1. Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi
Agama Untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding (Wira Hadi Kusuma)
Pada awal artikel ini membahas tentang pandangan al-Jabiri dan sumbangsihnya terhadap
khazanah pemikiran Islam. Menurut al-Jabiri, tradisi Islam adalah semua yang secara asasi
berkaitan dengan aspek pemikiran dalam peradaban Islam, mulai dari ajaran doktrinal, syariat,
bahasa, sastra, seni, teologi, filsafat dan tasawuf. Kritik nalar Arab yang menjadi fokus penelitian
al-Jabiri bukan kritik nalar Islami, karena menurut al-Jabiri kata “Islam” secara tidak langsung
akan mengalihkan kepada agama Islam itu sendiri, padahal al-Jabiri ingin melihat al-turats
(warisan Arab murni) yang berikutnya akan memberikan kontribusi terhadap khazanah
pemikiran Islam.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah deskripsi tentang epistemologi bayani, irfani dan
burhani dalam pemikiran Al-Jabiri. Bayani adalah model metodologi berpikir berbasis teks.
Irfani adalah metodologi model berpikir yang didasarkan pada pendekatan dan pengalaman
langsung terhadap realitas spiritual religius. Padahal burhani adalah metodologi berpikir yang
tidak berdasarkan teks atau pengalaman, tetapi atas dasar kekacauan logika. Pada tahap tertentu,
keberadaan teks suci dan pengalaman spiritual hanya dapat diterima jika sesuai dengan kaidah
logika. Bagi al-Jabiri epistemologi burhani harus menjadi epistemologi yang layak diterapkan di
masyarakat untuk mereduksi kebiasaan romantisme yang mencari ilmu melalui iluminatif.
Dalam konteks konflik Burhani sangat relevan dalam menyelesaikan konflik atau pembangunan
perdamaian.
Link Referensi:
https://media.neliti.com/media/publications/288055-epistemologi-bayani-irfani-dan-burhani-a-
ecc1b788.pdf.
Dalam artikel ini penulis mengulas teori hermeneutika Gadamer dengan baik. Bahasa
yang digunakan sangat mudah dipahami meskipun oleh pembaca awam. Penulis telah
menambahkan pandangan pribadi pada bagian penutup sebagai kesimpulan dari sosok KH.
Ahmad Dahlan yang terpanggil dengan kesadaran yang menyejarah dan keberanian memikul
beban untuk melakukan perbaikan dan perubahan atas kondisi umat Islam melalui gerakan
Muhammadiyah yang didirikannya. Kesadaran menyejarah pada diri Ahmad Dahlan berangkat
dari sifat dan tabiat beliau yang kuat dan teguh pendirian, serta berani untuk mendobrak dan
melawan tradisi. Sementara keberanian Ahmad Dahlan untuk memikul beban tanggung jawab
dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar ditopang oleh kesadaran beliau sebagai keturunan ulama
besar Wali Sanga, yakni Sunan Giri. Beliau adalah reformer Islam sejati.
Link Referensi:
https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/download/43886/23940