Disusun oleh :
2023
LAMPIRAN HASIL TURNITIN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya penyesuaian pembelajaran agama untuk peacebuilding dan
resolusi konflik dengan menggunakan Epistomologi Bayani, Irfani, dan Burhani,
Muhammad Abid Al-Jabiri melakukan penelitian upaya pemecahan masalah yang
terjadi. Bentuk permasalahannya berbagai macam sehingga diperlukan pemilihan
yang sesuai dengan masalah yang terjadi pada saat itu.
Dalam kajian epistemologi Islam, khususnya epistemologi Bayani, Irfani dan
Burhani, masing-masing memiliki pandangan yang berbeda tentang ilmu
pengetahuan, sehingga perlu mengkaji banyak sumber yang ada. Khazanah
pemikiran Islam terus berkembang, salah satunya kontribusi al-Jabiri terhadap
turats (tradisi). Bagi al-Jabiri, turat lebih dari sekadar warisan budaya dan
peradaban yang terkubur dan dikurung para pemikir masa lalu. Turâts, baginya,
1
masih membutuhkan pemikirannya saat ini, terutama dalam menghadapi daya
tarik peradaban lain di dunia Muslim. .
Dalam kesempatan kali ini, akan membahas mengenai tiga epistomologi
yaitu Bayani, Irfani, dan Burhani terhadap relevansi pembelajaan agama untuk
resolusi konflik dan peacebuilding.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Profil Muhammad Abid Al Jabiri ?
2. Apa itu Epistimologi Bayani ?
3. Apa itu Epistimologi Irfani ?
4. Apa itu Epistimologi Burhani ?
5. Bagaimana Analisis epistemologi bayani, irfani dan burhani al-jabiri dan
relevansinya bagi studi agama untuk resolusi konflik dan peacebuilding ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Jabiri pada saat masih muda merupakan seorang aktivis politik yang
memiliki ideologi sosialis. Banyak karya tulis yang dihasilkan Al-Jabiri seperti
artikel, koran, majalah dan buku. Beliau mengangkat topik yang bervariasi
sehingga banyak ide-ide muncul seperti isu sosial dan politik. Selain kedua topik
tersebut Al-Jabiri juga mengangkat tentang filsafat dan teologi.
1 Damanik, Nurliana. Muhammad Abid Al-Jabiri, AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban
Islam Vol. 1 No. 2 Juni-November 2019, 117-119
3
4
Karya intelektualnya yaitu diawali oleh terbitnya buku Nahwu wa al-Turast, dan
sekitar 2 tahun kemudian buku yang berjudul Al-Khitab al-‘Arabi al-Mua’sir
Dirasah Naqdiyyah Tahliyyah ikut diterbitkan. Dan kedua buku tersebut menjadi
pengantar proyek intelektualnya yakni ‘Naqd al-‘Aql al-‘Arabi atau yang bias
disebut sebagai Kritik Akal Arab. Kedua buku diatas diterbitkan dengan tujuan
untuk membongkar formasi awal pemikiran Arab-Islam dan mempelajari langkah-
langkah yang akan dilakukan untuk mengambil pemikiran yang berada di
pemikiran Islam Klasik.2
B. Epistimologi Bayani
Secara etimologis, Bayan berarti menerangkan (to Explain). Sementara itu,
dari segi terminologi, bayan memiliki dua pengertian (1) sebagai kaidah penafsiran
tuturan, (2) sebagai syarat produksi tuturan. Berbeda dengan makna etimologis
yang sudah ada sejak awal peradaban Islam, makna etimologis ini baru lahir
belakangan, yakni pada era penyandian (tadwin). Bayani adalah cara berpikir khas
Arab yang menekankan otoritas teks (nas), baik secara langsung maupun tidak
langsung. Langsung berarti memahami teks dalam kerangka pengetahuan yang
terbatas dan langsung menerapkannya tanpa berpikir; Tidak langsung berarti
memahami teks sebagai pengetahuan mentah, sehingga perlu ditafsirkan dan
disimpulkan. Epistemologi Bayani Menurut al-Jabiri, Bayani adalah cara berpikir
khas Arab yang menekankan kewibawaan teks (nas) Arab, baik secara langsung
maupun tidak langsung.). Langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan
dan menerapkannya secara langsung tanpa berpikir. Tidak langsung berarti
memahami teks sebagai pengetahuan mentah, karenanya perlu interpretasi dan
kesimpulan yang lebih dalam .3
Jadi, sumber ilmu Bayani adalah teks atau teks (al-Quran dan Hadits). maka
dari itu, menurut al-Jabiri dalam Epistemologi Bayani, ia sangat menekankan pada
transmisi teks dari satu generasi ke generasi lainnya. Konsep dasar sistem bayani
ini adalah menggabungkan metode fikih yang dikembangkan Syafi'i dengan metode
retorika al jahiz. Epistemologi Bayani didukung oleh pemikiran fikih dan kalam.
