Anda di halaman 1dari 11

Hermeneutika Abid Al-Jabiri

Anggota kelompok;
Muh. Taufiqurrahman
01 18105030127

Shafiah
02 18105030118

Alief Yundha Ayu Fitri


03 18105030123

Annisa Fitrah
04 18105030124
Biografi Abid al-Jabiri
Nama : Muhammad Abid al-Jabiri
TTL : Firguig, 27 Desember 1953 ( Maroko Tenggara ) atau nama lain kota Fejij (Fekik)
Wafat : Muhammad Abid Al-Jabiri meninggal pada tanggal 3 Mei 2010. Al-Jabiri meninggal dunia di Casablanca dalam usia 75
tahun.
Riwayat Pendidikan: Pertama kalinya di madrasah Hurrah al-Wathaniyyah (sekoah swasta nasionalis) yang didirikan oleh
gerakan kemerkaan. Dari tahun 1951-1953 ia belajar di sekolah lanjutan milik pemerintah di Casablanca, setelah Maroko
merdeka, ia melanjutkan studinya pada pendidikan tinggi setingkat diploma pada sekolah tinggi Arab dalam bidang ilmu
pengetahuan.
Pada tahun 1959 ia melanjutkan studinya di universitas Damaskus, Syiria, dibidang filsafat. Setelah itu ia mengajar di sekolah
lanjutan atas dan aktif di bidang perencanaan dan evaluasi pendidikan. Pada tahun 1967 ia menyelesaikan ujian negaranya dan
selanjutnya mengajar di Universitas of Muhammad V Rabat. Seluruh pendidikan formalnya diakhiri pada tahun 1970 dengan
menyandang gelar doktor.
Karya- karya Abid al-Jabiri

1 2
Al-Fikr Islami li Thullab al-Bakaluria Fikr Ibnu Khaldun; al-Ashabiyah wa ad-Daulah;
(Pemikiran Islam untuk Mahasiswa Ma’alim Na-zhariyah Khalduniyah fi at-Tarikh al-
Sarjana Muda) yang ditulis bersama Islami (Pemikiran Ibnu Khaldun: Solidaritas dan
Musthafa al-Umari dan Muhammad as- Negara; Karakteristik Teori Ibn Khaldun tentang
Shatati Sejarah Islam)

3 4
Madkhal ila Falsafah al-‘Ulum: Dirasah fi al-
Adlwa ‘Ala Musykilah at-Ta’lim fi al-Magrib
Ibustimulujiya al-Mu’ashirah (Pengantar Filsafat
(Sorotan atas Problem Pendidikan di Maroko).
Ilmu: Studi Epistemologi Kontemporer). Dll.
Your Picture Here

Prinsip pemikiran
Abid al-Jabiri

Prinsip al-Jabiri adalah eklektisme, yaitu berusaha menggabungkan antara otoritas


tradisi (turats) yang bersumber dari Islam dengan modernitas. Pemikiran
semacam ini bertumbuh kembang dalam dinamika pemikiran Arab sebagi reaksi
atas dua ekstrimitas pemikiran.
Metodologis pemikiran al-Jabiri

Menurut al-Jabiri obyektifitas merupakan hal yang penting sebagai landasan dalam memahami teks.

Dengan menggunakan langkah yang disebut dengan epche, Langkah ini mengandaikan prinsip-prinsip
hermeneutika fenimenologis.

Hermeneutika yang ditawarkan al-Jabiri bersifat negosiatif. Dalam artian ada kompromi antara pembaca
dan teks.

Model Hermeneutika tidak lepas dari Teoritis “Pemahaman” dan Filosofis “tindakan memahami itu
sendiri”

Metode tafsir yang disuguhkan adalah fashl dan washl.


Perbedaan dan persamaan prinsip dan metodenya dengan tafsir

Perbedaan Persamaan
01 02
• Hermeneutika al-Jabiri memposisikan
penasfir sebagai penulis sedangkan tafsir • Mufassir dalam menafsirkan tidak boleh
al-Qur’an tidak fanatifk pada satu ideologi, begitupun
hermeneutika al-Jabiri.
• Dari segi pemahaman objektif
• Metode al-Fashl
Bisakah penafsiran tersebut diadaptasi ke dalam penafsiran?
Dalam diskursus al-Qur’an, al-Jabiri memiliki jargon yang menjadi basis pemikirannya, Ja’l al-
Maqru’ Mu’asiran li nafsih wa mu’asiran lana (menghadirkan objek terbaca actual dieranya
dan era sekarang). Metode aj-Jabiri ini bisa diadaptasi dalam penafsiran karena dalam
prinsipnya (al-Fashl dan al-Washl) dapat mengungkap kondisi objektif al-Qur’an dan
menjadikan al-Qur’an actual bagi pembacadi era saat ini. Secara umum gagasan al-Jabiri
dimaksudkan untuk kontekstualisasi al-Qur’an, nama al-Jabiri masyhur dalam kancah studi
Islam kontemporer.
Aplikasi metode al-Jabiri dalam tafsir al-Qur’an

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
belum diketahuinya”
Dalam surat Al-Mukminin ini al-Jabiri mempunyai penjelasan sendiri terkait ayat tersebut, adapun ayat berbunyi
sebagai berikut
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”
Jabiri mengajak pembaca untuk menilik hadits Nabi SAW tentang mimpi didatangi Jibril sambil membawa bejana dari dibaj.
Dalam mimpi itu Nabi SAW disuruh untuk membaca, dan Nabi pun berkata tidak dapat membaca. Peristiwa itu sebagai simb
ol bahwa Nabi SAW kelak akan mengemban wahyu, dan inilah yang dimaksud dengan “yang mengajar manusia” dalam ayat
al Alaq tersebut. Jadi, menurut hemat al Jabiri ayat ini berbicara khusus kepada Nabi Muhammad SAW semata. Dari sekilas u
raian tersebut al Jabiri tampak dengan lihai mengaitkan ayat dengan kondisi kala itu, kemudian menganalisa dari tinjauan hist
oris sehingga pada akhirnya benar-benar dapat ditangkap pesan di dalamnya
Thank you

Anda mungkin juga menyukai