Anda di halaman 1dari 5

AWALAN BAHASA INDONESIA

DAN MASALAHNYA

Dalam bab ini, akan kita tinjau beberapa awalan dalam bahasa Indonesia dengan
masalah-masalah kebahasaan yang tampak dalam penggunaan awalan-awalan itu. Akan saya
bicarakan dalam bab ini awalan-awalan me-, ber-, ter-, dan per-.
Dalam pertumbuhan bahasa Indonesia, tampak juga perubahan penggunaan awalan-
awalan itu yaitu bila dibandingkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia (bahasa Melayu)
dahulu dengan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia dewasa ini. Bahasa yang tumbuh
memang mengalami perubahan. Perubahan itu ada yang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa
serumpun, ada pula karena pengaruh bahasa asing. Selama suatu bahasa bersentuhan dengan
bahasa lain, selama itu pula akan masuk pengaruh-pengaruh bahasa lain ke dalam bahasa itu.
Bahasa Indonesia yang dipakai pada zaman Balai Pustaka, pada tahun 20-an, tidak
sama dengan bahasa Indonesia pada zaman Pujangga Baru. Perbedaan itu tampak dalam gaya
bahasa, dalam pemilihan kata, ungkapan dan perbandingan-perbandingan, malah tidak jarang
kita lihat perbedaan dalam susunan kalimat.

A. Awalan me-
Awalan me-, dengan variannya mem-, men-, meng-, meny-, dan menge- muncul
sesuai dengan lingkungan yang dimasukinya. Bentuk mana yang muncul bergantung kepada
fonem kata dasar yang dilekatinya. Hal ini sudah banyak dibicarakan dalam buku-buku tata
bahasa yang lain.
Bila kata dasar berfonem awal /b/ atau /p/, muncul bentuk mem-. Hal itu tidak begitu
saja terjadi, tetapi erat hubungannya dengan hukum bunyi. Kata buat menjadi membuat;
borong menjadi memborong.
Bentuk men- muncul bila kata dasar berfonem awal /d/ dan /t/. Bunyi-bunyi /d/, /t/,
dan /n/ dasar ucapannya apikodental karena bila bunyi-bunyi itu kita lafalkan. Maka ujung
lidah kita memecah kaki gigi atas. Contohnya: dapat menjadi mendapat; dorong menjadi
menorong; tulis menjadi menulis; tarik menjadi menarik.
Bentuk meng- muncul bila fonem awal kata dasar /k/, /g/, /kh/. Misalnya, gotong
menjadi menggotong; khitan menjadi mengkhitan. Tetapi ukur menjadi mengukur; kikis
menjadi mengkikis.
Bentuk meny- muncul bila fonem awal kata dasar /j/, dan /c/. Misalnya, jawab
menjadi menyjawab; cari manjadi menycari. Tetapi dalam tulisan ortografis tidak dituliskan
dengan /ny/ melainkan /n/ saja: menjawab, mencari. Tanpa kita sadari kata-kata itu kita
lafalkan dengan bunyi /ny/.
Bila kata dasar fonem awalnya /s/, maka bentuk yang muncul juga meny-. Dalam hal
ini /s/ luluh dalam bunyi /ny/ itu. Misalnya, saring menjadi menyaring; suruh menjadi
menyuruh.
Bentuk meng- muncul apabila kata dasar terdiri atas satu suku kata. Misalnya, pel
menjadi mengepel; tik menjadi mengetik; lap menjadi mengelap. Bentukan seperti ini baru
dikenal dalam bahasa Indonesia dewasa ini. Begitu juga bom, cap, cat, tes menjadi membom,
mencat, mentes. Sekarang sebagian orang menjadikan mengebom, mengecat, mengetes.
Bentukan seperti itu lahir karena pengaruh bahasa Jawa atau dialek Jakarta.

Beberapa Masalah Pemakaian Awalan me-


Dalam pemakaian bahasa sehari-hari tampak oleh kita beberapa penyimpangan dari
kaidah yang berlaku.

a. Bentuk mengkait
Dewasa ini sering kita baca atau kita dengar orang mengucapkan kalimat seperti
berikut ini:
Masalah itu kait-mengkait dengan masalah lain.
Ditinjau dari segi aturan bahasa Indonesia, bentuk kati-mengait tidak tepat. Sudah kita
bicarakan di depan bahwa bentuk dasar berfonem awal /k/, maka bentuk awalan yang muncul
ialah meng- dan /k/ luluh dalam bunyi /ng/. Aturan ini berlaku untuk semua kata dasar asli
bahasa Indonesia. Itu sebabnya bentuk di atas seharusnya kait-mengait.

b. Bentuk mengetrapkan dan mentrapkan


Orang menjadikannya mengetrapkan karena menyangka bahwa kata dasarnya trap dan
karena trap terdiri atas satu suku kata, bentuk menge- lah yang muncul sehingga bentukan itu
menjadi mengentrapkan. Bentuk mentrapkan tidak tepat karena kata dasarnya bukan trap,
melainkan terap. Bila bentukan yang benar adalah menerapkan, maka kata benda sebagai
hasil kerja itu ialah penerapan, bukan pengetrapkan atau pentrapan.

