Anda di halaman 1dari 4

KATA ULANG

(kata ulang – digaris bawahi)

KOMPAS.com - Bill Gates, pemilik Microsoft dan Mark Zuckerberg


pendiri Facebook, adalah contoh sukses orang-orang yang memilih
berhenti kuliah di tengah jalan untuk membesarkan usahanya. Cerita
sukses mereka menjadi insipari banyak anak-anak muda untuk mengejar
mimpinya.

Meski demikian, sebenarnya Gates dan Zuckerbergh adalah anomali di


dunia nyata. Faktanya, mayoritas pemimpin puncak di perusahaan bergelar
sarjana dan memiliki prestasi akademik cemerlang.

Gelar dan ijasah memang bukan segala-segalanya, tetapi pendidikan


adalah investasi yang sangat penting dalam kehidupan.

Dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat terhadap lebih dari 11 ribu


petinggi, termasuk CEO, politikus, orang terkaya, hakim, pemilik
perusahaan internasional, dan orang-orang berpengaruh lainnya, baik pria
dan wanita, adalah orang berpendidikan.

Menurut survei tersebut, 94 persen pemimpin dan petinggi lulus kuliah dan
50 persennya merupakan lulusan universitas ternama.

Sekitar 80 persen dari orang-orang berpengaruh versi majalah Forbes,


menempuh pendidikan di universitas ternama.

Meski demikian, ternyata tidak ada perbedaan besar pada penghasilan


orang yang kuliah di universitas elit dengan universitas biasa saja. Paling
tidak dalam jangka panjang. Yang terpenting adalah kuliah dan lulus.

Data memang menunjukkan, universitas ternama memiliki keunggulan


dalam hal membangun jejaring dan juga citra yang baik dalam CV yang
kita buat.

Meneruskan pendidikan sampai jenjang sarjana memang bukan satu-


satunya cara meraih sukses. Tetapi, jika Anda tak mau masuk universitas
atau terpikir untuk drop-out, ingatlah bahwa Gates dan Zuckerberg pun
sempat kuliah.
Ada banyak bukti di sekitar kita bahwa pendidikan akan membuka pintu-
pintu kesempatan yang tak terbayangkan sebelumnya.

KompasProperti - Sejumlah kantor mulai menerapkan sensor untuk


mendeteksi gerak-gerik karyawannya.

Sekitar setahun yang lalu, wartawan surat


kabar Inggris, Telegraph,menemukan kotak hitam kecil dipasang di bawah
meja mereka.

Perangkat "OccupEye" tersebut dapat mendeteksi karyawan yang berada


di area kerja. Para pekerja sempat khawatir bosnya sedang memantau
gerakan mereka, bahkan ketika beristirahat di kamar mandi.

The National Union of Journalists juga mengeluhkan manajemen tentang


pengawasan tersebut.

Namun, perusahaan bersikeras bahwa "OccupEye" dimaksudkan untuk


mengurangi biaya energi dan memastikan bilik kosong tidak terlalu panas
atau dingin saat dipasangi AC.

Sensor yang mengawasi suhu sebenarnya sudah terpasang di seluruh


kantor, hanya kurang mencolok.

"Kebanyakan orang, ketika mereka berjalan di dalam gedung, tidak


memperhatikan sensor-sensor ini," kata Joe Costello, kepala eksekutif dari
Enlighted, salah rodusen sensor.

Alat sensor ini tersembunyi di lampu, lencana ID, dan di tempat lain, untuk
melacak hal-hal seperti penggunaan ruang konferensi, keberadaan
karyawan, dan seberapa lama mereka pergi tanpa berbicara dengan rekan
kerja lain.

Pemasangan sensor ini diklaim bertujuan untuk efisiensi. Beberapa sensor


menghasilkan peta yang menunjukkan bagaimana orang-orang bergerak di
kantor, untuk membantu menyeimbangkan suhu ruang.

Sebagai contoh, perusahaan desain kantor Gensler memiliki 1.000 sensor


Enlighted yang melapisi ruang baru di New York City, Amerika Serikat.

Tertanam dalam lampu, perangkat ini mampu mendeteksi gerakan dan


penggunaan energi.
Sensor ini juga dapat mempelajari pola perilaku karyawan. Jika pekerja di
departemen tertentu memulai hari pada pukul 10.00 pagi, lampu akan tetap
redup sampai sekitar jam itu.

Sejauh ini, Gensler telah memangkas 25 persen biaya energi.


Diperkirakan, investasi untuk instalasi memakan biaya sekitar 1,70dollar
AS per kaki persegi, atau sekitar 200.000 dollar AS akan terlunasi dalam
lima tahun.

Adapun The Boston Consulting Group (BCG) telah memberikan lencana


yang ditanamkan mikrofon dan sensor lokasi kepada 100 karyawan di
sebuah kantor di Manhattan.

Dibuat oleh Humanyze di Boston, lencana ini dapat melacak interaksi fisik
dan verbal. BCG mengatakan, hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana
desain kantor memengaruhi komunikasi karyawan.

"Pengusaha dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan untuk


pemantauan di tempat kerja asal tidak melibatkan kamar mandi," kata
Lewis Maltby, Presiden Institute Workrights National.

Sementara mayoritas pekerja AS yang disurvei Pew Research Center


tahun lalu mengatakan, mereka akan menolerir pengawasan dan
pengumpulan data atas nama keselamatan.

Sumber Asli : Bloomberg

BERLIN, KOMPAS.com - Seorang pria asal Jerman membawa dendam di


dalam hatinya hingga ke liang kubur.

Dia mengumumkan sendiri kabar kematiannya dalam sebuah iklan duka


sambil menyebutkan bahwa para saudara kandung dan kerabatnya
dilarang hadir dalam pemakamannya.

Lelaki bernama Hubert Martini itu memublikasikan sendiri "obituari"-nya


di The Trierischer Volksfreund, sebuah koran yang terbit di Jermanbagian
barat, 29 Juni lalu.
Seperti diwartakan kantor berita DPA, Jumat (1/7/2016), Martini
menggambarkan dirinya sebagai sosok yang terbuka dan jujur, tetapi tak
mengenal maaf.

Advertisment

Dia lalu menyebutkan, lima saudara kandung berikut keluarganya dilarang


untuk hadir dalam pemakamannya. 

Tidak jelas apa yang menjadi alasan Martini mengungkapkan hal itu.


Namun, lelaki 64 tahun itu dalam sebuah catatannya sempat menulis,
"Saya sudah menyakiti sejumlah orang dan itu baik."

Berita DPA yang dikutip Associated Press menyebutkan, seorang yang


merawat Martini, Martina Schmidt, hanya mengatakan, "Martini ingin
membalaskan dendamnya, dan sekarang saudara-saudaranya harus hidup
dengan itu." 

Anda mungkin juga menyukai