Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah: Bahasa Indonesia 01

Dosen: Prof. Dr. A B. Takko Bandung, M.Hum.

EJAAN BAHASA INDONESIA


(PELAFALAN, PEMAKAIAN HURUF, PEMISAHAN SUKU KATA, PENULISAN
HURUF, KATA, PARTIKEL, DAN ANGKA BILANGAN)

Sasaran Pembelajaran
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Melafalkan bahasa Indonesia secara tepat;
2. Menggunakan huruf-huruf dalam bahasa Indonesia secara tepat;
3. Memisahkan kata atas suku kata secara tepat.
4. Menuliskan huruf besar (kapital) dan huruf miring secara tepat;
5. Menuliskan kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan gabungan kata secara tepat.
6. Menuliskan kata depan, kata ganti, kata sandang, partikel, angka dan bilangan.

Materi
1. Pendahuluan
Dasar yang paling baik untuk melambankan bunyi ujaran suatu bahasa adalah satu bunyi
ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang
dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah
manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran
dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan
ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca.
Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satu bunyi yang berfungsi dalam
bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Sesuai Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan jumlah huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia
berjumlah 26 buah.
Walaupun bahasa Indonesia menganut sistem ejaan fonemik, yaitu satu tanda (huruf)
dilambangkan satu bunyi, namun kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan
tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda,
seperti /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua bunyi yang dilambangkan dengan satu
tanda saja seperti /e/ taling dan /e/ pepet. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam
penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.

2. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan adalah cara pelafalan atau cara mengucapkan
bahasa Indonesia. Akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bahasa Indonesia
dengan keraguan, yaitu ketidakteraturan pengguna bahasa Indonesia melafalkan huruf.
Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena tanda (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi
yang menandai huruf-huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bahasa asing, seperti
bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan lain-lain. Dalam bahasa-bahasa tersebut,
satu lambang huruf dapat dilafalkan berbeda, misalnya /a/ atau /g/ dapat diucapkan dengan
berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya
dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku cukup sederhana, yaitu bunyi-
bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya,
lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
Perhatikan contoh berikut:
Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah
teknik teknik tehnik
Tegel tegel tehel
Energi energi enerhi, enersi, enerji
Praktik praktik praktek
Risiko risiko resiko
Agenda agenda ahenda

Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah masalah pelafalan singkatan kata
dengan huruf.
Perhatikan contoh berikut:

Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah


TV /te ve/ /ti vi/
AC /a ce/ /a se/
LNG /el en ge/ /el en ji/
MTQ /em te ki/ /emtekyu, emtekui/
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah pemakaian dan pelafalan huruf pada
penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan
pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan hukum, lembaga, jalan, kata, sungai, gunung,
dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada
pertimbangan adat, hukum, agama, atau kesejahteraan dengan kebebasan memilih apakah
mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Jadi,
pelafalan dan penulisan nama orang dapat saja diucapkan tidak sesuai dengan yang tertulis,
bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama produk (minuman atau obat-
obatan) bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa
dapat saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut
memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang bersangkutan.
Perhatikan contoh berikut:
Tulisan Lafal yang benar Lafal yang salah
HCL Ha Se El Ha Ce El
CO2 Se O2 Ce O2
Coca Cola ko ka ko la co ca co la
Seven Up se fen up se ven up
Selanjutnya, kaidah pelafalan perlu juga dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/.
Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara
dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur,
leher. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau
hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu
umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini
tidak berlaku bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa
asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.

3. Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf di dalam abjadnya,
yaitu mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu
huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai
secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf-huruf itu tetap
dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.
Contoh:
fakta tidak diganti dengan pakta
aktif tidak diganti dengan aktip
valuta tidak diganti dengan paluta
ziarah tidak diganti dengan jiarah atau siarah
Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita
ingat ketentuan pemakaian huruf seperti /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk
nama istilah khusus, sedangkan untuk istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. Demikian
pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti xenon, sinar x, x+y. Huruf /x/ apabila
terdapat di tengah kata atau akhir kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/. 
Contoh:
Quran tetap ditulis Quran (nama)
aquarium harus ditulis dengan akuarium
quadrat harus ditulis dengan kudrat
complex harus ditulis dengan kompleks

Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan
bunyi hamzah (glotal). Ternyata masih ada pemakai bahasa yang memakai tanda 'ain' /’/
untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
Contoh: 
ta'zim harus diganti dengan taksim 
da'wah harus diganti dengan dakwah
ma'mur harus diganti dengan makmur

