Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Demokrasi maksudnya memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people
rule) dalam sistem politik yang demokratis dimana warga mempunyai hak, kesempatan, dan
suara yang sama dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Di Indonesia, pergerakan
nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-feodolisme
dan anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat madani.
Masyarakat madani merupakan suatu bentuk hubungan negara dan warga masyarakat
(sejumlah kelompok sosial) yang dikembangkan atas dasar toleransi dan menghargai satu sama
lain. Landasan demokrasi adalah keadilan, yang berarti terbukanya peluang kepada semua orang,
dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur
hidupnya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Maka dari itu terbentuklah otonomi daerah.
Sejarah panjang perjuangan dan melelahkan pada akhirnya membuahkan kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah pun berlanjut, tiga sistem politik yang berbeda, masing
masing mengatasnamakan ‘‘demokrasi’’ telah di tegakkan selama kurang lebih setengah abad
terakhir. Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan peristiwa-
peristiwa politik yang mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959 mendorong Presiden Soekarno
untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan
kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit
Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam
kerangka sebuah sistem demokrasi yakni demokrasi terpimpin pada tanggal 5 Juli 1959 di Istana
Merdeka.
Dekrit yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara
yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang meriah
tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara lainnya, seperti
Mahkamah Agung. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan
pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden
Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri
pertama.
B.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Demokrasi Terpimpin ?
2.      Bagaimana kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin ?
3.      Apakah dampak (penyimpangan) pada masa demokrasi terpimpin ?

1
C.   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian demokrasi terpimpin.
2.      Untuk mengetahui kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin.
3.      Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Demokrasi Terpimpin
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintahan tesebut. Di
Indonesia pada masa pemerintahan Orde Lama pernah menggunakan model pemerintahan
Demokrasi Parlementer. Akan tetapi, Demokrasi Parlementer ini gagal dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi pada masa awal kemerdekaan, maka Orde Lama kemudian beralih
ke Demokrasi Terpimpin. Sistem ini diterapakan pada masa kedua jabatan Soekarno pada tahun
1959 sampai 1966. Demokrasi Terpimpin adalah sebuah pemerintahan demokrasi dengan
meningkatkan otokrasi. Dalam sistem demokrasi ini, seluruh keputusan berpusat pada pemimpin
Negara yaitu Presiden Soekarno. Konsep ini pertama kali diumumkan oleh Presiden dalam
pembukaan Sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Demokrasi Terpimpin
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Dominasi Presiden. Presiden Soekarno berperan besar dalam  penyelenggaraan
pemerintahan.
2.      Terbatasnya peran partai politik.
3.      Meluasnya peran militer sebagai unsur politik.
4.      Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia pada Pemilihan Umum 1955 terjadi
ketegangan-ketegangan yang membuat situasi politik Indonesia tidak menentu. Pelaksanaan
demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :
            Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil
dibuat, sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia
ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
            Situasi politik yang kacau dan semakin buruk. Terjadinya sejumlah pemberontakan di
dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional. Banyaknya partai dalam
parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya.
Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan
partainya tercapai. Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang
semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
1.       Pembubaran konstituante
2.       Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
3. Pembentukan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan
Pertimbangan Agung Sementara).

3
B.     Kehidupan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan politik yang dilakukan Soekarno pada masa demokrasi terpimpin terkesan
otoriter. Banyak kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi, mulai dibubarkannya DPR hasil
Pemilu tahun 1955 hingga penetapan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Bahkan Soekarno
membuat poros tersendiri dengan menjauh dari politik luar negeri bebas aktif. Politik atau
kebijakan luar negeri pada hakikatnya merupakan ‘perpanjangan tangan’ dari politik dalam
negeri sebuah negara. Politik luar negeri suatu negara sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu kondisi politik dalam negeri, pengambil keputusan, kemampuan ekonomi dan militer, dan
lingkungan internasionalnya. Sejak Bung Hatta berpidato, Indonesia menganut politik luar negeri
bebas aktif yang dipahami sebagai sikap dasar Indonesia yang menolak masuk dalam salah satu
blok negara-negara super power.
Seperti diamanatkan dalam konstitusi, Indonesia juga menentang segala bentuk
penjajahan di atas muka bumi ini, dan menegaskan bahwa politik luar negeri harus diabdikan
untuk kepentingan nasional. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri merupakan cerminan dari
politik dalam negeri dan dipengaruhi perubahan dalam tata hubungan internasional baik dalam
bentuk regional maupun global. Namun, pada masa demokrasi terpimpin terlihat ada beberapa
penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah
satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada
negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi dilandasi
oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo
merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara progresif revolusioner yang anti-
imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan
yaitu negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis.
Tampak bahwa politik luar negeri bebas aktif Indonesia pada masa Soekarno condong ke
isu-isu high politic dan perjuangan bangsa Indonesia dalam membangun image sebuah negara
besar dan berpengaruh di tingkat regional maupun internasional untuk setara dengan negara-
negara lain. Hal ini tidak lepas dari kondisi bangsa Indonesia yang pada saat itu baru merdeka
dan sedang membangun nation dan state-buildingnya. Kesatuan politik lebih penting bagi
Soekarno pada waktu itu daripada membangun basis ekonomi rakyat. Tak heran, semua itu telah
tercermin dalam aksi dan reaksi serta interaksi politik luar negeri Indonesia di bawah
kepemimpinan Soekarno. Namun, dalam kebijakan yang semakin menyimpang pun semakin
berdampak pada kondisi di dalam negeri. Salah satu dampak dalam hal ekonomi adalah kenaikan
laju inflasi yang disebabkan oleh penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya yang
semakin merosot. Nilai mata uang merosot, anggaran belanja mengalami defisit yang besar,
pinjaman dari luar negeri tidak mampu mengatasi masalah, upaya dari pihak pemerintah dan
swasta untuk menghemat dan mengawas pelaksanaan anggaran belanja pun tidak berhasil,
penertiban administrasi dan manajemen perusahaan tak berpengaruh, dan penyaluran kredit baru
pada usaha yang dianggap penting mengalami kegagalan. Dari sisi politik, inflasi pun terjadi
karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan
pengeluaran, serta karena pemerintah menyelenggarakan proyek mercusuar seperti GANEFO
(Games of the New Emerging Forces) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces)

