Sasaran Pembelajaran
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Melafalkan bahasa Indonesia secara tepat;
2. Menggunakan huruf-huruf dalam bahasa Indonesia secara tepat;
3. Memisahkan kata atas suku kata secara tepat.
4. Menuliskan huruf besar (kapital) dan huruf miring secara tepat;
5. Menuliskan kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan gabungan kata secara tepat.
6. Menuliskan kata depan, kata ganti, kata sandang, partikel, angka dan bilangan.
Materi
1. Pendahuluan
Dasar yang paling baik untuk melambankan bunyi ujaran suatu bahasa adalah satu bunyi
ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang
dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah
manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran
dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan
ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca.
Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satu bunyi yang berfungsi dalam
bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Sesuai Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan jumlah huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia
berjumlah 26 buah.
Walaupun bahasa Indonesia menganut sistem ejaan fonemik, yaitu satu tanda (huruf)
dilambangkan satu bunyi, namun kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan
tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda,
seperti /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua bunyi yang dilambangkan dengan satu
tanda saja seperti /e/ taling dan /e/ pepet. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam
penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
2. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan adalah cara pelafalan atau cara mengucapkan
bahasa Indonesia. Akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bahasa Indonesia
dengan keraguan, yaitu ketidakteraturan pengguna bahasa Indonesia melafalkan huruf.
Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena tanda (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi
yang menandai huruf-huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bahasa asing, seperti
bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan lain-lain. Dalam bahasa-bahasa tersebut,
satu lambang huruf dapat dilafalkan berbeda, misalnya /a/ atau /g/ dapat diucapkan dengan
berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya
dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku cukup sederhana, yaitu bunyi-
bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya,
lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
Perhatikan contoh berikut:
Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah
teknik teknik tehnik
Tegel tegel tehel
Energi energi enerhi, enersi, enerji
Praktik praktik praktek
Risiko risiko resiko
Agenda agenda ahenda
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah masalah pelafalan singkatan kata
dengan huruf.
Perhatikan contoh berikut:
3. Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf di dalam abjadnya,
yaitu mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu
huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai
secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf-huruf itu tetap
dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.
Contoh:
fakta tidak diganti dengan pakta
aktif tidak diganti dengan aktip
valuta tidak diganti dengan paluta
ziarah tidak diganti dengan jiarah atau siarah
Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita
ingat ketentuan pemakaian huruf seperti /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk
nama istilah khusus, sedangkan untuk istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. Demikian
pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti xenon, sinar x, x+y. Huruf /x/ apabila
terdapat di tengah kata atau akhir kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/.
Contoh:
Quran tetap ditulis Quran (nama)
aquarium harus ditulis dengan akuarium
quadrat harus ditulis dengan kudrat
complex harus ditulis dengan kompleks
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan
bunyi hamzah (glotal). Ternyata masih ada pemakai bahasa yang memakai tanda 'ain' /’/
untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
Contoh:
ta'zim harus diganti dengan taksim
da'wah harus diganti dengan dakwah
ma'mur harus diganti dengan makmur
6. Penulisan Kata
Kaidah penulisan kata yang diatur dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan berjumlah 22 kaidah. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kaidah yang
sering ditemukan ketidakpatuhan dalam penulisannya. Kesalahan penulisan muncul karena
kurangnya pengetahuan pengguna bahasa mengenai kaidah ejaan. Oleh sebab itu, pengguna
bahasa perlu diberikan penjelasan yang memadai mengenai cara penulisan kata.
disebarkan pertanggungjawaban
sayur-sayur bersahut-sahut
sayur-sayuran sahut-menyahut
mayur-mayur bersahut-sahutan
Ada juga bentuk pengulangan yang berasal dari bentuk dasar kata gabung atau lazim
disebut kata majemuk. Pengulangan bentuk seperti ini, yang diulang hanya bagian yang
pertama sedangkan bagian yang kedua tidak diulang.
Contoh:
Bentuk dasar Bentuk pengulangan
mata pelajaran mata-mata pelajaran
Sejalan dengan penjelasan di atas, bentuk Mahakuasa, Mahamulia (sifat Tuhan) ditulis
serangkai karena maha sebagai unsur terikat yang diikuti bentuk dasar (kecuali bentuk Maha
Esa). Kalau bentuk yang mengikutinya bukan bentuk dasar, melainkan bentuk turunan
penulisannya dipisahkan.
Contoh:
Mahatahu Maha Mengetahui
buku sejarah-baru
alat pandang-dengar
ibu-bapak
Cara lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kata depan di, ke, dan dari adalah
dengan menggunakan kata tanya di mana, ke mana, dan dari mana. Semua pertanyaan
tersebut mengacu pada tempat atau arah.
Contoh:
di mana jawabannya di kampus atau di sana
Pemakai bahasa Indonesia kadang masih belum dapat membedakan penggunaa kata
depan di dan ke yang penulisannya dipisahkan dengan kata yang mengikutinya dengan
bentuk di-, dan ke-, sebagai awalan yang ditulis serangkai. Awalan di- membentuk kata kerja
yang memiliki pasangan atau dapat dipertukarkan dengan awalan me-.
Contoh:
diteliti ---- meneliti
dianalisis ---- menganalisis
Awalan ke- sering dipakai bersama dengan akhiran -an membentuk kata benda atau kata
sifat/keadaan.
Contoh:
ketuaan ---- ketua
Ada hal yang perlu mendapat perhatian serius mengenai penulisan dan penggunaan kata
depan di dan ke, yaitu kedua kata depan itu tidak dipakai :
(1) di depan kata ganti orang
Misalnya: di saya, di teman, atau ke saya, ke teman; dalam hal ini kata depan yang
dipakai adalah pada, misalnya pada saya atau pada teman.
(2) di depan kata keterangan waktu
Misalnya: di bulan Puasa atau ke bulan Puasa; di saat itu atau ke saat itu; di malam
Minggu atau ke malam Minggu; dalam hal ini kata depan yang dipakai adalah pada, misalnya
pada malam Minggu, pada saat itu pada bulan puasa.
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Partikel pun ditulis terisah
karena hampir sama dengan bentuk kata lepas yang mempunyai makna juga.
Contoh :
Apa pun yang dimakannya, dia tetap kurus.
Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’, ditulis terpisah dari bagian-bagian
kalimat yang mendampinginya.
Contoh :
Undang-undang baru ini berlaku per Januari 2008.
Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara seperti berikut ini.
Contoh :
Tahun 50-an Atau Tahun lima puluhan
Uang 5000-an Atau Uang lima ribuan
Lima uang 1000-an Atau Lima uang seribuan
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
Contoh :
Kami menonton drama itu sampai tiga kali
Ibu membeli lima belas ekor ayam
Diantara 72 anggota yang hadir, 52 orang memberikan suara setuju, 15 suara tidak
setuju, dan 5 suara blangko
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu susunan kalimat
diubah sehingga tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada
awal kalimat.
Contoh :
Lima belas anggota lidak hadir
Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja untuk sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
Contoh :
Perusahaan kami baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah
Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, bilangan tidak perlu ditulis
dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Contoh :
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Bukan : di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.