4. Pemisahan Suku Kata


Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat
didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya
kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan.
Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan kepentingan lain,
misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap halaman atau hanya untuk
memudahkan pengetikan. Penulis harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang
diatur dalarn Ejaan yang Disempurnakan, seperti berikut ini.
1. Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berunutan. pemisahan dilakukan diantara
kedua vokal tersebut.
Contoh: main → ma-in taat → ta-at
2. Apabila di tengah kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisanan dilakukan di
antara kedua konsonan tersebut.
Contoh: ambil → am-bil undang → un-dang
3. Apabila di tengah kata terdapat konsonan di antara dua vokal. Pernisahan dilakukan
sebelum konsonan tersebut.
Contoh: benar → be-nar sulit → su-lit
4. Apabila di tengah kata terdapat tiga konsonan atau lebih berurutan, pemisahan
dilakukan di antara konsonan pertama dan kedua.
Contoh: kompleks → kom-pleks instrumen → in-stru-men
5. Imbuhan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel yang
biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Pemisahannya dilakukan dengan
cara imbuhan dan partikel dipisahkan dahulu dari kata dasarnya, kemudian kata
dasardipisahkan menurut kaidah 1 s.d. 4 di atas.
Contoh : pengalaman → peng-alam-an → peng-a-lam-an

bantulah → bantu-lah → ban-tu-lah


6. Kalau kata itu bentuk kombinasi, pisahkan dahulu unsur kombinasinya dengan kata
dasar, kemudian pemisahan suku kata dilakukan menurut kaidah I s.d. 4.
Contoh: kilogram → kilo-gram → ki-lo-gram

swadaya → swa-daya → swa-da-ya


7. Pada akhir dan awal baris tidak diperkenankan ada hunuf yang berdiri sendiri, baik
vokal maupunkonsonan
Contoh: salah
…di- …masalah i-
a orangnya. tu…
Contoh: benar
…dia …masalah
Orangnya itu…
8. Tanda pisah (-) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf dan juga tidak boleh
berjauhan dengan huruf terakhir, harus diletakkan di samping kanan sejajar dengan
huruf.
Contoh: Salah
…pengam …kedatang
bilan… an…
Contoh: Benar
…pengam- …kedatang-
bilan an
5. Penulisan Huruf
Ada dua hal yang diatur mengenai penulisan huruf dalam Ejaan yang Disempurnakan,
yaitu aturan penulisan huruf kapital (besar) dan aturan penulisan huruf miring. Kedua aturan
tersebut akan dijelaskan pada uraian berikut.
5.1 Penulisan Haruf Kapital
Kaidah-kaidah penulisan yang tertera pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan masih sering diabaikan penggunaannya pada berbagai
tulisan. Kesalahan dalam penulisan terjadi karena pengguna bahasa tidak mau berusaha
memahami kaidah-kaidah yang tercantum dalam buku pedoman ejaan. Sehubungan dengan
hal terscbut, berikut ini akan dijelaskan secara singkat kaidah-kaidah penulisan huruf kapital
yang sering menimbulkan kesalahan yang cukup tinggi. Kaidah yang jarang ditemukan
kesalahan penggunaannya tidak perlu dibicarakan atau dijelaskan pada uraian ini.
Kaidah nomor tiga pada buku pedoman itu menyebutkan bahwa ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, hurut awalnya ditulis dengan huruf kapital,
termasuk kata-kata ganti untuk Tuhan. Kata-kata seperti Quran, Mahakuasa, Maha Pengasih.
Maha Esa sebagai ungkapan yang berhubungan dengan keagamaan dan nama Tuhan ditulis
dengan huruf kapital. Adapun ungkapan yang berhubungan dengan nama diri cukup ditulis
dengan huruf kecil. Dengan demikian, kata-kata seperti ijin, iblis, surga, neraka, malaikal,
meskipun bertalian dengan keagamaan tidak ditulis dengan huruf kapital.
Kata ganti Tuhan, yaitu Engkau, Nya, dan Mu, huruf awalnya harus ditulis dengan
huruf kapital. Antara kata ganti dan kata yang mengikutinya harus diberikan tanda hubung (-)
karena tidak boleh ada huruf kapital diapit oleh huruf kecil.
Contoh:
… hamba-Nya
… hamba-Mu
… Engkau beri rahmat.
Kaidah empat dan lima penulisan huruf kapital menyatakan bahwa gelar, jabatan, atau
pangkat yang diikuti langsung nama orang, nama dacrah atau negara, huruf awalnya ditulis
dengan huruf kapital.
Contoh:
Presiden Republik Indonesia
Presiden Susilo Bambang Yudoyono
Gubernur Sulawesi Selatan
Haji Agus Salim
Sultan Hasanuddin
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Tetapi perhatikan penulisan berikut:
Tugas presiden tidak ringan.
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Brigadir Jenderal Ahmad baru dilantik jadi mayor jenderal.
Hasanuddin, sultan Makassar, digelari juga Ayam Jantan dari Timur
Kaidah tujuh dan delapan EYD menyatakan bahwa yang ditulis dengan huruf kapital
pada huruf awalnya hanyalah yang menyangkut nama bangsa, Suku, bahasa, tahun, bulan,
hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh:
bangsa Indonesia
suku Makassar
bahasa Inggris
tahun Hijriah
bulan Ramadan
hari Natal
Perang Padri
Proklamasi Kemerdekaan
Tetapi perhatikan penulisan berikut:
mengindonesiakan kata-kata asing
keingris-ingrisan
memproklamasikan kemerdekaan
Kaidah lain yang juga sering menimbulkan kesalahan penulisan ialah penulisan huruf
kapital yang menunjukkan bubungan kekerabatan yang digunakan sebagai kata ganti atau
sapaan. Kata-kata penunjuk kekerabatan sebagai sapaan huruf awalnya ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh:
Kapan Bapak berangkat?
Apa kabar, Dik?
Surat Saudara sudah saya terima
Besok Paman akan datang
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Tetapi huruf kapital tidak digunakan sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak digunakan sebagai kata ganti atau sapaan
Contoh:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Semua camat dalam kabupaten itu hadir.
5.2 Penulisan Huruf Miring
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk:
(1) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan
Contoh:
Negarakertagama karangan Prapanca
Majalah Bahasa dan Kesusastraan
Surat kabar Fajar
(2) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh:
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
(3) menuliskan kata nama ilmiah, atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Contoh:
Apakah tidak sebaiknya kita menggunakan kata "penataran” untuk kata
up-grading?
Buah manggis nama ilmiahnya ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung diterjemahkan "pandangan dunia"
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau kata yang akan dicetak miring
diberi satu garis di bawahnya.