c. Bentuk menyintai, menyontoh, menyubit


Bentuk-bentuk di atas ini sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa sehari-hari,
kadang-kadang juga muncul dalam bahasa tulisan. Bentukan seperti itu tidak tepat sebab
kata-kata yang berfonem awal /c/, seperti yang sudah kita bicarakan di bagian depan pasal ini,
tidak mengalami peluluhan bunyi /c/-nya itu. Bentuknya menjadi mencintai, mencontoh,
mencubit.

d. Bentuk mengelola dan melola


Bentuk mengelola dan melola tampaknya sebagai dua bentuk yang bersaing dalam
pemakaiannya. Untuk mengetahui mana yang betul di antara kedua bentuk itu, kita harus
mengetahui apa bentuk dasar kata bentukan itu.
Kalau kita buka kamus bahasa Indonesia, akan kita temukan entri kelola di dalamnya,
sedangkan entri lola tidak terdapat. Kalau kata dasarnya kelola bentuk aktifnya menjadi
mengelola; bentuk awalan yang muncul ialah meng-, sedangkan fonem /k/ pada awal kata
dasar luluh. Bunyi /k/ luluh dalam /ng/. Bentuk pasifnya dikelola, bukan dilola.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta diterangkan arti kata
mengelola yaitu 'mengurus' (perusahaan, pemerintahan, dsb.); 'melakukan' (pekerjaan, dsb.);
'menyelenggarakan' (perayaan, dsb.); pengelola ialah 'pengurus' atau 'penyelenggara';
pengelolaan bearti 'penyelenggaraan', dsb. Kata mengelola dipakai sebagai padanan kata
Inggris to manage, dan pengelolaan ialah padanan kata management. Kata asing ini pun
sering diindonesiakan saja menjadi manajemen. Jadi, istilah manajemen dan pengelolaan
dapat kita anggap sebagai sinonim. Demikian juga manajer dan pengelola.

e. Bentuk mengaji dan mengkaji


Orang bertanya, mana yang betul: mengaji suatu masalah atau mengkaji suatu masalah?
Jadi, yang dipertanyakan itu ialah bentuk mengaji dan mengkaji.
Kata dasarnya ialah kaji. Kalau kata dasarnya kaji, maka awalan yang muncul ialah
meng- dan bunyi /k/ pada awal kata luluh. Dalam Kamus Umum Poerwadarminta, kita baca
keterangn makna kata bentukan itu sebagai berikut:

B. Awalan ber-
Awalan ber- mempunyai varian be- dan bel-. Ketiga bentuk itu melambangkan sebuah
morfem, disebut alomorf. Bentuk mana yang muncul bergantung pada lingkungan yang
dimasukinya.
Bentuk be- hanya muncul bula kata dasar yang didekatinyadidekati berfonem awal /r/,
atau suku pertama berakhir -er. Misalnya:
rasa-berasa (be-rasa) serta-beserta (be-ser-ta)
rupa-berupa (be-rupa) ternak-beternak (be-ter-nak)
ragi-beragi (be-ragi) pergi-bepergian (be-per-gian)
kerja-bekerja (be-ker-ja)
Bentuk bel- hanya muncul pada bentukan belajar. Di sini terjadi proses disimilasi
(pengawalarasan). Bentuk semula ber-ajar berubah bel-ajar.
Selain daripada yang sudah dibicarakan itu muncul bentuk ber-. Oleh sebab itu, bentuk
ber- merupakan bentuk yang produktif.
Contoh:
Ber-apa - berapa
Ber-isi - berisi
Ber-obat - berobat
Sebaliknya, kata atau ungkapan yang dahulu tidak berawalan ber- sekarang dibentuk
dengan awalan ber-.
Bandingkan pemakaiannya di bawah ini:
Dahulu Sekarang
- kacang bergoreng - kacang goreng
- pisang berebus - pisang rebus
- buku diberi sampul - buku diberi sampul

Beberapa Masalah Penggunaan Awalan ber-


a. Bentuk berwarna, bewarna; berkorban, bekorban
Kedua bentuk ber- dan be- seperti di atas kita jumpai juga dalam pemakaian bahasa
sehari-hari. Berdasarkan kaidah yang sudah dijelaskan pada bagian depan pasal ini, bentuk
bewarna dan bekorban bukanlah bentuk yang baku. Sudah dikatakan hanya bila suku perama
kaa dasar berakhir -er, makadsb bentuk awalan yang muncul ialah be-, tetapi bila suku
pertama itu berakhir -ar, -or, -ir, -ur, bentuk yang muncul tetap ber-. Jadi, berwarna,
berkorban, berfirman, berkursi.
b. Bentuk beruang mempunyai tiga macam arti
Bentuk beruang dapat ditafsirkan bermacam-macam:
1. be-ru-ang yaitu nama binatang
2. be-ruang artinya mempunyai ruang
3. ber-uang artinya mempunyai uang

Anda mungkin juga menyukai