Anda di halaman 1dari 34

18

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Strategi Belajar Tuntas

1. Pengertian Strategi Belajar Tuntas

Sebelum dibahas tentang defenisi dari strategi belajar tuntas, perlu

dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari strategi belajar mengajar.

Strategi pembelajaran berasal dari dua suku kata yakni strategi dan

pembelajaran.

“Secara etimologi strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang


berarti jenderal atau panglima. Sehingga strategi diartikan sebagai
ilmu kejenderalan atau ilmu kepanglimaan. Strategi adalah suatu
seni, yaitu seni membawa pasukan kedalam medan tempur dalam
posisi yang paling menguntungkan.”1

Melihat arti secara etimologi ini, strategi merupakan sebuah ilmu

dan seni dalam peperangan bagaimana mengalahkan musuh. Arti ini

belum dikembangkan dalam kawasan pendidikan. Sehingga tahapan

selanjutnya digunakan para ahli pendidikan mengenai strategi mengajar.

Sedangkan menurut Ahmadi strategi adalah suatu garis besar haluan

dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.2 Maka

disimpulkan strategi adalah suatu acuan dalam melakukan suatu tindakan

untuk mencapai suatu tujuan.

Selanjutnya istilah pembelajaran secara etimologi berasal dari kata

ajar, belajar dan pembelajaran yaitu petunjuk yang diberikan kepada orang

1
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002) h.
1-2
2
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Pustaka Setia,
2005), h. 11

18
19

supaya diketahui atau proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau

makhluk hidup belajar.3 Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan

oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan

pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. 4 Pengertian ini

menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses dan kegiatan

membelajarkan seseorang menjadi ke yang lebih baik, semula tidak tahu

akan menjadi tahu serta membentuk perubahan tingkah laku baik.

Menurut Sukmadinata pembelajaran merupakan kegiatan guru/dosen

menciptakan situasi agar siswa/mahasiswa belajar. Tujuan utama dari

pembelajaran ini adalah agar siswa/mahasiswa belajar.5 Maka disimpulkan

pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk

memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu

tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.

Abu Ahmadi berpendapat strategi pembelajaran merupakan upaya

guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan

terjadinya proses belajar mengajar.6 Menurut Oemar Hamalik:

“Strategi pengajaran merupakan penerjemahan fisalfat atau


teori mengajar menjadi rumusan tentang cara mengajar yang harus
ditempuh dalam situasi-situasi khusus atau daam keadaan tertentu
yang spesifik. Secara teoritik, ada juga pandangan mengenai proses
belajar mengajar, yang saling bertentangan antara satu dengan yang
lainnya.”7

3
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2012), h. 23
4
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), h. 35
5
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2005), h. 158
6
Ibid, h. 11
20

Strategi pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru agar

pembelajarannya berjalan dengan baik dan hasilnya juga baik. Cara

tersebut bisa saja unik, inovatif, dan kreatif.

Dari beberapa keterangan di atas, disimpulkan strategi belajar

mengajar adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk

memilih strategi kegiatan belajar yang akan digunakan sepanjang proses

pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta

didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

“Strategi belajar tuntas (mastery learning) merupakan strategi


dan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun
kompetensi dasar mata pelajaran.”8

Belajar tuntas menciptakan anak didik dapat mencapai tujuan

pembelajaran, sehingga di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan

mencapai semua kompetensi dasar, sedangkan anak didik yang kurang

cerdas mencapai sebagian atau tidak mencapai sama sekali.

Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari dalam buku menyatakan:

“Model ini dikembangkan oleh John B Caroll dan Benjamin


Bloom. Belajar tuntas menyajikan suatu cara yang menarik dan
ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja siswa ke tingkat pencapaian
suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan.” 9

Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan belajar tuntas mempersyaratkan

siswa menguasai penuh materi yang diajarkan oleh guru agar tujuan dalam

7
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2007), h. 183
8
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 153
9
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep, &
Implementasi), (Yogyakarta: Familia Group Relasi Inti Media, 2012), h. 142
21

pembelajaran bisa tercapai. Dalam penyajian belajar tuntas guru harus

menyajikan beberapa ringkasan yang terkait dengan pokok bahasan materi

agar memudahkan siswa memahami isi kandungan materi dan apa yang

harus dicapai dalam tujuan pembelajaran.

“Belajar tuntas menyajikan suatu cara yang menarik dan


ringkas untuk meningktakna untuk kerja siswa ke tingkat pencapaian
suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan.10 Pengembangan model
belajar tuntas terutama dilandasi oleh pokok-pokok pikiran dalam
psikologi behavoiristik (psikologi pendekatan pada kepribadian)
yang menitikberatkan pembentukan tingkah laku dan menggunakan
pola belajar individual sebagaimana halnya strategi paket belajar
(sistem modul).”11

Secara sederhana konsep belajar tuntas mengajarkan bahwa

bilamana siswa diberi kesempatan mempergunakan waktu yang

dibutuhkan untuk belajar dan ia mempergunakannya sebaik-baiknya, maka

ia akan mencapai tingkah hasil belajar seperti yang diharapkan. Strategi

belajar tuntas (mastery learning) adalah strategi pengajaran yang

diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok.