6. Penulisan Kata
Kaidah penulisan kata yang diatur dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan berjumlah 22 kaidah. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kaidah yang
sering ditemukan ketidakpatuhan dalam penulisannya. Kesalahan penulisan muncul karena
kurangnya pengetahuan pengguna bahasa mengenai kaidah ejaan. Oleh sebab itu, pengguna
bahasa perlu diberikan penjelasan yang memadai mengenai cara penulisan kata.

6.1 Penulisan Kata Turunan


Unsur-unsur imbuhan pada kata turunan, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks),
akhiran (sufiks), dan kombinasi awalan dan akhiran (konfiks) ditulis serangkai dengan kata
dasarnya. Kalau bentuk yang mendapat imbuhan itu berupa gabungan kata, awalan dan
akhiran itu ditulis serangkai dengan bentuk gabungan tersebut.
Contoh:
sebar tanggung jawab

disebar bertanggung jawab

sebarkan tanggung jawabkan

disebarkan pertanggungjawaban

6.2 Penulisan Kata Ulang


Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-). Pengguna
angka (2) untuk menyatakan bentuk pengulangan hendaknya dihindari.
Contoh:

sayur-sayur bersahut-sahut

sayur-sayuran sahut-menyahut

mayur-mayur bersahut-sahutan

Ada juga bentuk pengulangan yang berasal dari bentuk dasar kata gabung atau lazim
disebut kata majemuk. Pengulangan bentuk seperti ini, yang diulang hanya bagian yang
pertama sedangkan bagian yang kedua tidak diulang.
Contoh:
Bentuk dasar Bentuk pengulangan
mata pelajaran mata-mata pelajaran

rumah sakit rumah-rumah sakit

kereta api kereta-kereta api

6.3 Gabungan Kata


Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah bagian-bagiannya.
Kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri dan hanya muncul dalam bentuk
kombinasi, penulisannya harus diserangkaikan.
Contoh:
Kata gabungan Bentuk kombinasi

duta besar pancasila

mata pelajaran tunawisma

model linear antarkota

persegi Panjang nonkolaborasi

Sejalan dengan penjelasan di atas, bentuk Mahakuasa, Mahamulia (sifat Tuhan) ditulis
serangkai karena maha sebagai unsur terikat yang diikuti bentuk dasar (kecuali bentuk Maha
Esa). Kalau bentuk yang mengikutinya bukan bentuk dasar, melainkan bentuk turunan
penulisannya dipisahkan.
Contoh:
Mahatahu Maha Mengetahui

Mahakasi Maha Pengasih

Mahadengar Maha Mendengar


Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata (sudah padu) ditulis serangkai
seperti apabila, manakala, daripada, matahari, padahal, dan bumiputra. Gabungan kata
yang dapat menimbulkan salah baca atau salah pengertian, dapat diberi tanda hubung untuk
menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Contoh:
buku-sejarah baru

buku sejarah-baru

alat pandang-dengar
ibu-bapak

6.4 Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya


Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya sedangkan ku,
mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

