.
Contoh :
Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara itu.
Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan mengubahnya menjadi kalimat majemuk atau mengganti
ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat.
Seharusnya
Kami datang agak terlambat, sehingga kami tidak dapat mengikuti acara itu.
Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara itu.
Yang dimaksud dengan koherensi atau kepaduan yang baik dan kompakadalah hubungan timbal
balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu.
Akan tetapi, kalimat dapat dirusak oleh berbagai hal berikut.
A. Penempatan kata dalam kalimat yang tidak sesuai dengan pola kalimat.
Contoh
menanak nasi di dapur tadi pagi.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang baik, namun akan menjadi buruk jika susunannya
tdiubah seperti pada contoh berikut!
Pagi menanak dapur di nasi tadi ibu.
B. Kesalahan penggunaan kata depan, kata hubung, dan sebagainya.
Perhatikan contoh berikut!
Sejak lahir manusia memiliki jiwa melawan kepada kekejaman alam.
Percaya tidak percaya data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa minat siswa terhadap
pembelajaran membaca adalah rendah.
Seharusnya
Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa minat siswa terhadap pembelajaran membaca
adalah rendah.
D. Kesalahan menempatkan keterangan aspek (sudah, telah, akan, belum) pada kata kerja tanggap.
Contoh
3. Penekanan
Setiap kalimat memiliki sebuah ide pokok. Penekanan dilakukan untuk memberikan penjelasan
berkaitan dengan hal yang dirasa penting. Penulis dapat melakukan berbagai cara untuk
memberikan penekanan pada kalimat efektif. Cara tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Contoh
Pembangunan merupakan proses yang rumit dan mempunyai banyak dimensi, bukan
hanya dimensi ekonomi tetapi juga dimensi politik,dimensi sosial, dan dimensi budaya.
Berdasarkan kalimat di atas dapat dilihat bahwa kata dimensi merupakan kata yang diulang berturut-turut.
Oleh karena itu, kata dimensi merupakan kata yang akan ditekankan oleh penulis.
C. Menggunakan pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu gagasan. Perhatikan contoh kalimat di
bawah ini!
Kalimat tersebut dapat lebih ditonjolkan bila ditempatkan dalam suatu posisi pertentangan,
misalnya:
4. Kesejajaran (Paralelisme)
Kalimat efektif juga harus mengandung kesejajaran (paralelisme) antara gagasan yang diungkapkan dan
bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya. Jika dilihat dari segi bentuknya, kesejajaran itu dapat
menyebabkan keserasian. Jika dilihat dari segi makna atau gagasan yang diungkapkan, kesejajaran itu
dapat menyebabkan informasi yang diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah dipahami.
A. Kesejajaran Bentuk
Bentuk kalimat yang tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi.
Contoh
Buku itu telah lama dicari, tetapi Dodi belum menemukannya.
Peneliti sudah mengambil data, mencatatnya, kemudian dianalisis, dan dibahas.
Kalimat di atas tidak sejajar karena menggunakan bentuk kata kerja pasif (dicari) yang dikontraskan
dengan bentuk aktif (menemukan). Agar sejajar, kedua bagian kalimat tersebut harus menggunakan
bentuk pasif semuanya atau bentuk aktif semuanya.
Unsur lain yang harus diperhatikan dalam pemakaian suatu bahasa adalah segi penalaran atau logika.
Kesejajaran makna ini berkaitan erat dengan penalaran. Penalaran dalam sebuah kalimat merupakan
masalah yang mendasari penataan gagasan. Penalaran sangat berhubungan dengan jalan pikiran. Jalan
pikiran penulis turut menentukan baik tidaknya kalimat yang dibuat, mudah tidaknya kalimat tersebut
dipahami sesuai pemikiran penulis.
Contoh
Masyarakat mengecam keras atas terjadinya pembunuhan 21 warga Palestina yang tewas dan 200
lainnya yang luka-luka.
Kalimat tersebut bukan termasuk kalimat efektif, karena untuk memahaminya, pembaca dituntut berpikir
keras. Jika kita cermati akan terdapat kejanggalan karena tidak mungkin pembunuhan dilakukan terhadap
orang yang sudah tewas.
Seharusnya
Agar efektif, kalimat tersebut harus dikembalikan pada gagasan semula, yang terungkap dalam beberapa
kalimat berikut.
5. Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam pemakaian kata, frase, atau
bentuk lainnya yang dianggap tidak diperlukan. Kehematan ini menyangkut soal gramatikal dan makna
kata. Kehematan tidak berarti menghilangkan kata, frase yang diperlukan atau yang menambah kejelasan
makna kalimat. Untuk mewujudkan kehematan dalam menyusun kalimat efektif ada beberapa kriteria
yang perlu diperhatikan.
C. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
Kata naik bersinonim dengan ke atas.
Kata turun bersinonim dengan ke bawah.
6. Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan
penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Kalimat itu tidak logis (tidak masuk akal). Yang logis adalah sebagai berikut.
\
7. Kevariasian
Seorang penulis harus berusaha menghindarkan pembaca dari keletihan yang pada akhirnya akan
menimbulkan kebosanan. Penulis harus berusaha agar pembaca menjadi pekerjaan yang menyenangkan.
Sebuah bacaan atau tulisan yang baik merupakan suatu komposisi yang dapat memikat dan mengikat
pembacanya untuk terus membaca sampai selesai. Agar dapat membuat pembaca terpikat tidaklah dapat
dilakukan begitu saja. Hal ini memerlukan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menulis. Menulis
memerlukan ketekunan, latihan, dan pengalaman.