“Maksud utama atau tujuan pembelajaran tuntas adalah usaha


dikuasainya bahan oleh sekelompok siswa yang sedang mempelajari
bahan tertentu secara tuntas. Tingkat ketuntasan bermacam-macam
dan merupakan persyaratan kriteria minimum yang harus dikuasai
siswa.” 12 “Belajar tuntas dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil
belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajari.
Hal ini berlandaskan kepada suatu gagasan bahwa kebanyakan siswa
dapat menguasai apa yang diajarkan di sekolah, bila pembelajaran
dilakukan secara sistematis.”13

10
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta : Bumi Aksara,
2009), h. 184
11
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar (SBM), (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.156
12
Ibid., h. 156-157
13
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo
Offset, 2007), h. 95
22

Dapat disimpulkan belajar tuntas sebagai hasil penguasaan penuh

siswa terhadap seluruh bahan materi yang dipelajari atau diajarkan oleh

guru. Bertolak dari pengertian ini, pertanyaan kita adalah, tolok ukur apa

digunakan untuk menentukan taraf “penguasaan penuh atau Mastery”, dan

bagaimana praktek pengajaran yang “sistematis” itu. Pertanyaan ini

merupakan titik tolak pembahasan tentang ide belajar tuntas atau Mastery

Learning.14 Dengan kesimpulan mastery learning adalah tolok ukur untuk

mencapai taraf penguasaan penuh siswa pada materi pembelajaran dalam

belajarnya dan dalam pengajarannya guru diharapkan menyajikan pokok

bahasan materi yang sistematis agar memudahkan siswa memahami isi

kandungan materi. Berdasarkan macam di atas, maka model belajar tuntas

akan terlaksana apabila: (1) siswa menguasai semua bahan pelajaran yang

disajikan secara penuh, (2) bahan pengajaran dibetulkan secara sistematis.

“Dalam proses pembelajaran dimungkinkan bagi guru untuk


menetapkan tingkat penguasaan yang diharapkan dari setiap peserta
didik dengan menyediakan berbagai kemungkinan belajar dan
meningkatkan mutu pembelajaran. Guru harus mampu menyakinkan
bahwa setiap peserta didik dapat mencapai penguasaan penuh dalam
belajar.”15

Berdasarkan beberapa defenisi dan penjelasan di atas, maka

disimpulkan belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat

dilaksanakan di dalam kelas, dan asumsi di dalam kondisi yang tepat

semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh

hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Agar

semua peseta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal,


14
Ibid., h. 96
15
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 193
23

pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan

tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam

mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan

memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

2. Tujuan Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Tujuan dalam proses mastery learning adalah agar bahan yang

dipelajari dikuasai penuh oleh murid. Ini sering disebut “belajar tuntas”,

artinya penguasaan penuh. Dalam artian luas adalah agar bahan yang

disampaikan oleh guru dikuasai sepenuhnya oleh semua murid, bahkan

bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi atau

hasil terbaik. Pemahaman materi harus penuh, bukan tiga seperempat,

setengah atau seperempat saja, tapi seluruh dan tuntas sesuai dengan

tujuan dalam pembelajarannya.16

Pokok dalam strateginya adalah bila siswa diberi cukup waktu

(sufficient) dan diperlakukan secara tepat (appropriate treatment), mereka

dapat belajar sesuai tujuan-tujuan (objectives) yang diharapkan. Adapun

tujuan-tujuan model mastery learning sebagai berikut:17

a. Pandangan tentang cara dan penguasaan pelajaran sudah berubah dan


diubah dengan pandangan tentang belajar tuntas, dimana bukan hanya
sebagian siswa “pintar” yang dapat menguasai seluruh pelajaran,
melainkan seluruh siswa mau dan dapat belajar secara tuntas tentang
mata pelajaran tersebut.
b. Penilaian akhir hasil belajar siswa harus berdasarkan pada tingkatan
penguasaannya yang dinyatakan dalan tujuantujuan pembelajarannya
16
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, (Jakarta, Bumi
Aksara, 2015), h. 36
17
Mulyati, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: C.V. Andi Offset, 2005), h. 87-88
24

tersebut. Tujuannya menjajaki dan menjaring umpan balik dan korektif


pada tahap permulaan pelajaran. Kemudian, guru mengembangkan
prosedur korektif atau program perbaikan untuk mengatasi kesulitan
belajar. Kategori tingkat kesulitan adalah bila siswa mempunyai
tingkat penguasaan kurang dari 75%.
c. Pelaksanaan tahap kegiatan belajar mengajar perlu didahului orientasi
siswa terhadap apa yang akan di pelajari dan bagaimana ia
mempelajarinya. Pokok pertamanya adalah siswa perlu sekali
diperkenalkan pada tujuan-tujuan pelajarannya. Disamping itu, pokok-
pokok materi yang perlu dipelajari perlu pula diperkenalkan. Bagian
berikutnya, tentang bagaimana siswa perlu ditunjukkan cara belajar
yang perlu ditempuhnya sehingga jelas liku-liku jalan yang akan
memudahkannya mencapai taraf penguasaan belajar yang diharapkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan tujuan strategi belajar tuntas

atau mastery learning mengenai: (1) pandangan tentang siswa dapat

menguasai seluruh mata pelajaran secara tuntas, (2) penilaian akhir hasil

belajar siswa harus berdasarkan pada tujuan pembelajaran. Jika terdapat

siswa yang mengalami kesulitan atau belum tuntas dalam belajar maka

akan diberi perbaikan (remedial) atau memberikan kesempatan siswa

dalam perbaikan hasil nilai belajar, (3) perbaikan dalam pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar, seperti guru perlu menjelaskan tentang tujuan

pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa, guna untuk memudahkan

siswa dalam menguasai penuh pembelajaran yang diharapkan. Dalam

perbaikan ini tujuan pembelajaran harus merusmukan tentang kompetensi,

indikator secara sistematis dan mengorganisir bahan yang ingin dicapai.

3. Tahap Penerapan Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)

Strategi pembelajaran tuntas terdiri atas lima tahap :


25

a. Orientasi. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, tugas-

tugas yang akan dikerjakan dan mengembangkan tanggung jawab

siswa.

b. Penyajian. Dalam tahap ini guru menjelaskan konsep-konsep atau

keterampilan baru disertai contoh-contoh. Penggunaan media

pembelajaran baik visual (dapat dilihat/diamati) maupun audio visual

(dapat didengarkan, dilihat dan bergerak) sangat disarankan dalam

mengajarkan konsep atau keterampilan baru.

c. Latihan terstruktur. Dalam tahap ini guru memberi siswa contoh

praktik penyelesaian masalah, berupa langkah-langkah penting secara

bertahap dalam penyelesaian suatu masalah/ tugas.

d. Latihan terbimbing. Pada tahap ini guru memberi kesempatan pada

siswa untuk latihan menyelesaikan suatu permasalahan yang harus

dikerjakan siswa, namun tetap diberi bimbingan dalam

menyelesaikannya.

e. Latihan mandiri. Tahap latihan mandiri merupakan inti strategi

pembelajaran ini. Latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah

mencapai skor unjuk kerja antara 85% - 90% dalam tahap latihan

terbimbing. Kegiatan pelaksanaan tugas/ latihan dalam tahap ini tanpa

bimbingan dan umpan balik dari guru, jika siswa bertanya.18

Secara umum keuntungan penggunaan strategi pembelajaran ini adalah :

1) Siswa dengan mudah dapat menguasai isi pembelajaran

2) Meningkatkan motivasi belajar siswa


18
Made Wena, op cit., h. 184-185
26

3) Meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah secara mandiri

4) Meningkatkan kepercayaan diri siswa.

B. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Program pengajaran dapat dipandang sebagai suatu usaha

mengubah tingkah laku peserta didik. Tingkah laku yang diharapkan itu

terjadi setelah peserta didik memiliki pengetahuan diharapkan peserta

didik dapat mengubah tingkah lakunya dan perubahan itu dinamakan hasil

belajar peserta didik. Menurut Zakiyah Dradjat:

“Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk perubahan


tingkah laku. Bentuk tingkah laku itu dinyatakan dalam perumusan
tujuan intruksional”.19

Hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang meliputi

tiga aspek, yaitu aspek kognitif, meliputi perubahan dalam segi

penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan yang diperlukan

untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Aspek afektif yang meliputi

perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan kesadaran.

Aspek psikomotorik yang meliputi perubahan-perubahan dalam segi

bentuk tindakan motorik.

Keberhasilan belajar dalam dunia pendidikan disebut juga dengan

prestasi belajar. Untuk memberikan pengertian mengenai prestasi belajar

ada baiknya terlebih dahulu diberikan pengertian prestasi dan belajar

19
Zakiah Derajat dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta; Bumi Aksara,
2001), h. 197
27

secara terpisah. Hal ini dimaksudkan agar dapat dirumuskan pengertian

prestasi belajar secara lebih jelas.

Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu Prestatie yang

berarti kemampuan.20 Jadi secara umum prestasi menunjukkan

kemampuan atau keberhasilan seseorang melakukan sesuatu. Prestasi

adalah: hasil yang dicapai (dilakukan, dikerjakan).

Prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika

mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu.21 Prestasi belajar adalah

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata

pelajara, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan

oleh guru. Dalam pengertian sehari-hari hasil belajar sering diartikan

dengan angka-angka yang diperoleh peserta didik dalam belajar. Dapat

diartikan secara umum bahwa orang mengerti akan apa yang disebut

dengan hasil belajar walaupun sebagian orang tidak dapat merumuskan

artinya dengan kata-kata. Hasil belajar merupakan nilai yang dicapai

peserta didik melalui evaluasi menurut tahapnya masing-masing, baik

perbulan, persemester, pertahun dan lain-lain. Hasil tersebut dicantumkan

ke dalam raport sebagai bukti hasil laporan pendidikan. Setiap nilai yang

tercantum dalam raport akan tampak saling berbeda, sebab ada

kecenderungan peserta didik untuk memahami sesuatu pelajaran itu sulit

atau mudah. Untuk mencapai suatu hasil belajar yang optimal bagi seorang

20
Trisno Yuwono dan Silvita.I.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya; Arkola,
2000), h. 553
21
Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ke Dua,
(Jakarta; Balai Pustaka, 2000) h. 789
28

peserta didik maka cara belajar yang baik haruslah dapat dilakukan dengan

menentukan suatu rencana kegiatan yang dilakukannya. Jadi prestasi

belajar itu adalah: hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan).