4
yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluaran pada setiap tahunnya. Hal ini
berdampak bagi kehidupan dalam negeri. Pada tahun 1961, Indonesia harus membiayai
kekurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa, kegiatan ekspor semakin buruk
dan kegiatan impor dibatasi karena lemahnya devisa. Pada tahun 1965, cadangan emas dan devisa
telah habis, bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US $ 3 juta sebagai dampak politik
konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Dampak dari kebijakan pada masa
demokrasi terpimpin yaitu uang rupiah baru seharusnya bernilai 1000 kali lipat dari uang rupiah
lama, akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi
dari uang rupiah lama, tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.
1.      Kondisi Politik Dalam Negeri Pada Masa Demokrasi Terpimpin.
          Demokrasi terpimpin yang menggantikan sistem demokrasi liberal, berlaku tahun 1959 -
1965. Pada masa demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung ke
arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Berikut ini beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi semasa demokrasi terpimpin :
a.          Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
b.          Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
c.          Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu tahun 1955.
d. GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang   berjudul ;
''Penemuan Kembali Revolusi Kita'' ditetapkan oleh DPA bukan MPRS.
e.          Pengangkat presiden seumur hidup.

2.      Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin.


      Politik luar negeri masa demokrasi terpimpin lebih condong ke blok   Timur.

a.    Oldefo dan Nefo
 Oldefo ( The Old Estabilished Force ), yaitu dunia lama yang sudah mapan ekonominya,
khususnya negara-negara Barat yang kapitalis.
Nefo ( The New Emerging Forces ),yaitu negara-negara baru. Indonesia menjauhkan diri dari
negara-negara kapitalis (Blok Oldefo) dan menjalin kerjasama dengan negara-negara komunis
(Blok Nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros Jakarta - Peking (Indonesia-China) dan
Poros Jakarta - PnomPenh - Hanoi - Peking - Pyongyang ( Indonesia - Kamboja - Vietnam Utara
- Cina - Korea Utara).

b.    Konfrontasi dengan Malaysia.


  Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari
Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Rencana tersebut di tentang
oleh Presiden Soekarno karena dianggap sebagai proyek neokolonialisme yang dapat
membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi
Malaysia juga muncul di Filipina yang mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya.
Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen
tentang pembentukan Federasi Malaysia. Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah
5
Malaysia memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia. Menghadapi tindakan Malaysia
tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan
diplomatik antara dua negara putus. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dwi Komando Rakyat ( Dwikora), isinya :
1.      Perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan
2.      Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei untuk
memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.

     Ditengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia di calonkan sebagai anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun
akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya
Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB
pada tanggal 7 Januari 1965.