Epistemologi Bayani bukannya tanpa kelemahan dalam perkembangan kajian
Islam, namun yang menurut Amin Abdullah akan terlihat jika tradisi pemikiran
2 Mugiyono, Konstruksi Pemikiran Islam Reformatif, TAJDID Vol. XIV, No.2, 2015, 206-207
3 Damanik, Nurliana. Muhammad Abid Al-Jabiri, 122-123
5
C. Epistemologi Irfani
4 Kusuma, Wira H. Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi
Agama Untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding, Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018, 3-5
5 Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016,
191-192
6 Muhammadun, Kritik Nalar Al-Jabiri ; Bayani, Irfani dan Burhani dalam Membangun Islamic
Studies Integrasi-Interkoneksi, Eduprof : Islamic Education Journal Volume1 Nomor 2, September 2019,
138dan149
6
7 Ibid, 200-202
8 Muhammadun, Kritik Nalar Al-Jabiri ; Bayani, Irfani dan Burhani dalam Membangun Islamic
Studies Integrasi-Interkoneksi, Eduprof : Islamic Education Journal Volume1 Nomor 2, September 2019, 154
9 Yusuf, Moh Asror. Konstruksi Epistemologi Toleransi Di Pesantren, Bandung: CV CENDIKIA
PRESS, 2020, 110
8
10 Bashori, Akmal., FILSAFAT HUKUM ISLAM Paradigma Filosofis Mengais Kebeningan Hukum
Tuhan, Jakarta: kencana, 2020, 325
11 Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, 219-224
9
pemikiran al-Jabiri, baik positif maupun negatif. Namun pada dasarnya ketiga
metode tersebut sudah ada dan telah dikembangkan serta diimplementasikan oleh
para peneliti sebelumnya. Dengan kata lain, upaya al-Jabriri merupakan upaya
mensistematisasikan berbagai metode pemikiran Islam yang ada. .
Dengan kata lain, ketiga epistemologi yaitu bayani, ifani dan burhani
merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan (kebenaran)
melalui cara dan metodenya masing-masing. Namun, al-Jabiri menjelaskan bahwa
dari ketiga epistemologi tersebut, ternyata epistemologi Irfani-lah yang
menghambat atau menghentikan perkembangan keilmuan Islam, karena ia
meyakini bahwa semua perkembangan dan proses perolehan ilmu itu semua atas
kehendak Tuhan. . . hadiah secara langsung atau melalui media penerangan
(cahaya), yang darinya akan ada konsekuensi atau setidaknya akan menimbulkan
banyak kontradiksi baru. Hal itu terjadi karena proses Irfani dalam memperoleh
ilmu sangat tidak rasional. sehingga membatasi fungsi akal .
Sedangkan epistemologi burhani menempati posisi paling penting atau
tertinggi, disusul dengan epistemologi bayani, karena menurut al-Jabiri, metode
burhani akan memperkuat metode hayani diantara keduanya dan setiap metode
yang digunakan dari proses menghasilkan pengetahuan (fakta) adalah benar
menurut sudut pandang masing-masing. Tradisi kritik epistemologis akan
membuka ruang “kritik” pengetahuan yang matang, termasuk pemahaman agama.
Pekerjaan mengkritisi kebenaran harus terus dilakukan karena tidak ada kebenaran
mutlak, termasuk kebenaran intelektual dan agama. Disiplin Islam dengan metode
dan cara kerjanya masing-masing. Dengan landasan epistemologis inilah teks-teks
al-Qur’an menjadi sumber ilmu pengetahuan. Karena itu pada dasarnya tidak ada
pemisahan antara sains dan agama.
Dalam konteks peacebuilding dan penyelesaian konflik, harus dipahami
sebagai negosiator, mediator (atau fasilitator) dan itu termasuk arbitrasi tradisional.
Karena setiap pengikut al-Jabri bangga dan sangat “fanatik” mempertahankan
tradisinya, dan itu wajar. Sebagai negosiator, mediator atau arbiter atau siapapun
yang memiliki aspirasi atau impian perdamaian, mereka harus memahami tradisi
orang atau kelompok lain yang sedang berperang, karena mereka tidak memahami
dengan baik tradisi perdamaian (tradisi). Sehingga yang didambakan hanya akan
menjadi slogan. Dari ilustrasi sederhana di atas, penting kiranya agar semua pelaku,
10
yang cinta damai atau menyelesaikan konflik, memahami hukum orang atau
kelompok lain, dan juga proporsional dalam penerapan hukumnya sendiri terhadap
pihak lain, sehingga mereka tidak terbatas. lingkaran klaim kebenaran dan akan
berdampak pada konflik baru.
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, Wira H. Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya
Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding, Syi’ar Vol. 18 No. 1
Januari-Juni 2018
Muhammadun, Kritik Nalar Al-Jabiri ; Bayani, Irfani dan Burhani dalam Membangun
Islamic Studies Integrasi-Interkoneksi, Eduprof : Islamic Education Journal Volume1
Nomor 2, September 2019
Soleh, Khudori. 2016, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jogjakarta: Ar-Ruz
Media
Mugiyono, Konstruksi Pemikiran Islam Reformatif, TAJDID Vol. XIV, No.2, 2015
12