Maka dapatlah dikatakan bahwa hasil belajar adalah nilai yang

telah dicapai dari usaha belajar. Dengan demikian hasil belajar yang

dicapai seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku dimana

tingkah laku tertentu berubah menjadi tingkah laku yang meningkat.

2. Ranah Hasil Belajar

a. Ranah koginitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri atas enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut

kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk

kognitif tingkat tinggi.

Tipe hasil belajar: Pengetahuan

“Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari


kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian,
maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut
termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau untuk diingat.”22
Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah.

Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar

berikutnya. Pada tipe hasil belajar ini responden hanya diminta untuk

mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah

tanpa harus mengerti atau dapat menilai, atau dapat menggunakannya.


22
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: PT. Fajar
Interpratama, 2008), h. 126
29

Dalam hal ini responden hanya dituntut untuk menyebutkan kembali

atau menghafal saja. Untuk mengukur jenjang penguasaan pada

kemampuan ini digunakan kata kerja operasional antara lain:

menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali dan

mendefenisikan. Dilihat dari segi bentuknya tipe tes yang paling

banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe

melengkapi, isian dan benar salah.

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah

pemahaman. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami

setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan.23 Pemahaman bukan

hanya mengingat fakta akan tetapi berkenaan dengan kemampuan

menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap

makna atau arti suatu konsep.

Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu (1)

Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari

terjemahan dalam arti sebenarnya, (2) Tingkat kedua adalah

pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian

terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan

beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok

dan yang bukan pokok, (3) Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat

tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi

23
Ibid
30

diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat

membuat ramalan tentang konsekuensi.24

Kata kerja operasional yang sering dipakai untuk jenjang

pemahaman, diantaranya: membedakan, mengubah, mempersiapkan,

menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan,

mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan,

mengambil kesimpulan. Sebagian item pemahaman dapat disajikan

dalam gambar, denah, diagram atau grafik. Dalam tes objektif, tipe

pilihan ganda dan tipe benar salah banyak mengungkapkan aspek

pemahaman.

“Tipe hasil belajar aplikasi: Aplikasi adalah penggunaan


abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi
tersebut mungkin berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.”25

Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi yang lama akan

beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi

akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses

pemecahan masalah. Kecuali, ada unsur lain yang masuk, yaitu

abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi, yakni sesuatu

yang umum sifatnya untuk diterapkan pada situasi yang khusus.

Prinsip merupakan abstraksi suatu proses atau suatu hubungan

mengenai kebenaran dasar atau hukum umum yang di bidang ilmu

tertentu. Generalisasi merupakan rangkuman sejumlah informasi atau

24
M. Ngalim, Purwanto , Psikologi Pendidikan.( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 44
25
Wina Sanjaya ,Op. Cit, h.126
31

rangkuman sejumlah hal khusus yang dapat dikenakan pada hal khusus

yang baru. Kata kerja operasional untuk tingkat penguasaan aplikasi

antara lain: menggunakan, menerapkan, menggeneralisasikan,

menghubungkan, memilih, mengembangkan, mengorganisasi,

menyusun, mengklasifi-kasikan, mengubah struktur.

”Tipe hasil belajar analisis: Analisis adalah kemampuan


menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran kedalam
bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antar bagian
bagian bahan itu.”26

Dalam analisis peserta didik dituntut mampu mengidentifikasi,

memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen-

elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa, atau

kesimpulan dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat

ada tidaknya kontradiksi.

Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada

seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru

secara kreatif.27 Kata kerja operasional untuk jenjang analisis antara

lain: membedakan, menemukan, mengklasifikasikan,

mengkategorikan, menganalisis, membandingkan, mengadakan

pemisahan.

Untuk membuat soal tes untuk kecakapan analisis, penyusun

tes perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi

26
Ibid, h. 127
27
Sinuraya, J.B, Pendistribusian Aspek Kognitif, Psikomotorir dan Afektif
Dalam Pembuatan Tes IPA untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA,( Jurnal
Pendidikan Science, 01 (25) : 76-78, 2001), h. 77
32

analisis, yaitu (1) dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau

pernyataan-pernyataan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu,

(2) dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan

secara jelas, (3) dapat meramalkan kualitas, asumsi atau kondisi yang

implisit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan

materinya, (4) dapat mengetengahkan pola atau susunan materi dengan

menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab akibat, dan keruntutan

atau sekuensi, (5) dapat mengenal organisasi prinsip-prinsip atau

organisasi pola-pola dari materi yang dihadapinya, (6) dapat

meramalkan dasar sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan dari

materi yang dihadapinya.28

Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk

menyeluruh disebut sintesis.29 Dalam sintesis peserta didik dituntut

mampu mengkombinasikan bagian atau elemen ke dalam satu kesatuan

atau struktur yang lebih besar.30

Berpikir berdasarkan pengetahuan, pemahaman, aplikasi,

analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat

lebih rendah daripada berpikir divergen. Dalam berpikir konvergen,

pemecahan atau jawabannya sudah diketahui berdasarkan yang sudah

dikenalnya.

Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir

divergen pamecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Berpikir


28
Purwanto, Proses Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Andi Ofset, 2005), h. 46
29
Ibid
30
Sinuraya, Pendekatan dalam Belajar Mengajar, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004), h. 78
33

sintesis merupakan salah satu teminal untuk menjadikan orang lebih

kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak

dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif sering menemukan

atau menciptakan sesuatu. Kreatif juga beroperasi dengan cara berpikir

divergen.

Kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

tipe, yaitu (1) kecakapan sintesis yang pertama adalah kemampuam

menemukan hubungan yang unik. Artinya, menemukan hubungan

antara unit-unit yang tak berarti dengan menambahkan satu unsur

tertentu, unit-unit yang tak berharga menjadi sangat berharga.

Termasuk dalam tipe ini adalah kemampuan mengkomunikasikan

gagasan, perasaan, atau pengalamannya dalam bentuk tulisan, gambar,

simbol ilmiah, atau lainnya, (2) kecakapan sintesis yang kedua adalah

kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari

suatu tugas atau problem yang dikemukakan, (3) kecakapan sintesis

yang ketiga adalah kemampuan mengabstrasikan sejumlah besar

gejala, data dan hasil observasi menjadi terarah.31

Kata kerja operasional untuk penguasaan sintesis antara lain:

menghubungkan, menghasilkan, mengkhususkan, mengembangkan,

menggabungkan, mengorganisasi, menyintesis, mengklasifikasikan

dan menyimpulkan.

Evaluasi:

31
Purwanto, Op. Cit, h. 46-47
34

“Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu


yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,
pemecahan, metode, dan lain-lain.32 Dalam evaluasi peserta didik
diharapkan mampu membuat penilaian dan keputusan tentang
nilai-nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan
menggunakan kriteria tertentu.”33

Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi

pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu

evaluasi. Kata kerja operasional yang digunakan untuk jenjang

evaluasi antara lain: menafsirkan, menilai, menentukan,

mempertimbangkan, melakukan, memutuskan, mengargumentasikan,

menaksir.

Kemampuan evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe,

yaitu (1) dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya

atau dokumen (ketepatan internal), (2) dapat memberikan evaluasi

tentang keajegan dalam memberikan argumentasi, evidensi dan

kesimpulannya, logika dan organisasinya (keajegan internal), (3) dapat

memahami nilai serta sudut pandangan yang dipakai orang dalam

mengambil suatu keputusan (kriteria internal), (4) dapat mengevaluasi

suatu karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang

relevan (kriteria eksternal), (5) dapat mengevaluasi suatu karya dengan

menggunakan kriteria yang telah diterapkan (kriteria eksternal), (6)

dapat memberikan evaluasi suatu karya dengan menggunakan

sejumlah kriteria yang eksplisit.34

32
Sudjana, Metoda statistika, (Bandung: Tarsito, 2002), h.28
33
Sinuraya, Op. Cit, h. 78
34
Purwato, Op. Cit, h. 48
35

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil

belajar afektif tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku

seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar,

menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan

sosial.

Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar

yang dimulai (a) reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam

menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada peserta

didik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe

ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol

atau seleksi gejala atau rangsangan dari luar, (b) responding atau

jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus

yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan,

kepuasan, dalam menjawan stimulus dari luar yang datang kepada

dirinya, (c) valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini

termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau

pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan tehadap nilai

tersebut, (d) organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu

sistem organisasi termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,

pemantapan dan prioritas nilai yang dimilikinya. Yang termasuk ke

dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll,
36

(e) karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua

system nilai yang telah dimililki seseorang, yang mempengaruhi pola

kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan

nilai dan karakteristiknya.35

c. Ranah Psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan

(skill) dan kemampuan bertindak individu.

”Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu (a) gerak refleks


(keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), (b) keterampilan
pada gerakan-gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual,
termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan
auditif, motoris dan lain-lain, (d) kemampuan di bidang fisik,
misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan, (e) gerakan-
gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks, (f) kemampuan yang berkenaan
dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretative.”36

Hasil belajar di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi

selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan.

Untuk mewujudkan hasil belajar yang memuaskan baik dari

aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik peserta didik, tidak terlepas

dari empat faktor keberhasilan belajar yaitu faktor guru, faktor peserta

didik, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan,

namun yang paling berpengaruh diantara faktor tersebut adalah

seorang guru.37

35
Suparman, Keterampilan Evaluasi Belajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 30
36
Ibid
37
Wina Sanjaya, Op. Cit, h.15
37

Hal ini disebabkab guru merupakan orang yang secara

langsunng berhadapan dengan peserta didik, gurulah menjadi

motivator, disainer untuk keberhasilan peserta didiknya. Gurulah yang

memikirkan bagaimana model pengajaran dan metode yang digunakan

dalam proses belajar mengajar.

C. Pembelajaran Fiqih

1. Pengertian Pembelajaran Fiqih

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)

No. 20 Tahun 2003”

"Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan


pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar."38

Mata pelajaran Fiqih dalam Kurikulum Madrasah Tsanawiyah

adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang

diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian menjadi dasar

pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

latihan penggunaan, pengamalan dan pembiasaan.39

Mata pelajaran Fiqih Madrasah Tsanawiyah ini meliputi : Fiqih

Ibadah, Fiqih Muamalah, Fiqih Jinayat dan Fiqih Siyasah yang

menggambarkan bahwa ruang lingkup Fiqih mencakup perwujudan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan


38
UU RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra
Umbara, 2006), h. 6
39
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 25
38

Allah SWT., dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya,

maupun lingkungannya (hablun minallah wa hablun minannaas).

Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan

menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi.

Pembelajaran fiqih pada hakikatnya adalah proses komunikasi yakni

proses penyampaian pesan pelajaran fiqih dari sumber pesan atau pengirim

atau guru melalui saluran atau media tertentu kepada penerima pesan

(siswa).

Guru pelajaran fiqih dianggap masih kurang dalam meningkatkan

kualitas pembelajaran fiqih dikarenakan metode dan media yang

digunakan dalam pembelajaran fiqih masih tergolong monoton.40

Penggunaan metode dan media pembelajaran fiqih disekolah kebanyakan

menggunakan cara-cara pembelajaran tradisional, yaitu ceramah dan statis

kontekstual, cenderung normatif, monlitik, lepas dari sejarah, dan semakin

akademis.

2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Fiqih

a. Tujuan

Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk

membekali peserta didik agar dapat: (1) mengetahui dan memahami

pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik

berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan dan pemahaman tersebut

diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan dan sosial. (2)


40
Ashar Arsyad, MA. Media pembelajaran (Jakarta: PT Raja Grafindo 2002) hlm. 72
39

Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan

benar. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan

menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang

tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial.41

b. Fungsi

Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfungsi untuk :

(a) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik

kepada Allah Swt. sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat; (b) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum

Islam di kalangan peserta didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan masyarakat; (c)

Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di Madrasah

dan masyarakat; (d) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada

Allah. Swt. serta akhlaq mulia peserta didik seoptimal mungkin,

melanjutkan yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan

keluarga; (d) Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan

fisik dan sosial melalui ibadah dan muamalah; (e) Perbaikan

kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam

keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari; (f)

Pembekalan peserta didik untuk mendalami Fiqih/hukum Islam pada

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.42

3. Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih

41
Dokumen Kurikulum 2013 Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran Fiqih, 2014, h. 3
42
Ibid., h. 4
40

Ruang lingkup Fiqih di Madrasah Tsanawiyah meliputi keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan antara:

a. Hubungan manusia dengan Allah Swt.

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan

c. Hubungan manusia dengan alam (selain manusia) dan lingkungan.

Adapun ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah

Tsanawiyah terfokus pada aspek:

a. Fiqih Ibadah

b. Fiqih Muamalah

c. Fiqih Jinayah

d. Fiqih Siyasah.43

4. Standar Kompetensi Pembelajaran Fiqih

Standar kompetensi mata pelajaran Fiqih berisi sekumpulan

kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh

Fiqih di madrasah, kemampuan ini berorientasi pada perilaku afektif dan

psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka

memperkuat keimanan, ketaqwaan, dan ibadah kepada Allah Swt.

Kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam komponen kemampuan

dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus

dicapai di Madrasah Tsanawiyah yaitu:

a. Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan,

dan menggunakan informasi tentang tata cara thaharah, pelaksanaan

shalat (shalat wajib, jama'ah, jama' qashar, darurat, janazah, shalat


43
Muhaimin, Op.Cit., h. 27
41

sunnah) serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan,

dan menggunakan informasi tentang sujud, dzikir dan do'a, puasa,

zakat, haji dan umrah, makanan minuman yang halal dan haram,

qurban dan 'aqiqah serta mampu mengamalkannya.

c. Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan

dan menggunakan informasi tentang muamalah, muamalah selain jual

beli, kewajiban terhadap sesama (orang sakit, janazah, dan ziarah

kubur), tata pergaulan remaja, jinayat, hudud dan sanksi hukumnya,

kewajiban mematuhi undang-undang negara dan syariat Islam,

kewajiban mengelola dan mengolah lingkungan untuk kesejahteraan

sosial.44

Seperti tergambar dalam kemampuan dasar umum di atas,

kemampuan dasar tiap kelas yang tercantum dalam Standar Nasional juga

dikelompokkan ke dalam empat unsur pokok mata pelajaran Fiqih di

Madrasah Tsanawiyah. yaitu: Fiqih Ibadah, Fiqih Muamalah, Fiqih

Jinayah dan Fiqih Siyasah. Berdasarkan pengelompokan per unsur,

kemampuan dasar mata pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah adalah

sebagai berikut:

a. Fiqih Ibadah

1) Melakukan thaharah / bersuci.

2) Melakukan shalat wajib.

3) Melakukan shalat berjama'ah.


44
Ibid., h. 28-30
42

4) Memahami shalat jama' qashar dan jama’ qashar

5) Memahami tata cara shalat darurat.

6) Melakukan shalat janazah.

7) Melakukan macam-macam shalat sunnah.

8) Melakukan macam-macam sujud.

9) Melakukan dzikir dan do'a.

10) Membelanjakan harta di luar zakat.

11) Memahami ibadah haji dan umrah.

12) Memahami hukum Islam tentang makanan dan minuman.

13) Memahami ketentuan penyembelihan hewan, aqiqah dan qurban.

14) Melakukan shalat janazah.45

b. Fiqih Muamalah

1) Memahami macam-macam muamalah.

2) Memahami muamalah di luar jual beli.

3) Melaksanakan kewajiban terhadap orang sakit, jenazah dan ziarah

kubur.