6.5. Kata Depan di, ke, dan dari


Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Kata depan di, ke, dan dari selalu diikuti kata benda yang fungsinya menunjukkan tempat
atau arah.
Contoh:
di kampus ---- ke kampus ---- dari kampus

di rumah ---- ke rumah ---- dari rumah

di sana ---- ke sana ---- dari sana

di samping --- ke samping ---- dari samping

Cara lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kata depan di, ke, dan dari adalah
dengan menggunakan kata tanya di mana, ke mana, dan dari mana. Semua pertanyaan
tersebut mengacu pada tempat atau arah.
Contoh:
di mana jawabannya di kampus atau di sana

ke mana jawabannya ke kampus atau ke sana

dari mana jawabannya dari kampus atau dari sana

Pemakai bahasa Indonesia kadang masih belum dapat membedakan penggunaa kata
depan di dan ke yang penulisannya dipisahkan dengan kata yang mengikutinya dengan
bentuk di-, dan ke-, sebagai awalan yang ditulis serangkai. Awalan di- membentuk kata kerja
yang memiliki pasangan atau dapat dipertukarkan dengan awalan me-.
Contoh:
diteliti ---- meneliti
dianalisis ---- menganalisis

ditulis ---- menulis

Awalan ke- sering dipakai bersama dengan akhiran -an membentuk kata benda atau kata
sifat/keadaan.
Contoh:
ketuaan ---- ketua

kesatu ---- kesatuan

Ada hal yang perlu mendapat perhatian serius mengenai penulisan dan penggunaan kata
depan di dan ke, yaitu kedua kata depan itu tidak dipakai :
(1) di depan kata ganti orang
Misalnya: di saya, di teman, atau ke saya, ke teman; dalam hal ini kata depan yang
dipakai adalah pada, misalnya pada saya atau pada teman.
(2) di depan kata keterangan waktu
Misalnya: di bulan Puasa atau ke bulan Puasa; di saat itu atau ke saat itu; di malam
Minggu atau ke malam Minggu; dalam hal ini kata depan yang dipakai adalah pada, misalnya
pada malam Minggu, pada saat itu pada bulan puasa.

7. Partikel lah, kah, tah, pun, dan per


Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh :
Bacalah buku itu baik-baik!

Apakah yang tersirat dalam surat itu?

Siapatah gerangan dia?

Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Partikel pun ditulis terisah
karena hampir sama dengan bentuk kata lepas yang mempunyai makna juga.
Contoh :
Apa pun yang dimakannya, dia tetap kurus.

Hendak pulang pun, sudah tidak ada kendaraan

Jika kakak pergi, adik pun ingin pergi


Kata-kata berikut sudah dianggap padu benar, ditulis serangkai : adapun, andaipun,
ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, ataupun, meskipun
sekalipun, sungguhpun, walaupun. Kata kata tersebut berfungsi sebagai kata penghubung
(konjungsi).

Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’, ditulis terpisah dari bagian-bagian
kalimat yang mendampinginya.
Contoh :
Undang-undang baru ini berlaku per Januari 2008.

Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.

Harga buk itu Rp. 50.000,00 per eksampler.


8. Angka dan Lambang Bilangan
Kesalahan yang sering muncul dalam penggunaan angka dan bilangan adalah bilangan
tingkat. Kadang-kadang pengguna bahasa tidak dapat membedakan cara menggunakan angka
Romawi dengan angka biasa (angka Arab). Kalau kita menggunakan angka Romawi,
penulisannya tidak menggunakan awalan ke-, kalau kita menggunakan angka Arab harus
disertai awalan ke-. Selain kedua cara itu, masih ada cara lain yang dapat digunakan, yaitu
semua bilangan tingkat itu ditulis dengan huruf (kata).
Contoh :
Salah Benar
Perang Dunia ke-II Perang Dunia II
Perang Dunia ke-2
Perang Dunia Kedua
Abad ke-XXI Abad XXI
Abad ke-21
Abad kedua satu

Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara seperti berikut ini.
Contoh :
Tahun 50-an Atau Tahun lima puluhan
Uang 5000-an Atau Uang lima ribuan
Lima uang 1000-an Atau Lima uang seribuan
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.

Contoh :
Kami menonton drama itu sampai tiga kali
Ibu membeli lima belas ekor ayam
Diantara 72 anggota yang hadir, 52 orang memberikan suara setuju, 15 suara tidak
setuju, dan 5 suara blangko
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu susunan kalimat
diubah sehingga tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada
awal kalimat.
Contoh :
Lima belas anggota lidak hadir

Bukan : 15 anggota tidak hadir

Kami mengundang 250 orang tamu

Bukan : 250 orang tamu kami undang, atau

Bukan : dua ratus lima puluh orang tamu kami undang

Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja untuk sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
Contoh :
Perusahaan kami baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah
Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, bilangan tidak perlu ditulis
dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Contoh :
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.

Bukan : kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.

Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.

Bukan : di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.

Anda mungkin juga menyukai