1.1 Pendahuluan
tersebut menunjukkan bahwa pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan
adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas daripada sekadar masalah
menggunakan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca sebagai sarananya.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi
bentuk akan berimplikasi pada ketepatan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir
kendaraan, ejaan merupakan rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap
pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu – rambu yang ada, terciptalah
lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira – kira bentuk hubungan antara
digunakan ialah Ejaan yang Disempurnakan (EyD). EyD resmi diberlakukan pada
16 Agustus 1972. Ejaan ini merupakan upaya penyempurnaan ejaan yang sudah
dipakai selama 25 tahun sebelumnya, yakni Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
3
(Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat ejaan itu diresmikan pada tahun
1947). Sebelum Ejaan Soewaandi, ejaan yang digunakan ialah Ejaan van
Ophuijsen (nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa). Ejaan
ini merupakan ejaan pertama bahasa Indonesia dan mulai diberlakukan pada tahun
1901 oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu.
ejaan fonemis, yaitu satu bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan
pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu
/ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan
satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan
1.2 Penyajian
1.2.1 Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara
pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang
4
pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan
bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan
bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan
satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi
bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan
sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia
5
Singkatan Lafal yang benar Lafal yang salah
AC a-ce a-se
TV te-ve ti-vi
pelafalan huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan
dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan
hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan sebagainya disesuaikan dengan
kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain. Pertimbangan
Ejaan yang Disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat saja diucapkan
tidak sesuai dengan yang tertulis, bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau
nama obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut.
6
Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan
yang tertulis. Hal tersebut memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang
bersangkutan.
HCI Ha Se El Ha Ce El
CO2 Se O2 Ce O2
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/.
Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak
di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata
mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang
berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata
tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan
bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi
kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa
didalam abjadnya, yaitu mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa
huruf di antaranya, yaitu huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan
7
Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan diganti
Contoh:
Indonesia, harus kita ingat ketentuan pemakaian huruf /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya
dapat dipakai untuk nama istilah khusus, sedangkan untuk istilah umum harus
diganti dengan huruf /k/. Demikian pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang,
seperti xenon, sinar x, x, + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada tengan kata dan akhir
Contoh:
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk
melambangkan bunyi huruf hamzah (glotal). Ternyata masih ada pengguna bahasa
yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/ untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
8
Contoh:
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal
itu dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan
suku kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian
akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan
kata berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir
baris setiap halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan harus
mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang
Contoh:
Contoh :
9
3) Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal,
Contoh:
Contoh:
Contoh:
6) Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang berdiri
Contoh:
Salah Benar
uga ga
… masalah i- … masalah
tu … itu …
10
7)Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf
dan juga tidak boleh berjauhan dengan huruf, tetapi diletakkan di samping
kanan huruf.
Contoh:
Salah Benar
… pengam … pengam-
… bela - … bela-
jar jar
1.3 Penutup
Pilihlah salah satu jawaban soal yang Saudara anggap paling tepat di antara
satu tanda
11
4. Mana pernyataan yang tidak benar?
A. meng-i-klan-kan C. me-ngi-klan-kan
A. trans-krip-si C. tran-spor-ta-si
B. de-skrip-si D. di-sku-si
12
8. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan,
konsonan itu
konsonan
13