4) Melakukan pergaulan remaja sesuai syariat Islam.

c. Fiqih Jinayat, memahami jinayat, hudud dan sanksinya

d. Fiqih Siyasah

1) Mematuhi undang-undang negara dan syariat Islam.

2) Memahami kepemimpinan dalam Islam.

3) Memelihara, mengolah lingkungan dan kesejahteraan sosial.

5. Pendekatan Pembelajaran Fiqih dan Komponen Pendukung


45
Dokumen Kurikulum 2013 Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran Fiqih, 2014, h. 7
43

1) Pendekatan

Cakupan materi pada setiap aspek dikembangkan dalam suasana

pembelajaran yang terpadu, meliputi:

a) Keimanan, yang mendorong peserta didik untuk mengembangkan

pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah Swt. sebagai

sumber kehidupan.

b) Pengamalan, mengkondisikan peserta didik untuk mempraktekkan

dan merasakan hasil-hasil pengamalan isi mata pelajaran Fiqih

dalam kehidupan sehari-hari.

c) Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan

melakukan tata cara ibadah, bermasyarakat dan bernegara yang

sesuai dengan materi pelajaran Fiqih yang dicontohkan oleh para

ulama.

d) Rasional, usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil

pembelajaran Fiqih dengan pendekatan yang memfungsikan rasio

peserta didik, sehingga isi dan nilai-nilai yang ditanamkan mudah

dipahami dengan penalaran.

e) Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik

dalam menghayati pelaksanaan ibadah sehingga lebih terkesan

dalam jiwa peserta didik.

f) Fungsional, menyajikan materi Fiqih yang memberikan manfaat

nyata bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti

luas.
44

g) Keteladanan, yaitu pendidikan yang menempatkan dan

memerankan guru serta komponen madrasah lainnya sebagai

teladan; sebagai cerminan dari individu yang mengamalkan materi

pembelajaran fiqih.46

2) Komponen Pendukung

a) Pengorganisasian Materi

Pengorganisasian materi pada hakekatnya adalah kegiatan

mensiasati proses pembelajaran dengan perancangan/rekayasa

terhadap unsur-unsur instrumental melalui upaya pengorganisasian

yang rasional dan menyeluruh. Kronologi pengorganisasian materi

itu mencakup tiga tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan,

dan penilaian. Perencanaan terdiri dari perencanaan per satuan

waktu dan perencanaan per satuan bahan ajar. Perencanaan per

satuan waktu terdiri dari program tahunan dan program semester.

Perencanaan per satuan bahan ajar dibuat berdasarkan satu

kebulatan bahan ajar yang dapat disampaikan dalam satu atau

beberapa kali pertemuan. Pelaksanaan terdiri dari langkah-langkah

pembelajaran di dalam atau di luar kelas, mulai dari pendahuluan,

penyajian, dan penutup. Penilaian merupakan proses yang

dilakukan terus menerus sejak perencanaan, pelaksanaan, dan

setelah pelaksanaan pembelajaran per pertemuan, satuan bahan

ajar, maupun satuan waktu.47

46
Ibid., h. 6
47
Ibid., h. 7
45

Dalam proses perancangan dan pelaksanaan pembelajaran

hendaknya diikuti langkah-langkah strategis sesuai dengan prinsip

didaktik, antara lain: dari mudah ke sulit; dari sederhana ke

komplek dan dari konkret ke abstrak.

b) Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar mata

pelajaran Fiqih. Dengan teknologi ini dimungkinkan memberikan

pengalaman nyata kepada peserta didik tentang berbagai aspek

materi Fiqih. Oleh karena itu guru dapat memanfaatkan TV, film,

VCD/DVD/VCR, bahkan internet untuk menjadi media dan

sumber pembelajaran mata pelajaran Fiqih.

c) Nilai-nilai pendidikan yang terkandung

Setiap materi yang diajarkan kepada peserta didik

mengandung nilai-nilai yang terkait dengan perilaku kehidupan

sehari-hari, misalnya mengajarkan materi. ibadah yaitu “wudlu",

selain keharusan menyampaikan air pada anggota tubuh, di

dalamnya juga terkandung nilai-nilai kebersihan. Nilai-nilai inilah

yang ditanamkan kepada peserta didik dalam mata pelajaran Fiqih

(afektif).48

d) Aspek Sikap

Mata pelajaran Fiqih selain mengkaji masalah fiqih/hukum

yang bersangkutan dengan aspek pengetahuan, juga mengajarkan


48
Ibid., h. 8
46

aspek sikap, misalnya ketika mengajarkan shalat tidak semata-mata

melihat aspek sah dan tidaknya shalat yang dilakukan, tetapi juga

perlu mengajarkan bagaimana memaknai setiap gerakan shalat

yang di dalamnya terkandung ajaran perintah berperilaku sosial,

kehidupan itu tidak abadi dan hanya ridha Allah-lah tujuan akhir

dari segala bentuk ibadah. Sehingga peserta didik mampu bersikap

sebagai seorang Muslim yang beramal ilmiah dan berilmu amaliah.

e) Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler Fiqih dapat mendukung kegiatan

intrakurikuler, misalnya melalui kegiatan shalat berjama'ah di

lingkungan madrasah, pesantren kilat, infaq Ramadhan, peringatan

hari-hari besar Islam, bakti sosial, shalat Jum'at, Peringatan Hari

Besar Islam, cerdas cermat Fiqih, dan lain-lain.

f) Keterpaduan

Pula pembinaan mata pelajaran Fiqih dikembangkan dengan

menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu:

lingkungan keluarga, madrasah, dan masyarakat. 49 Untuk itu guru

perlu mendorong dan memantau kegiatan peserta didiknya di dua

lingkungan lainnya (keluarga dan masyarakat), sehingga terwujud

keselarasan dan kesesuaian sikap serta perilaku dalam

pembinaannya.

6. Desain Pembelajaran Fiqih

49
Ibid., h. 8-9
47

Desain pembelajaran ialah pengembangan pengajaran secara

sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran unuk

menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti

bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep

pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang

digunakan.50 Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran

adalah praktek penyusunan perencanaan komunikasi dan isi untuk

membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara

guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari

pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang

"perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya

proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji

secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru,

atau dalam latar berbasis komunitas.

Adapun desain pembelajaran Fiqih adalah:

a. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi,

karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat

b. Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran

kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar.

c. Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau

materi yang akan dipelajari

d. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun

satu tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
50
Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfa Beta, 2005), h. 72
48

e. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada

pembelajar

f. Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi

yang sudah dikuasai atau belum.51

7. Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih

a. Kegiatan Pendahuluan

Hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan, yaitu :

1) Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran; meliputi: membina

keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan

menciptakan suasana belajar yang demokratis.

2) Apersepsi/Pre test; meliputi : kegiatan mengajukan pertanyaan

yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan

komentar atas jawaban yang diberikan peserta didik dan

membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk

mengikuti kegiatan pembelajaran.52

Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa dalam

kegiatan pendahuluan, perlu dilakukan pemanasan dan apersepsi,

didalamnya mencakup: (a) bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal

yang diketahui dan dipahami peserta didik; (b) motivasi peserta didik

ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi

51
Ibid., h. 76
52
Ibid., h. 80
49

peserta didik; dan (c) peserta didik didorong agar tertarik untuk

mengetahui hal-hal yang baru.53

b. Kegiatan Inti

Hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan inti, yaitu :

1) Kegiatan eksplorasi merupakan usaha memperoleh atau mencari

informasi baru. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi,

yaitu: (a) memperkenalkan materi/keterampilan baru; (b)

mengaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada

peserta didik; (c) mencari metodologi yang paling tepat dalam

meningkatkan penerimaaan peserta didik akan materi baru tersebut.

2) Konsolidasi merupakan merupakan negosiasi dalam rangka

mencapai pengetahuan baru. Dalam kegiatan konsolidasi

pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah : (a) melibatkan

peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi

ajar baru; (b) melibatkan peserta didik secara aktif dalam

pemecahan masalah; (c) meletakkan penekanan pada kaitan

struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran yang baru dengan

berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan; dan

(d) mencari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar

dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.

3) Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan

pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku. Yang perlu

53
Masnur Muslich, Kurikulum; Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h. 120
50

diperhatikan dalam pembentukan sikap dan perilaku, adalah : (a)

peserta didik didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian

yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; (b) peserta didik

membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari

berdasarkan pengertian yang dipelajari; dan (c) cari metodologi

yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap dan perilaku peserta

didik.54

c. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran

Hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut

pembelajaran , yaitu : (a) penilaian akhir; (b) analisis hasil penilaian

akhir; (c) tindak lanjut; (d) mengemukakan topik yang akan dibahas

pada waktu yang akan datang; dan (e) menutup kegiatan pembelajaran.

Ada duua kegiatan pokok pada akhir pembelajaran, yaitu : (a)

pemberian tugas dan (b) post tes. Sementara itu, Depdiknas (2003)

mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian

formatif, dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) kembangkan cara-

cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; (b) gunakan hasil

penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta

didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru; dan (c) cari

metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.55

54
Masnur Muslich, KTSP; Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2008), h. 68
55
Abdul Madjid, Perencanaan Pembelajaran; Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), h. 129
51

8. Evaluasi

Evaluasi atau penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil belajar

peserta didik berupa kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap dan

keterampilan serta pengamalan.

Penilaian berbasis kelas terhadap ketiga ranah tersebut dilakukan

secara proporsional sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran

dengan mempertimbangkan. tingkat perkembangan peserta didik serta

bobot setiap aspek dari setiap materi.

Hal ini yang perlu diperhatikan dalam penilaian Fiqih adalah prinsip

kontinuitas, yaitu guru secara terus menerus mengikuti pertumbuhan,

perkembangan, dan perubahan peserta didik. Evaluasi belajar tidak saja

merupakan kegiatan tes formal, melainkan juga:

(1) Perhatian terhadap peserta didik ketika duduk, berbicara, dan bersikap

(2) Pengamatan ketika peserta didik berada di ruang kelas, di tempat

ibadah, dan ketika mereka bermain.56

Dari berbagai pengamatan itu ada yang perlu dicatat secara tertulis

terutama tentang perilaku yang menonjol atau kelainan pertumbuhan yang

kemudian harus diikuti dengan langkah bimbingan. Penilaian terhadap

pengamatan dapat digunakan observasi, wawancara, angket, kuesioner,

sekala sikap, dan catatan anekdot.

56
Ibid., h. 6-7

Anda mungkin juga menyukai