C.    Penyimpangan Pada Masa Demokrasi Terpimpin


Beberapa penyimpangan yang terlihat pada demokrasi terpimpin yaitu :
1.    Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Namun, kenyataannya
bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa
yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk
mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil
ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-
masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2.     Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959.
Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, seharusnya pengangkatan anggota MPRS
sebagai lembaga tertinggi negara dilakukan melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang
terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. 7 anggota MPRS ditunjuk
dan diangkat oleh Presiden apabila mereka setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada
perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto politik. Keanggotaan MPRS terdiri
dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas
MPRS terbatas untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3.    Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena pada tahun
1960 DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden menyatakan pembubaran DPR
dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-
GR), dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPR-GR juga ditentukan oleh
presiden, sehingga DPR-GR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan
presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak

6
dapat membubarkan DPR. Tugas DPR-GR yaitu melaksanakan manifesto politik, mewujudkan
amanat penderitaan rakyat, serta melaksanakan demokrasi terpimpin.
4.     Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh presiden. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang
wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan.
Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada
pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada di bawah pemerintah (presiden) sebab
presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara
bulat agar pidato presiden mengenai 'Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)' ditetapkan
sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-
undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5.    Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front
Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan
cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi
nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh
Presiden Soekarno. Tugas front nasional yaitu menyelesaikan Revolusi Nasional, melaksanakan
pembangunan, serta mengembalikan Irian Barat.
6.     Pembentukan Kabinet Kerja
Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden
diangkatlah Ir. Djuanda. Hingga pada tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan
(re-shuffle). Program kabinet antara lain : mencukupi kebutuhan sandang pangan, menciptakan
keamanan Negara, serta mengembalikan Irian Barat.
7.    Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa.
Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden
No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat akan dibubarkan (dibatasi). Tindakan
pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai
semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat
tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan partai politik yang pernah berjaya pada
masa demokrasi parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).
8.    Arah Politik Luar Negeri
Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif yang mengabdi pada
kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak, sedangkan aktif berarti ikut memelihara
perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri cenderung
mendekati negara-negara blok Timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok Barat.
Perubahan arah ini disebabkan oleh:
7
a.          Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
b.         Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang    simpatik  dan tidak
mendukung perjuangan bangsa Indonesia.
Terdapat beberapa penyimpangan politik pada masa demokrasi terpimpin, yaitu:
a.          Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang cenderung pada salah satu
poros. Saat itu, Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-
negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi tersebut
dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established
Forces).
b.         Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai
proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut, Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat
(Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 yang berisi:
1. Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
2. Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari   Nekolim Inggris.
3. Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat
menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c.          Politik Mercusuar
Politik mercusuar dijalankan oleh presiden karena beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk
mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar yang diharapkan dapat
menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek
tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya
diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang membutuhkan
pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB karena Malaysia diangkat
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d.         Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara Asia-Afrika yang kehidupan
politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Gerakan ini memusatkan
perjuangannya terhadap gerakan kemerdekaan bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan
Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik
Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung
perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi Indonesia, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi
dari UUD 1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
8
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, dimana
seluruh keputusan serta pemikirannya berpusat pada pemimpin. Pada tanggal 5 Juli 1959,
parlemen dibubarkan dan Presiden Soekarno menetapkan konstitusi di bawah Dekrit Presiden.
Soekarno juga membubarkan Konstituante sebagai penyusun Undang-Undang Dasar yang baru,
dan menyatakan diberlakukannya kembali UUD 1945. Soekarno memperkuat Angkatan
Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut “demokrasi terpimpin” Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa
PKI mempunyai kekuasaan untuk persekutuan konsepsi, yaitu antara nasionalisme, agama dan
komunisme yang dinamakan NASAKOM. Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer
oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung
penekanan terhadap perlawanan penduduk adat. Era 'demokrasi terpimpin' merupakan kolaborasi
antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan
independen kaum buruh dan petani, dan gagal dalam memecahkan masalah-masalah politik dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus
menaik dan korupsi birokrat dan militer terus berkembang.
Pada pelaksanaannya, demokrasi terpimpin mengalami berbagai bentuk penyimpangan.
Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik hanya pada presiden. Era
tahun 1959-1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika kebijakan-kebijakan presiden sangat
mempengaruhi kondisi politik Indonesia.

B.    Saran
Penulis berharap makalah ini bukan hanya untuk menjadi bacaan, namun kajian yang
terkandung di dalamnya terutama yang sesuai dengan UUD 1945, dapat diterapkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun bangsa ini telah merdeka, nyatanya masih banyak
rakyat yang tidak merasakan hasil dari kemerdekaan itu. Oleh karena itu, sebagai warga negara
yang baik kita perlu menanamkan sikap demokratis.
Meskipun pemerintah memiliki kebijakan dan kekuasaan yang lebih tinggi, kita patut
untuk berpartisipasi di dalamnya. Misalnya, menaati norma dan aturan yang berlaku serta
berpartisipasi dalam bidang politik melalui pemilihan umum dan keikutsertaan dalam partai
politik. Kekuasaan dan kebijakan pemerintah pun tidak boleh terlalu membebani masyarakat
Indonesia. Pemegang kekuasaan harus bersikap adil. Dengan begitu, keseimbangan partisipasi
dari pemegang kekuasaan dan masyarakat akan menjadi lebih baik. Indonesia akan menjadi
negara yang adil, makmur dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai