Anda di halaman 1dari 137

PERENCANAAN PENGEMBANGAN ASET FASILITAS DAN

INFRASTRUKTUR BERDASARKAN KONSEP GREEN


ARCHITECTURE DI KAWASAN WISATA TALAGA BODAS

Planning Development of Asset Facilities and Infrastructure Based on Concept


Green Architecture for Tourism Areas in Talaga Bodas Garut Regency

SKRIPSI

Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana


Terapan (D4) Program Studi Manajemen Aset
di Jurusan Administrasi Niaga

Disusun Oleh:
Nenden Wahyudi
NIM. 185244052

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN MANAJEMEN ASET


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2022
PERENCANAAN PENGEMBANGAN ASET FASILITAS DAN
INFRASTRUKTUR BERDASARKAN KONSEP GREEN
ARCHITECTURE DI KAWASAN WISATA TALAGA BODAS

SKRIPSI

Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana


Terapan (D4) Program Studi Manajemen Aset
di Jurusan Administrasi Niaga

Disusun Oleh:
Nenden Wahyudi
NIM. 185244052

Diuji Oleh:
Dra. Nurlaila Fadjarwati, M.Si
NIP. 196004301988032001
Disetujui Oleh:
Pembimbing

(Dr. A. Gima Sugiama, S.E, M.P)


NIP. 196109161990031001

Diketahui Oleh:
Ketua Jurusan Administrasi Niaga Ketua Program Studi Manajemen Aset

(Sri Raharso, S.Sos., M.Si) (Tiafahmi Angestiwi, SST., M.T )


NIP. 196712042001121002 NIP. 198807232015042002

1
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nenden Wahyudi


NIM : 185244052
Program Studi : D4-Manajemen Aset
Jurusan : Administrasi Niaga
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Bandung

Dengan ini menyatakan bahwa Judul Skripsi saya:

“Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas Dan Infrastruktur Berdasarkan


Konsep Green Architecture Di Kawasan Wisata Talaga Bodas”

Benar bebas plagiarism, dan apabila pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan benar dan dalam keadaan sadar.
UU No. 20 Tahun 2003:
Garut, Juni 2022
Pasal 25 ayat (2)
“Lulusan perguruan tinggi yang karya Ilmiahnya Yang membuat pernyataan
digunakan untuk memperoleh gelar akademik,
profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan
dicabut gelarnya.”
Pasal 70:
“Lulusan yang karya ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi Nenden Wahyudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ayat (2)
terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan
pidana penjara paling lama dua tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp 200 juta.”

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan Laporan dengan judul “Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas
dan Infrastruktur berdasarkan konsep Green Architecture di Kawasan Wisata
Talaga Bodas”. Tujuan penyusunan laporan ini yaitu untuk memenuhi syarat
kelulusan menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D4) Program Studi
Manajemen Aset di Jurusan Administrasi Niaga. Adapun isi dari laporan ini berupa
perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur Kawasan Wisata Talaga
Bodas. Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi pihak industri dan
program studi Manajemen Aset.
Laporan Skripsi ini terdiri dari lima bab yakni Bab I Pendahuluan, Bab II
Landasan Teori, Bab III Objek dan Metode Penelitian, Bab IV Hasil dan
Pembahasan, Bab V Kesimpulan dan Saran. Pada Bab I menjelaskan mengenai latar
belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan studi kasus, lokasi dan waktu
penelitian studi kasus. Bab II menjelaskan teori yang digunakan untuk melakukan
perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur. Bab III menjelaskan
gambaran umum objek dan metode penelitian yang digunakan. Bab IV menjelaskan
perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur Kawasan Wisata Talaga
Bodas dan Bab V menjelaskan kesimpulan serta saran.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam
laporan ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun untuk dapat menyempurnakan laporan ini. Penulis berharap semoga
laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

ii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim

Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta,

H. Ayung Wahyudi dan Yeti Sumiati

Yang telah memberikan motivasi dan menjadi pengingat bagi saya untuk terus
menggapai cita-cita.

Selain itu, saya persembahkan juga Laporan Skripsi ini kepada kakak-kakak saya,

Ridwan Wahyudi, Aris Krisnadi, Ula Susilawati,


Sri Widuri, Desi Silvi, dan Mi’raj Nasrullah

Yang telah memberikan semangat dan senantiasa membantu saya untuk terus
berjuang menimba ilmu.

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, laporan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Selesainya
penyusunan laporan tidak terlepas dari dukungan, dorongan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. A. Gima Sugiama, S.E, M.P. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan masukan selama penyusunan Laporan Skripsi.
2. Tiafahmi Angestiwi, SST., M.T selaku ketua Program Studi D4 Manajemen
Aset sekaligus dosen wali kelas 4B yang selalu memberikan dukungan dan
arahan selama masa perkuliahan.
3. Kepala Seksi Konservasi Wilayah V Garut dan seluruh pengelola Kawasan
Wisata Talaga Bodas terkhusus Pak Sudadi yang telah berkenan untuk
memberikan data dan informasi berkaitan dengan pengelolaan kawasan wisata.
4. Nonon Rofi Nurzakiyah, Widya Nurhikmah, Meisya Nabila, Ramadhan Disa
dan Julfa selaku teman diskusi.
5. Hafiz Ashidqi yang telah membantu saya dan memberikan motivasi agar saya
dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dengan tepat waktu.
6. Rekan-rekan mahasiswa Manajemen Aset 2018 maupun teman terdekat, serta
seluruh pihak yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama
penyusunan laporan ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Nenden Wahyudi
Tempat, tanggal : Garut, 15 Mei 2000
lahir
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gordah, no. 14, kel. Jayawaras,
Kec. Tarogong Kidul, Kab. Garut
Email : nendenwahyudi.mas18@polban.ac.id

PENDIDIKAN FORMAL
Periode Institusi
2018-Sekarang Politeknik Negeri Bandung
2015-2018 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Garut
2012-2015 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Garut
2006-2012 Sekolah Dasar Negeri Paminggir 4 Garut

PENGALAMAN KERJA
Periode Instansi Keterangan
Agustus- Dinas Pekerjaan Umum dan Melaksanakan
Oktober 2021 Penataan Ruang Kabupaten Pengelolaan Aset
Garut pada Divisi
Keuangan dan Aset

PENDIDIKAN NON-FORMAL
Tahun Pelatihan/Seminar/Training Penyelenggara
2020 Grooming and Beauty Class Wardah
2020 Diklat SSG'39 Daarut Tauhid
Bandung
2019 Mentoring Karakter Berbasis Politeknik Negeri
Pendidikan Bandung
2018 ESQ Character Building ESQ Model and
ESQ Leadership
Center
2018 Pelatihan Bela Negara dan Kedisiplinan Kodiklat TNI-AD
2018 Program Pengenalan Kehidupan Politeknik Negeri
Kampus Bandung

v
PENGALAMAN ORGANISASI
No. Organisasi Periode Jabatan
1 Himpunan Mahasiswa Administrasi Bendahara
2020
Niaga Umum
Anggota Biro
2019
Keuangan
2 Assosiasi Mahasiswa Islam
Divisi Sumber
(Assalam) Politeknik Negeri 2019
Daya Manusia
Bandung
3 Komisi Penyelenggara Pemilu
Himpunan (KPPH) 2019 Divisi Acara

Garut, Mei 2022

Nenden Wahyudi

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….1
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xii
RINGKASAN ................................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Proyek .............................................................................................1
1.2 Identifikasi dan Batasan Proyek ...............................................................................6
1.3 Tujuan Proyek ..........................................................................................................7
1.4 Manfaat Proyek ........................................................................................................7
1.5 Luaran Proyek ..........................................................................................................8
1.6 Lokasi dan Jadwal Proyek........................................................................................8
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................10
2.1. Manajemen Aset ....................................................................................................10
2.1.1. Pengertian dan Tujuan Manajemen Aset ........................................................10
2.1.2. Jenis Aset .......................................................................................................10
2.1.3. Siklus Aset .....................................................................................................11
2.2. Perencanaan Aset ...................................................................................................13
2.2.1. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Aset .......................................................13
2.2.2. Proses Perencanaan Aset ................................................................................13
2.3. Pengembangan Aset ...............................................................................................14
2.4. Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur Wisata Alam ...........15
2.4.1. Fasilitas Utama ...............................................................................................16
2.4.2. Fasilitas Pendukung........................................................................................18

vii
2.4.3. Infrastruktur ...................................................................................................20
2.5. Green Architecture a Concept of Sustainability .....................................................21
2.5.1. Sustainable site design ...................................................................................22
2.5.2. Water conservation and quality......................................................................22
2.5.3. Energy and environment ................................................................................23
2.5.4. Indoor environmental quality .........................................................................23
2.5.5. Conservation of material and resources .........................................................23
2.6. Estimasi Biaya .......................................................................................................24
2.6.1. Biaya Pembongkaran......................................................................................24
2.6.2. Biaya Pembangunan .......................................................................................25
2.7. Landasan Normatif ................................................................................................25
2.7.1. Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan Hutan ...........25
2.7.2. Perusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam ......................................................................26
2.7.3. Standar Usaha Pengelolaan Pemandian Air Panas Alami ...............................26
2.7.4. Standar Usaha Gelanggang Renang................................................................28
2.7.5. Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang
Pariwisata .................................................................................................................28
2.7.6. Standar Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan .......................30
2.7.7. Standar Usaha Bumi Perkemahan ..................................................................31
2.7.8. Standar Biaya .................................................................................................31
2.8. Penelitian Sebelumnya ...........................................................................................31
2.9. Kerangka Berpikir Proyek .....................................................................................33
BAB III METODE PERANCANGAN PROYEK ...........................................................35
3.1. Metode Proyek .......................................................................................................35
3.2. Prosedur Perancangan Proyek ................................................................................35
3.3. Studi Banding/Benchmarking ................................................................................36
3.4. Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data ...............................................38
3.6. Teknik Analisis Data..............................................................................................39
3.7. Kerangka Acuan Kerja dan Operasionalisasi Proyek .............................................40
BAB IV PERENCANAAN PENGEMBANGAN ASET FASILITAS DAN
INFRASTRUKTUR DI KAWASAN WISATA TALAGA BODAS...............................45

viii
4.1. Gambaran Umum Kawasan Wisata Talaga Bodas .................................................45
4.2. Perencanaan Pengembangan Aset berdasarkan konsep Green Architecture ..........48
4.2.1. Fasilitas Utama ...............................................................................................48
4.2.2. Fasilitas Pendukung........................................................................................68
4.2.3. Infrastruktur ...................................................................................................85
4.3. Penyusunan Estimasi Biaya Perencanaan Pengembangan Aset .............................89
4.3.1. Biaya Pembongkaran......................................................................................89
4.3.2. Biaya Pembangunan .......................................................................................91
4.4. Luaran Proyek Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur ........93
4.4.1. Buku Laporan Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur .94
4.4.2. Poster Layout Zonasi 2D Map ........................................................................98
4.4.3. Video Desain 3D Kawasan Wisata Talaga Bodas ........................................100
4.5. Kelebihan dan Keterbatasan Proyek ....................................................................100
4.5.1. Kelebihan Proyek .........................................................................................100
4.5.2. Keterbatasan Proyek .....................................................................................101
4.6. Implikasi Manajerial ............................................................................................101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................102
5.1. Kesimpulan ..........................................................................................................102
5.1. Saran ....................................................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... xiii
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................................105

ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1. Permasalahan Aset Fasilitas dan Infrastruktur Kawasan 4


Wisata Talaga Bodas
Tabel 1.2. Jadwal Proyek 8
Tabel 2.1. Material Ramah Lingkungan 23
Tabel 2.2. Penelitian Sebelumnya 30
Tabel 3.1. KAK Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan 40
Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas
Tabel 3.2. Operasionalisasi Proyek Aset Fasilitas dan Infrastruktur 42
Kawasan Wisata Talaga Bodas
Tabel 4.1. Identifikasi Kawasan Wisata Talaga Bodas Kabupaten 43
Garut
Tabel 4.2. Perencanaan Luas Kolam Pemandian Air Panas 54
Tabel 4.3. Perencanaan Luas Tempat Bilas 57
Tabel 4.4. Perencanaan Luas Ruang Ganti Pakaian 60
Tabel 4.5. Perencanaan Luas Akomodasi Penginapan 63
Tabel 4.6. Perencanaan Luas Toilet 66
Tabel 4.7. Perencanaan Pengembangan Fasilitas Utama berdasarkan 68
konsep Green Architecture
Tabel 4.8. Perencanaan Luas Pusat Informasi 72
Tabel 4.9. Perencanaan Luas Area Berkemah 75
Tabel 4.10. Perencanaan Luas Area Parkir 78
Tabel 4.11. Perencanaan Pengembangan Fasilitas Pendukung 85
berdasarkan konsep Green Architecture
Tabel 4.12. Perencanaan Pengembangan Infrastruktur Sistem Utilitas 90
(PJU) berdasarkan konsep Green Architecture
Tabel 4.13. Estimasi Biaya Pembongkaran 91
Tabel 4.14. Estimasi Biaya Pembangunan 93

x
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 1.1. Kondisi Eksisting Fasilitas Utama Kawasan Wisata 1


Talaga Bodas
Gambar 1.2. Kondisi Eksisting Fasilitas Pendukung Kawasan Wisata 2
Talaga Bodas
Gambar 1.3. Kondisi Eksisting Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga 3
Bodas
Gambar 1.4. Lokasi Objek Penelitian 8
Gambar 2.1. Klasifikasi Aset 10
Gambar 2.2. Siklus Hidup Aset 11
Gambar 2.3. Pembagian Tanggung jawab dan Tugas dalam 11
Manajemen Aset
Gambar 2.4. Simple Asset Management Planning Process 13
Gambar 2.5. Elemen dari Desain Green Building 21
Gambar 2.6. Kerangka Berpikir Proyek Perencanaan Aset Fasilitas 33
dan Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas
Gambar 3.1. Prosedur Proyek 36
Gambar 3.2. Benchmarking Kolam Pemandian Air Panas 37
Gambar 3.3. Benchmarking Akomodasi Semi Permanen 38
Gambar 4.1. Kawasan Wisata Talaga Bodas 42
Gambar 4.2. Peta Lokasi Kawasan Wisata Talaga Bodas 43
Gambar 4.3. Site and position Kawasan Wisata Talaga Bodas 48
Gambar 4.4. Kolam Pemandian Air Panas 51
Gambar 4.5. Desain The Nature of Talaga Bodas Hot Spring Water 54
Gambar 4.6. MCK 56
Gambar 4.7. Desain Tempat Bilas 58
Gambar 4.8. Ruang Ganti Pakaian 59
Gambar 4.9. Desain Ruang Ganti Pakaian 61
Gambar 4.10. Desain The Ecological Cottage Talaga Bodas 64
Gambar 4.11. Toilet 65
Gambar 4.12. Desain Toilet 67
Gambar 4.13. Pusat Informasi 71
Gambar 4.14. Desain Pusat Informasi 73
Gambar 4.15. Area Berkemah 74
Gambar 4.16. Desain Area Berkemah 75
Gambar 4.17. Area Parkir 77
Gambar 4.18. Desain Area Parkir 78
Gambar 4.19. Fasilitas Kebersihan dan Keamanan 80
Gambar 4.20. Desain Fasilitas Kebersihan dan Keamanan 82
Gambar 4.21. Desain Toko Cenderamata 84
Gambar 4.22. Sistem Utilitas (Listrik) 88
Gambar 4.23. Desain Infrastruktur Sistem Utilitas (PJU) 89

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

Lampiran A. Surat Perizinan 106


Lampiran B. Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi/ SIMAKSI 106
Lampiran C. Bukti Kehadiran Sidang SK & TA 107
Lampiran D. Daftar Hadir Bimbingan 110
Lampiran E. Pedoman Observasi 111
Lampiran F. Panduan Wawancara 111
Lampiran G. Hasil Observasi 112
Lampiran H. Transkrip Wawancara 112

xii
RINGKASAN

Kawasan Wisata Talaga Bodas berlokasi di Sukamenak Wanaraja Kabupaten


Garut memiliki luas sebesar 27,880 Hektar. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, diketahui bahwa Kawasan Wisata Talaga Bodas belum memenuhi
kriteria wisata alam berdasarkan kriteria fasilitas utama, fasilitas pendukung dan
infrastruktur, serta belum menerapkan green architecture untuk dapat
mempertahankan lanskap wisata alam. Tujuan proyek ini yaitu untuk
menghasilkan: (1) Perencanaan pengembangan aset fasilitas utama, fasilitas
pendukung dan infrastruktur; (2) Perhitungan estimasi kebutuhan dana investasi
pengembangan aset fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur.
Landasan teori yang digunakan meliputi perencanaan pengembangan aset
pada kawasan wisata berdasarkan fasilitas utama, fasilitas pendukung dan
infrastruktur dengan menggunakan konsep green architecture serta estimasi biaya
pengembangan. Selain itu, menggunakan landasan normatif sebagai standar untuk
rencana pengembangan fasilitas dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga
Bodas.
Sedangkan jenis data yang digunakan pada proyek ini berupa data primer
yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara, serta data sekunder yang
bersumber dari studi dokumentasi dan benchmark. Pada proyek ini menggunakan
teknik analisis data deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Luaran
dari proyek ini meliputi buku laporan perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur Talaga Bodas, poster layout Zonasi 2D Map, dan Video Desain 3D
Kawasan Wisata Talaga Bodas.

Kata kunci: Perencanaan Pengembangan Aset, Fasilitas dan Infrastruktur, Green


Architecture

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Proyek


Aset perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat berfungsi dengan baik
(Sugiama, 2013), tak terkecuali fasilitas wisata yang dapat memberikan pelayanan
untuk dapat dimanfaatkan oleh wisatawan (Mill, 2000), serta infrastruktur yang
berperan sebagai komponen esensial yang berpengaruh pada kesuksesan tempat
wisata untuk dapat berkembang dari gambaran destinasi wisata (Prideaux, 2000).
Dimana hal tersebut berperan dalam sektor pariwisata untuk dapat meningkatkan
perekonomian (Nugroho, 2018).
Kawasan wisata paling populer adalah kawasan wisata air panas (Bacon,
1997). Salah satu diantaranya Kawasan Wisata Talaga Bodas yang memiliki luas
sebesar 27,880 Hektar dengan daya tarik wisata berupa:
1. Pemandian air panas
2. Pemandangan alam kawah
Ketersediaan daya tarik tersebut tentunya perlu ditunjang oleh ketersediaan
fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Perkembangan pembangunan fasilitas
yang ada saat ini pada kawasan wisata air panas masih perlu pembenahan baik
fasilitas maupun aksesibilitas jalan yang masih rusak untuk dapat meningkatkan
daya tarik bagi wisatawan (Raraga dkk, 2021). Destinasi pariwisata dikembangkan
berdasarkan daya tarik wisata yang dibangunnya (Sugiama & Nufi, 2021), meliputi
pengembangan fasilitas utama, fasilitas pendukung, dan infrastruktur (Priskin et.al,
2001).
Fasilitas utama adalah aset fisik yang terdiri dari kolam pemandian air panas,
tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi, tempat penjualan makanan dan
minuman, serta toilet (Marzuki dkk, 2018; Meo dan Suryawan dkk, 2018; Mi dkk,
2019). Berikut merupakan beberapa permasalahan pada kondisi eksisting fasilitas
utama Kawasan Wisata Talaga Bodas yang dapat dilihat pada Gambar 1.1.

1
Kolam pemandian air Ruang ganti Toilet
panas pakaian
Gambar 1.1. Kondisi Eksisting Fasilitas Utama Kawasan Wisata Talaga Bodas

Berdasarkan penelitian sebelumnya pada Studi Kasus ditemui bahwa


kondisi tempat penjualan makanan sudah memadai hanya terlihat lingkungannya
saja yang kotor dari sampah, sedangkan untuk beberapa fasilitas lainnya belum
memadai yaitu meliputi tempat bilas dan akomodasi belum tersedia, dan beberapa
fasilitas yang belum sesuai dengan standar terdiri dari kolam pemandian air panas
belum tersedia kolam private dan belum tersedia papan nama yang jelas serta
lingkungannya belum memadai, ruang ganti dengan kondisi lantai dan dinding yang
kotor, tempat penjualan makanan dan minuman serta toilet terlihat kotor dan kumuh
karena sampah, serta belum tersedia beberapa fasilitas pelengkap toilet. Sehingga
ketersediaan dan kondisi fasilitas tersebut belum sesuai dengan teori yang diacu
pada fasilitas utama meliputi aset fisik yang terdiri dari kolam pemandian air panas,
tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi, tempat penjualan makanan dan
minuman, serta toilet (Marzuki dkk, 2018; Meo dan Suryawan dkk, 2018; Mi dkk,
2019).
Selain itu, terdapat fasilitas pendukung di Kawasan Wisata Talaga Bodas.
Fasilitas pendukung adalah aset fisik yang dapat dilihat dari ketersediaan pusat
informasi, area berkemah, gazebo, area parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan,
tempat ibadah, serta toko cenderamata (Ginting dan Sasmita, 2018; Marzuki dkk,
2017). Berikut merupakan beberapa permasalahan pada kondisi eksisting fasilitas
pendukung Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Pusat Informasi Area berkemah

2
a b
Fasilitas kebersihan dan pos
Area parkir
keamanan
Gambar 1.2. Kondisi Eksisting Fasilitas Pendukung di Kawasan Wisata Talaga
Bodas

Berdasarkan kondisi eksisting pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa


kondisi tempat gazebo sudah memadai hanya lingkungannya saja yang terlihat
kotor dari sampah karena kurangnya fasilitas kebersihan, dan untuk fasilitas tempat
ibadah utama sudah dilakukan perbaikan, sedangkan untuk beberapa fasilitas
lainnya belum sesuai dengan standar yaitu belum tersedianya toko cenderamata,
serta beberapa kondisi fasilitas belum memadai meliputi kondisi pusat informasi
tidak layak digunakan, area berkemah sulit ditemukan karena belum ada petunjuk
yang jelas, area parkir yang belum dilengkapi pembatas dan rambu lalu lintas, serta
belum tertatanya fasilitas kebersihan dan pos kemanan. Sehingga fasilitas
pendukung tersebut belum sesuai dengan teori yang diacu meliputi aset fisik pusat
informasi, area berkemah, area parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan, tempat
ibadah, serta toko cenderamata (Ginting dan Sasmita, 2018; Marzuki dkk, 2017).
Selain itu, di kawasan wisata terdapat infrastruktur yang menunjang
kegiatan wisatawan. Infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa air bersih,
jaringan telekomunikasi, dan jaringan listrik, jalan, serta jaringan transportasi
(Marzuki dkk, 2017; Ginting & Sasmita, 2018; Mandic et.al, 2018). Namun,
berdasarkan hasil analisis pada penelitian studi kasus ditemukan bahwa kondisi
sistem utilitas berupa air bersih sudah memadai, adapun kondisi jalan yang rusak
sudah mulau dilakukan perbaikan oleh dinas pekerjaan umum dan penataan ruang,
serta kondisi jaringan transportasi di kawasan wisata talaga bodas sudah tersedia
angkutan umum berupa ojek. Sedangkan, yang menjadi permasalan utama yaitu
terletak pada sistem utilitas jaringan listrik berupa tata letak penerangan yang
minim sehingga belum sesuai dengan standar. Berikut merupakan kondisi eksisting
sistem utilitas berupa jaringan listrik Kawasan Wisata Talaga Bodas yang dapat
dilihat pada Gambar 1.3.

3
Gambar 1.3. Kondisi Eksisting Infratruktur (Sistem utilitas jaringan listrik) di
Kawasan Wisata Talaga Bodas

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada Studi Kasus tersebut, jaringan


listrik sudah tersedia dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), namun tata letak
penerangan yang minim sehingga belum sesuai dengan standar. Sedangkan
kehadiran infrastruktur sangat penting untuk kesan dan citra wisatawan secara
keseluruhan dari suatu destinasi (Crunch, 2000) dalam Imikan dan Ekpo (2012).
Berikut ini merupakan tabel kesimpulan dari setiap permasalahan yang ada di
Kawasan Wisata Talaga Bodas.
Tabel 1.1. Permasalahan Aset Fasilitas dan Infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga
Bodas
Variabel Indikator Permasalahan
1. Fasilitas Kolam Pemandian Air •Belum tersedia kolam private
Utama Panas •Penanda arah tidak jelas untuk dibaca
•Lingkungan sekitar kotor oleh sampah
Tempat bilas •Belum tersedia
Ruang ganti pakaian •Kondisi lantai dan dinding kotor dan kumuh
•Belum tersedia tempat penyimpanan/penitipan
barang
Akomodasi berupa • Belum tersedia
penginapan
Toilet • Kumuh dan kotor
• Belum terpisah antara toilet laki-laki dan
perempuan
• Belum tersedia tempat cuci tangan dan alat
pengering
• Belum tersedia tempat sampah tertutup
• Belum tersedia urinior untuk laki-laki
• Belum tersedia shower
• Belum tersedia sirkulasi udara dan pencahayaan
yang baik
2. Fasilitas Pusat informasi • Tidak layak untuk digunakan
Pendukung Area berkemah • Sulit ditemukan karena tidak ada kejelasan papan
petunjuk dan batasan area berkemah
Area parkir • Kurang tertata
• Belum memiliki pembatas yang jelas
• Area parkir belum dilengkapi rambu lalu lintas

4
Fasilitas kebersihan dan • Fasilitas kebersihan belum tertata dan belum
keamanan dilengkapi dengan petunjuk sampah organik dan
non-organik
• Pos keamanan tidak teratur/stabil serta kondisinya
kurang terawat
Toko cenderamata • Belum tersedia
3. Infrastruktur Sistem utilitas (Listrik) • Tata letak penerangan minim dan belum memadai

Dari segi historis dan pengelolaannya Kawasan Wisata Talaga Bodas belum
menerapkan penghematan air pada water conservation and quality, belum
sepenuhnya memanfaatkan efisiensi energi, masih terdapat polusi dalam ruangan
dan belum menggunakan material ramah lingkungan. Sedangkan kawasan wisata
ini merupakan kawasan konservasi, sehingga pembangunan fasilitas dan
infrastruktur yang ada di dalamnya harus tetap melestarikan lanskap kawasan yang
lestari dengan mempertahankan fungsi dari wisata alam serta tidak memberikan
dampak negatif terhadap alam (Permen LHDK No. P.13 Tahun 2020 Pasal 3 Ayat
1). Oleh karena itu, dalam perencanaan pengembangannya perlu memperhatikan
konsep yang berkelanjutan dengan menerapkan green architecture yang terdiri dari
beberapa elemen meliputi sustainable site design, water conservation and quality,
energy and environment, indoor environmental quality, conservation of material
and resources, sebagai upaya untuk meminimalisir dampak negatif pada kawasan
konservasi dengan efisiensi dan moderasi dalam penggunaan material, energi, dan
ruang pengembangan, serta ekosistem secara luas (Ragheb, El-Shimmy dan
Ragheb, 2016). Tujuan dari perencanaan untuk menyediakan dan memperbaiki
kondisi aset yang belum memadai tersebut akan dicapai melalui siklus manajemen
aset yaitu tahap pertama berupa perencanaan aset.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas menunjukkan
bahwa di Kawasan Wisata Talaga Bodas belum memenuhi standar dan harapan
wisatawan pada (1) fasilitas utama, belum tersedia berupa tempat bilas dan
akomodasi serta kolam pemandian air panas, ruang ganti pakaian, dan toilet berada
pada kondisi yang belum memadai; (2) fasilitas pendukung, belum tersedia toko
cenderamata sedangkan kondisi pusat informasi, area berkemah, area parkir,
fasilitas kebersihan dan keamanan belum memadai; (3) infrastruktur yaitu sistem
utilitas berupa jaringan listrik untuk tata letak penerangan lampu belum memadai

5
di kawasan wisata, serta ketersediaan fasilitas dan infrastruktur tersebut belum
sepenuhnya menerapkan konsep green architecture sebagai upaya melestarikan
lanskap kawasan lestari yang ramah lingkungan. Maka menarik untuk diangkat
sebagai proyek berjudul “Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan
Infrastruktur berdasarkan konsep Green Architecture di Kawasan Wisata
Talaga Bodas”.

1.2 Identifikasi dan Batasan Proyek


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi proyek pada Kawasan
Wisata Talaga Bodas meliputi:
1. Menyusun perencanaan pengembangan aset berdasarkan konsep green
architecture mencakup:
a. fasilitas meliputi: (1) fasilitas utama terdiri dari kolam pemandian air
panas bertema natural hot spring, tempat bilas, ruang ganti pakaian,
akomodasi berupa cottage bertema ecological dan toilet; (2) fasilitas
pendukung terdiri dari pusat informasi, area berkemah, area parkir,
fasilitas kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata.
b. infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa listrik untuk tata letak
penerangan lampu.
2. Menghitung besarnya estimasi biaya yang dibutuhkan untuk perencanaan
pengembangan pada aset fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur
di Kawasan Wisata Talaga Bodas.

Adapun batasan proyek berdasarkan identifikasi proyek di atas, proyek ini


hanya berfokus kepada rencana pengembangan bangunan fasilitas dan infrastruktu
di lingkup Kawasan Wisata Talaga Bodas, terdiri dari: (1) Fasilitas utama meliputi
kolam pemandian air panas, tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi, dan
toilet; (2) Fasilitas pendukung meliputi pusat informasi, area berkemah, area parkir,
fasilitas kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata; (3) Infrastruktur
meliputi sistem utilitas berupa jaringan listrik untuk tata letak penerangan lampu
pada Kawasan Wisata Talaga Bodas.

6
1.3 Tujuan Proyek
Tujuan proyek berdasarkan pada identifikasi dan Batasan masalah yang telah
dipaparkan di atas, untuk menghasilkan:
1. Perencanaan pengembangan aset berdasarkan konsep green architecture
meliputi:
a. fasilitas mencakup: (1) fasilitas utama terdiri dari kolam pemandian air
panas bertema natural hot spring, tempat bilas, ruang ganti pakaian,
akomodasi berupa cottage bertema ecological dan toilet; (2) fasilitas
pendukung terdiri dari pusat informasi, area berkemah, area parkir,
fasilitas kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata.
b. infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa jaringan listrik untuk tata
letak penerangan lampu.
2. Penyusunan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk perencanaan
pengembangan pada aset fasilitas dan infrastruktur pada Kawasan Wisata
Talaga Bodas.

1.4 Manfaat Proyek


Adapun manfaat yang diharapkan dari proyek ini sebagai berikut:
1. Bagi Industri
Membantu Balai Konservasi Sumber Daya Alam Garut dengan memberikan
usulan perencanaan aset fasilitas dan infrastruktur pada Kawasan Wisata
Talaga Bodas sehingga dapat beroperasi lebih optimal dan diminati oleh
wisatawan.
2. Bagi Program Studi
Memberikan referensi bacaan yang dapat dijadikan acuan atau
perbandingan untuk proyek selanjutnya.
3. Bagi Penulis
Untuk dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai
perencanaan aset serta dapat menyelesaikan permasalahan di lapangan.

7
1.5 Luaran Proyek
Luaran dari proyek ini berupa Rencana aset fasilitas dan infrastruktur pada
Kawasan Wisata Talaga Bodas dengan menggunakan konsep sustainable dengan
menerapkan green architecture. Berikut merupakan luaran dari proyek ini meliputi:
1. Buku Laporan perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur pada
Kawasan Wisata Talaga Bodas yang dapat diterapkan oleh BKSDA (Balai
Konservasi Sumber Daya Alam). Luaran tersebut berpotensi mendapat
rekognisi(pengakuan) dari BKSDA Konservasi bidang V.
2. Poster Layout Zonasi 2D Map
3. Video Desain 3D Kawasan Wisata Talaga Bodas

1.6 Lokasi dan Jadwal Proyek


Penelitian dilakukan pada Kawasan Wisata Talaga Bodas. Berikut ini
merupakan gambar lokasi proyek.

Gambar 1.4. Lokasi Proyek (Google Maps)

Waktu penelitian dilakukan selama 5 (lima) bulan dimulai pada Februari


sampai dengan Juni 2022. Jadwal kegiatan proyek dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1.2. Jadwal Proyek


Waktu Pelaksanaan Proyek
No. Kegitan Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1. Menentukan dan
mendefinisikan
masalah pada objek
sebagai bahan
proyek

8
2. Menentukan
tinjauan teori dan
normatif
3. Menentukan
metode dan teknik
proyek yang
digunakan
4. Menyusun prosedur
proyek
5. Mengumpulkan
dan mengolah data
6. Menyusun
perencanaan
kebutuhan aset
7. Menyusun estimasi
biaya yang
dibutuhkan
8. Penyusunan
Laporan

9
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Manajemen Aset


Aset adalah segala sesuatu sumber daya yang dimiliki oleh individu dan
kelompok badan/lembaga, sehingga aset perlu dilakukan pengelolaan dengan baik
agar dapat memberikan kontribusi positif bagi pemiliknya (Siregar, 2004). Oleh
karena itu aset perlu dikelola dengan baik.

2.1.1. Pengertian dan Tujuan Manajemen Aset


Menurut Sugiama (2013) manajemen aset adalah ilmu dan seni dalam
mengelola kekayaan yang mencakup proses perencanaan kebutuhan aset,
pengadaan, inventarisasi, legal audit, penilaian, pengoperasian, pemeliharaan,
pembaharuan atau penghapusan hingga pengalihan aset secara efektif dan efisien.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
merupakan serangkaian kegiatan dimulai dari identifikasi kebutuhan aset sampai
pembaharuan dan penghapusan aset secara efektif dan efisien.
Secara umum, tujuan dari manajemen aset adalah untuk pengambilan
keputusan yang tepat agar aset yang dikelola berfungsi secara efektif dan efisien.
Sedangkan secara khusus, tujuan manajemen aset secara rinci sebagai berikut,
(Sugiama, 2013):
1. Meminimalkan biaya selama umur aset bersangkutan (to minimize the whole
life cost of assets)
2. Dapat menghasilkan laba maksimum (profit maximum), dan
3. Dapat mencapai penggunaan serta pemanfaatan aset secara optimum
(optimizing the utilization of assets)

2.1.2. Jenis Aset


Aset terdiri dari beberapa jenis berdasarkan klasifikasinya. Menurut
Campbell et.al (2011), jenis aset diklasifikasikan pada lima kelas seperti yang
tercantum pada Gambar 2.1.

10
Gambar 2.1. Klasifikasi Aset (Campbell et.al, 2011)

Berdasarkan Gambar 2.1. diketahui bahwa klasifikasi aset meliputi: (1) Real
Estate and Facilities adalah benda yang secara fisik dapat diketahui dengan dilihat
dan dirasakan melalui panca indera, bersama-sama dengan segala sesuatu yang
didirikan, dibangun di atas ataupun di bawah tanah yang bersangkutan, (2) Plant
and Production adalah aset dengan klasifikasi aset pabrik dan produksi terdiri dari
aset berupa pertambangan, tekstil, pabrik kimia, tambang minyak bumi, pabrik
elektronik, serta pembuatan makanan; (3) Mobile Assets merupakan kelompok aset
bergerak atau yang dapat dipindahkan, meliputi: peralatan militer, maskapai
penerbangan, kereta api, perusahaan pengiriman atau shipping; (4) Infrastructure
adalah aset dengan klasifikasi berupa jalan dan jembatan, telekomunikasi, sistem
pengairan dan jaringan distribusi listrik, serta gas; (5) Information Technology
adalah aset dengan klasifikasi teknologi informasi, meliputi: komputer, jaringan,
perangkat lunak dan software.

2.1.3. Siklus Aset


Siklus aset dapat didefinisikan sebagai total siklus manajemen aset yang
memberi pandangan luas terkait cara merencanakan aset, menggunakan aset,
memelihara aset dan pada akhirnya menghapus aset tersebut (Campbell, 2011).
Gambar 2.2. yang menunjukkan siklus manajemen aset.

11
Gambar 2.2. Siklus Hidup Aset (Sugiama, 2013)

Dalam mengelola aset pada umumnya akan mengikuti siklus aset yang
berawal dari perencanaan hingga penghapusan aset. Menurut Sugiama (2013) tahap
siklus alur aset terdiri atas kegiatan merencanakan aset yang dibutuhkan,
mengadakan aset, mencatat atau melakukan inventarisasi, melakukan keabsahan
secara hukum (legal), menilai, menggunakan aset dan memelihara, memperbaharui
hingga melakukan disposal aset dan memindahtangankan aset dengan cara menjual
atau memberikan aset tersebut kepada pihak lain. Tahap penghapusan aset
merupakan tahap terakhir, apabila aset tidak dapat diperbaharui lagi atau dilakukan
perubahan untuk mengembalikan fungsi aset tersebut.
Terdapat pembagian tanggung jawab dan tugas dalam manajemen aset
(Siregar, 2007), seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3. Pembagian Tanggung Jawab dan Tugas dalam Manajemen Aset (Siregar,
2007)

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab dan tugas dalam
manajemen aset terbagi pada tiga tahapan meliputi operation & maintenance highly

12
skilled team and individuals tactical, engineers & technical specialist wide range
of specialisms – mix of strategic & tactical, dan business managers leaders –
strategic (Siregar, 2007).

2.2. Perencanaan Aset


Perencanaan aset merupakan tahapan awal dari siklus hidup aset. Setiap aset
harus dilakukan perencanaan dengan strategis agar ketika tersedia dapat
dioperasikan dengan lancar, efektif dan efisien (Sugiama, 2013).

2.2.1. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Aset


Perencanaan kebutuhan aset adalah serangkaian proses kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau organisasi/instansi untuk merencanakan suatu
rencana strategi (Sugiama, 2013). Perencanaan aset mencakup proses penentuan
dan pemeriksaan terhadap persyaratan aset yang berdasarkan kepada evaluasi aset
dan peluang untuk dapat memenuhi kebutuhan pelayanan aset (Keqa, 2016).
Tujuan dari perencanaan aset yaitu untuk menilai kecukupan eksisting aset,
memastikan sumber daya yang tersedia ketika dibutuhkan, mengetahui aset
berkinerja kurang dan yang berlebihan, mengestimasikan pilihan pengadaan aset
dan pembiayaan, serta memastikan aset terpelihara dan dapat digunakan (Keqa,
2016). Selain itu, menurut Yunita dan Devitra (2017), tujuan dari kegiatan
perencanaan aset yaitu untuk pedoman kegiatan mengadakan atau membeli aset
yang dibutuhkan, menghapus aset yang berlebih, mengoperasikan dan memelihara
aset agar efektif. Maka berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari kegiatan perencanaan aset yaitu untuk memberikan
petunjuk sebagai pedoman agar dapat mengoptimalkan proses pengelolaan aset
yang dimiliki oleh organisasi bersangkutan.

2.2.2. Proses Perencanaan Aset


Proses merupakan serangkaian tahap kegiatan dengan menerapkan fungsi-
fungsi dasar manajemen yang harus dilakukan guna mencapai tujuan (Sugiama,
2013). Sedangkan planning atau perencanaan adalah penentuan tujuan akhir dan
sasaran sebuah organisasi serta menentukan cara terbaik untuk dapat mencapainya

13
(Sugiama, 2013). Rencana manajemen aset merupakan dokumen yang diperbarui
secara berkala menggunakan informasi penting tentang kondisi aset, sumber daya
keuangan, dan standar kinerja (tingkat layanan) untuk memastikan bahwa sumber
daya manusia dan sumber daya keuangan untuk memenuhi biaya jangka pendek,
menengah dan panjang untuk menyediakan layanan (Kumasi, Franceys, dan Burr,
2016). Proses perencanaan manajemen aset dapat dilakukan dengan membuat
daftar aset, kondisi, usia, nilai sisa aset sehingga dapat menentukan prioritas untuk
pengembangan dan penentuan biaya yang dibutuhkan. Selanjutnya merupakan
tahapan untuk mengimplementasikan rencana pengelolaan aset. Berikut ini
merupakan alur uraian proses perencanaan aset sederhana dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Simple Asset Management Planning Process (Kumasi,


Franceys, dan Burr, 2016)
Pada perencanaan manajemen aset membantu merumuskan gagasan terbaik
tentang biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemeliharaan dan melestarikan
aset serta mempertahankan tingkat layanan yang berkualitas secara efektif dan
efisien dengan perencanaan aset yang terintegrasi dalam keseluruhan proses
perencanaannya (Kumasi, Franceys, Burr, 2016).

2.3. Pengembangan Aset


Pengembangan aset merupakan aktivitas yang dilakukan untuk membuat
produk yang belum pernah ada atau melakukan perbaikan pada produk yang sudah
ada dengan memodifikasi dan memperkenalkan merk baru pada produk tersebut
(Sugiama, 2013). Sedangkan menurut Hasting (2015), tipe pengembangan terdiri
dari tujuh jenis meliputi:

14
1. Pengakuisian
2. Pengembangan bisnis tanpa melakukan akuisisi
3. Pemodelan gabungan aset-aset terpilih
4. Pemodelan kembali rencana awal tetapi dengan memenuhi standar yang ada
5. Pengenalan perubahan teknis
6. Pemodelan dengan teknologi terbarukan
7. Penelitian dan pengembangan
Berbagai jenis pengembangan tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan
dari kegiatan pengembangan.

2.4. Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur Wisata


Alam
Pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur wisata alam akan melewati
proses perencanaan untuk menentukan arah dari tujuan pengembangannya (Ginting
dan Sasmita, 2018). Pencapaian pembangunan perlu dilakukan pengembangan
produk yang berhubungan dengan bidang pariwisata yaitu berupa pengembangan
fasilitas dan infrastruktur pada suatu kawasan wisata (Ginting dan Sasmita, 2018).
Menurut Spillane (1994) dalam Sinta (2020) menyatakan bahwa, Aset
Fasilitas merupakan sarana dan prasarana yang sangat penting bagi wisatawan
sebagai akomodasi yang dibutuhkan. Sehingga sangat penting untuk sumber daya
organisasi oleh karena itu meningkatkan lingkungan kerja dan kesejahteraan
pemeliharaannya merupakan aspek penting yang harus mendapat perhatian serius
(Sani dkk, 2012). Sedangkan, Infrastruktur merupakan aspek yang mencakup
pariwisata secara luas dan terkait dengan semua elemen di suatu destinasi yang
memungkinkan dan mendorong pengembangan pariwisata (Swarbrooke, 2001).
Menurut Sugiama (2013), Destinasi wisata (DW) adalah Daerah Tujuan
Wisata (DTW) yang merupakan campuran dari beberapa komponen kepariwisataan
yang dikunjungi wisatawan dengan waktu kunjungan minimal 24 jam. Secara
struktural Destinasi Wisata (DW) di dalamnya meliputi beberapa Satuan Kawasan
Wisata (SKW). Sedangkan dalam setiap SKW mencakup kumpulan dari sejumlah

15
Kawasan Wisata (KW). Adapun sebuah KW di dalamnya meliputi beragam Atraksi
Wisata (AW) yang juga disebut Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW).
Wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam. Menurut Ceballos (1996), secara garis besar Nature-based
Tourism (NBT) dibedakan menjadi dua kesatuan:
1. Kegiatan yang secara pasif menikmati sumber daya alam secara yang tidak
terganggu dan/atau belum berkembang
2. Kegiatan wisata yang memanfaatkan alam secara aktif
Terdapat beberapa dimensi aset wisata alam yaitu terdiri dari Fasilitas Utama,
Fasilitas Pendukung, dan Infrastruktur (Marzuki dkk, 2017).

2.4.1. Fasilitas Utama


Fasilitas utama merupakan alat utama yang diperlukan wisatawan yang
sedang berkunjung sebagai kemampuan suatu objek wisata untuk dapat menarik
wisatawan dan mempertahankan loyalitas wisatawan (Marzuki dkk, 2017; Sinta,
2020). Fasilitas Utama terdiri dari kolam pemandian air panas, tempat bilas, ruang
ganti pakaian, akomodasi, tempat penjualan makanan dan minuman, serta toilet
(Marzuki dkk, 2018; Meo dan Suryawan dkk, 2018; Mi dkk, 2019). Namun yang
akan dilakukan perencanaan pengembangan meliputi:
1. Kolam Pemandian Air Panas (Hot Spring Water)
Kolam pemandian air panas merupakan tempat wisata yang mengacu pada mata
air dengan suhu air jauh lebih tinggi dari pada suhu udara wilayah sekitarnya
(Mahajan, 2016). Kawasan wisata air panas secara harfiah merupakan kombinasi
dari air panas dan pariwisata, konsumen yang mengunjungi tempat tersebut
memiliki tujuan masing-masing (Lo et.al, 2015). Selain fokus tentang nilai
sumber mata air panas, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembangan wisata air panas salah satunya yaitu berfokus pada layanan dan
aktivitas di kawasan wisata air panas, dengan meningkatkan kualitas layanan dan
preferensi pengunjung (Kitajima, 2012; Wu et.al, 2015). Indikator dari kolam
pemandian air panas yakni kualitas kolam pemandian air panas dapat dilihat dari
suhu yang dapat membuat tubuh bugar dan rileks, kolam pemandian air panas

16
bersih dan hygenis/sehat serta aman untuk digunakan, sedangkan untuk
pembangunan kolam yaitu Rp 3.500.000/m3 (Mi et.al, 2019; Lee dan Brian,
2010; Dedi, TT).
2. Tempat bilas
Tempat bilas merupakan salah satu layanan fasilitas berupa ruangan di kawasan
wisata taman air yang digunakan untuk membilas (Mi et.al, 2019; Ariyansyah
dkk, 2012). Ketersediaan tempat bilas dilihat dari kemudahan menemukan
tempat bilas dengan kondisi yang bersih dan terdapat instruksi membilas
sebelum dan sesudah berendam (Bonadonna dan Giuseppina, 2019).
3. Ruang ganti pakaian
Ruang ganti pakaian merupakan salah satu layanan fasilitas yang digunakan
untuk mengganti pakaian yang disediakan di kawasan wisata taman air bagi
pengunjungnya (Mi et.al, 2019; Ariyansyah dkk, 2012). Ketersediaan ruang
ganti dilihat dari kemudahan menemukan ruang ganti dengan kondisi bersih dan
terdapat loker untuk menyimpan pakaian dan barang (Meo dan Suryawan, 2018;
Rabi et.al, 2007).
4. Akomodasi
Menurut Ginting dkk (2018), akomodasi merupakan salah satu komponen
industri pariwisata karena akomodasi dapat menjadi tempat istirahat dan
menikmati pelayanan yang tersedia. Salah satu bentuk akomodasi yakni berupa
penginapan. Penginapan adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya
dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman, dan fasilitas kamar untuk
tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu
membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima
tanpa adanya perjanjian khusus (Sulastiyono, 2011). Akomodasi berupa
penginapan di tempat wisata dilihat dari kedekatannya dengan lokasi penginapan
dan suasana serta kondisi penginapan memadai (Ginting & Sasmita, 2018).
Selain itu, akomodasi dengan ketentuan terdiri dari ruang kamar tidur berukuran
24 m2, ruang tengah berukuran 6 m2, ruang dapur berukuran 3,6 m2, selasar
berukuran 2,4 m2, dan toilet/wc berukuran 4,8 m2 (Roziana, 2002).
5. Toilet

17
Toilet adalah sebuah ruangan yang dirancang khusus lengkap dengan kloset,
persediaan air bersih dan perlengkapan lain yang bersih, aman, dan higienis,
untuk masyarakat di tempat-tempat domestik, komersial, maupun publik dapat
membuang hajar serta memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologi lainnya
(ATI, 2016). Toilet merupakan fasilitas yang menjadi fasilitas pendukung di
kawasan wisata (Ginting & Sasmita, 2018). Kualitas toilet dilihat dari
kemudahan menemukan toilet di kawasan wisata, layak untuk digunakan dan
kondisinya bersih (Ginting & Sasmita, 2018; Kawale et.al, 2018).
Berdasarkan teori fasilitas utama, indikator yang akan dilakukan untuk
perencanaan pengembangan meliputi (Marzuki dkk,2017; Ginting & Sasmita,
2018; Mi dkk, 2019):
1. Kolam pemandian air panas
2. Tempat bilas
3. Ruang ganti pakaian
4. Akomodasi
5. Toilet

2.4.2. Fasilitas Pendukung


Fasilitas Pendukung adalah fasilitas proporsional sebagai pelengkap fasilitas
utama yang akan dirasakan wisatawan agar lebih nyaman dengan suasana yang ada
(Ginting & Sasmita, 2018). Menurut Marzuki et.al (2017), fasilitas pendukung
terdiri dari pusat informasi, area berkemah, dan gazebo. Sedangkan menurut
Ginting dan Sasmita (2018), fasilitas pendukung terdiri dari area parkir, fasilitas
kebersihan dan keamanan, tempat ibadah serta toko cenderamata. Namun yang
akan dilakukan perencanaan pengembangan meliputi:
1. Pusat informasi
Tourist Information Centre (TIC) merupakan fasilitas yang menyediakan
informasi khusus tentang kawasan lokal, daya tarik wisata, festival dan
pelayanan (Mill, 2000). Ketersediaan pusat informasi dapat dilihat dari
kemudahan menemukan pusat informasi dan kemudahan mencari informasi

18
mengenai kawasan wisata di pusat informasi (Ginting & Sasmita, 2018;
Fesenmater, 2015).
2. Area berkemah
Perkemahan adalah aktivitas rekreasi di ruang luar atau terbuka (Rinaldi, 2015),
kegiatan yang dapat memberikan suatu kualitas kesenangan tertentu yang sulit
ditemukan dalam kegiatan-kegiatan yang lain sebagai pengisi waktu luang
(Sulaeman, 1983). Ketersediaan area berkemah dilihat dari kemudahan
menemukan area berkemah dan lokasi area berkemah aman (Ginting & Sasmita,
2018; Lucivero, TT).
3. Area parkir
Area parkir merupakan salah satu tempat pemberhentian dari suatu pergerakan
atau transit terakhir bagi lalu lintas kendaraan (Rifai dkk, 2021). Ketersediaan
area parkir dilihat dari kemudahan menemukan area parkir yang aman dan
nyaman (Ginting & Sasmita, 2018).
4. Fasilitas kebersihan dan keamanan
Fasilitas kebersihan merupakan pelayanan yang diciptakan oleh pengelola agar
kondisi tempat menjadi nyaman (Violina dkk, 2016). Sedangkan fasilitas
keamanan merupakan fasilitas yang dapat memberikan keadaan yang diharapkan
stabil, menimbulkan perasaan yang tenang tanpa disertai kekhawatiran bagi
wisatawan, selain itu, untuk ketentuan ukuran pos keamanan/jaga dapat
berukuran 4m2 (Mahagangga,2013). Fasilitas kebersihan dan keamanan dapat
dilihat dari kondisi tempat sampah, peralatan kebersihan dan pos keamanan,
adanya sabun untuk mencuci tangan, wisatawan merasa aman, dan terdapat
papan penanda dan arahan untuk keamanan seperti tanda darurat dan bahaya
(Alananzeh, 2017; Erfurt, 2011; Nagaj dan Zuromskaite, 2020).
5. Toko cenderamata
Cenderamata adalah sesuatu benda yang bisa dibawa oleh seorang wisatawan
dari tempat wisata ke rumahnya sebagai bentuk kenang-kenangan, sebagai
bentuk nyata atau pengalaman berkunjung ke suatu tempat wisata (Gordon,
1986; Littrell dkk, 1994). Ketersediaan toko cenderamata dilihat dari kemudahan

19
menemukan toko cenderamata dan terdapat berbagai cenderamata yang dijual
(Ginting & Sasmita, 2018; Mulogo et.al, 2018).
Berdasarkan teori fasilitas utama, indikator yang akan dilakukan untuk
perencanaan pengembangan meliputi (Marzuki dkk,2017; Ginting & Sasmita,
2018; Mi dkk, 2019):
1. Pusat informasi
2. Area berkemah
3. Area parkir
4. Fasilitas kebersihan dan keamanan
5. Toko cenderamata

2.4.3. Infrastruktur
Infrastruktur adalah penyediaan sistem fisik yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan
ekonomi, yang terdiri dari sistem utilitas berupa air bersih, jaringan telekomunikasi,
dan jaringan listrik, jalan, serta jaringan transportasi (Marzuki dkk, 2017; Ginting
& Sasmita, 2018; Mandic et.al, 2018). Namun yang akan dilakukan perencanaan
pengembangan pada aset infrastruktur yaitu
1. Sistem Utilitas
Sistem utilitas kegiatan pariwisata tergantung pada preferensi wisatawan (Wu
et.al., 2017). Menurut Vengesayi (2009) terdapat beberapa indikator pada sistem
utilitas, salah satu diantaranya yaitu listrik. Sedangkan menurut Marzuki dkk,
(2017), pada Infrastruktur mencakup beberapa indikator di dalamnya termasuk
sistem utilitas salah satunya yaitu pasokan listrik. Ketersediaan sistem utilitas
dilihat dari kemudahan menemukan sumber listrik berupa fasilitas untuk mengisi
baterai handphone, dan tersedianya penerangan yang cukup (Marzuki dkk, 2017;
Machete et.al, 2015; Vengesayi, 2009).
Selain itu pada perencanaan pengembangan aset di lahan kawasan wisata
berbagi atas beberapa zona yaitu terdiri dari: (1) zona intensif untuk pengembangan
ruang aktif dan pasif; (2) zona semi intensif untuk ruang pembatasan aktivitas dan
bangunan fasilitas dengan tujuan agar tidak merusak alam; dan (3) zona ekstensif

20
untuk fasilitas pemenuhan aktivitas minat khusus (Beljai dkk, 2014). Sedangkan
menurut Mulyana dkk (2019), penataan zona/blok di kawasan konservasi meliputi
blok pemanfaatan intensif, blok pemanfaatan terbatas, dan blok lainnya. Sehingga
pada zonasi ini dapat disimpulkan terdiri dari tiga zona meliputi zona intensif, zona
semi intensif sebagai zona dengan pemanfaatan terbatas, dan zona ekstensif sebagai
zona lainnya (Beljai dkk, 2014; Mulyana dkk, 2019).

2.5. Green Architecture a Concept of Sustainability


Perencanaan aset fasilitas dan infrastruktur wisata alam membutuhkan
pengembangan yang berkelanjutan dengan konsep meminimalkan dampak negatif
dari pembangunan dengan melakukan efisiensi pada penggunaan material, energi,
dan area pengembangan serta ekosistem secara ekstensif, oleh karena itu arsitektur
hijau atau desain hijau memiliki karakteristik meliputi (El-Shimy and Ragheb,
2016; Burcu, 2015):
1. Sistem ventilasi yang dirancang untuk pemanasan dan pendinginan yang
efisien
2. Pencahayaan dan peralatan hemat energi
3. Perlengkapan pipa hemat air
4. Lanskap direncanakan untuk memaksimalkan energi matahari pasif
5. Kerusakan minimal pada habitat alami
6. Sumber daya alternatif seperti tenaga surya atau tenaga angin
7. Bahan non-sintetis dan tidak beracun
8. Kayu dan batu yang diperoleh secara lokal
9. Hutan yang ditebang secara bertanggung jawab
10. Penggunaan kembali bangunan tua secara adaptif
11. Penggunaan penyelamatan arsitektur daur ulang
12. Penggunaan ruang yang efisien.

Material yang digunakan merupakan bangunan eco-friendly berkaitan dengan


green architecture dengan memiliki lima elemen desain yang dapat dilihat pada
Gambar 2.5. sebagai berikut.

21
Gambar 2.5. Elemen dari Desain Green Building (USGBC, 2016)

Berikut merupakan penjelasan pada lima elemen dari desain green building
meliputi (Ragheb et.al 2016):

2.5.1. Sustainable site design


Elemen pertama ini merupakan upaya dengan mempertimbangkan
pengembangan lokasi untuk mengurangi dampak pembangunan terhadap
lingkungan alam yaitu site mengacu pada segi sirkulasi, pemandangan, matahari dan
angin, sedangkan pada perencanaannya harus memperhatikan sirkulasi pintu masuk
dan keluarnya wisatawan pada kawasan wisata (Ragheb et.al 2016; Diwari &
Setijanti, 2016). Sehingga kriteria pada elemen ini dapat berupa bangunan yang
disusun terbuka menghadap utara dan selatan mengurangi insulasi panas sehingga
posisi tersebut memberikan keuntungan (Ragheb et.al 2016; Diwari & Setijanti,
2016).

2.5.2. Water conservation and quality


Kegiatan konservasi air dan kualitasnya sepanjang umur bangunan dapat
dicapai dengan merancang pipa ledeng ganda yaitu seperti mendaur ulang air pada
toilet, menghilangkan penggunaan kertas toilet, adanya pengolahan air dengan
penggunaan kembali dapat meningkatkan kualitas air dan efisiensi energi sekaligus
mengurangi jumlah air yang beredar. Oleh karena itu kriteria pada water
conservation and quality yang dapat dilakukan yaitu dengan (1) Memberikan
informasi dan edukasi untuk penghematan air, serta (2) Aliran air pada toilet
menggunakan sensor keran sehingga dapat menutup kembali dengan sendirinya
ketika air tersebut sudah tidak digunakan (Ragheb et.al 2016).

22
2.5.3. Energy and environment
Pada desain hijau perlu memperhatikan elemen energy and environment,
efisiensi energi dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari untuk
pemanasan dan pendinginan ruang hidup dengan desain surya pasif, bangunan
tenaga surya dapat menghemat listrik sebesar 30-40% dengan tambahan biaya 5
hingga 10% untuk fitur pasif. Adapun komponen utamanya yaitu berupa orientasi,
jendela berlapis ganda, overhang jendela, atap dinding penyimpan termal,
pengecatan atap, ventilasi, penguapan, penerangan siang hari, bahan konstruksi, dll.
Sehingga kriteria pada elemen ini dapat berupa (1) Pencahayaan secara alami, (2)
Ventilasi alami, (3) Mendaur ulang sampah sesuai dengan jenisnya, dan perbaikan
pada kualitas lingkungan dengan melestarikan alam agar lingkungan tetap hijau
(Ragheb et.al 2016).

2.5.4. Indoor environmental quality


Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi pada kualitas dari indoor
environmental yaitu dengan mengontrol sumber untuk mengurangi emisi dari
sumber polusi dalam ruangan, ventilasi untuk mengurangi paparan sumber polusi
serta menjaga kondisi fisik yang nyaman dilihat dari suhu, kelembaban dan
pencahayaan. Sehingga kriteria pada elemen ini meliputi (1) mengurangi polusi
udara seperti asap rokok di lingkungan dan penggunaan kendaraan sepeda, (2)
menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban udara ruangan agar tetap sejuk dengan
penggunaan atap hijau (Bluyssen dan Cox, 2002; Chua et,al, TT; Ragheb et.al
2016).

2.5.5. Conservation of material and resources


Pada perencanaan pembangunan, material yang digunakan dapat dipilih
dengan mengevaluasi karakteristik seperti konsep menggunakan kembali dan
mendaur ulang, rendah gas emisi udara yang berbahaya, rendah toksisitas, bahan
panen berkelanjutan dan cepat terbarukan, daur ulang yang tinggi, daya tahan dan
produk lokal (Cullen, 2010; Ragheb et.al, 2016). Berikut ini merupakan material
ramah lingkungan yang dapat digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Material Ramah Lingkungan

23
Ketersediaan Material yang
Material Nama Material Konstruksi Hijau
didaur ulang
Atap Gypsum Board Gypsum bekas atau daur ulang
Wood plastic recycled composite Plastik daur ulang dan material
kayu
Dinding Particle Boards Sampah kayu dari pembuangan
tanaman kayu
Medium density fiber (MDF Board) Sampah kayu dari pembuangan
tanaman kayu
Common bricks -
Hollow concrete bricks -
Regenerated fiber cement boards Sampah material, sampah
keramik, batu dan kaca.
Autoclaved lightweight aerated -
concrete blocks
blended hydraulic cement Waste blast furnace slag, blast
furnace dust, fly ash
Lantai Concrete Aggregate -
Ceramic Tile -
Synthetic Stone -
Plastic floor Material plastik daur ulang
Terrazzo blocks and terrazzo tiles -
Perkerasan Compressed concrete paving units -
Lightweight concrete panels -
Granulated aggregate for Kaca daur ulang, keramik palet
decoration
Permeable concrete paving blocks -
Rubber paving blocks Bahan karet daur ulang dan segala
macam bahan molekul mikro.
Concrete tile Abu batubara, bubuk yang di
pernis, agregat daur ulang dll.
Sumber: (Wang, Chiang, & Cai, 2018)

2.6. Estimasi Biaya


Dalam penentuan besarnya nilai biaya yang dibutuhkan pada perencanaan
pengembangan aset, maka perlu melakukan perhitungan menggunakan metode
estimasi biaya. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh
barang atau jasa yang diharapkan dapat memberi manfaat pada masa sekarang atau
masa yang akan datang (Siregar, 2013).

2.6.1. Biaya Pembongkaran


Biaya pembongkaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
menghapuskan atau menghancurkan seluruh/sebagian dari material bangunan atau
fasilitas. Kegiatan pembongkaran merupakan salah satu kegiatan untuk memberi

24
manfaat pada masa yang akan datang (Siregar, 2013). Adapun biaya pembongkaran
bangunan per meter persegi yaitu sebesar Rp. 150.000 (timbongkarrumah.com,
2022).

2.6.2. Biaya Pembangunan


Pada pembangunan dibutuhkan biaya, biaya pembangunan tersebut dibagi
pada tiga metode (Prawoto ,2014), meliputi:
a. Metode Survei Kuantitas
Metode survei kuantitas mempertimbangkan perhitungan biaya berdasarkan
rincian persediaan buruh, material, dan peralatan. Berikut ini merupakan rumus
dari perhitungan metode survei kuantitas:
Biaya Bangunan = (Biaya Langsung x Harga Satuan) + (Biaya Tidak Langsung x Harga Satuan)

b. Metode Unit Terpasang


Metode unit terpasang merupakan metode perhitungan biaya dengan
memperhatikan banyaknya jumlah bahan yang dipakai untuk per meter persegi
dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Biaya Bangunan = Satuan Unit Terpasang + Harga Satuan Unit Terpasang

c. Metode Meter Persegi


Metode meter persegi merupakan metode perhitungan biaya berdasarkan pada
per meter persegi bangunan yang telah diketahui, setara maupun sejenis dengan
rumus perhitungan sebagai berikut:
Biaya Bangunan = Luas Bangunan + Harga permeter persegi Bangunan

Sedangkan metode yang akan digunakan pada proyek perencanaan


pengembangan fasilitas dan infrastruktur yaitu menggunakan metode meter
persegi.

2.7. Landasan Normatif


Berikut ini merupakan landasan normatif yang digunakan untuk proyek
perencanaan aset fasilitas dan infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas.
2.7.1. Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan Hutan
Menurut Peraturan Menteri LHDK No. P.13 Tahun 2020, perencanaan
pembangunan kawasan wisata harus melestarikan lanskap kawasan yang lestari

25
dengan mempertahankan fungsi dari wisata alam serta tidak memberikan dampak
negatif terhadap alam.
2.7.2. Perusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.
P.48/M/Menhut-II/2010, pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), pada taman wisata alam
total luas yang diizinkan untuk dibangun yaitu maksimal sebesar 10% dari luas
areal yang ditetapkan dalam perizinan. Adapun sarana untuk salah satu fasilitas
pada kawasan wisata talaga bodas yaitu:
• Akomodasi
Haruslah dibangun semi permanen dan bentuknya disesuaikan dengan arsitektur
budaya setempat.
2.7.3. Standar Usaha Pengelolaan Pemandian Air Panas Alami
Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata No.27 Tahun 2015, usaha
Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan, usaha
pengelolaan Pemandian Air Panas alami adalah usaha penyediaan tempat dan
fasilitas Pemandian Air Panas dan/atau hangat alami yang bersumber dari air
pegunungan, di darat maupun tepi laut. Standar usaha pengelolaan Pemandian Air
Panas yaitu terdiri dari tiga aspek yaitu
1) Produk
Produk terdiri dari empat unsur sebagai berikut:
a. Pemandian air panas alami: tersedia sumber air panas dari pegunungan di
darat maupun laut, tersedia area pemandian air panas alami, dan tersedia
debit air paling sedikit 2 (dua) liter per detik.
b. Lahan: Luas dalam satu kesatuan dan/atau terpisah sekurang-kurangnya
500 m2 untuk usaha yang telah terbangun dan/atau 2.500 m2 untuk usaha
baru, kontur lahan stabil, dan tersedia pintu masuk dan keluar area
pemandian yang berbeda dilengkapi pos keamanan.
c. Penanda arah: papan nama area pemandian, dan petunjuk arah yang
menunjukkan fasilitas.

26
d. Fasilitas penunjang : tersedia loket penjualan tiket, dan fasilitas parkir yang
bersih, aman, dan terawat, dilengkapi rambu lalu lintas, tempat penitipan
barang sesuai rasio jumlah wisatawan, tersedia perlengkapan dan peralatan
mandi, tersedia area bilas, kamar mandi dan toilet sesuai standar, tempat
berkumpul sesuai dengan rasio jumlah wisatawan, tersedia penjualan
makanan dan minuman, tersedia tempat/area untuk makan minum, ruang
atau tempat ibadah, tempat sampah tertutup organik dan non organik.
2) Pelayanan
Unsur-unsur dari aspek pelayanan terdiri dari:
a. Pelaksanaan Prosedur Operasional Standar (SOP): ketersediaan dan
penyampaian informasi sesuai standar, tata cara pembelian tiket, tata tertib
penggunaan area pemandian, pencegahan dan penanganan kebakaran atau
keadaan darurat lainnya, P3K, pelaksanaan kebersihan lingkungan
pemandian, dan penanganan keluhan wisatawan.
b. Pelayanan lainnya: pemberian asuransi wisatawan.
3) Pengelolaan
Pengelolaan terdiri dari empat unsur sebagai berikut:
a. Organisasi: profil usaha, rencana usaha yang lengkap, dokumen SOP, dan
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama sesuai dengan
ketentuan.
b. Manajemen: melaksanakan program pemeliharaan dan menyimpan
dokumen kegiatan usaha, pelaksanaan program kebersihan dan perawatan,
pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran dan/atau
keadaan darurat, pelaksanaan program K3, pelaksanaan program
pengawasan, tersedia TPS, dan tersedia P3K.
c. Sumber daya manusia: melaksanakan sertifikasi, evaluasi kinerja SDM,
pemeriksaan kesehatan berkala, pengamanan oleh satuan petugas
keamanan, dan pengawas keselamatan wisatawan yang berkualitas.
d. Sarana dan prasarana: Ruang karyawan yang dilengkapi ruang ganti dan
ruang makan, toilet karyawan, ruang/area administrasi, tersedia pengolahan
air limbah, instalasi listrik/genset, instalasi air bersih, akses khusus darurat,

27
tersedia sarana telekomunikasi yang berfungsi baik, ruang atau tempat
ibadah, dan gudang.
2.7.4. Standar Usaha Gelanggang Renang
Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 16 Tahun 2015, fasilitas
kolam renang mempunyai standar untuk perencanaan pengembangannya yaitu
sebagai berikut:
• Kolam pemandian air panas
Luas kolam renang dilengkapi teras kolam (pool deck) sekurang-kurangnya 900
m2, fasilitas kolam renang anak dengan kedalaman 30-60 cm dengan luas minimal
10m2 dan kolam renang dewasa dengan kedalaman minimal 60cm.
2.7.5. Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang
Pariwisata
Landasan normatif berikut ini berdasarkan pada Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 2 Tahun 2021, sebagai landasan dalam perencanaan
pembangunan dan pengembangan fasilitas di Kawasan Wisata Talaga Bodas
• Tempat bilas
Ukuran luas ruang dalam tempat bilas paling sedikit 80 cm x 155 cm, dengan
dilengkapi peralatan shower. Estimasi biaya pengadaan bangunan tempat bilas
yaitu Rp. 6.500.000/m2.
• Ruang ganti pakaian
Ukuran ruang ganti pakaian yaitu 3x3m dengan tipe bangunan tertutup, struktur
beton, dinding bata, lantai keramik, bukaan alumunium & artificial
wood/composite wood, rangka atap baja ringan, atap genteng, plafond
gypsum/GRC. Estimasi biaya pengadaan bangunan ruang ganti pakaian yaitu Rp.
5.000.000/m2.
• Toilet
Kriteria penempatan toilet sebaiknya berjarak setiap 500 m. Standar teknik
pembangunan toilet harus terpisah antara laki-laki dan wanita, dilengkapi penanda
yang jelas dan setiap toilet umum harus menyediakan paling sedikit 1 buah toilet
untuk penyandang disabilitas. Komponen bangunan atap dari rangka baja ringan,
lantai toilet diberi lapisan kedap air dengan material bertekstur tidak licin dan tidak

28
meresap air, material dinding berwarna terang jika menggunakan gypsum tahan air
atau batu bata dengan lapisan kedap air dapat dilapisi dengan ubin keramik. Langit-
langit terbuat dari bahan yang cukup kaku dan rangka yang kuat, sedangkan untuk
pintu dapat menggunakan bahan fiber yang dilaminasi dengan bahan tahan air
maupun alumunium. Ukuran luas ruang dalam toilet paling sedikit 80 cm x 155
cm, wastafel cuci tangan minimal 45 x 60 cm, dan ketinggian untuk orang dewasa
85 cm. Estimasi biaya pengadaan bangunan toilet yaitu Rp. 6.500.000/m2.
• Pusat informasi
Pusat informasi merupakan bangunan yang menyediakan fasilitas layanan
informasi pariwisata yang berfungsi untuk promosi, travel advice and support, dan
edukasi. Adapun standar dimensi pusat informasi yaitu minimal ≤20m2 untuk
ukuran kecil dan atau maksimal ≥80m2 untuk ukuran besar termasuk didalamnya
sudah ada lobby, ruang pengelola/administrasi, service desk, ruang display, lounge
pengunjung, toilet, dan gudang. Tipe bangunan tertutup, struktur beton, dinding
dari susunan bata, lantai keramik, bukaan alumunium dan artificial
wood/composite wood, rangka atap baja ringan, atap genteng (diutamakan
menggunakan material atap alami). Pada pusat informasi dilengkapi dengan papan
informasi berukuran tinggi 1,75 sampai 2,65 meter dengan tulisan yang jelas dan
material berupa kayu/triplek/aluminium/fiberglass/batu/bahan plastik dan besi.
Estimasi biaya pengadaan pusat informasi yaitu Rp. 5.750.000/m2, dengan biaya
papan pusat informasi pariwisata yaitu Rp. 1.500.000/unit.
• Area parkir
Standar area parkir berdasarkan penentuan satuan ruang parkir (SRP) yang terbagi
atas tiga jenis kendaraan, meliputi:
a. Mobil penumpang untuk golongan I yaitu 2,30 x 5,00 m
b. Mobil penumpang untuk golongan II yaitu 2,50 x 5,00 m
c. Mobil penumpang untuk golongan III yaitu 3,00 x 5,00 m
d. Bus/truk yaitu 3,40 x 12,50 m
e. Sepeda motor yaitu 0,75 x 2,00 m
Adapun pola parkir dapat berupa pola parkir satu sisi, dua sisi dan pulau dengan
membentuk sudut 90°,30°,45°, dan 60°, sedangkan sudut 90° mempunyai daya

29
tampung lebih banyak jika dibandingkan dengan pola parkir paralel. Selain itu
standar sarana dan prasarana pelengkap tempat parkir yaitu lampu penerangan, pos
petugas parkir dan rambu-rambu petunjuk parkir. Estimasi biaya pengadaan area
parkir yaitu Rp. 1.250.000/m2.
• Fasilitas kebersihan dan keamanan
Fasilitas kebersihan berupa tempat sampah memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Bentuk: kotak, silinder, container, bin (tong) yang bertutup, kantong plastik
b. Sifat: ringan, mudah dipindahkan dan dikosongkan
c. Bahan: logam, plastik, fiberglass, kayu, bambu, rotan
d. Volume: 100-500L
e. Label sampah: organik berwarna hijau, guna ulang berwarna kuning, daur
ulang berwarna biru.
f. Ukuran: 1,04 m x 0,4 m x1 m
Estimasi biaya pengadaan tempat sampah yaitu Rp.3.966.896/m2.
• Toko cenderamata
Standar teknis kios cenderamata dengan luas sesuai dengan kebutuhan jenis
souvenir meliputi ruang display dengan ukuran minimal 3 x 3 m, dan instalasi
listrik/genset, bentuk rak single wall minimarket dan rak double dengan ukuran
panjang papan antara 30cm-40cm, jenis bahan ideal dari besi dengan ketebalan plat
antara 0,5-0,6mm dan mampu menahan berat barang 30-50kg, petunjuk arah dan
papan nama kios memiliki tulisan yang jelas. Estimasi biaya pengadaan bangunan
kios cenderamata yaitu Rp. 4.500.000/m2.
• Sistem utilitas
Sistem utilitas berupa listrik untuk lampu penerangan. Lampu dapat dibuat dari
bahan beton atau kayu dengan dipasang setiap jarak 10 meter dengan tinggi lampu
taman maksimal 4 meter. Estimasi biaya pengadaan lampu dengan material
stainless steel yaitu Rp. 6.000.000/unit.
2.7.6. Standar Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
(PUPR) No. 3 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana
persampahan, bahwa tempat sampah harus tersedia setiap jarak 20 m.

30
2.7.7. Standar Usaha Bumi Perkemahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata No. 24 Tahun 2015 tentang area
berkemah sebagai berikut:

• Area berkemah
Standar area berkemah harus memiliki tata letak, pemasangan pagar pengaman
untuk daerah beresiko tinggi, papan nama area berkemah yang jelas, tersedia tenda
untuk menginap dengan kapasitas minimum 4 orang, dengan sirkulasi udara 50%
dari luas yang tersedia.
2.7.8. Standar Biaya
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
No. 28/PRT/M/2016 tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan
Umum bagian pos satpam/keamanan.

2.8. Penelitian Sebelumnya


Berikut merupakan tabel penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para
peneliti.
Tabel 2.2. Penelitian Sebelumnya
Variabel/indikator
Variabel/indikator yang
No. Peneliti Judul yang diteliti untuk
dikaji
dikaji
1. Marzuki Linking 1. Fasilitas Fisik • Fasilitas Utama
dkk, nature-based Indikator: Indikator:
2017 tourism Varietas spesies tanaman, akomodasi, tempat
attributes to varietas lanskap, berbagai penjualan makanan
tourist’s kegiatan rekreasi, peluang dan minuman, dan
satisfaction petualangan, pemandangan toilet.
yang indah, dan fitur • Fasilitas
geologis yang menarik. Pendukung
2. Lingkungan Indikator:
Indikator: pusat informasi, area
Kebersihan badan air, berkemah, dan
tingkat polusi suara, tingkat gazebo
polusi tanah, dan tingkat • Infrastruktur
erosi tanah. Indikator:
3. Fasilitas Utama suplai air, pasokan
Indikator: listrik dan jangkauan
akomodasi, tempat jaringan
penjualan makanan dan telekomunikasi.
minuman, dan toilet.
4. Fasilitas Pendukung
Indikator:

31
pusat informasi, area
berkemah, gazebo
5. Infrastruktur
Indikator:
suplai air, pasokan listrik
dan jangkauan jaringan
telekomunikasi
2. Mi et.al, Exproling the 1. Pemandian Air Panas • Pemandian Air
2019 Determinants Indikator: Panas
of Hot Spring kualitas lingkungan Indikator:
Tourism pemandian air panas, kualitas air kolam
Customer sumber air panas khusus, pemandian air panas,
Satisfaction: kenyamanan pemandian air fasilitas pemandian
Causal panas dan suhu air, air panas lainnya.
Relationship makanan pemandian air
Analysis panas, kualitas pelayanan
Using ISM pemandian air panas, dan
fasilitas pemandian air
panas.
3. Ginting Developing 1. Akomodasi • Fasilitas Utama
& tourism Indikator: (Akomodasi)
Sasmita, facilities hotel/penginapan, tempat Indikator:
2018 based on makan, dan fasilitas hotel/tempat
geotourism is hiburan penginapan
Silalahi 2. Fasilitas Penunjang • Fasilitas
Village, Indikator: Pendukung
Geopark Toba parkir, toilet, kebersihan Indikator:
Caldera dan keamanan area parkir, fasilitas
fasilitas, tempat ibadah, kebersihan dan
shelter, toko souvenir keamanan dan toko
3. Fasilitas Penunjang cenderamata.
Pariwisata.
Indikator:
Layanan pengunjung,
informasi
pusat, papan tanda
4. Mandic Tourism 1. Modal ekonomi • Infrastruktur
et.al, Infrastructure, Indikator: Indikator:
2018 Recreational Jalan, jembatan dan jalan dan jaringan
Facilities and jaringan transportasi. transportasi.
Tourism 2. Modal sosial
Development Indikator:
Layanan kesehatan dan
Pendidikan masyarakat.
5. Wijaya, Sustainable Perspektif Sustainability Pada proyek ini
2019 Tourism terdiri dari sosial, ekonomi menggunakan konsep
Concept In dan lingkungan dengan sustainability dengan
Redesigning menggunakan konsep yang penggunaan green
Zone- terintegrasi dengan architecture.
Arrangement

32
on penggunaan green
Banyuwedang architecture.
Hot Springs
Architecture
6. Ragheb Green Prinsip desain green Elemen green
et.al, Architecture: building terdiri dari architecture:
2016 A Concept of sustainable site design, sustainable site
Sustainability water conservation and design, water
quality, energy and conservation and
environment, indoor quality, energy and
environment quality, dan environment, indoor
conservation of material environment quality,
and resources. dan conservation of
material and
resources.

2.9. Kerangka Berpikir Proyek


Berikut ini merupakan kerangka berpikir proyek yang berjudul Perencanaan
Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas.

Gambar 2.6. Kerangka Berpikir Proyek Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan
Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas.

Pada kerangka berpikir diatas, diawali dengan penemuan masalah yang ada
di Kawasan Wisata Talaga Bodas dengan disimpulkan bahwa permasalahan
pokoknya yaitu terdapat aset fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur

33
belum memadai dan belum sesuai dengan standar serta perlu dilakukan perhitungan
estimasi biaya yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan proyek.
Sehingga menarik untuk dilakukan proyek perencanaan pengembangan aset
fasilitas dan infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas berdasarkan konsep Green
Architecture dengan menerapkan landasan teori, landasan normatif, dan
benchmark, untuk menghasilkan rencana perencanaan pengembangan aset fasilitas
dan infrastruktur serta perhitungan estimasi biaya pembangunan, dan luaran berupa
buku laporan perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur Talaga
Bodas, poster layout 2D Map, dan Video Desain 3D Kawasan Wisata Talaga Bodas.

34
BAB III
METODE PERANCANGAN PROYEK

3.1. Metode Proyek


Pada proyek ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur di
Kawasan Wisata Talaga Bodas berdasarkan konsep Green Architecture. Metode
deskriptif ini dilakukan untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan,
sedangkan pendekatan yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan kualitatif
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk proses pengumpulan data
berupa tulisan maupun lisan, sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan untuk
proses pengumpulan data berupa angka seperti ukuran yang dianalisis secara
statistik.

3.2. Prosedur Perancangan Proyek


Prosedur perancangan proyek di Kawasan Wisata Talaga Bodas sebagai
upaya untuk menyelesaikan proyek terdiri dari beberapa langkah. Langkah-langkah
dari prosedur perancangan proyek dapat dilihat pada Gambar 3.3.

35
Gambar 3.1. Prosedur Proyek
Langkah pertama yaitu dimulai dari penelitian sebelumnya pada studi kasus
berupa ketersediaan dan kondisi fasilitas utama, fasilitas pendukung dan
infrastruktur belum memadai dan sesuai dengan standar, lalu dilakukan identifikasi
proyek dan tujuan proyek. Setelah itu, menetapkan landasan teori dan normatif yang
menunjang perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur di kawasan
wisata.
Dalam upaya menyelesaikan proyek di Kawasan Wisata Talaga Bodas,
diperlukan berbagai data agar menghasilkan informasi yang jelas dan akurat. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini jenis data yang digunakan melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi, serta melakukan perencanaan dan menghitung
estimasi biaya.
Selanjutnya melakukan penyusunan laporan perencanaan pengembangan aset
dan untuk tahap terakhir yaitu melakukan interpretasi hasil untuk menghasilkan
rencana pengembangan aset berdasarkan fasilitas utama, fasilitas pendukung dan
infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas.

3.3. Studi Banding/Benchmarking


Pada proyek ini dilakukan studi banding pada Kawasan Wisata Talaga Bodas
untuk fasilitas dan infrastruktur meliputi:
1. Kolam pemandian air panas
Perencanaan pengembangan fasilitas Kolam pemandian air panas dilakukan
benchmark dengan Santa Teresa Thermal Pool, Peru untuk perencanaan
pengembangan aset fasilitas berupa kolam pemandian air panas karena objek
tersebut merupakan kawasan wisata air panas yang mempunyai karakteristik
yang hampir sama dengan Kawasan Wisata Talaga Bodas. Kondisi Santa
Thermal Pool dapat dilihat pada video yang bersumber dari
https://youtu.be/LzDcrThY_CE. Berikut ini merupakan gambar kondisi Kolam
pemandian air panas yang berada di Santa Teresa Thermal Pool.

36
Gambar 3.2. Benchmarking Kolam Pemandian Air Panas
(tierrasvivas.com)
2. Akomodasi
Terdapat beberapa jenis akomodasi, salah satu diantaranya yaitu berupa
cottage. Cottage merupakan akomodasi yang berlokasi di sekitar pantai atau
danau dengan bentuk bangunan yang terpisah-pisah atau berpondok-pondok,
serta dilengkapi dengan fasilitas rekreasi pantai atau danau (BEEP, 2016).
Berikut ini merupakan salah satu contoh design cottage mirip dengan desain
dari Resort de tiendas de lujo, china yang menarik untuk diterapkan di
Kawasan Wisata Talaga Bodas karena mempunyai salah satu daya tarik wisata
berupa danau kawah talaga bodas. Kondisi Resort de tiendas de lujo yang
berkonsep ecological dapat dilihat pada video yang bersumber dari
https://youtu.be/im5yt0xvmcl. Sedangkan untuk gambar Resort de tiendas de
lujo dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3.3. Benchmarking Akomodasi Semi Permanen


(ecotentstucture.com)

37
3.4. Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, jenis data yang diambil yaitu terdiri dari data kualitatif
untuk mengetahui gambaran umum mencakup tata letak aset fasilitas dan
infrastruktur yang di dapatkan di lapangan, dan kondisi eksisting kawasan wisata
serta menggunakan metode etnografi untuk memahami cara orang-orang
berinteraksi melalui fenomena yang teramati. Sedangkan, data kuantitatif
difokuskan pada luas lahan, ukuran dan jumlah fasilitas yang akan direncanakan.
Adapun sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer mencakup data yang dihasilkan dari observasi, wawancara dan kuesioner.
Sedangkan data sekunder pada penelitian ini bersumber dari data internal dokumen
organisasi dan data eksternal dari buku, periodikal berupa jurnal ilmiah dan
publikasi pemerintah seperti yang dijadikan landasan normatif.
Adapun teknik pengumpulan data pada proyek perencanaan pengembangan
aset fasilitas dan infrastruktur pada kawasan wisata ini meliputi:
1. Observasi. Kegiatan observasi dilakukan dengan cara mendatangi secara
langsung lokasi objek penelitian yaitu Kawasan Wisata Talaga Bodas.
Observasi dilakukan untuk mengamati perilaku beberapa wisatawan dan
observasi non perilaku untuk mengamati kondisi kawasan wisata dengan
melakukan observasi menggunakan media berupa catatan, video dan foto.
2. Wawancara. Kegiatan wawancara yang dilakukan yaitu kepada pengelola dan
wisatawan Kawasan Wisata Talaga Bodas. Wawancara dilakukan dengan
metode wawancara pribadi yaitu peneliti melakukan wawancara secara
langsung, sedangkan teknik yang digunakan yaitu teknik wawancara eksekutif
untuk melakukan wawancara kepada pengelola dan wisatawan Kawasan
Wisata Talaga Bodas dengan menggunakan interview guide.
3. Studi Dokumentasi. Pada penelitian ini lebih menekankan pada teknik
pengumpulan data berupa dokumen-dokumen yang mendukung penelitian.
4. Studi Banding/Benchmark. Pada penelitian ini menggunakan benchmark untuk
fasilitas meliputi kolam pemandian air panas dan akomodasi.

38
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan yang dilakukan setelah mendapatkan data yang
dibutuhkan (Sugiyono, 2015). Teknik analisis data yang digunakan pada proyek ini
menggunakan metode analisis deskriptif. Berikut ini merupakan uraian proses
teknik analisis data mengenai perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas, meliputi:
1. Analisis Kualitatif yang dianalisis berupa gambaran umum, kondisi eksisting
dari Aset Fasilitas dan Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas dengan
mengolah data hasil observasi pada aset fasilitas dan infrastruktur di kawasan
wisata, wawancara dengan pengelola dan wisatawan, studi dokumentasi dari
artikel jurnal sebagai landasar teori dan standar sebagai landasan normatif dan
benchmarking untuk fasilitas kolam pemandian air panas dan akomodasi.
2. Data Kuantitatif meliputi perhitungan luas lahan, ukuran, jumlah fasilitas dan
bagian pemenuhan infrastruktur serta estimasi biaya untuk perencanaan tersebut
meliputi biaya pembangunan, dan biaya pembongkaran sesuai dengan teori yang
di acu dari Siregar (2015), Prawoto (2015) pada perencanaan pengembangan
fasilitas dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas menggunakan
metode meter persegi, sedangkan untuk perhitungan teknik bangunan yaitu
sesuai standar Permenparekraf No.2 Tahun 2021 meliputi:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien yang menjelaskan mengenai persentasi luas lantai dasar
bangunan dengan luas lahan atau daerah perencanaan yang dikerjakan.
KDB= 10% x Luas Daerah Perencanaan
b. Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Koefisien yang menjelaskan mengenai persentasi perbandingan luas dari
seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung dengan luas lahan.
KDH= 90% x Luas Daerah Perencanaan

39
3.7. Kerangka Acuan Kerja dan Operasionalisasi Proyek
Kerangka Acuan Kerja (KAK) digunakan untuk memudahkan dalam
pengerjaan proyek tugas akhir agar lebih terarah. Perencanaan aset fasilitas dan
infrastruktur pada Kawasan Wisata Talaga Bodas ini dilakukan berdasarkan
permasalahan yang ditemukan ketika pengkajian pada penelitian Studi Kasus
dimana ketersediaan dan kondisi fasilitas serta infrastruktur belum memadai. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya perencanaan aset fasilitas dan infrastruktur
berkelanjutan agar kawasan wisata tersebut dapat memberikan pelayanan terbaik
bagi wisatawan. Grand Theory yang digunakan yaitu perencanaan aset fasilitas dan
infrastruktur, dengan menggunakan landasan normatif sebagai pemenuhan standar
kawasan wisata. Berikut in merupakan KAK Perencanaan Pengembangan Aset
Fasilitas dan Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Tabel
3.1.

Tabel 3.1. KAK Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur


Kawasan Wisata Talaga Bodas

No. Unsur Keterangan


1. Nama Proyek Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur
Berdasarkan Konsep Green Architecture di Kawasan Wisata
Talaga Bodas
2. Latar Belakang Terdapat permasalahan terkait ketersediaan dan kondisi
fasilitas dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas
belum memadai dan belum sesuai dengan standar
3. Identifikasi Proyek Menyusun perencanaan pengembangan aset fasilitas utama,
fasilitas pendukung dan infrastruktur berdasarkan konsep
green architecture serta menghitung besarnya estimasi biaya
proyek
4. Tujuan Proyek Proyek ini bertujuan untuk menghasilkan:
1. Perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur
pada Kawasan Wisata Talaga Bodas.
2. Penyusunan estimasi biaya untuk pembangunan aset
fasilitas dan infrastruktur pada Kawasan Wisata Talaga
Bodas
5. Lokasi Proyek Lokasi proyek yaitu di Kawasan Wisata Talaga Bodas yang
beralamat di Jl. Sukamenak, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten
Garut, Jawa Barat.
6. Jangka Waktu Proyek Jangka waktu proyek dilaksanakan pada bulan Februari hingga
Juli 2022.
7. Landasan Teori Teori perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur berdasarkan konsep Green Architecture merujuk
pada Marzuki dkk (2017); Ginting & Sasmita (2018); Mi et.al
(2019); Mandic et.al (2018); Ragheb et.al (2016), dan teori
biaya berdasarkan Prawoto (2014).

40
8. Landasan Normatif Landasan normatif yang digunakan meliputi:
a. Permen LHDK No.P.13 Tahun 2021
b. Permenhut No. P. 48 Tahun 2010
c. Permenpar No. 27 Tahun 2015
d. Permenpar No. 16 Tahun 2015
e. Permenparekraf No. 2 Tahun 2021
f. Permenparekraf No. 24 Tahun 2015
g. Permen PUPR No. 3 Tahun 2013
h. Permen PUPR No. 28 Tahun 2016
9. Teknik Pengumpulan Observasi, wawancara, studi dokumentasi dan benchmark
Data
10. Teknik Analisis Data Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
11. Luaran Rencana aset fasilitas dan infrastruktur Kawasan Wisata
Talaga Bodas, rincian luaran meliputi:
a. Buku laporan perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur Talaga Bodas
b. Poster layout Zonasi 2D Map
c. Video Desain 3D Kawasan Wisata Talaga Bodas

Berikut ini merupakan operasionalisasi proyek perencanaan pengembangan


aset fasilitas dan infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada
Tabel 3.2.

41
Tabel 3.2. Tabel Operasionalisasi Proyek Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan Infrastruktur Kawasan Wisata Talaga Bodas

Teknik
Indikator/
Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Pengumpulan
Variabel manifes
Data
1. Fasilitas Utama 1.1. Ketersediaan 1.1.1. Berapa luas pemandian air panas Observasi dan
adalah alat utama yang diperlukan untuk Pemandian air panas 1.1.2. Berapa jumlah kolam pemandian air panas studi
wisatawan yang sedang berkunjung, 1.1.3. Apa saja jenis kolam pemandian air panas dokumentasi
untuk dapat menarik wisatawan dan 1.1.4. Apa saja material yang dapat digunakan untuk
mempertahankan loyalitas wisatawan pengembangan kolam pemandian air panas
terdiri dari Kolam pemandian air panas, 1.1.5. “Apakah terdapat kendala dalam pengelolaan kolam Wawancara
akomodasi, tempat penjualan makanan pemandian air panas dan sekitarnya?”
dan minuman, dan toilet (Spillane, 1994; 1.2. Ketersediaan tempat 1.2.1. Berapa luas tempat bilas Observasi dan
Marzuki, et.al, 2017; Mi, et.al, 2019). bilas 1.2.2. Berapa jumlah tempat bilas studi
1.2.3. Bagaimana rencana tata letak tempat bilas yang akan dokumentasi
dibangun
1.2.4. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan
1.2.5. “Mengapa hanya menyediakan MCK, namun tidak Wawancara
tersedia tempat bilas yang dibutuhkan wisatawan?”
1.3. Ketersediaan ruang 1.3.1. Berapa luas ruang ganti pakaian Observasi dan
ganti pakaian 1.3.2. Berapa jumlah ruang ganti pakaian studi
1.3.3. Bagaimana rencana tata letak ruang ganti pakaian yang dokumentasi.
akan dibangun
1.3.4. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan
1.3.5. “Bagaimana pemeliharaan yang dilakukan pada ruang Wawancara
ganti pakaian?”
1.4. Ketersediaan 1.4.1. Berapa rencana luas cottage Observasi dan
akomodasi 1.4.2. Berapa jumlah cottage studi
1.4.3. Bagaimana penyesuaian tata letak akomodasi dokumentasi
penginapan (cottage) di kawasan wisata

42
1.4.4. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan
1.4.5. “Mengapa belum tersedia akomodasi penginapan di Wawancara
Kawasan Wisata Talaga Bodas?”
1.5. Toilet 1.5.1. Berapa luas ruang ganti pakaian Observasi dan
1.5.2. Berapa jumlah ruang ganti pakaian studi
1.5.3. Bagaimana rencana tata letak ruang ganti pakaian yang dokumentasi
akan dibangun
1.5.4. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan
1.5.5. “Mengapa tidak menggunakan kran sensor Wawancara
berteknologi untuk setiap toilet di Talaga Bodas?”
2. Fasilitas Pendukung 2.1. Ketersediaan pusat 2.1.1. Berapa luas pusat informasi Observasi dan
adalah fasilitas proporsional sebagai informasi 2.1.2. Bagaimana penyesuaian tata letak pusat informasi di studi
pelengkap fasilitas utama yang akan kawasan wisata dokumentasi
dirasakan wisatawan agar lebih nyaman 2.1.3. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
dengan suasana yang ada, melalui digunakan
beberapa indikator yakni pusat 2.1.4. “Apa kendala dalam pengelolaan pusat informasi, Wawancara
informasi, area berkemah, gazebo, area sehingga fungsinya di pindah alihkan ke pos tiketing?”
parkir, dan fasilitas kebersihan dan 2.2. Ketersediaan area 2.2.1. Berapa batasan luas area berkemah Observasi dan
keamanan (Marzuki dkk, 2017; Ginting berkemah 2.2.2. Bagaimana penyesuaian tata letak area berkemah di studi
& Sasmita., 2018). kawasan wisata dokumentasi
2.2.3. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan
“Mengapa belum tersedia informasi khusus untuk batasan- Wawancara
batasan wilayah berkemah bagi wisatawan?”
2.3. Ketersediaan area 2.3.1. Berapa batasan luas area parkir Observasi dan
parkir 2.3.2. Apasaja rambu-rambu yang harus tersedia di area studi
parkir dokumentasi
2.3.3. Bagaimana penyesuaian tata letak area parkir di
kawasan wisata
2.3.4. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan

43
“Apasajakah kendala dalam pengaturan kendaraan di area Wawancara
parkir Talaga Bodas?”
2.4. Ketersediaan 2.4.1. Berapa luas tempat sampah dan pos keamanan yang Observasi dan
fasilitas kebersihan tersedia studi
dan keamanan 2.4.2. Bagaimana penyesuaian tata letak fasilitas kebersihan dokumentasi
(tempat pembuangan sampah) dan keamanan (pos
keamanan)
2.4.3. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat
digunakan
2.4.4. “Apasajakah jenis sampah yang sering dibuang di Wawancara
tempat sampah oleh wisatawan?”
2.4.5. “Dimanakah letak/zonasi yang mempunyai tingkat
kewaspadaan yang tinggi bagi wisatawan, sehingga
perlu adanya fasilitas keamanan (pos keamanan)?”
2.6. Ketersediaan toko 2.6.1. Berapa luas toko cenderamata Observasi dan
cenderamata 2.6.2. Penyesuaian tata letak area parkir di kawasan wisata studi
2.6.3. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dapat dokumentasi
digunakan
2.6.4. “Apakah ciri khas yang dimiliki oleh tempat wisata Wawancara
Talaga Bodas bagi wisatawan agar selalu terkenang
akan tempat wisata ini?”
3. Infrastruktur 3.1.1. Ketersediaan 3.1.1. Penyesuaian tata letak lampu penerangan di kawasan Observasi dan
adalah penyediaan sistem fisik yang sistem utilitas wisata studi
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan 3.1.2. Apa saja material atap, bangunan dan lantai yang dokumentasi
dasar manusia baik kebutuhan sosial dapat digunakan
maupun kebutuhan ekonomi, melalui 3.1.2. “Bagaimana harapan letak dan posisi pemasangan Wawancara
beberapa indikator yakni sistem utilitas, lampu penerangan yang dibutuhkan di kawasan wisata
jalan dan jaringan infrastruktur untuk menunjang kenyamanan wisatawan?”
(Marzuki, et.al, 2017; Mandic et.al, 3.1.3. “Apakah penggunaan material ramah lingkungan
2018). diperbolehkan untuk setiap pemasangan lampu di
kawasan wisata?”

44
BAB IV
PERENCANAAN PENGEMBANGAN ASET FASILITAS DAN
INFRASTRUKTUR DI KAWASAN WISATA TALAGA BODAS

4.1. Gambaran Umum Kawasan Wisata Talaga Bodas


Objek dalam proyek ini yaitu aset fasilitas utama, fasilitas pendukung dan
infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas yang beralamat di Jl. Sukamenak,
Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kawasan wisata ini termasuk pada aset
wisata jenis real estate, facillities and infrastructure berdasarkan klasifikasi aset
menurut Champbel dkk, (2011), dengan luas lahan sebesar 27,88 Hektar dikelola
oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam dibawah Resor Konservasi wilayah XIX
Talaga Bodas. Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kawasan Wisata Talaga Bodas

Berdasarkan hasil wawancara, Talaga Bodas diresmikan menjadi tempat


wisata pada 4 Februari 1924 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda yang dikelola
dibantu oleh masyarakat sekitar, lalu selanjtnya dikelola oleh Balai Konservasi
Sumber Daya Air (BKSDA). Kawasan Wisata Talaga Bodas berlokasi di
Sukamenak, Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Peta lokasi kawasan wisata
ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.

45
Gambar 4.2. Peta Lokasi Kawasan Wisata Talaga Bodas (Google Maps, 2022)
Berikut merupakan identifikasi Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Identifikasi Kawasan Wisata Talaga Bodas Kabupaten Garut
Nama Aset Talaga Bodas
Pemilik Aset Pemerintah Daerah Kabupaten Garut
Pengelola Aset Resor Konservasi wilayah XIX Talaga Bodas, Seksi Konservasi
Wilayah V Garut, Bidang Konservasi wilayah III Ciamis Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
Alamat Jl. Sukamenak, Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Penggunaan Kawasan wisata
Pemanfaatan -
Status Aset Aktif
Luas Lahan 27,880 Hektar
Selain itu, kondisi site and position dari Kawasan Wisata Talaga Bodas, dapat
dilihat pada Gambar 4.3. yang menunjukan posisi dari sebelah utara, selatan, timur
dan barat.

Gambar 4.3. Site and Position Kawasan Wisata Talaga Bodas (Google Earth, 2022)

46
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat batas-batas wilayah sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan lahan Permukiman Desa Sukamenak
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan lahan hutan Gunung Telaga Bodas
3. Sebelah Timur berbatasan dengan lahan hutan Gunung Telaga Bodas
4. Sebelah Barat berbatasan dengan lahan hutan Gunung Telaga Bodas
Kawasan Wisata Talaga Bodas memiliki luas lahan sebesar 27,880 hektar
yang dikelola oleh BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). Dalam
pengoperasiannya, kawasan wisata ini memiliki beberapa daya tarik yaitu
1. Pemandangan Alam Kawah Talaga Bodas
2. Pemandian Air Panas Talaga Bodas
Kedua daya tarik pada kawasan ini perlu ditunjang oleh berbagai fasilitas dan
infrastruktur yang memadai bertemakan natural area guna memberikan rasa loyal
bagi wisatawannya dengan memperhatikan aspek lestari kawasan konseervasi.
Setelah dilakukan kunjungan ke Kawasan Wisata Talaga Bodas untuk melakukan
survei lapangan, ditemui beberapa indikasi masalah dari segi fasilitas utama,
fasilitas pendukung dan infrastruktur yang berpotensi mempengaruhi kenyamanan
dan keselamatan wisatawan.
Siklus aset terdiri dari perencanaan sampai dengan penghapusan
(Sugiama,2013), pada kawasan wisata ini siklus aset yang terjadi dari segi fasilitas
utama berada pada tahap operasi, sedangkan beberapa indikator pada fasilitas
pendukung berada pada tahap penghapusan seperti pada fasilitas pusat informasi
dan mushola dekat kawah, serta untuk infrastruktur berada pada tahap operasi,
sehingga berdasarkan ketersediaan dan kondisi aset fasilitas utama, fasilitas
pendukung dan infrastruktur ini masih memperlukan adanya “perencanaan
pengembangan aset”. Adapun pengelolaan aset berdasarkan pada Siregar (2007),
bahwa pembagian tanggung jawab dan tugas dalam pengelolaan Kawasan Wisata
Talaga Bodas masih berada pada tahap operasi dan pemeliharaan oleh pengelola
kawasan dan perlu dilakukan tahap perencanaan pengembangan.

47
4.2. Perencanaan Pengembangan Aset berdasarkan konsep Green
Architecture
Sebagaimana diajukan identifikasi masalah pada Bab 1 nomor 1 yaitu
“Menyusun perencanaan pengembangan aset berdasarkan konsep green
architecture mencakup: (a) fasilitas meliputi: (1) fasilitas utama terdiri dari kolam
pemandian air panas bertema natural hot spring, tempat bilas, ruang ganti
pakaian, akomodasi berupa cottage bertema ecological dan toilet; (2) fasilitas
pendukung terdiri dari pusat informasi, area berkemah, area parkir, fasilitas
kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata; dan (b) infrastruktur terdiri dari
sistem utilitas berupa listrik. Perencanaan pengembangan aset dilakukan
berdasarkan konsep green architecture sebagai upaya untuk mempertahankan
lanskap lestari alam konservasi di Kawasan Wisata Talaga Bodas sehingga dalam
penggunaan material pengembangan asetnya menggunakan material ramah
lingkungan sesuai dengan kriteria dari Marzuki dkk (2017); Ginting & Sasmita
(2018); Mi et.al (2019); Mandic et.al (2018); Ragheb dkk (2016) dan standar
perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur. Berikut ini merupakan
uraian perencanaan pengembangan pada aset fasilitas utama, fasilitas pendukung
dan infrastruktur.

4.2.1. Fasilitas Utama


Merujuk pada teori dari Marzuki dkk (2018), Meo dan Suryawan dkk
(2018), dan Mi dkk (2019) bahwa fasilitas utama adalah aset fisik yang terdiri dari
kolam pemandian air panas, tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi, tempat
penjualan makanan dan minuman, serta toilet. Namun berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa kondisi tempat penjualan
makanan sudah memadai hanya terlihat lingkungannya saja yang kotor dari
sampah, sedangkan untuk beberapa fasilitas lainnya belum memadai yaitu
meliputi tempat bilas dan akomodasi belum tersedia, serta kolam pemandian air
panas, ruang ganti pakaian, dan toilet kondisinya belum sesuai dengan standar.
Oleh karena itu yang akan dilakukan perencanaan pengembangan yaitu meliputi

48
kolam pemandian air panas, tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi, dan
toilet.
Perencanaan pengembangan aset pada fasilitas utama merupakan rangkaian
kegiatan sebagai penentuan tujuan akhir dengan kegiatan dimulai dari pembuatan
kebutuhan aset sampai dengan penentuan biaya yang dibutuhkan untuk
menciptakan atau melakukan perbaikan pada alat utama yang diperlukan untuk
wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata, merujuk pada teori Sugiama
(2013), Kumasi, Franceys, dan Burr (2016), Marzuki dkk (2017), dan Sinta
(2020). Perencanaan pengembangan aset pada fasilitas utama yang dilakukan
yaitu dengan menerapkan konsep green architecture merujuk dari Ragheb (2016)
bahwa perencanaan pengembangan harus sesuai elemen sustainable site design,
water conservation and quality, energy and environment, indoor environmental
quality, dan conservation of material and resources. Berikut merupakan uraian
dari fasilitas utama meliputi:

4.2.1.1. Kolam Pemandian Air Panas


Kondisi Kolam Pemandian Air Panas merupakan salah satu objek yang
perlu diperhatikan (Mi et.al, 2019), sedangkan merujuk pada teori dari Lee dan
Brian (2010), dan Ragheb et.al (2016), dan standar dari Permenpar No.27/2015
dan Permenpar No. 16 Tahun 2015 untuk perencanaan pengembangan aset fasilitas
kolam pemandian air panas dilakukan dengan konsep green architecture dengan
kondisi lingkungan yang bersih, serta mengacu pada standar bahwa luas kolam
renang dilengkapi teras kolam (pool deck), fasilitas kolam renang anak dengan
kedalaman 30-60 cm dan kolam renang dewasa dengan kedalaman minimal 60cm,
serta hasil benchmarking pada Santa Teresa Thermal Pool terdiri dari kolam
private dan regular untuk anak-anak, dewasa laki-laki dan perempuan, dengan
bentuk dimensi kolam yang lebih menarik sesuai dengan kriteria kolam pemandian
air panas di Kawasan Wisata Talaga Bodas.
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa sumber air panas di
pemandian air panas merupakan air panas alami dari Gunung Talaga. Kolam
pemandian air panas untuk berendam di Kawasan Wisata Talaga Bodas terdiri dari

49
empat kolam yang berukuran total 32m2 dan masing-masing kolam berukuran
3x3m yakni kolam dewasa untuk pria dan wanita dengan kedalaman 60cm, serta
anak-anak dengan kedalaman 35cm, namun keterangan papan nama untuk setiap
kolam tersebut tidak jelas untuk dibaca. Berikut ini merupakan kondisi kolam
pemandian air panas di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar
4.4.

(a) (b)
Gambar 4.4. Kolam Pemandian Air Panas
Kondisi kolam pemandian air panas sudah cukup bersih, namun sekitar
kolam masih terdapat sampah yang dibuang oleh para wisatawan, dan kolam
pemandian air panas ini terlihat kumuh banyak lumut di sekitar dinding samping
kolam pemandian air panas, serta belum ditunjang oleh informasi untuk melakukan
penghematan air sesuai dengan kriteria water conservation and quality dari konsep
green building. Selain itu, hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas
untuk pertanyaan meliputi: (1) “Apakah terdapat kendala dalam pengelolaan kolam
pemandian air panas dan sekitarnya?”, dan (2) “Mengapa belum tersedia kolam
rendam private untuk kesehatan atau pengobatan di Pemandian Air Panas Talaga
Bodas?”. Jawabannya sebagai berikut:
(1) "Untuk pemeliharaan kolam tidak terlalu banyak kendala karena
memang tampilannya sudah alami dan aliran air sudah otomatis
mengalir jadi stabil sehingga tidak perlu banyak pemeliharaan yang
dilakukan, adapun kendala lainnya itu berasal dari wisatawan yang
masih belum seksama membaca petunjuk papan nama kolam untuk
berendam.”
(2) “Memang kolam di Pemandian Air Panas Talaga Bodas sangat bagus
untuk kesehatan karena dari kadar belerangnya yang tinggi, namun
belum tersedia kolam private, karena wisatawan yang berniat

50
berendam untuk kesehatan atau melakukan pengobatan biasanya
malam hari.”

Berdasarkan data yang didapatkan, kondisi kolam pemandian air panas


terlihat cukup bersih, namun papan nama penanda arah tidak jelas untuk dibaca
serta masih terlihat sampah berserakan di sekitar kolam, belum tersedia kolam
private, serta belum ditunjang oleh papan informasi agar wisatawan dapat
melakukan penghematan air selama berendam di kolam pemandian air panas.
Sedangkan seharusnya kolam pemandian air panas dan sekitarnya harus berada
dalam kondisi yang bersih dari sampah, serta dilengkapi dengan papan informasi
yang jelas seperti untuk melakukan penghematan air, sesuai dengan kriteria pada
indikator kolam pemandian air panas dari Lee dan Brian (2010), dan Ragheb et.al
(2016) serta standar dari Permenpar No.27/2015 dan Permenpar No. 16 Tahun
2015, beserta benchmarking dari Santa Theresa Thermal Pool.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan pengembangan pada kolam
pemandian air panas berdasarkan teori dari Lee dan Brian (2010), dan Ragheb et.al
(2016) serta standar ketersediaan kolam pemandian air panas berdasarkan
Permenpar No.27/2015 dan Permenpar No. 16 Tahun 2015, beserta benchmarking
dari Santa Theresa Thermal Pool. Pada fasilitas kolam pemandian air panas yaitu
terdiri dari dua jenis kolam meliputi kolam private berjumlah tiga kolam dengan
ukuran yang sama, dan kolam regular berjumlah 3 kolam dengan ukuran yang
berbeda. Rencana pengembangan tersebut berdasarkan standar dan hasil
benchmarking sebagai berikut:
(1)Luas lahan untuk kolam private berbentuk bulat menggunakan bahan material
perkerasan dengan batu kali untuk setiap dinding kolam.
Luas kolam private = 𝜋𝜋 𝑥𝑥 𝑟𝑟 2
= 3,14 x 1m x 1m
= 3,14 m2 dengan kedalaman 40cm
Total luas untuk kolam private = 3,14 m2 x 3 = 9,42 m2
(2)Luas lahan untuk kolam regular berbentuk persegi namun ada beberapa sisi yang
lonjong tidak beraturan menggunakan bahan material perkerasan batuan untuk
setiap dinding kolam.

51
Luas kolam regular tipe 1 (Laki-laki) = p x l (luas persegi utama) – 2 x (luas
kolam kecil) – 0,25 x 𝜋𝜋 𝑥𝑥 𝑟𝑟 2 (luas
setengah lingkaran)
(3 x 3) m2 - 2 x ((1m2 - (0,25 x 3,14 x
1m x 1m))
9 m2 - 2 x 0,785 m2
9 m2 – 1,57 m2
8,43 m2
Luas kolam regular tipe 2 (Anak-anak) = p x l (luas persegi)
3mx2m
6 m2
Luas kolam regular tipe 3 (Perempuan) = p x l (luas persegi utama) – 1 x ((luas
kolam kecil) - 0,25 x 𝜋𝜋 𝑥𝑥 𝑟𝑟 2 (luas
setengah lingkaran))
(3 x 3) m2 - 1 x ((1m2 - (0,25 x 3,14 x
1m x 1m))
9 m2 - 1 x 0,785 m2
9 m2 – 0,785 m2
8,215 m2
Total luas untuk kolam regular = (8,43 + 6 + 8,215) m2 = 22,645 m2
Berikut merupakan ringkasan perhitungan ketersediaan kolam pemandian air panas
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Perencanaan Luas Kolam Pemandian Air Panas
Total
Jenis Kolam Luas Banyak
No. Ukuran (m) luas
Pemandian Air Panas (m2) (unit)
(m2)
1 Kolam private 3,14 x 1 x 1 3,14 3 9,42
2 Kolam regular (laki-laki) (3 x 3) - 2 x ((1m - (0,25 x 3,14 x 1 x 1)) 8,43 1 8,43
3 Kolam regular (anak-anak) 3x2 6 1 6
4 Kolam regular (perempuan) (3 x 3) - 1 x ((1m - (0,25 x 3,14 x 1 x 1)) 8,215 1 8,215
Total luas pemandian air panas 32,065

52
Selain pembangunan kolam pemandian air panas, dilengkapi juga pembangunan
monumen disertai air mancur di tengah lingkup kolam dengan desain identik sesuai
ciri khas dari Kawasan Wisata Talaga Bodas. Berikut ini merupakan desain rencana
pengembangan kolam pemandian air panas di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat
dilihat pada gambar berikut:

a. Desain 2D kolam rendam regular dan private b. Desain 3D Kolam rendam regular dan private

c. Desain 3D layout kolam rendam regular dan private


Gambar 4.5. Desain The Nature of Talaga Bodas Hot Spring Water

Maka hasil perencanaan pengembangan pada aset fasilitas kolam


pemandian air panas dengan total yaitu 32 m2 terbagi atas tiga kolam pemandian
air panas private berukuran masing-masing sama yaitu 3,14 m2 dengan kedalaman
40cm dan kolam pemadian air panas regular berukuran masing-masing 8,43 m2
dengan kedalaman 60cm untuk laki-laki, 6 m2 dengan kedalaman 35 cm untuk
anak-anak, dan 8,215 m2 dengan kedalaman 60cm untuk perempuan dengan tema
natural hot spring sesuai konsep green architecture pada elemen sustainable site
design yaitu bangunan tersusun terbuka, water conservation and quality berupa
saluran air otomatis mengalir, energy and environment berupa pencahayaan alami
karena berada di ruang terbuka, indoor environmental quality yaitu polusi udara
hanya berasal dari beberapa kendaraan ojek saja, dan conservation of material and
resources berupa dinding kolam dari batuan dan lantai masih beralaskan pasir putih
dengan dimensi kolam yang dapat menarik wisatawan, dilengkapi dengan tanaman

53
menjalar di samping-samping tebing kolam. Perencanaan pengembangan aset
fasilitas kolam pemandian air panas sudah dilengkapi dengan pool deck dengan
luas dan kedalaman sesuai untuk kolam rendam private dan regular untuk anak-
anak, dewasa laki-laki dan perempuan, dengan bentuk dimensi kolam yang lebih
menarik sesuai dengan kriteria kolam pemandian air panas di Kawasan Wisata
Talaga Bodas, serta ditunjang oleh lingkungan nuansa alam dengan kondisi sekitar
kolam yang bersih dengan disediakan tempat sampah di sekitar kolam. Hal ini
sesuai dengan teori dari Lee dan Brian (2010), dan Ragheb et.al (2016), standar
dari Permenpar No.27/2015 dan Permenpar No. 16 Tahun 2015, serta hasil
benchmarking dari Santa Teresa Thermal Pool.
4.2.1.2. Tempat Bilas
Tempat bilas merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan untuk
membilas setelah kegiatan berendam di pemandian air panas, merujuk pada Mi
et.al (2019), Ariyansyah dkk (2012). Sedangkan untuk perencanaan
pengembangan fasilitas utama berupa tempat bilas merujuk pada teori dari Ragheb,
et.al (2015) pada elemen water conservation and quality untuk pengembangan
tempat bilas harus melakukan penghematan air dengan cara menggunakan sensor
keran sehingga dapat menutup kembali dengan sendirinya ketika air tersebut sudah
tidak digunakan, memiliki pencahayaan dan ventilasi udara, dan menggunakan
material yang ramah lingkungan. Selain berdasarkan teori juga berdasarkan pada
standar yang di acu yaitu dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk
Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa
ukuran luas ruang dalam tempat bilas paling sedikit 80 cm x 155 cm, dengan
dilengkapi peralatan shower.
Hasil observasi menunjukan bahwa di kawasan wisata belum tersedia
tempat bilas hanya tersedia MCK dengan luas 2x3 m yang terdiri dari 4 ruangan,
di samping kolam pemandian air panas dan ruang ganti pakaian. Selain itu, belum
tersedia kran sensor otomatis, material bangunannya masih menggunakan
perkerasan, dan kondisi ruangan lembab. Berikut merupakan kondisi MCK yang
akan diganti menjadi tempat bilas untuk kebutuhan wisatawan dapat dilihat pada
Gambar 4.6.

54
Gambar 4.6. MCK
Selain itu, hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas dengan
pertanyaan sebagai berikut: “Mengapa hanya menyediakan MCK, namun tidak
tersedia tempat bilas yang dibutuhkan wisatawan?”. Jawaban atas pertanyaan
tersebut yaitu
“Untuk MCK itu sebenarnya sudah diberikan kewenangan
pengelolaannya kepada karang taruna atau masyarakat sekitar, mungkin
mereka belum bisa terlalu memperhatikan pengelolaannya jadi terkesan
kurang terawat dan MCK juga memang sudah termasuk tempat bilas bagi
wisatawan.”

Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara di atas menunjukan


bahwa belum tersedia tempat bilas khusus, hanya terdapat MCK dengan kondisi
yang belum memadai, sedangkan ketersediaan penamaan tempat bilas seharusnya
lebih di utamakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan setelah berendam di
kolam pemandian air panas, dengan letak tempat bilas yang harus mudah
ditemukan. Selain itu, belum ditunjang oleh beberapa elemen dari green
architecture terutama untuk melakukan penghematan air, material bangunannya
masih menggunakan perkerasan, dan kondisi ruangan lembab karena kurangnya
pencahayaan alami. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Mi et.al (2019),
Ariyansyah dkk (2012), Bonadonna dan Giuseppina (2019), dan Ragheb et.al
(2015), serta standar Permenpar No.2 Tahun 2021, bahwa seharusnya di kawasan
wisata pemandian air panas tersedia tempat bilas dengan kondisi yang bersih serta
memenuhi kriteria pada elemen green architecture.

55
Maka untuk rencana pengembangan aset fasilitas tempat bilas yaitu
dilakukan berdasarkan teori dari Mi et.al (2019), Ariyansyah dkk (2012),
Bonadonna dan Giuseppina (2019), dan Ragheb et.al (2015), serta standar
Permenpar No.2 Tahun 2021, dengan melakukan rencana pengembangan kondisi
dari MCK yang sudah tersedia dengan luas 2,5x2,5 m untuk setiap ruangannya
dengan terdiri dari 4 ruangan untuk laki-laki dan wanita menjadi tempat bilas yang
dapat digunakan oleh wisatawan. Berikut perhitungan luas tempat bilas dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perencanaan Luas Tempat Bilas
Total
Jenis Kolam Luas Banyak
No. Ukuran (cm) luas
Pemandian Air Panas (m2) (unit)
(m2)
1 Ruang bilas 80 x 175 1,4 4 5,6
2 Ruang sekat antar tempat bilas 6,25 - 5,6 0,65 1 0,65
Total luas tempat bilas 6,25
Sehingga total untuk perencanaan pengembangan pada tempat bilas berukuran luas
6,25 m2. Tempat bilas tersebut dilengkapi shower dan kran otomatis, serta beberapa
material yang digunakan dari batu alam dan kayu sebagai bentuk pemenuhan
elemen pada green architecture. Berikut ini merupakan desain rencana
pengembangan tempat bilas di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada
gambar berikut:

a. Desain 2D tempat bilas b. Desain 3D interior tempat bilas

c. Desain 3D layout eksterior tempat bilas

56
Gambar 4.7. Desain Tempat Bilas

Berdasarkan hasil perencanaan pengembangan tersebut, aset fasilitas


tempat bilas membutuhkan total luas 6,25 m2 terbagi atas dua ruang tempat bilas
untuk laki-laki dan 2 ruang tempat bilas untuk perempuan sesuai dengan konsep
green architecture pada elemen sustainable site design yaitu bangunan menghadap
selatan, water conservation and quality berupa menggunakan sensor kran air
otomatis, energy and environment berupa pencahayaan alami dari sela samping
atap dan ventilasi alami dari celah bangunan, indoor environmental quality yaitu
suhu dan kelembapan udara tetap terjaga karena mengaplikasikan material ramah
lingkungan, dan conservation of material and resources berupa atap lurus dari
kayu, dinding dari batu merah dengan semen ramah lingkungan dari abu, batu alam
dan artificial wood, serta lantai dari keramik. Selain itu, ukuran luas untuk
perencanaan pengembangan sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Sehingga
perencanaan pengembangan tempat bilas sesuai dengan teori dari Mi et.al (2019),
Ariyansyah dkk (2012) dan Ragheb et.al (2015), serta standar Permenpar No.2
Tahun 2021.
4.2.1.3. Ruang Ganti Pakaian
Ruang ganti pakaian merupakan salah satu fasilitas yang disediakan di
kawasan wisata air panas, sebagaimana yang dipaparkan oleh Mi et.al, (2019) dan
Ariyansyah dkk (2012) termasuk di Kawasan Wisata Talaga Bodas. Dalam
perencanaan pengembangan ruang ganti pakaian harus terawat, dilengkapi tempat
penyimpanan/penitipan barang, memiliki pencahayaan dan ventilasi udara, dan
menggunakan material yang ramah lingkungan, merujuk pada teori dari Meo dan
Suryawan (2018), Rabi et.al (2007) dan Ragheb et.al (2016). Selain itu, harus
memenuhi standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa ukuran untuk
ruang ganti pakaian yaitu 3x3m dengan tipe bangunan tertutup, struktur beton,
dinding bata, lantai keramik, bukaan alumunium & artificial wood/composite wood,
plafond gypsum/GRC.

57
Berdasarkan hasil observasi, luas ruang ganti pakaian berada di dekat
kolam pemandian air panas yakni 2,5x2,5 m yang terdiri dari 4 ruangan dan belum
tersedia tempat penyimpanan/penitipan barang serta untuk tata letaknya berada
disamping kolam pemandian air panas. Selain itu, kondisi ruang ganti pakaian
masih kotor, tidak tersedia tempat penyimpanan/penitipan barang, serta terlalu
lembab sehingga terlihat beberapa lumut yang tumbuh di sekitar dinding. Berikut
ini merupakan kondisi ruang ganti pakaian dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Ruang Ganti Pakaian

Selain itu, hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas dengan
pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimana pemeliharaan yang dilakukan pada ruang
ganti pakaian?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut yaitu
“Sama halnya dengan MCK, ruang ganti pun sama karna mungkin kurang
diperhatikan jadi terkesan kurang terawat.”

Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa kondisi ruang ganti pakaian


yang kotor kurang terawat serta belum tersedia tempat penyimpanan/penitipan
barang. Selain itu, ruang ganti pakaian ini memiliki pencahayaan dan ventilasi
udara yang terbatas, terlalu lembab, serta mempunyai ukuran 2,5 m x 2,5 m,
sehingga belum sesuai dengan kriteria dari indikator ruang ganti pakaian
berdasarkan teori dari Mi et.al, (2019), Ariyansyah dkk (2012), Meo dan Suryawan
(2018), Rabi et.al (2007) dan Ragheb et.al (2016), serta standar dari Permenpar
No.2 Tahun 2021, bahwa seharusnya ruang ganti pakaian harus mudah ditemukan
dengan kondisi bersih dan terdapat loker untuk menyimpan pakaian dan barang,
serta harus terdapat pencahayaan dan ventilasi udara agar tidak lembab serta

58
beberapa material yang digunakan dari batu alam dan kayu sesuai dengan elemen
dari green architecture dan berukuran 3x3 m.
Oleh karena itu, dilakukan rencana pengembangan aset fasilitas ruang
ganti pakaian sesuai dengan teori dari Mi et.al, (2019), Ariyansyah dkk (2012),
Meo dan Suryawan (2018), Rabi et.al (2007) dan Ragheb et.al (2016), serta standar
dari Permenpar No.2 Tahun 2021. Pada perencanaan ini, ruang ganti pakaian yang
akan di kembangkan yaitu dari 4 ruangan menjadi 6 ruangan untuk laki-laki dan
wanita, Perhitungan luas ruang ganti pakaian dapat dilihat pada Tabel 4.4, sebagai
berikut:
Tabel 4.4. Perencanaan Luas Ruang Ganti Pakaian
Total
Luas Banyak
No. Ruang Tempat Ganti Pakaian Ukuran (cm) luas
(m2) (unit)
(m2)
1 Ruang ganti pakaian 80 x 83 0,664 6 3,984
2 Loker/tempat penyimpanan 90 x 39 0,3 2 0,6
3 Teras 150 x 60 0,9 2 1,8
4 Sekat antar ruangan - - - 2,6
Total luas ruang ganti pakaian 9
Sehingga total luas ruang ganti pakaian yaitu 9 m2. Selain itu, ruang ganti pakaian
tersebut dilengkapi pencahayaan alami dan ventilasi udara untuk menghindari
ruangan dengan kondisi yang lembab sebagai bentuk pemenuhan elemen pada
green architecture. Berikut ini merupakan desain rencana pengembangan ruang
ganti pakaian di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Desain 2D ruang ganti pakaian b. Desain 3D interior ruang ganti pakaian

59
c. Desain 3D layout eksterior ruang ganti pakaian
Gambar 4.9. Desain Ruang Ganti Pakaian

Maka hasil perencanaan pengembangan pada aset fasilitas ruang ganti


pakaian dengan total luas 6,25 m2 terbagi atas tiga ruang ganti pakaian untuk laki-
laki dan perempuan, serta dilengkapi tempat penyimpanan/penitipan barang,
sebagai bentuk pemenuhan elemen pada green architecture untuk elemen
sustainable site design yaitu bangunan menghadap selatan, energy and environment
berupa pencahayaan alami dari sela samping atap dan ventilasi alami dari celah
bangunan, indoor environmental quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap
terjaga karena mengaplikasikan material ramah lingkungan, dan conservation of
material and resources berupa atap lurus dari kayu, dinding dari batu merah dengan
semen ramah lingkungan dari abu, batu alam dan artificial wood, serta lantai dari
keramik. Selain itu, ukuran luas untuk perencanaan pengembangan sudah sesuai
dengan standar yang berlaku. Sehingga perencanaan pengembangan tempat bilas
sesuai dengan teori dari Mi et.al, (2019), Ariyansyah dkk (2012), Meo dan
Suryawan (2018), Rabi et.al (2007) dan Ragheb et.al (2016), serta standar dari
Permenpar No.2 Tahun 2021.
4.2.1.4. Akomodasi Penginapan
Akomodasi penginapan merupakan salah satu bentuk pelayanan bagi
wisatawan sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Sulastiyono (2011).
Sedangkan untuk perencanaan aset fisik akomodasi penginapan semi permanen
mengacu pada teori dari Roziana (2002) yang menyatakan bahwa salah satu dari
jenis akomodasi berupa cottage/resort dengan ketentuan terdiri dari ruang kamar
tidur berukuran 24 m2, ruang tengah berukuran 6 m2, ruang dapur berukuran 3,6
m2, selasar berukuran 2,4 m2, dan toilet/wc berukuran 4,8 m2. Selain itu, terdapat
standar dari Permenhut No. P.48/M/Menhut-II/2010 tentang Perusahaan
Pariwisata Alam di Taman Wisata Alam bahwa akomodasi haruslah dibangun semi

60
permanen dan bentuknya disesuaikan dengan arsitektur budaya setempat, serta
untuk rencana pengembangan akomodasi semi permanen ini menggunakan
benchmark dari China yaitu Resort de tiendas de lujo yang berkonsep ecological.
Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa di Kawasan Wisata Talaga
Bodas belum tersedia akomodasi penginapan yang mudah ditemukan dapat
digunakan oleh wisatawan. Sedangkan hasil wawancara dengan Kepala Resor
Talaga Bodas, dengan pertanyaan sebagai berikut: “Mengapa belum tersedia
akomodasi penginapan di Kawasan Wisata Talaga Bodas?” Jawaban atas
pertanyaan tersebut yaitu.
“Untuk penyediaan penginapan memang penting dan jika dibangun masih
harus tetap mengikuti kearifan lokal seperti norma sosial di masyarakat ini
karena ditakutkan ada hal-hal negative yang tidak diinginkan, makanya
mengutamakan seperti tenda-tenda saja.”

Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara di atas bahwa di


Kawasan Wisata Talaga Bodas belum tersedia akomodasi penginapan yang
menerapkan konsep green architecture dan memperhatikan tema bangunan semi
permanen, sehingga belum sesuai dengan kriteria dari indikator ketersediaan
akomodasi penginapan dari Sulastiyono (2011), Ginting dan Sasmita (2018),
Roziana (2002), Ragheb et.al (2015), dan standar dari Permenhut No.
P.48/M/Menhut-II/2010, serta benchmark dari China yaitu Resort de tiendas de
lujo yang berkonsep ecological yang menyerupai tenda besar atau glamping sesuai
dengan harapan pengelola dan masyarakat sekitar.
Oleh karena itu, dilakukan perencanaan pengembangan aset fasilitas
akomodasi dengan perhitungan untuk rencana luas pengembangan akomodasi
penginapan berupa cottage/resort merujuk pada teori dari Sulastiyono (2011),
Ginting dan Sasmita (2018), Roziana (2002), Ragheb et.al (2015), dan standar dari
Permenhut No. P.48/M/Menhut-II/2010, serta benchmark dari China yaitu Resort
de tiendas de lujo yang berkonsep ecological. Perhitungan luas akomodasi
penginapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5, sebagai berikut:
Tabel 4.5. Perencanaan Luas Akomodasi Penginapan
Ruang Akomodasi
No. Ukuran (m) Luas (m2)
Penginapan

61
1 Ruang dapur 2 x 1,8 3,6
2 Ruang toilet 2,4 x 2 4,8
3 Ruang kamar 4x6 24
4 Ruang tengah 1x6 6
5 Selasar/Teras 4 x 0,6 2,4
6 Teras tambahan (benchmark) (10x5,2x3,14) - 40,8m 0,02
Total luas akomodasi penginapan 40,82 m2/unit
Luas tapak lahan untuk akomodasi penginapan berbentuk setengah lingkaran
memanjang seperti bentuk keong, dengan total luas 40,82 m2, dengan total luas
tapak penginapan untuk empat penginapan yaitu 163,28 m2. Sehingga akomodasi
penginapan berupa cottage/resort yang akan dibangun terdiri dari fasilitas ruang
dapur, toilet, kamar, ruang tengah dan selasar. Jumlah penginapan yaitu 4 unit,
masing-masing berukuran 40,82 m2, dengan total luas lahan yang dibutuhkan yaitu
163,28 m2. Selain itu, penginapan ini dilengkapi dengan kran otomatis,
pencahayaan alami dan ventilasi udara untuk menghindari ruangan dengan kondisi
yang lembab, dan penginapan ini merupakan penginapan semi permanen bertema
ecological dengan menggunakan beberapa material ramah lingkungan berupa kayu
sebagai bentuk pemenuhan elemen pada green architecture. Berikut merupakan
desain rencana pengembangan akomodasi penginapan bertema ecological di
Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 4.10.

a. Desain 2D akomodasi penginapan b. Desain 3D interior akomodasi penginapan

62
c. Desain 3D eksterior akomodasi penginapan
Gambar 4.10. Desain The Ecological Cottage Talaga Bodas

Berdasarkan bahasan di atas, maka hasil perencanaan pengembangan pada


aset fasilitas akomodasi penginapan dengan total luas lahan yang dibutuhkan 163,2
m2, penginapan ini merupakan penginapan semi permanen bertema ecological
berjumlah 4 unit, sebagai bentuk pemenuhan elemen pada green architecture untuk
elemen sustainable site design yaitu bangunan tersusun menghadap utara, water
conservation and quality berupa penggunaan sensor kran air otomatis di toilet
cottage, energy and environment berupa pencahayaan alami dari sela samping atap
dan ventilasi alami dari celah bangunan, indoor environmental quality yaitu suhu
dan kelembapan udara tetap terjaga karena mengaplikasikan material ramah
lingkungan, dan conservation of material and resources berupa atap dari rangka
bambu dan tenda, serta lantai dari kayu. Hal ini menyesuaikan dengan kriteria dari
teori Sulastiyono (2011), Ginting dan Sasmita (2018), Roziana (2002), Ragheb
et.al (2015), dan standar dari Permenhut No. P.48/M/Menhut-II/2010, serta
benchmark.
4.2.1.5. Toilet
Toilet merupakan salah satu ruangan yang dilengkapi oleh berbagai
perlengkapan lainnya untuk kebutuhan wisatawan, sesuai dengan teori yang di acu
yaitu dari ATI (2016). Pada perencanaan pengembangan aset fisik toilet di
kawasan wisata merujuk teori dari Ragheb, et.al (2015) untuk perencaan
pengembangan berkonsep green architecture. Selain itu, terdapat standar yang
digunakan yaitu dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional

63
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa penempatan
toilet sebaiknya berjarak setiap 500 m, dibangun terpisah antara laki-laki dan
wanita. Ukuran luas ruang dalam toilet paling sedikit 80 cm x 155 cm, wastafel
cuci tangan minimal 45 x 60 cm, dan ketinggian untuk orang dewasa 85 cm.
Berikut merupakan perhitungan untuk rencana pengembangan aset fisik toilet.
Berdasarkan hasil observasi, luas toilet yaitu 2,5x2,5 m, dengan jumlah 4
ruangan di dalamnya, dilengkapi dengan ketersediaan air bersih yang cukup.
Adapun ketersediaan toilet yaitu terletak pada dua titik yang berada di wilayah
depan, dan toilet di sekitar kawah. Di toilet tersebut sudah tersedia papan toilet,
namun belum tersedia toilet terpisah antara perempuan dan laki-laki, tempat cuci
tangan dan alat pengering, tempat sampah tertutup, tempat buang air kecil
(urinoir), shower dan belum ditunjang oleh informasi untuk melakukan
penghematan air dan belum tersedia kran otomatis, memiliki pencahayaan dan
ventilasi udara yang terbatas sehingga dinding toilet terlihat banyak lumut. Berikut
ini merupakan kondisi toilet yang dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.11. Toilet

Adapun hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas dengan


pertanyaan: “Mengapa tidak menggunakan kran sensor berteknologi untuk setiap
toilet di Talaga Bodas”. Jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu
“Sebenarnya bisa saja pake kran otomatis, karena memang disini
kebanyakan krannya hanya pake pipa apalagi ketika musim panas
terkadang susah air.”

Berdasarkan data di atas, menunjukan bahwa toilet di Kawasan Wisata


Talaga Bodas sudah tersedia tanda toilet yang jelas dan kloset jongkok, namun

64
tidak tersedia toilet terpisah antara perempuan dan laki-laki, tempat cuci tangan
dan alat pengering, tempat sampah tertutup, tempat buang air kecil (urinoir),
shower dan sirkulasi udara serta pencahayaan yang baik. Selain itu, toilet ini belum
ditunjang oleh informasi untuk melakukan penghematan air dan belum tersedia
kran otomatis, memiliki pencahayaan dan ventilasi udara yang terbatas, serta
terlalu lembab dan masih menggunakan perkerasan belum menerapkan material
yang ramah lingkungan sebagai pemenuhan elemen dari green architecture.
Sehingga hal tersebut belum sesuai dengan kriteria dari teori Kawale et.al (2018),
dan Ragheb et.al (2016), serta standar dari Permenpar No.27/2015.
Oleh karena itu, dilakukan perencanaan pengembangan aset fasilitas toilet
yang dapat dilihat pada Tabel 4.6. untuk setiap ukuran luas toilet sebagai berikut:
Tabel 4.6. Perencanaan Luas Toilet
Total
Luas Banyak
No. Ruang Toilet Ukuran (cm) luas
(m2) (unit)
(m2)
1 Toilet 80 x 155 1,24 4 4,96
2 Ruang wastafel cuci tangan 45 x 60 0,27 2 0,54
3 Sekat antar ruangan - - - 0,75
Total luas ruang ganti pakaian 6,25
Sehingga total untuk perencanaan pengembangan pada toilet berukuran luas 6,25
m2 yang terletak di dekat pintu masuk dan dekat kawah. Berikut ini merupakan
desain rencana pengembangan tempat bilas di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat
dilihat pada gambar berikut:

a. Desain 2D toilet b. Desain 3D interior toilet

65
c. Desain 3D layout eksterior toilet
Gambar 4.12. Desain Toilet

Berdasarkan bahasan di atas, maka hasil perencanaan pengembangan pada


aset fasilitas berjumlah 2 unit toilet dengan total luas 6,25 m2 terbagi atas dua ruang
toilet untuk laki-laki dan dua ruang toilet untuk perempuan, sebagai pemenuhan
elemen pada konsep green architecture untuk elemen sustainable site design yaitu
bangunan toilet daerah depan kawasan wisata sudah menghadap selatan dan toilet
di dekat kawah menghadap utara, water conservation and quality berupa
penggunaan sensor kran air otomatis, energy and environment berupa pencahayaan
alami dari sela samping atap dan ventilasi alami dari celah bangunan, indoor
environmental quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap terjaga karena
mengaplikasikan material ramah lingkungan, dan conservation of material and
resources berupa atap lurus dari kayu, dinding dari batu merah dengan semen
ramah lingkungan dari abu, batu alam dan artificial wood, serta lantai dari keramik.
Selain itu, tersedia wastafel di toilet laki-laki maupun perempuan sesuai dengan
standar yang berlaku. Sehingga perencanaan pengembangan toilet sesuai dengan
teori dari ATI (2016), dan Ragheb et.al (2015), serta standar Permenpar No.2
Tahun 2021.
Berdasarkan pembahasan tersebut pada fasilitas utama dilakukan
perencanaan pengembangan dengan menerapkan konsep green architecture
merujuk dari Ragheb (2016) bahwa perencanaan pengembangan harus sesuai
elemen sustainable site design, water conservation and quality, energy and
environment, indoor environmental quality, dan conservation of material and

66
resources. Berikut merupakan ringkasan penerapan perencanaan pengembangan
fasilitas utama pada setiap elemen dengan menerapkan konsep green architecture.
Tabel 4.7. Perencanaan Pengembangan Fasilitas Utama berdasarkan konsep Green
Architecture
Pemenuhan Perencanaan Pengembangan Fasilitas Utama berdasarkan konsep
Green Architecture
1. Kolam pemandian air sustainable site design bangunan tersusun terbuka
panas water conservation and saluran air otomatis mengalir
quality
energy and environment pencahayaan alami karena
berada di ruang terbuka
indoor environmental quality polusi udara hanya berasal
dari beberapa kendaraan ojek
saja
conservation of material and dinding kolam dari batuan dan
resources lantai beralaskan pasir putih
(alami)
2. Tempat bilas sustainable site design bangunan sudah menghadap
selatan
water conservation and menggunakan sensor kran air
quality otomatis
energy and environment pencahayaan alami dari sela
samping atap, dan ventilasi
alami dari celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
ramah lingkungan
conservation of material and • atap lurus: kayu
resources • dinding: batu merah dengan
semen ramah lingkungan
dari abu, batu alam dan
artificial wood
• lantai: keramik
3. Ruang ganti pakaian sustainable site design bangunan sudah menghadap
selatan
water conservation and -
quality
energy and environment pencahayaan alami dari sela
samping atap, dan ventilasi
alami dari celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
hijau
conservation of material and • atap lurus: kayu
resources • dinding: batu merah dengan
semen ramah lingkungan
dari abu, batu alam dan
artificial wood
• lantai: keramik

67
4. Akomodasi penginapan sustainable site design bangunan tersusun
menghadap utara
water conservation and menggunakan sensor kran air
quality otomatis di toilet penginapan
energy and environment pencahayaan alami dari sela
sambungan atap dengan
lantai, dan ventilasi alami dari
celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
hijau
conservation of material and • atap: rangka bambu dan
resources tenda
• lantai: kayu
5. Toilet sustainable site design bangunan toilet daerah depan
kawasan wisata sudah
menghadap selatan, dan toilet
di dekat kawah menghadap
utara
water conservation and menggunakan sensor kran air
quality otomatis
energy and environment pencahayaan alami dari sela
samping atap, dan ventilasi
alami dari celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
hijau
conservation of material and • atap lurus: kayu
resources • dinding: batu merah dengan
semen ramah lingkungan
dari abu, batu alam dan
artificial wood
• lantai: keramik

4.2.2. Fasilitas Pendukung


Merujuk pada teori dari Ginting dan Sasmita, (2018), dan Marzuki dkk,
(2017), fasilitas pendukung adalah aset fisik yang dapat dilihat dari ketersediaan
pusat informasi, area berkemah, gazebo, area parkir, fasilitas kebersihan dan
keamanan, tempat ibadah, serta toko cenderamata. Namun berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa kondisi tempat
gazebo sudah memadai hanya lingkungannya saja yang terlihat kotor dari sampah
karena kurangnya fasilitas kebersihan dan tempat ibadah sudah dilakukan
perbaikan oleh pengelola, sedangkan untuk beberapa fasilitas lainnya belum
memadai yaitu meliputi toko cenderamata belum tersedia, serta pusat informasi,

68
area berkemah, area parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan belum sesuai
dengan standar. Oleh karena itu yang akan dilakukan perencanaan pengembangan
yaitu pada fasilitas pendukung meliputi pusat informasi, area berkemah, area
parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata.
Perencanaan pengembangan aset pada fasilitas pendukung merupakan
rangkaian kegiatan sebagai penentuan tujuan akhir dengan kegiatan dimulai dari
pembuatan kebutuhan aset sampai dengan penentuan biaya yang dibutuhkan
untuk menciptakan atau melakukan perbaikan pada fasilitas proporsional sebagai
pelengkap fasilitas utama dirasakan wisatawan agar lebih nyaman dengan suasana
yang ada di kawasan wisata, merujuk pada teori Sugiama (2013), Sinta (2020),
Kumasi, Franceys, dan Burr (2016); Ginting & Sasmita (2018). Perencanaan
pengembangan aset pada fasilitas pendukung yang dilakukan yaitu dengan
menerapkan konsep green building merujuk dari Ragheb (2016) bahwa
perencanaan pengembangan harus sesuai elemen sustainable site design, water
conservation and quality, energy and environment, indoor environmental quality,
dan conservation of material and resources. Berikut merupakan uraian dari
fasilitas pendukung meliputi:

4.2.2.1. Pusat Informasi


Pusat informasi merupakan fasilitas yang berfungsi untuk menyediakan
informasi khusus tentang kawasan wisata, sesuai dengan teori yang diacu dari Mill
(2000). Pusat informasi seharusnya dapat dengan mudah untuk ditemukan belum
sesuai dengan kriteri dari Ginting dan Sasmita (2018) dan Fesenmater (2015).
Selain merujuk pada teori, untuk perencanaan aset fisik pusat informasi mengacu
pada standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa pusat informasi
untuk ukuran maksimal 80m2, dilengkapi ruangan untuk lobby, ruang
pengelola/administrasi, service desk, ruang display, lounge pengunjung, toilet, dan
gudang, dengan tipe bangunan tertutup, struktur beton, dinding dari susunan bata,
lantai keramik, bukaan alumunium dan artificial wood/composite wood, rangka
atap baja ringan, atap genteng (diutamakan menggunakan material atap alami).

69
Pada pusat informasi dilengkapi dengan papan informasi berukuran tinggi 2 meter
dengan tulisan yang jelas dan material berupa kayu.
Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa di Kawasan Wisata Talaga
Bodas terdapat fasilitas pendukung yaitu pusat informasi dengan kondisi pusat
informasi kumuh dan sudah tidak layak untuk digunakan sehingga dipindah
alihkan fungsinya di pos tiketing yang memiliki luas ruangan 4x5 meter. Adapun
tata letak pusat informasi berada di tengah kawasan wisata sebelum menuju tempat
pemandian air panas. Pada pusat informasi tidak terlihatnya papan bertuliskan
pusat informasi, belum tersedia informasi untuk melakukan penghematan air dan
belum tersedia kran otomatis, ruangan terlalu lembab. Berikut merupakan kondisi
pusat informasi dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13. Pusat Informasi

Selain itu, hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas dengan
pertanyaan sebagai berikut: “Apa kendala dalam pengelolaan pusat informasi,
sehingga fungsinya di pindah alihkan ke pos tiketing?”. Jawaban atas pertanyaan
tersebut yaitu
“Pusat informasi kondisinya memang sudah tidak layak dan sangat
berbahaya karena material yang digunakan ketika membangun tidak
sesuai dengan karakteristik wilayah dekat kawah, jadi gampang roboh.
Sehingga bagi petugas tidak ada satupun yang berani mendekati gedung
pusat informasi.”

Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa ketersediaan pusat


informasi masih belum mudah untuk ditemukan oleh wisatawan, karena tidak
terlihatnya papan bertuliskan pusat informasi, dan tidak adanya informasi-
informasi yang tersedia di pusat informasi tersebut yang dibutuhkan wisatawan.

70
Selain itu, pusat informasi ini belum ditunjang oleh informasi untuk melakukan
penghematan air dan belum tersedia kran otomatis, memiliki pencahayaan dan
ventilasi udara yang terbatas, sehingga ruangan terlihat lembab belum memenuhi
elemen green architecture. Sehingga hal tersebut belum sesuai dengan kriteria dari
Mill (2000), Ginting dan Sasmita (2018) dan Fesenmater (2015), dan Ragheb et.al
(2016), serta standar dari Permenpar No.27/2015.
Oleh karena itu, dilakukan rencana pengembangan aset fasilitas pusat
informasi dengan melakukan pembongkaran dan pembangunan kembali agar dapat
memenuhi teori dan standar, maka berikut merupakan perhitungan luas yang
dibutuhkan untuk pembangunan pusat informasi dapat dilihat pada Tabel 4.7.
sebagai berikut:
Tabel 4.8. Perencanaan Luas Pusat Informasi
Luas
No. Ruang Pusat Informasi Ukuran (m)
(m2)
1 Ruang lobby 3x4 12
2 Ruang pengelola admin 3x2 6
3 Ruang service desk 2x1 2
4 Ruang display 2x1 2
5 Ruang lounge pengunjung 2x2 4
6 Toilet 2 (2 unit x (1,55 x 0,8)) + 2 unit (0,45 x 0,6) 5,5
7 Gudang 2x3 6
Total luas ruang pusat informasi 45
Total luas pusat informasi yaitu berukuran sedang 45 m2, dilengkapi ruangan untuk
lobby berukuran 12 m2, ruang pengelola/administrasi berukuran 6 m2, service desk
berukuran 2 m2, ruang display berukuran 2 m2, lounge pengunjung berukuran 4 m2,
toilet berukuran 5,5 m2 dilengkapi dengan kran otomatis, dan gudang berukuran 6
m2, dengan tipe bangunan tertutup, struktur beton, dinding dari susunan bata, lantai
keramik, bukaan artificial wood/composite wood serta dilengkapi papan informasi
berukuran tinggi 2 meter dengan tulisan yang jelas dan material berupa kayu.
Selain itu, pusat informasi ini dilengkapi dengan pencahayaan alami dan ventilasi
udara untuk menghindari ruangan dengan kondisi yang lembab, sebagai bentuk
pemenuhan elemen pada green architecture. Berikut merupakan desain rencana

71
pengembangan pusat informasi di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat
pada Gambar 4.14.

b. Desain 3D interior pusat informasi

a. Desain 2D pusat informasi

c. Desain 3D layout eksterior pusat informasi


Gambar 4.14. Desain Pusat informasi

Berdasarkan bahasan di atas, perencanaan pengembangan pada aset


fasilitas pusat informasi dengan total luas lahan yang dibutuhkan 45 m2, dilengkapi
ruangan lobby, ruang pengelola/administrasi, service desk, ruang display, lounge
pengunjung, toilet yang dilengkapi dengan kran otomatis, dan gudang, sebagai
bentuk pemenuhan elemen pada green architecture untuk elemen sustainable site
design yaitu bangunan gedung masih menghadap timur karena menyesuaikan
dengan bangunan awal, water conservation and quality berupa penggunaan sensor
kran air otomatis di toilet pusat informasi, energy and environment berupa
pencahayaan alami dari sela samping atap dan ventilasi alami dari celah bangunan,
indoor environmental quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap terjaga
karena mengaplikasikan material ramah lingkungan, dan conservation of material
and resources berupa atap lurus dari kayu, dinding dari batu merah dengan semen
ramah lingkungan dari abu, batu alam dan artificial wood, serta lantai dari keramik.
Maka perencanaan pengembangan aset fasilitas pusat informasi dari segi letak,
fasilitas pelengkap, ukuran dan bangunannya sudah sesuai dengan teori dari Mill
(2000), Ginting dan Sasmita (2018) dan Fesenmater (2015), dan Ragheb et.al
(2016), serta standar dari Permenpar No.27/2015.
4.2.2.2. Area Berkemah
Area berkemah merupakan area yang digunakan untuk aktivitas rekreasi
di ruang terbuka, merujuk dari Rinaldi (2015). Sedangkan, untuk perencanaan

72
pengembangan aset fisik area berkemah di kawasan wisata merujuk pada teori dan
standar yang digunakan yaitu dari Permenpar No.24 Tahun 2015 tentang Standar
Usaha Bumi Perkemahan bahwa area berkemah harus memiliki tata letak,
pemasangan pagar pengaman untuk daerah beresiko tinggi, papan nama area
berkemah yang jelas, dan tersedia tenda untuk wisatawan dengan kapasitas
minimum 4 orang, berukuran 3m x 2m, dan sirkulasi udara sebesar 50% dari luas
yang tersedia.
Berdasarkan hasil observasi area yang dapat dijadikan tempat berkemah
tersedia pada dua titik yaitu di area masuk menuju kawah dengan luas 50 m2 dan
di area sekitar kawah seluas 250 m2 termasuk area untuk akomodasi penginapan
yang akan dibangun, sehingga total luas area berkemah yang tersedia yaitu 136,72
m2. Berikut merupakan kondisi dari area berkemah dapat dilihat pada Gambar
4.15.

Gambar 4.15. Area Berkemah

Selain itu, dari hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas
dengan pertanyaan: “Mengapa belum tersedia informasi khusus untuk batasan-
batasan wilayah berkemah bagi wisatawan?”. Jawaban dari pengelola tersebut
yaitu:
“Iya memang belum ada batasan-batasannya paling ya wisatawan kalo
berkemah mencari tempat yang enak untuk didirikan tenda seperti di
pinggir-pinggir kawah dan juga di dekat tebing menuju pemandian air
panas, termasuk di tempat yang sering digunakan untuk berfoto.”

73
Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa kondisinya yang cukup
bersih, namun pada area berkemah ini tidak nampak jelas petunjuk area berkemah
dan seharusnya aman bagi wisatawan. Sehingga hal ini belum sesuai dengan
kriteria dari Ginting dan Sasmita (2018), Lucivero (TT), dan Ragheb et.al (2016).
Maka perlu dilakukan rencana pengembangan pada aset fasilitas area
berkemah sesuai teori dan standar dengan perhitungan luas untuk setiap tenda
sebagai berikut:
dapat dilihat pada Tabel 4.9. sebagai berikut:
Tabel 4.9. Perencanaan Luas Area Berkemah
Luas
No. Kebutuhan Luas Area Berkemah Ukuran (m)
(m2)
1 Luas tenda (kapasitas 4 orang) 3x2 6
2 Luas lahan untuk pembangunan tenda (50% sirkulasi udara) 50% x 136,72 68,36
Total tenda yang dapat dibangun 11
Total luas area berkemah yaitu 136,72 m2, yang dapat didirikan tenda sebanyak 11
tenda, berukuran 3x2 m. Selain itu, untuk perencanaan pengembangan area
berkemah ini memperhatikan tata letak dan luas sirkulasi udara sebagai salah satu
bentuk pemenuhan elemen pada green architecture. Berikut merupakan desain
rencana pengembangan area berkemah di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat
dilihat pada Gambar 4.16.

a. Desain 2D tenda di area berkemah b. Desain 3D interior area berkemah

c. Desain 3D layout eksterior area berkemah


Gambar 4.16. Desain Area Berkemah

74
Berdasarkan bahasan di atas, hasil perencanaan pengembangan pada aset
fasilitas area berkemah dengan total luas lahan area berkemah yang tersedia yaitu
136,72 m2, yang dapat didirikan tenda sebanyak 11 tenda, berukuran 3x2 m. Selain
itu, untuk perencanaan pengembangan area berkemah ini memperhatikan papan
petunjuk area berkemah, aman bagi wisatawan, selain itu sebagai salah satu bentuk
pemenuhan elemen pada green architecture untuk elemen sustainable site design
yaitu bangunan area kemah terbuka dan tenda dapat tersusun menghadap utara,
energy and environment berupa pencahayaan dan ventilasi alami karena berada di
ruang terbuka dan disediakan ruang untuk sirkulasi udara, indoor environmental
quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap terjaga karena mengaplikasikan
material ramah lingkungan, dan conservation of material and resources yaitu
masih menggunakan area hijau. Maka perencanaan pengembangan aset fasilitas
area berkemah sudah menyesuaikan dengan kriteria dari teori Rinaldi (2015),
Ginting dan Sasmita (2018), Lucivero (TT), dan Ragheb et.al (2016), serta standar
dari Permenpar No.24 Tahun 2015.
4.2.2.3. Area Parkir
Area parkir merupakan area yang digunakan sebagai tempat
pemberhentian kendaraan yang harus mudah ditemukan, aman dan nyaman bagi
wisatawan (Rifai dkk, 2021; Ginting & Sasmita, 2018). Pada perencanaan aset fisik
area parkir mengacu pada standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang
Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata
bahwa area parkir harus dilengkapi satuan ruang parkir (SRP) untuk mobil
penumpang golongan I-III, bus dan sepeda motor, dengan pola parkir terbaik
dengan membentuk sudut 90° agar mempunyai daya tampung lebih banyak serta
dilengkapi oleh lampu penerangan, pos petugas parkir dan rambu-rambut petunjuk
parkir.
Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa lahan yang tersedia untuk
area parkir di Kawasan Wisata Talaga Bodas berukuran 200m2, namun kondisinya
kurang tertata karena belum memiliki pembatas yang jelas dan area parkir belum
dilengkapi rambu lalu lintas serta area parkir hanya tersedia hanya untuk kendaraan
roda dua sepeda motor dan kendaraan roda empat mobil pribadi.

75
Gambar 4.17. Area Parkir
Selain itu, hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas dengan
pertanyaan sebagai berikut: “Apasajakah kendala dalam pengaturan kendaraan di
area parkir Talaga Bodas?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut yaitu:
“Kendala sering terjadi ketika wisatawan banyak, karena belum ada
rambu lalu lintas dan sekat-sekat parkir jadi tidak teratur. Kadang juga
meminta izin untuk menggunakan lahan di sekitar wilayah bawah ketika
adanya lonjakan pengunjung karena area parkir di Talaga Bodas
terbatas”

Berdasarkan data tersebut, diperoleh bahwa kondisi area parkir tersebut


belum memenuhi kriteria dari indikator ketersediaan area parkir sebagaimana yang
dipaparkan oleh Ginting dan Sasmita (2018), bahwa wisatawan seharusnya
diberikan kemudahan menemukan area parkir yang aman dan nyaman, serta belum
sesuai standar Permenpar No.27/2015 karena belum dilengkapi rambu lalu lintas
dan SRP yang dibutuhkan untuk kendaraan roda dua sepeda motor dan roda empat
golongan I-III.
Oleh karena itu perlu dilakukan rencana pengembangan aset fasilitas area
parkir sesuai teori dan standar, dengan perhitungan luas satuan ruang parkir (SRP)
untuk kendaraan roda dua sepeda motor dan mobil penumpang golongan I-III,
dengan pola parkir terbaik dengan membentuk sudut 90° sebagai berikut, dapat
dilihat pada Tabel 4.10:
Tabel 4.10. Perencanaan Luas Area Parkir
Total
Ukuran Luas Banyak
No. Ruang Parkir luas
(m) (m2) (unit)
(m2)

76
1 Roda 2 (sepeda motor) 0,75 x 2 1,5 53 79,5
2 Roda 4 (mobil penumpang golongan I-III) 3x5 15 8 120
Total luas tempat parkir 199,5
Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan total luas area parkir yang tersedia
sebesar 200 m2, dibutuhkan untuk kapasitas 53 unit roda 2 (sepeda motor), dan 8
unit roda 4 (mobil penumpang golongan I-III). Selain itu, untuk perencanaan
pengembangan area parkir ini memperhatikan tata letaknya sebagai salah satu
bentuk pemenuhan elemen pada green architecture. Berikut merupakan desain
rencana pengembangan area parkir di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat
pada Gambar 4.18.

b. Desain 3D interior area parkir

a. Desain 2D area parkir

c. Desain 3D layout eksterior area parkir


Gambar 4.18. Desain Area Parkir

Maka hasil perencanaan pengembangan pada aset fasilitas area parkir


mempunyai total luas lahan 200 m2, untuk kapasitas 55 unit sepeda motor, 5 unit
mobil penumpang, dan 1 unit bus, dengan pola parkir terbaik dengan membentuk
sudut 90° agar mempunyai daya tampung lebih banyak serta dilengkapi oleh lampu
penerangan, pos petugas parkir dan rambu-rambut petunjuk parkir. Selain itu,
untuk perencanaan pengembangan area parkir ini memperhatikan pemenuhan
elemen pada green architecture untuk elemen sustainable site design yaitu
bangunan terbuka menghadap utara dan selatan, energy and environment berupa
pencahayaan dan ventilasi alami karena berada di ruang terbuka, indoor
environmental quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap terjaga karena
mengaplikasikan material ramah lingkungan, dan conservation of material and
resources berupa sekitar area parkir masih berupa tanah dan rumput, serta cat
pembatas yang digunakan untuk ruang parkir dapat menggunakan cat ramah

77
lingkungan. Sehingga perencanaan pengembangan aset fasilitas area parkir yang
mudah ditemukan, aman dan nyaman bagi wisatawan, serta ukuran satuan ruang
parkir (SRP) dapat memenuhi kriteria dari teori Rifai dkk, (2021), Ginting &
Sasmita, (2018), dan Ragheb et.al (2015), serta standar dari Permenpar No.2 Tahun
2021.
4.2.2.4. Fasilitas Kebersihan dan Keamanan
Fasilitas kebersihan dan keamanan merupakan pelayanan yang diberikan
kawasan wisata termasuk salah satunya Kawasan Wisata Talaga Bodas agar
kawasan wisata tersebut menjadi nyaman sesuai dengan teori yang di acu dari
Violina dkk (2016). Adapun untuk perencanaan pengembangan aset fisik fasilitas
kebersihan dan keamanan di kawasan wisata merujuk pada teori dan standar yang
digunakan yaitu dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa untuk fasilitas
kebersihan dapat berupa tempat sampah yang berbentuk kotak yang ringan untuk
dipindahkan, berbahan kayu dengan volume 100-500L dan dilengkapi label sampah
organik berwarna hijau, guna ulang berwarna kuning, daur ulang berwarna biru
berukuran 1,04 m x 0,4 m x1 m, serta standar dari Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang (PUPR) No. 3 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan
prasarana dan sarana persampahan, bahwa jumlah tempat sampah harus tersedia
setiap jarak 20 m.
Berdasarkan hasil observasi, fasilitas kebersihan ditunjukan dengan
adanya tempat sampah di beberapa titik dengan luas 50x50cm, namun belum tertata
dan belum terdapat penanda bahwa tempat tersebut merupakan tempat sampah baik
organik dan non-organik, selain itu masih terdapat banyak sampah di sekitar objek.
Dari segi keamanan, pos keamanan yang berukuran 4x5m yang terletak di pintu
masuk kawasan wisata, dengan kondisi kurang terawat dan terdapat beberapa
komponen dinding bangunan di area belakang yang kotor dan bocor serta tidak
sesuai tupoksi penggunaannya yaitu adanya pemanfaatan aset pos keamanan
sebagai pusat informasi, tempat tiket dan gudang peralatan kebersihan membuat
pos keamanan menjadi kurang teratur/stabil.

78
(a) (b)
Gambar 4.19. Fasilitas Kebersihan dan Keamanan

Selain itu, hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas dengan
pertanyaan, meliputi: (1) “Apasajakah jenis sampah yang sering dibuang di tempat
sampah oleh wisatawan?”, (2) ”Dimanakah letak/zonasi yang mempunyai tingkat
kewaspadaan yang tinggi bagi wisatawan, sehingga perlu adanya fasilitas
keamanan (pos keamanan)?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut yaitu meliputi:
(1) “Ya biasanya wisatawan membuang sampah organik, non organik. tapi
sudah tersedia tempat sampah juga wisatawan masih saja ada yang
membuang sampah sembarangan”
(2) “Sebenarnya kawasan wisata ini aman, hanya saja memang ada titik-
titik yang harus di waspadai seperti di wilayah kawah dan jembatan
dekat pemandian air panas karna kadang ada air yang mengalir
kandungannya berbahaya”

Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut, menunjukan bahwa


kondisi fasilitas kebersihan dan keamanan masih belum tertata, belum tersedia
petunjuk khusus tempat sampah organik, guna ulang dan non-organik sehingga
dapat membuat wisatawan merasa kurang nyaman, sedangkan pos keamanan
belum stabil sehingga dapat menimbulkan perasaan kurang tenang bagi wisatawan.
Selain itu, di dalam pos keamanan kurang terdapat pencahayaan dan ventilasi
alami, masih terdapat polusi udara dari asap rokok, dan kondisi ruangan yang
lembab. Hal tersebut belum sesuai dengan kriteria dari indikator ketersediaan
fasilitas kebersihan dan keamanan sebagaimana yang dipaparkan oleh Violina dkk
(2017), Mahagangga (2013), Alananzeh (2017), Ragheb et.al (2015) serta
Permenpar No.27/2015, dan Permen PUPR No. 3 Tahun 2013.
Oleh karena itu, dilakukan perencanaan pengembangan sesuai teori dan
standar pada aset fasilitas kebersihan dan keamanan dengan perhitungan sebagai
berikut:

79
a) Fasilitas Kebersihan
Volume tempat sampah = p x l x t
= 0,4 m x 1,04 m x 1 m
panjang zona wisata
Jumlah tempat sampah yang harus tersedia =
jarak tempat sampah
2500 m
=
20 m

= 125 unit
b) Fasilitas Keamanan
Luas pos keamanan = p x l
=2mx2m
= 4 m2
Jumlah pos keamanan yang harus dibangun = 3 unit x 4 m2 = 12 m2
Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan bahwa untuk perencanaan
pengembangan fasilitas kebersihan dibutuhkan tempat sampah berjumlah 125 unit
dengan bahan artificial wood disertai label sampah organik berwarna hijau, guna
ulang berwarna kuning, daur ulang berwarna biru, serta fasilitas keamanan
dibutuhkan pos keamanan yaitu total luas yang dibutuhkan 12m2, sebanyak 3 unit
masing-masing berukuran 4 m2 yang ditempatkan di dekat pintu depan dan tempat
parkir, area berkemah dan penginapan dekat kawah, dan pemandian air panas di
Kawasan Wisata Talaga Bodas. Selain itu, untuk pos keamanan ini dilengkapi
dengan pencahayaan alami dan ventilasi udara untuk menghindari ruangan dengan
kondisi yang lembab, sebagai bentuk pemenuhan elemen pada green architecture.
Berikut merupakan desain rencana pengembangan pusat informasi di Kawasan
Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 4.20.

b. Desain 3D interior fasilitas kebersihan dan keamanan

a. Desain 2D fasilitas kebersihan dan keamanan

c. Desain 3D layout eksterior fasilitas kebersihan dan keamanan

80
Gambar 4.20. Desain Fasilitas Kebersihan dan Keamanan

Maka hasil perencanaan pengembangan pada aset fasilitas kebersihan dan


keamanan yaitu meliputi fasilitas kebersihan dibutuhkan tempat sampah berjumlah
125 unit disertai label sampah organik, guna ulang, dan daur ulang, serta untuk
fasilitas keamanan dibutuhkan 3 unit pos keamanan yaitu total luas yang
dibutuhkan 12m2. Selain itu, sebagai bentuk pemenuhan elemen pada green
architecture untuk elemen sustainable site design yaitu tempat sampah tersusun
menghadap selatan, dan bangunan gedung pos keamanan di kawasan depan
menghadap selatan serta pos keamanan di dekat kawah dan pemandian air panas
menghadap utara, energy and environment berupa pencahayaan alami dari sela
samping atap dan ventilasi alami dari celah bangunan, indoor environmental
quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap terjaga karena mengaplikasikan
material ramah lingkungan, dan conservation of material and resources berupa
atap dari kayu, dinding dari kayu, dan lantai dari kayu. Sehingga perencanaan
pengembangan aset fasilitas kebersihan dan kemanan dari segi letak, jumlah,
ukuran dan bangunannya sesuai dengan teori dari Violina dkk (2016), serta standar
dari Permenpar No.2 Tahun 2021, dan Permen PUPR No. 3 Tahun 2013.
4.2.2.5. Toko Cenderamata
Toko cenderamata merupakan tempat yang menyediakan berbagai benda
yang dibeli oleh wisatawan dari tempat wisata, serta toko cenderamata tersebut
bangunannya memenuhi elemen dari green architecture, serta dapat dengan mudah
ditemui oleh wisatawan, sesuai dengan teori yang telah di acu dari Gordon (1986),
Littrell dkk (1994), Ginting dan Sasmita (2018), Mulogo et.al (2018), dan Ragheb
et.al (2015). Adapun untuk perencanaan pengembangan aset fisik toko
cenderamata di kawasan wisata merujuk pada standar yang digunakan yaitu dari
Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana
Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa toko cenderamata harus dibangun
dengan luas sesuai kebutuhan jenis cenderamata yaitu meliputi ruang display
dengan ukuran minimal 3 x 3 m, dan instalasi listrik/genset, bentuk rak single wall
minimarket dan rak double dengan ukuran panjang papan antara 30cm-40cm, jenis

81
bahan ideal dari besi dengan ketebalan plat antara 0,5-0,6mm dan mampu menahan
berat barang 30-50kg, serta untuk petunjuk arah dan papan nama kios harus
memiliki tulisan yang jelas.
Berdasarkan hasil observasi belum tersedia toko cenderamata di Kawasan
Wisata Talaga Bodas. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala
Resor Talaga Bodas dengan pertanyaan sebagai berikut: “Mengapa belum tersedia
khusus toko cenderamata di Kawasan Wisata Talaga Bodas?”. Adapun jawaban
dari pertanyaan tersebut yaitu:
“Sebenarnya dulu sudah diperbolehkan untuk menjual oleh-oleh khas
talaga bodas seperti kaos dan cenderamata lainnya. Namun masih di
gerai-gerai tempat makanan dan sudah tidak menjual oleh-oleh khasnya
lagi.”

Sehingga hal ini belum sesuai dengan kriteria dari indikator ketersediaan
toko cenderamata sebagaimana yang dipaparkan oleh Ginting dan Sasmita (2018)
dan Mulogo et.al (2018), bahwa toko cenderamata harus mudah ditemukan dan
fungsinya sebagai toko oleh-oleh berbeda tupoksi dengan tempat makanan.
Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan pengembangan sesuai teori
dan standar pada aset fasilitas toko cenderamata berdasarkan hasil dari observasi
dan wawancara, maka berikut ini merupakan perhitungan luas lahan yang
dibutuhkan:
Luas lahan toko cenderamata = 9 m x 3 m
= 27 m2
Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan total luas untuk perencanaan
pengembangan toko cenderamata yaitu 27 m2 yang terdiri dari tiga jenis ruang
display untuk penjualan berbagai jenis barang khas dari Talaga Bodas, dan instalasi
listrik/genset, serta dilengkapi rak single wall minimarket dan rak double dengan
ukuran panjang papan 35 cm, serta terdapat petunjuk arah dan papan nama kios
dengan tulisan yang jelas. Berikut merupakan desain rencana pengembangan toko
cenderamata di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 4.21.

82
b. Desain 3D interior toko cenderamata

a. Desain 2D toko cenderamata

c. Desain 3D layout eksterior toko cenderamata


Gambar 4.21. Desain Toko Cenderamata
Maka hasil perencanaan pengembangan pada fasilitas toko cenderamata
mempunyai total luas lahan 27 m2 yang terdiri dari ruang display, dan instalasi
listrik/genset, serta dilengkapi rak single wall minimarket dan rak double, serta
terdapat petunjuk arah dan papan nama kios dengan tulisan yang jelas. Selain itu,
sebagai bentuk pemenuhan elemen pada green architecture untuk elemen
sustainable site design yaitu bangunan gedung menghadap timur menyesuaikan
dengan ketersediaan lahan yang dapat dibangun, energy and environment berupa
pencahayaan alami dari sela samping atap dan ventilasi alami dari celah bangunan,
indoor environmental quality yaitu suhu dan kelembapan udara tetap terjaga
karena mengaplikasikan material ramah lingkungan, dan conservation of material
and resources berupa atap lurus dari kayu, dinding dari artificial wood, dan lantai
dari kayu. Sehingga perencanaan pengembangan aset fasilitas toko cenderamata
dari segi letak, fasilitas pelengkap, ukuran dan bangunannya sesuai dengan teori
dari Gordon (1986), Littrell dkk (1994), Ginting dan Sasmita (2018), Mulogo et.al
(2018), dan Ragheb et.al (2015), serta standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021.
Berdasarkan pembahasan tersebut pada fasilitas pendukung dilakukan
perencanaan pengembangan dengan menerapkan konsep green architecture
merujuk dari Ragheb (2016) bahwa perencanaan pengembangan harus sesuai
elemen sustainable site design, water conservation and quality, energy and
environment, indoor environmental quality, dan conservation of material and
resources. Berikut merupakan ringkasan penerapan perencanaan pengembangan
fasilitas pendukung pada setiap elemen dengan menerapkan konsep green
architecture.

83
Tabel 4.11. Perencanaan Pengembangan Fasilitas Utama berdasarkan konsep Green
Architecture
Pemenuhan Perencanaan Pengembangan Fasilitas Pendukung berdasarkan konsep
Green Architecture
1. Pusat informasi sustainable site design bangunan gedung menghadap
timur karena menyesuaikan
dengan bangunan awal
water conservation and saluran air otomatis mengalir
quality pada toilet di pusat informasi
energy and environment pencahayaan alami dari sela
samping atap, dan ventilasi
alami dari celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
ramah lingkungan
conservation of material and • atap lurus: kayu
resources • dinding: batu merah dengan
semen ramah lingkungan
dari abu, batu alam dan
artificial wood
• lantai: keramik
2. Area berkemah sustainable site design bangunan area kemah
terbuka, dan tenda tersusun
menghadap utara
water conservation and -
quality
energy and environment pencahayaan dan ventilasi
alami karena berada di ruang
terbuka
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena terdapat
banyak tanaman hijau
disekitar bangunan
conservation of material and masih menggunakan area
resources hijau
3. Area parkir sustainable site design bangunan terbuka menghadap
utara dan selatan
water conservation and -
quality
energy and environment pencahayaan dan ventilasi
alami karena berada di ruang
terbuka
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena terdapat
banyak tanaman hijau
disekitar bangunan
conservation of material and • sekitar area parkir masih
resources berupa tanah dan rumput
• cat pembatas ruang parkir
ramah lingkungan
4. Fasilitas kebersihan dan sustainable site design • tempat sampah tersusun
keamanan menghadap selatan

84
• bangunan gedung pos
keamanan di kawasan depan
menghadap selatan, dan pos
keamanan di dekat kawah
dan pemandian air panas
menghadap utara
water conservation and -
quality
energy and environment pencahayaan alami dari sela
samping atap, dan ventilasi
alami dari celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
ramah lingkungan
conservation of material and • atap lurus: kayu
resources • dinding: kayu
• lantai: kayu
5. Toko cenderamata sustainable site design bangunan gedung menghadap
timur menyesuaikan dengan
ketersediaan lahan
water conservation and -
quality
energy and environment pencahayaan alami dari sela
samping atap, dan ventilasi
alami dari celah bangunan
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
mengaplikasikan material
ramah lingkungan
conservation of material and • atap lurus: kayu
resources • dinding: artificial wood
• lantai: kayu

4.2.3. Infrastruktur
Merujuk pada teori dari Marzuki dkk (2017), Ginting & Sasmita (2018), dan
Mandic et.al (2018) bahwa infrastruktur merupakan penyediaan sistem fisik untuk
memenuhi kebutuhan manusia terdiri dari sistem utilitas berupa air bersih,
jaringan telekomunikasi, dan jaringan listrik, jalan, serta jaringan transportasi.
Namun, berdasarkan hasil analisis pada penelitian studi kasus ditemukan bahwa
kondisi sistem utilitas berupa air bersih sudah memadai, adapun kondisi jalan yang
rusak sudah mulai dilakukan perbaikan oleh dinas pekerjaan umum dan penataan
ruang, serta kondisi jaringan transportasi di kawasan wisata talaga bodas sudah
tersedia angkutan umum berupa ojek. Sedangkan, yang menjadi permasalan
utama yaitu terletak pada sistem utilitas sudah tersedia jaringan listrik dari

85
pembangkit listrik tenanga surya (PLTS), namun tata letak penerangan masih
minim sehingga belum sesuai dengan standar. Oleh karena itu, yang akan
dilakukan perencanaan pengembangan yaitu sistem utilitas berupa jaringan listrik
untuk tata letak penerangan lampu.
Perencanaan pengembangan aset pada infrastruktur merupakan rangkaian
kegiatan sebagai penentuan tujuan akhir dengan kegiatan dimulai dari pembuatan
kebutuhan aset sampai dengan penentuan biaya yang dibutuhkan untuk
menciptakan atau melakukan perbaikan pada penyediaan sistem fisik untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia, merujuk pada teori Sugiama (2013), Sinta
(2020), Kumasi, Franceys, dan Burr (2016); Mandic et.al (2018). Pada
perencanaan pengembangan sistem utilitas berupa jaringan listrik untuk tata letak
penerangan lampu yaitiu dengan menerapkan konsep green building merujuk dari
Ragheb (2016) bahwa perencanaan pengembangan harus sesuai elemen
sustainable site design, water conservation and quality, energy and environment,
indoor environmental quality, dan conservation of material and resources.
Berikut merupakan rencana pengembangan infrastruktur pada sistem utilitas
berupa jaringan listrik untuk tata letak penerangan lampu.

4.2.3.1. Sistem Utilitas (Listrik)


Sistem utilitas salah satunya mencakup pasokan/sumber listrik yang
seharusnya disediakan di kawasan wisata termasuk Kawasan Wisata Talaga Bodas,
dengan menerapkan konsep dari green architecture, merujuk dari Marzuki dkk
(2017), Vengesayi (2009), dan Ragheb et.al (2015). Selain itu, untuk perencanaan
pengembangan mengacu pada landasan normatif yaitu untuk ketersediaan lampu
penerangan dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petujunjuk Operasional
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata bahwa lampu dapat
dibuat dari bahan beton atau kayu dengan dipasang setiap jarak 10 meter dengan
tinggi lampu taman maksimal 4 meter.
Berdasarkan hasil observasi, sudah tersedia sumber listrik dari Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) dilihat dari beberapa panel surya yang ada di
Kawasan Wisata Talaga Bodas, nemun untuk kondisi penerangan lampu masih

86
minim di sepanjang jalan di kawasan wisata yaitu jarak 500 m dari perbatasan
kawah sampai dengan kolam pemandian air panas. Berikut merupakan Gambar
sumber listrik di Kawasan Wisata dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.22. Sistem Utilitas (Listrik)


Selain itu, dari hasil wawancara dengan Kepala Resor Talaga Bodas
dengan pertanyaan: “Mengapa belum tersedia lampu penerangan di sekitar jalan
menuju pemandian air panas?”. Jawaban dari pengelola tersebut yaitu:
“Iya belum tersedia, dan memang bagusnya tersedia di beberapa titik.
Namun beberapa dari alat tenaga suryanya ada yang rusak.”
Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa ketersediaan sistem utilitas
berupa listrik untuk tata letak penerangan lampu belum sesuai dengan kriteria
sebagaimana yang dipaparkan oleh Marzuki dkk (2018), dan Vengesayi (2009),
serta standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021.
Oleh karena itu, perlu dilakukan rencana pengembangan sesuai dengan
teori dan standar pada aset sistem utilitas pada jarak 500m untuk tata letak
penerangan lampu dilakukan perhitungan sebagai berikut:
panjang jarak kawasan wisata
Jumlah lampu jalan yang harus disediakan =
jarak minimal lampu
500
=
10

= 50 lampu untuk PJU


Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut, untuk jarak jalan 500 m di Kawasan
Wisata Talaga Bodas membutuhkan lampu sebanyak 50 untuk dapat menerangi
jalan umum di Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 4.23.

a. Desain layout eksterior

87
b. Desain Interior

Gambar 4.23. Desain Infrastruktur Sistem Utilitas (PJU)

Berdasarkan bahasan di atas, maka hasil perencanaan pengembangan pada


aset infrastruktur untuk sistem utilitas berupa penerangan lampu di Kawasan
Wisata Talaga Bodas yang berjarak 500 m membutuhkan sebanyak 50 unit lampu
untuk dapat menerangi jalan umum di kawasan tersebut. Adapun sebagai bentuk
pemenuhan elemen pada green architecture untuk elemen sustainable site design
yaitu tata letak PJU menghadap timur dan barat menyesuaikan letak penerangan
yang dibutuhkan pada jalan, energy and environment yaitu sumber listrik dari
pembangkit listrik tenaga surya, indoor environmental quality yaitu suhu dan
kelembapan udara tetap terjaga karena mengaplikasikan material ramah
lingkungan, dan conservation of material and resources berupa tiang setiap PJU
menggunakan material kayu. Sehingga perencanaan pengembangan aset
infrastruktur untuk sistem utilitas berupa penerangan lampu di Kawasan Wisata
Talaga Bodas dari segi letak, jumlah, ukuran dan materialnya sesuai dengan teori
dari Marzuki dkk (2017), Vengesayi (2009), dan Ragheb et.al (2015), serta standar
dari Permenpar No.2 Tahun 2021.
Berdasarkan pembahasan tersebut pada fasilitas utama dilakukan
perencanaan pengembangan dengan menerapkan konsep green architecture
merujuk dari Ragheb (2016) bahwa perencanaan pengembangan harus sesuai
elemen sustainable site design, water conservation and quality, energy and
environment, indoor environmental quality, dan conservation of material and
resources. Berikut merupakan ringkasan penerapan perencanaan pengembangan
infrastruktur pada sistem utilitas tata letak penerangan lampu jalan untuk setiap
elemen dengan menerapkan konsep green architecture.
Tabel 4.12. Perencanaan Pengembangan Infrastruktur Sistem Utilitas (PJU) berdasarkan
konsep Green Architecture
Pemenuhan Perencanaan Pengembangan Infrastruktur berdasarkan konsep
Green Architecture

88
1. Sistem utilitas: listrik sustainable site design tata letak PJU menghadap
(PJU) timur dan barat menyesuaikan
letak penerangan yang
dibutuhkan pada jalan
water conservation and -
quality
energy and environment sumber listrik dari
pembangkit listrik tenaga
surya
indoor environmental quality suhu dan kelembapan udara
tetap terjaga karena
banyaknya tanaman hijau
conservation of material and tiang: kayu
resources

4.3. Penyusunan Estimasi Biaya Perencanaan Pengembangan Aset


Sebagaimana diajukan identifikasi masalah pada Bab 1 nomor 2 yaitu
“Menghitung besarnya estimasi biaya yang dibutuhkan untuk membangun aset
fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga
Bodas”. Merujuk pada Siregar (2013), Penyusunan estimasi biaya merupakan salah
satu cara pengorbanan untuk mendapatkan suatu barang yang diharapkan agar
memberikan manfaat pada masa sekarang atau masa yang akan datang. Maka
penjelasan penyusunan estimasi biaya pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas dijelaskan secara rinci di bawah ini.

4.3.1. Biaya Pembongkaran


Biaya pembongkaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
menghancurkan seluruh/sebagian dari material bangunan atau fasilitas guna
memberi manfaat pada masa yang akan datang, sesuai dengan teori yang di acu dari
Siregar, (2013). Biaya pembongkaran yang digunakan yaitu sebesar Rp. 150.000
mengacu pada salah satu artikel untuk pembongkaran rumah
(timbongkarrumah.com, 2022).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat beberapa fasilitas di
Kawasan Wisata Talaga Bodas yang membutuhkan biaya pembongkaran meliputi:
(1) fasilitas utama yaitu empat unit dinding kolam pemandian air panas berukuran
9 m2, pembongkaran 50% pada atap dan dinding serta sekat pada tempat bilas
berukuran 6,25 m2, ruang ganti pakaian berukuran 6,25 m2, dan 2 unit toilet

89
berukuran 6,25 m2; (2) fasilitas pendukung yaitu pusat informasi berukuran 45 m2,
dan fasilitas keamanan berukuran 4 m2. Berikut merupakan perhitungan estimasi
biaya pembongkaran yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Estimasi Biaya Pembongkaran
Total
Jumlah Total Estimasi
No Nama Fasilitas Luas Estimasi Biaya
(Unit) Biaya
Bangunan
Fasilitas Utama
1 Kolam pemandian air panas 4 9 m2 Rp 150.000/m2 Rp 5.400.000
2 Tempat bilas 1 50% x Rp 150.000/m2 Rp 1.406.250
2
6,25 m
3 Ruang ganti pakaian 1 50% x Rp 150.000/m2 Rp 1.406.250
2
6,25 m
4 Toilet 2 50% x Rp 150.000/m2 Rp 2.812.500
6,25 m2
Fasilitas Pendukung
5 Pusat informasi 1 45 m2 Rp 150.000/m2 Rp 6.750.000
2 2
6 Fasilitas keamanan (Pos 1 4m Rp 150.000/m Rp 600.000
keamanan)
Total Estimasi Biaya Pembongkaran Rp 18.375.000

Berdasarkan hasil analisis perhitungan di atas, maka estimasi biaya


pembongkaran sebesar Rp 18.375.000 yaitu untuk pembongkaran: (1) fasilitas
utama yaitu empat unit dinding kolam pemandian air panas, pembongkaran 50%
pada atap dan dinding serta sekat pada tempat bilas, ruang ganti pakaian, dan toilet;
(2) fasilitas pendukung yaitu pusat informasi, dan fasilitas keamanan.
Merujuk pada teori dari Siregar, (2013) dan estimasi biaya pembongkaran
mengacu pada salah satu artikel tim bongkar rumah (timbongkarrumah.com,
2022). Maka hasil perhitungan estimasi biaya pembongkaran sebesar Rp
18.375.000 yaitu untuk pembongkaran: (1) fasilitas utama yaitu empat unit dinding
kolam pemandian air panas, sebagian dari atap dan dinding serta sekat pada tempat
bilas, ruang ganti pakaian, dan toilet; (2) fasilitas pendukung yaitu pusat informasi,
dan fasilitas keamanan.

90
Berdasarkan bahasan di atas, maka estimasi biaya pembongkaran untuk
perencanaan pengembangan aset fasilitas utama dan fasilitas pendukung di
Kawasan Wisata Talaga Bodas dari segi jumlah dan satuan harga sudah sesuai
dengan teori dari Siregar, (2013) dan estimasi biaya pembongkaran mengacu pada
harga pasar pembongkaran dan salah satu artikel tim bongkar rumah
(timbongkarrumah.com, 2022).

4.3.2. Biaya Pembangunan


Biaya pembangunan merupakan biaya yang terdiri dari beberapa metode
untuk perhitungan, salah satunya yaitu metode meter persegi yang digunakan untuk
rencana pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga
Bodas, sesuai dengan teori yang di acu dari Prawoto (2014). Sedangkan untuk
estimasi biaya pembangunan untuk setiap fasilitasnya yang mengacu pada standar
dari mengacu pada standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021 tentang Petunjuk
Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata.
Dari hasil observasi dan wawancara, terdapat beberapa fasilitas di Kawasan
Wisata Talaga Bodas yang membutuhkan estimasi biaya pembangunan meliputi:
(1) fasilitas utama terdiri dari kolam pemandian air panas berupa kolam private
berukuran 3,14 m2 x 0,4m, kolam regular dewasa berukuran 8,43 m2 x 0,6m, dan
anak-anak 6 m2 x 0,35m, pembangunan 50% pada atap dan dinding serta sekat pada
tempat bilas berukuran 6,25 m2, ruang ganti pakaian berukuran 6,25 m2, empat unit
akomodasi berukuran 40,8 m2 dan 2 unit toilet berukuran 6,25 m2; (2) fasilitas
pendukung terdiri dari pusat informasi berukuran 45 m2, penataan area berkemah,
area parkir berukuran 200 m2, fasilitas kebersihan dan keamanan berupa tempat
sampah sebanyak 125 unit, dan tiga pos keamanan berukuran 4 m2, serta toko
cenderamata berukuran 27 m2; (3) infrastruktur yaitu sistem utilitas berupa listrik
untuk penempatan tata letak lampu penerangan yaitu penerangan jalan umum (PJU)
sebanyak 50 unit. Berikut merupakan perhitungan estimasi biaya pembangunan
yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Estimasi Biaya Pembangunan

91
Jumlah Total Luas Total Estimasi
No. Aset Estimasi Biaya
(Unit) Bangunan Biaya
Fasilitas Utama
1 Kolam pemandian air panas
Kolam private 3 3,14 m2 x 0,4m Rp 3.500.000/m3 Rp 13.188.000
2 3
Kolam regular 2 8,43 m x 0,6m Rp 3.500.000/m Rp 35.406.000
(dewasa)
Kolam regular 1 6 m2 x 0,35m Rp 3.500.000/m3 Rp 7.350.000
(anak-anak)
Total biaya kolam pemandian air panas Rp 55.944.000
2 2
2 Tempat bilas 1 50% x 6,25 m Rp 6.500.000/m Rp 20.312.500
3 Ruang ganti Rp 20.312.500
1 50% x 6,25 m2 Rp 6.500.000/m2
pakaian
4 Akomodasi Rp 102.050.000
4 40,82 m2 Rp 2.500.000/m2
penginapan
5 Toilet 2 50% x 6,25 m2 Rp 6.500.000/m2 Rp 40.625.000
Fasilitas Pendukung
6 Pusat informasi 1 45 m2 Rp 5.750.000/m2 Rp 258.750.000
Papan pusat 1 - Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
informasi
Total pengadaan pusat informasi Rp 260.250.000
7 Area parkir 1 200 m2 Rp 1.250.000/m2 Rp 250.000.000
8 Fasilitas kebersihan dan keamanan
Tempat sampah 125 - Rp 3.966.896/m2 Rp 495.862.000

Pos keamanan 3 4 m2 Rp 1.015.850/ m2 Rp 12.190.200


Total Fasilitas kebersihan dan keamanan Rp 508.052.200
2 2
9 Toko cenderamata 1 27 m Rp 4.500.000/m Rp 121.500.000
Infrastruktur
10 Penerangan Jalan Umum (PJU)
Pengadaan lampu 50 - Rp 6.000.000/unit Rp 300.000.000
Pengecoran tiang 50 - Rp 377.193/unit Rp 18.859.650
Ongkos angkut 50 - Rp 69.704/unit Rp 3.485.200
Sambungan dari 50 - Rp 3.900.000/unit Rp 195.000.000
PLTS
Total biaya PJU Rp 517.344.850

92
Total Estimasi Biaya Pembangunan Rp 1.896.391.050

Berdasarkan hasil analisis perhitungan di atas, maka total estimasi biaya


pembangunan sebesar Rp 1.896.391.050 untuk rencana pengembangan aset
meliputi: (1) fasilitas utama terdiri dari kolam pemandian air panas, pembangunan
50% pada atap dan dinding serta sekat pada tempat bilas, ruang ganti pakaian,
akomodasi dan toilet; (2) fasilitas pendukung terdiri dari pusat informasi, area
berkemah, area parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata;
(3) infrastruktur yaitu sistem utilitas berupa listrik dan penempatan tata letak lampu
penerangan.
Merujuk pada teori dari Prawoto (2014), dan standar Permenpar No.2
Tahun 2021. Maka hasil perhitungan estimasi biaya pembangunan sebesar Rp
1.896.391.050 untuk rencana pengembangan aset meliputi: (1) fasilitas utama
terdiri dari kolam pemandian air panas, sebagian dari tempat bilas, ruang ganti
pakaian, akomodasi dan toilet; (2) fasilitas pendukung terdiri dari pusat informasi,
area berkemah, area parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan, serta toko
cenderamata; (3) infrastruktur yaitu sistem utilitas berupa listrik dan penempatan
tata letak lampu penerangan.
Berdasarkan bahasan di atas, maka estimasi biaya pembangunan untuk
perencanaan pengembangan aset aset fasilitas utama, fasilitas pendukung dan
infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas dari segi jumlah dan satuan harga
sudah sesuai dengan teori dari Prawoto (2014), dan standar Permenpar No.2 Tahun
2021.
Berdasarkan hasil perhitungan estimasi maka dapat disimpulkan bahwa
total estimasi biaya pada perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur yaitu sebesar Rp 1.914.766.050. terdiri dari estimasi biaya
pembongkaran, dan biaya pembangunan.

4.4. Luaran Proyek Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan


Infrastruktur
Sebagaimana diajukan luaran proyek pada Bab 1 yaitu “Luaran proyek
meliputi: (1) Buku Laporan perencanaan pengembangan aset fasilitas dan

93
infrastruktur pada Kawasan Wisata Talaga Bodas; (2) Poster Layout 2D Map; dan
(3) Video Desain 3D Kawasan Wisata Talaga Bodas”. Berikut merupakan uraian
dari masing-masing luaran tersebut.

4.4.1. Buku Laporan Perencanaan Pengembangan Aset Fasilitas dan


Infrastruktur
Pada buku laporan ini menyajikan perencanaan pengembangan aset fasilitas
dan infrastruktur. Merujuk pada teori Sugiama (2013), Kumasi, Franceys, dan Burr
(2016), Ragheb et.al (2016), Marzuki dkk (2017), Sinta (2020), Meo dan Suryawan
dkk (2018), Mi dkk (2019), dan Mandic et.al (2018) bahwa perencanaan
pengembangan aset pada fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur
merupakan rangkaian kegiatan sebagai penentuan tujuan akhir dengan kegiatan
dimulai dari pembuatan kebutuhan aset sampai dengan penentuan biaya yang
dibutuhkan untuk menciptakan atau melakukan perbaikan pada aset tersebut
dengan menggunakan konsep green architecture untuk keperluan wisatawan di
kawasan wisata.
Hasil observasi dan wawancara menunjukan bahwa pada fasilitas utama
yang sudah tersedia kolam pemandian air panas, ruang ganti pakaian, toilet, dan
belum tersedia akomodasi berupa penginapan dan tempat bilas. Pada fasilitas
pendukung yang sudah tersedia yaitu pusat informasi, area berkemah, area parkir,
fasilitas kebersihan dan keamanan, serta belum tersedia toko cenderamata,
sedangkan untuk infrastruktur belum tersedia sistem utilitas berupa listrik untuk
penerangan lampu jalan menuju pemandian air panas.
Berdasarkan data tersebut masih terdapat beberapa fasilitas utama, fasilitas
pendukung dan infrastruktur yang belum tersedia, dan beberapa fasilitas utama,
fasilitas pendukung yang sudah tersedia namun belum memadai dan belum
sepenuhnya menerapkan konsep green architecture hal ini belum sesuai dengan
kriteria dari teori dari Ragheb et.al (2016), Marzuki dkk (2017), Sinta (2020), Meo
dan Suryawan dkk (2018), Mi dkk (2019), dan Mandic et.al (2018).
Oleh karena itu, pada proyek ini yaitu dilakukan rencana pengembangan
meliputi: (a) fasilitas terdiri dari: (1) fasilitas utama berupa kolam pemandian air

94
panas bertema natural hot spring, tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi
berupa cottage bertema ecological dan toilet; (2) fasilitas pendukung terdiri dari
pusat informasi, area berkemah, area parkir, fasilitas kebersihan dan keamanan,
serta toko cenderamata; dan (b) infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa
listrik.
Fasilitas utama terdiri dari: (1) Kolam pemandian air panas dengan total luas
kolam yaitu 32 m2 terbagi atas tiga kolam pemandian air panas private berukuran
masing-masing sama yaitu 3,14 m2 dengan kedalaman 40cm dan kolam pemadian
air panas regular berukuran masing-masing 8,43 m2 dengan kedalaman 60cm
untuk laki-laki, 6 m2 dengan kedalaman 35 cm untuk anak-anak, dan 8,215 m2
dengan kedalaman 60cm untuk perempuan dengan tema natural hot spring sesuai
konsep green architecture; (2) Tempat bilas dengan total luas 6,25 m2 terbagi atas
dua ruang tempat bilas untuk laki-laki dan 2 ruang tempat bilas untuk perempuan
sesuai dengan konsep green architecture; (3) Ruang ganti pakaian dengan total
luas 6,25 m2 terbagi atas tiga ruang ganti pakaian untuk laki-laki dan perempuan,
serta dilengkapi tempat penyimpanan/penitipan barang berdasarkan konsep green
architecture; (4) Akomodasi penginapan dengan total luas lahan yang dibutuhkan
163,28 m2, penginapan ini terdiri dari empat unit, yang dilengkapi dengan kran
otomatis, pencahayaan alami dan ventilasi udara untuk menghindari ruangan
dengan kondisi yang lembab, dan penginapan ini merupakan penginapan semi
permanen bertema ecological sesuai dengan konsep green architecture, dan (5)
Toilet dengan total luas 6,25 m2 terbagi atas dua ruang toilet untuk laki-laki dan
dua ruang toilet untuk perempuan dengan menerapkan konsep green architecture.
Fasilitas pendukung terdiri dari: (1) Pusat informasi dengan total luas
lahan yang dibutuhkan 45 m2, dilengkapi ruangan lobby, ruang
pengelola/administrasi, service desk, ruang display, lounge pengunjung, toilet yang
dilengkapi dengan kran otomatis, dan gudang, serta pusat informasi ini
mengaplikasikan konsep bangunan green architecture; (2) Area berkemah dengan
total luas lahan area berkemah yang tersedia yaitu 136,72 m2, yang dapat didirikan
tenda sebanyak 11 tenda, berukuran 3x2 m. Selain itu, untuk perencanaan
pengembangan area berkemah ini memperhatikan papan petunjuk area berkemah,

95
aman bagi wisatawan karena sudah disesuaikan dengan tata letak ketersediaan
lahan dan tersedia luas lahan untuk sirkulasi udara, serta memenuhi elemen pada
green architecture, (3) Area parkir dengan total luas lahan 200 m2, untuk kapasitas
53 unit sepeda motor, dan 8 unit mobil penumpang, dengan pola parkir terbaik
dengan membentuk sudut 90° agar mempunyai daya tampung lebih banyak serta
dilengkapi oleh lampu penerangan, pos petugas parkir dan rambu-rambut petunjuk
parkir, serta memperhatikan tata letaknya sebagai salah satu bentuk pemenuhan
elemen pada green architecture; (4) Fasilitas kebersihan dan keamanan meliputi
fasilitas kebersihan dibutuhkan tempat sampah berjumlah 125 unit dengan bahan
artificial wood disertai label sampah organik, guna ulang, dan daur ulang, serta
untuk fasilitas keamanan dibutuhkan 3 unit pos keamanan yaitu total luas yang
dibutuhkan 12m2 dengan memenuhi elemen dari green architecture, (5) Toko
cenderamata dengan total luas lahan 27 m2 yang terdiri dari ruang display, dan
instalasi listrik/genset, serta dilengkapi rak single wall minimarket dan rak double,
serta terdapat petunjuk arah dan papan nama kios dengan tulisan yang jelas, serta
memenuhi elemen green architecture.
Infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa listrik untuk penerangan
lampu di Kawasan Wisata Talaga Bodas yang berjarak 500 m membutuhkan
sebanyak 50 unit lampu untuk dapat menerangi jalan umum di kawasan tersebut,
dengan memperhatikan elemen pada green architecture.
Berdasarkan bahasan tersebut dilakukan perencanaan pengembangan pada
fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur dari segi letak, jumlah,
ukuran dan materialnya sesuai dengan teori dari Sugiama (2013), Kumasi,
Franceys, dan Burr (2016), Ragheb et.al (2016), Marzuki dkk (2017), Sinta (2020),
Meo dan Suryawan dkk (2018), Mi dkk (2019), dan Mandic et.al (2018).
Selain itu, pada buku laporan ini dilengkapi dengan estimasi biaya.
Estimasi Biaya merupakan salah satu cara pengorbanan untuk mendapatkan suatu
barang yang diharapkan agar memberikan manfaat pada masa sekarang atau masa
yang akan datang, meliputi estimasi biaya untuk pembongkaran dan pembangunan.
(Siregar, 2013; dan Prawoto, 2014), serta standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021

96
tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang
Pariwisata untuk standar pembangunan fasilitas dan infrastruktur.
Hasil observasi dan wawancara ditemui bahwa terdapat beberapa fasilitas
dan infrastruktur yang membutuhkan estimasi biaya, meliputi: (1) Biaya
pembongkaran untuk fasilitas utama berupa empat unit dinding kolam pemandian
air panas, pembongkaran 50% pada atap dan dinding serta sekat pada tempat bilas,
ruang ganti pakaian, dan toilet; (2) fasilitas pendukung yaitu pusat informasi, dan
fasilitas keamanan; (2) Biaya pembangunan untuk fasilitas utama terdiri dari kolam
pemandian air panas, pembangunan 50% pada atap dan dinding serta sekat pada
tempat bilas, ruang ganti pakaian, akomodasi dan toilet, selain itu untuk fasilitas
pendukung terdiri dari pusat informasi, area berkemah, area parkir, fasilitas
kebersihan dan keamanan, serta toko cenderamata, dan untuk infrastruktur yaitu
sistem utilitas berupa listrik dan penempatan tata letak lampu penerangan.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kondisi dan ketersediaan dari
fasilitas dan infrastruktur, serta tindak lanjut untuk perhitungan estimasi biaya
belum sesuai dengan pemenuhan teori dari Sugiama (2013), Kumasi, Franceys,
dan Burr (2016), Ragheb et.al (2016), Marzuki dkk (2017), Sinta (2020), Meo dan
Suryawan dkk (2018), Mi dkk (2019), Mandic et.al (2018), Siregar, 2013; Amri,
2006, dan Siregar 2013, dan Prawoto, 2014.
Oleh karena itu, dilakukan perhitungan estimasi biaya meliputi biaya
pembongkaran dan pembangunan pada fasilitas dan infrastruktur tersebut sesuai
teori dan standar. Estimasi biaya pembongkaran sebesar Rp 18.375.000, dan biaya
pembangunan sebesar Rp 1.896.391.050, sehingga total estimasi biaya untuk
perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur yaitu sebesar Rp
1.914.766.050.
Sehingga perhitungan estimasi biaya untuk pebongkaran dan
pembangunan pada perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur
sebesar Rp 1.914.766.050 telah sesuai dengan standar dari Siregar, 2013; dan
Siregar 2013, dan Prawoto, 2014, serta standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021.

97
4.4.2. Poster Layout Zonasi 2D Map
Layout 2D ini berupa site plan untuk rencana pengembangan aset fasilitas
dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas. Merujuk pada teori dari Beljai
dkk (2014) dan Mulyana dkk (2019) bahwa lahan di kawasan wisata konservasi
terbagi atas tiga zona meliputi zona intensif untuk pengembangan ruang aktif dan
pasif, zona semi intensif untuk ruang pembatasan aktivitas dan bangunan fasilitas
dengan tujuan agar tidak merusak alam, dan zona ekstensif untuk fasilitas
pemenuhan aktivitas minat khusus.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara ditemui bahwa Kawasan
Wisata Talaga Bodas merupakan kawasan wisata yang dikembangkan di lahan
konservasi terdiri dari beberapa fasilitas dan infrastruktur yang disediakan. Namun
belum tersedia peta lokasi pembagian fasilitas dan infrastruktur yang jelas di
Kawasan Wisata Talaga Bodas. Berikut merupakan zonasi awal objek proyek di
Kawasan Wisata Talaga Bodas dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Objek Proyek di Kawasan Wisata Talaga Bodas


Zona fasilitas dan infrastruktur yang sudah tersedia di kawasan wisata dapat
dilihat pada Gambar 4.4. ditandai dengan simbol angka 1 sampai dengan 5, sebagai
berikut.
1. Titik 1: Kawasan untuk fasilitas utama terdiri dari Area parkir dan Toilet
dan akan disediakan toko cenderamata, dan fasilitas pendukung
terdiri dari fasilitas kebersihan berupa tempat pembuangan

98
sampah dan gudang penyimpanan alat kebersihan dan keamanan
berupa pos keamanan.
2. Titik 2: Kawasan untuk fasilitas pendukung terdiri dari fasilitas
kebersihan berupa tempat pembuangan sampah dan pusat
informasi.
3. Titik 3: Kawasan untuk fasilitas utama yaitu toilet.
4. Titik 4: Kawasan untuk fasilitas pendukung terdiri dari area berkemah dan
akan disediakan akomodasi semi permanen.
5. Titik 5: Kawasan untuk fasilitas utama terdiri dari kolam pemandian air
panas, toilet, ruang ganti pakaian dan akan disediakan khusus
fasilitas tempat bilas.
Berdasarkan data tersebut sudah tersedia zonasi mencakup: (1) fasilitas
utama terdiri dari kolam pemandian air panas, ruang ganti pakaian, dan toilet; (2)
fasilitas pendukung terdiri dari pusat informasi, area berkemah, area parkir, fasilitas
kebersihan dan keamanan. Sedangkan belum tersedia zonasi pada fasilitas utama
untuk tempat bilas dan akomodasi, fasilitas pendukung untuk toko cenderamata,
dan infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa listrik untuk penerangan jalan
menuju pemandian air panas. Sehingga hal ini belum sesuai dengan kriteria dari
Marzuki dkk (2017), Sinta (2020), Meo dan Suryawan dkk (2018), Mi dkk (2019),
dan Mandic et.al (2018).
Oleh karena itu, diperlukan site plan untuk rencana pengembangan
fasilitas utama, fasilitas pendukung dan infrastruktur sesuai dengan teori dan
standar bahwa di kawasan wisata terdiri atas tiga jenis zonasi meliputi zona intensif,
zona semi intensif dan zona ekstensif. Berikut merupakan uraian untuk setiap zona
tersebut.
1. Zona intensif
Pada zona intensif ini terdiri dari fasilitas utama berupa toilet dan fasilitas
pendukung berupa pusat informasi, area parkir dan fasilitas kebersihan dan
keamanan, serta infrastruktur berupa listrik untuk penerangan jalan.
Gambar 4.x. Zona Intensif Kawasan Wisata Talaga Bodas
2. Zona semi intensif

99
Fasilitas pada zona intensif meliputi fasilitas utama berupa akomodasi
penginapan, area berkemah, dan fasiilitas pendukung berupa toko cenderamata.
Gambar 4.x. Zona Semi intensif Kawasan Wisata Talaga Bodas
3. Zona ekstensif
Zona ekstensif terdiri dari fasilitas utama berupa pemandian air panas, ruang
ganti pakaian, dan tempat bilas.
Gambar 4.x. Zona Ekstensif Kawasan Wisata Talaga Bodas

4.4.3. Video Desain 3D Kawasan Wisata Talaga Bodas


Video desain 3D rencana pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur
merupakan bentuk penyajian rencana pengembangan yang lebih ilustratif. Berikut
merupakan link video dari rencana pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur
di Kawasan Talaga Bodas xxx

4.5. Kelebihan dan Keterbatasan Proyek


Terdapat beberapa kelebihan dan keterbatasan pada pelaksanaan proyek
perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur di Kawasan Wisata
Talaga Bodas. Berikut merupakan uraian dari kelebihan dan keterbatasan proyek
tersebut.

4.5.1. Kelebihan Proyek


Kelebihan proyek perencanaan pengembangan fasilitas dan infrastruktur ini
meliputi:
1. Proyek perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur dengan
menggunakap konsep green architecture sebagai upaya melestarikan lanskap
kawasan lestari yang ramah lingkungan.
2. Perencanaan pengembangan aset fasilitas yang memiliki tema identic yaitu
kolam pemandian air panas bertema natural hot spring dan akomodasi
penginapan berupa cottage bertema ecological.
3. Proyek ini menyertakan gambar desain rancangan pengembangan aset fasilitas
dan infrastruktur, dan estimasi biaya untuk menunjang perencanaan
pengembangannya.

100
4.5.2. Keterbatasan Proyek
Adapun untuk keterbatasan proyek perencanaan pengembangan fasilitas
dan infrastruktur meliputi:
1. Proyek perencanaan pengembangan hanya mengkaji aset fasilitas utama,
fasilitas pendukung dan infrastruktur berupa sistem utilitas pada listrik untuk
penerangan lampu jalan.
2. Belum adanya pertimbangan Detail Engineering Design (DED) pada proyek
ini
3. Pertimbangan estimasi biaya pada proyek ini hanya mengacu pada teori,
standar peraturan dan harga pasar.

4.6. Implikasi Manajerial


Berdasarkan hasil proyek perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur berdasarkan konsep green architecture di Kawasan Wisata Talaga
Bodas, diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan
perencanaan pengembangan di kawasan wisata tersebut. Guna untuk meingkatkan
kualitas layanan aset bagi wisatawan, perlu dilakukan tindak lanjut dari pengelola
meliputi:
1. Membentuk tim untuk melaksanakan proyek perencanaan pengembangan aset
fasilitas dan infrastruktur di Kawasan Wisata Talaga Bodas
2. Mengkaji ulang rencana pengembangan aset fasilitas utama dan infrastruktur
dan estimasi biaya pengembangan aset tersebut dengan standar terbaru.
3. Menyusun Detail Engineering Design (DED) untuk setiap perencanaan aset
fasilitas dan infrastruktur.
4. Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) secara detail dan melakukan
pembangunan secara bertahap sesuai prioritas jika anggaran yang dibutuhkan
terbatas.

101
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan mengenai perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur
berdasarkan konsep green architecture di Kawasan Wisata Talaga Bodas sebagai
berikut:
1. Aset fasilitas meliputi: (1) fasilitas utama yang sudah tersedia kolam
pemandian air panas, ruang ganti pakaian, toilet, dan belum tersedia akomodasi
berupa penginapan dan tempat bilas; (2) fasilitas pendukung yang sudah
tersedia yaitu pusat informasi, area berkemah, area parkir, fasilitas kebersihan
dan keamanan, serta belum tersedia toko cenderamata. Sedangkan infrastruktur
yang belum tersedia sistem utilitas berupa listrik untuk penerangan lampu jalan

102
menuju pemandian air panas. Hal ini belum memenuhi kriteria kebutuhan.
Sehingga untuk perencanaan pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur
berdasarkan green architecture dapat dirancang meliputi:
a. fasilitas meliputi: (1) fasilitas utama terdiri dari kolam pemandian air
panas bertema natural hot spring dengan total luas yaitu 32 m2, tempat
bilas berukuran 6,25 m2, ruang ganti pakaian berukuran 6,25 m2,
akomodasi berupa cottage bertema ecological dengan total luas lahan
yang dibutuhkan 163,28 m2, dan toilet berukuran 6,25 m2; (2) fasilitas
pendukung terdiri dari pusat informasi dengan total luas lahan yang
dibutuhkan 45 m2, area berkemah dengan total luas lahan area berkemah
yang tersedia yaitu 136,72 m2, area parkir dengan total luas lahan 200 m2,
fasilitas kebersihan dan keamanan meliputi fasilitas kebersihan
dibutuhkan tempat sampah berjumlah 125 unit, serta untuk fasilitas
keamanan dibutuhkan 3 unit pos keamanan dengan total luas yang
dibutuhkan 12m2, serta toko cenderamata berukuran 27 m2.
b. infrastruktur terdiri dari sistem utilitas berupa listrik untuk tata letak
penerangan lampu di Kawasan Wisata Talaga Bodas yang berjarak 500 m
membutuhkan sebanyak 50 unit lampu.
2. Estimasi biaya untuk perencanaan pengembangan aset fasilitas dan
infrastruktur yaitu sebesar Rp 1.914.766.050, meliputi biaya pembongkaran
sebesar Rp 18.375.000, dan biaya pembangunan sebesar Rp 1.896.391.050.

5.1. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, proyek ini membahas mengenai perencanaan
pengembangan aset fasilitas dan infrastruktur merujuk pada Sugiama (2013),
Kumasi, Franceys, dan Burr (2016), Ragheb et.al (2016), Marzuki dkk (2017), Sinta
(2020), Meo dan Suryawan dkk (2018), Mi dkk (2019), dan Mandic et.al (2018),
maka saran yang dapat diberikan meliputi:
1. Pada proyek ini hanya membahas rencana pengembangan untuk fasilitas dan
infrastruktur berupa sistem utilitas terdiri dari air bersih, listrik dan jaringan
telekomunikasi merujuk pada Vengesayi (2009) dan Marzuki dkk (2017).

103
Namun pada proyek ini hanya membahas mengenai rencana pengembangan
listrik untuk penerangan lampu jalan, oleh karena itu sebaiknya perlu dilakukan
rencana pengembangan untuk pengelolaan air bersih dan jaringan
telekomunikasi.
2. Perhitungan estimasi biaya hanya dilakukan pada tahun 2022 berdasarkan teori
dari Siregar, 2013; Amri, 2006, dan Siregar 2013, dan Prawoto, 2014, serta
standar dari Permenpar No.2 Tahun 2021. Sehingga apabila proyek ini
dilakukan selain pada tahun 2022, perlu dilakukan perhitungan kembali
meyesuaikan dengan teori dan standar terbaru serta memperhatikan faktor lain
seperti inflasi untuk pembangunan pada masa mendatang.

104
DAFTAR PUSTAKA

A. Kušen, (2010). A system of tourism attractions, Tourism: An International


Interdisciplinary. Journal, vol. 58, 2010, pp. 409–424.
Ahmed, Ishtiaque. (2013). Road Infrastructure and Road Safety. Journal Transport
and Communication Bulletin for Asia and the Pasific. No. 83, pp. 19-25.
Alananzeh. (2017). Impact of Safety Issues and Hygiene Perceptions on Customer
Satisfaction: A Case Study of Four- and Five-Star Hotels in Aqaba, Jorban.
Journal Tourism Research Hospitality. Vol. 6 (1).
Alma, B. (2015). Pengantar Bisnis. Alfabeta.
Ariansyah dkk. (2012). Kawasan Wisata Taman Air (Water Park) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Kabupaten Gunung Kidul. Maji, Vol. 1 (2), pp. 219-
228.
Ariesta,et.al. (2020). Effect Of Attraction, Accessibility and Facilities On
Destination Images And It’s Impact On Revisit Intention In The Marine
Tourism Of The Wakatobi Regency.International Journal Of Scientific &
Technology Research, Vol. 9 (03).
Asosiasi Toilet Indonesia (ATI), (2016). Understanding of Public Toilet, Expo
Clean.
Bacon, (1997). Using AMOS for Structural Equation Modelling In Market
Research. Lynd. Bacon & Associaes. SPSS Inc.
Bacon, W. (1997). The rise of the German and the demise of the English spa
industry: A critical analysis of business.
Burcu (2015), “Sustainability Education by Sustainable School Design” Dokuz
Eylul University, Departement of Architecture, Turkey Procedia – Social
and Behavioral Sciences 186 (2015). Pp.868-873.
Beljai, Matheus. Muntasib, Harini., dan Sustyantara. (2014) Konsep Penataan
Lanskap untuk Wisata Alam di Kawasan Taman Wisata Alam Sorong.
Jurnal Manusia dan Lingkungan. 1 (3).
Bonadonna, Lucia dan Giuseppina La Rosa. (2019). A Review and Update on
Waterborne Viral Diseases Associated with Swimming Pools.

xiii
International Journal of Environment Research and Public Health. Vol.
16 (166), pp. 1-11.
Bluyssen PM and Cox C. (2002). Indoor environment quality and upgrading of
European office buildings. Energy and Buildings. Pp. 155-162.
Bowersox, C. (1981). Introduction to Transportation. New York:
MacmillanPublishing Co, Inc.
Campbell, John. D, dan Jardine. (2011), Second Edition Asset Management
Excellence Optimizing Equipment Life Cycle Decisions, USA:
Taylor & Francis Group.
Ceballos, Lascurain, H. (1996). Tourism, ecotourism, and protected areas.
Cambridge: IUCN.
Clarkson, H. Oglesby. (1999). Alih Bahasa, Teknik Jalan Raya Jilid 1, Gramedia,
Jakarta.
Crilley, G., Weber, D., dan Taplin, R. (2012). Predicting visitor satisfaction in
parks: Comparing the value of personal benefit attainment and service
levels in Kakadu National Park, Australia. Visitor Studies, Vol. 15, pp.
217–237.
Crouch, G. I dan Ritchie, J. R. (2000). The Competitive Destination: a sustainability
perspective. Tourism Management, 21.
Diwari dan Setijanti (2016). Pendekatan Arsitekrur Bioklimatik Pada Bangunan
Pesisir. Jurnal Sains & Seni Institut Teknologi Sepuluh November.
Dedi, J (TT). Anggaran Biaya Kolam Renang. Di akses pada id.scribd.com.
Edress. (2014). Study on Impact of Household Environment Factors Regarding
Milk Storage and Wheat Powder Prepared for Feeding Infants and Some
Other Regular Storage Flour Infested with Suidasinesbetti. Journal of
American Science. Vol. 10(10).
Erfurt, Patricia J. (2011). An Assessment of the Role of Natural Hot and Mineral
Springs in Health, Wellness, and Recreational Tourism. James Cook
University.
Fesenmater, Daniel R. (2015). Traveler Use of Visitor Information Centers:
Implications for Development in Illnois.

xiv
Ghozali, I., (2011), Structural Equation Modeling Alternative Methods with Partial
Least Square (PLS), Edition 3, Publishing Agency: Diponegoro
University.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20.
Semarang: Badan Penerbit-Universitas Dipenogoro.
Ginting, N., dan Sasmita, A. (2018). Developing Tourism Facilities Based on
Geotourism in Silalahi Village, Geopark Toba Caldera. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science, 126.
Gordon, R.M (1986). Folk Psychology as Simulation. Mind and Language, 1 (2)
Grigg, N. (1988). Infrastruktur Engineering and Management, John Wikey & Sons.
Hair, J.F., Black, WC., Babin, BJ. dan Anderson, R.E. (2010). Multivariate Data
Analysis. 7th Edition, Pearson, New York.
Hall, R. dan Holloway, J.D. (1998): Biogeography and Geological Evolution of SE
Asia.
Hastings, N. A. J. (2015). Physical Asset Management (Second ed). Brisbane,
Australia: Springer.
Hermawan, Hary. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran
Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, Vol. III (2).
Imika dan Ekpo. (2012). Infrastruktur and Tourism Development in Nigeria: The
Case Study of Rivers State. International Journal of Economic
Development Research and Investment. Vol. 3, (2). pp. 55.
J. Priskin, (2001). Assessment of natural resources for nature-based tourism: the
case of the Central Coast Region of Western Australia, Journal of Tourism
Management. Vol. 22, Elsevier, pp. 637-648. DOI:
https://doi.org/10.1016/S02615177(01)00039-5.
Kawale, Shailesh Keshaorao, Hemiata Thakur, dan Vivek Sharma. (2018).
Assesment of Knowing Practice Gap Regarding Sanitary Toilet – A
Hospital Based Cross-Sectional Study. Intenational Journal of Medical
Science and Public Health. Vol. 7(9), pp. 1-5.
Kumasi, Franceys, dan Burr (2016). Assessing the scope for rural water infrastructure
asset management in Ghana. Working Paper. See discussions, stats, and

xv
author profiles for this publication at:
https://www.researchgate.net/publication/321098364.
Keqa, A. (2016). 4 Key Stages of Asset Management Lifecycle. Professional
Evaluation and Certification Board.
Lee, Cheng Fei dan Brian King. (2010). International Competitiveness in Hot
Spring Tourism: An Application of The Analytical Hierarchy Process
Approach. Tourism Analysis. Vol. 15, pp. 531-544.
Littrel, PC., Billingxley BS., dan Cross LH. (1994). The Effects of Principal
Support on Special and General Educators Stress, Job Satisfaction, School
Commitment, Health, and Intent to stay in teaching, Remedial and Special
Education. 15(5).
Lo, A. Wu, C dan Tsai, H. (2015) The impact of service quality on positive
consumption emotions in resort and hotel spa experiences. J. Hosp. Mark.
Manag, pp. 155–179.
Loureiro, S.M.C, dan Gonzalez, F.J.M. (2008). The Importance of Quality,
Satisfaction, Trust, and Image in Relation to Rural Tourist Loyalty. J.
Travel Tour. Mark, 25, pp. 117–136.
Lucivero, Marilena. (TT). Camping and Open-Air Tourism: An Opportunity for
Sustainable Tourism in Coastal Areas.
Machete et.al. (2015). Influence of Energy Saving on The Quality of Lighting
Services on Selected Hotels in Mpumalanga, Republic of South Africa.
African Journal of Science, Technology, Innovation and Development.
Mahagangga, dkk. (2013). Keamanan Dan Kenyamanan Wisatawan Di Bali
(KajianAwal Kriminalitas Pariwisata). Bali: Universitas Udayana.
Mahajan, G.B, dan Balachandran, L. (2016). Sources of antibiotics: Hot springs.
Biochem. Pharmacol. Pp.134, 35–41.
Mandic, A. et.al., (2018). Tourism Infrastruktur, Recreational Facilities And
Tourism Development. Tourism and Hospitality Management, Vol. 24,
No. 1, 2018, 010205.
Marzuki, et.al. (2017). Linking Nature-Based Tourism Attributes To Tourist’s
Satisfaction. Journal Anatolia.

xvi
Mulyana dkk, 2019. Ruang Adaptif Refleksi Penataan Zona/Blok Di Kawasan
Konservasi. Jakarta Selatan: Direktorat Pemolaan dan Informasi
Konservasi Alam (PIKA), Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya
Alam dan Ekosistem (KSDAE) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Meo, Desi Deratus Adven dan Ida Bagus Suryawan. (2018). Penanganan
Lingkungan Fisik Di Objek Wisata Air Panas Desa Mengeruda,
Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Destinasi
Pariwisata. Vol. 6 (2), pp. 283-291.
Mescon, et.al. (2002), Business Today, Tenth Edition, Prentice Hall, New Jersey.
Mi, et.al. (2019). Exploring the Determinants of Hot Spring Tourism Customer
Satisfaction: Causal Relationships Analysis Using ISM. Sustainability. 11.
2613.
Mill. Robert Christie. (2000). Tourism The International Bussiness. Edisi Satu.
Diterjemahkan oleh Tri Budi Sastrio. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mulogo et.al. (2018). Water, Sanitation and Hygiene Service Availability at Rural
Health Care Facilities in Southwestern Uganda. Journal of Environment
and Public Health.
Nagaj, Rafal dan Brigita Zuromskaite. (2020). Security Measures as a Factor in the
Competitiveness of Accomodation Facilities. Journal of Risk and Financial
Management. Vol. 13 (99), pp. 1-16.
Nazir, Moch. (2013). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nugroho. (2018). Beberapa Masalah Dalam Pengembangan Sektor Pariwisata di
Indonesia. Journal Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Dipernogoro Semarang. Pariwisata, Vol. 7 No.2.
Nugroho, F.A., Anang Sutono dan Tatang Sopian. (2021). The Influence of
Destination Atrributes on Tourist’s Length of Stay in Kebumen Regency,
Central Java. Journal Bisnis dan Manajemen, 22(1), pp. 40-50.
Oliver, R.L. (1999). Whence Consumer Loyalty. pp. 33,63
Pahlawan, dkk. (2020). Perancangan Gazebo di Taman Ir.H.Djuanda. E-Proceeding
of Art & Design: Vol.7, No.1. pp. 445.

xvii
Prideaux, B. (2000). The role of The Transport System in Destination Development.
Tourism Management, 21: 53 -63
Putri, dkk. (2021). Tourist Attraction and Tourist Motivation in The Patuha
Mountain Area, West Java. Indonesian Journal of Geography, Vol. 53, No.
1.
Prawoto, A. (2014). Teori dan Praktek Penilaian Properti. Yogyakarta: BPFE.
Rabi et.al. (2007). Sanitary Conditions of Public Swimming Pools in Amman,
Jordan. International Journal Environment Research and Public Health.
Vol 4(4). pp. 301-306.
Ragheb, El-Shimy dan Ragheb. (2016). Green Architecture: A Concept of
Sustainability. Procedia – Social and Behavioral. pp.778-787.
Raharja dkk. (2018). Pengaruh Pelayanan Fasilitas pada Raharja Café Terhadap
Kegiatan Perkuliahan pada Perguruan Tinggi. Jurnal Teknoinfo. 12, 60-
65.
Rakhmat, Djalaludin, (2001). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosdaya.
Ramdani, dkk. (2018). Pengaruh Atraksi Wisata Alam dan Motivasi Wisatawan
terhadap Keputusan Berkunjung Wisatawan ke Kawasan Wisata Ciwidey
dan Pangalengan. Jurnal Wacana Ekonomi.
Raraga, dkk., (2021). Evaluasi Pengelolaan Objek Wisata Air Panas Mamuya
Kabupaten Halmaheru Utara. Jurnal Destinasi Pariwisata. Vol. 9 (1). pp.
41.
Rifai, Andri Irfan, Endri Z. Djamal, dan Raka Nuka Rosada. (2021). Evaluation of
Parking Characteristic on International Ferry Port and Shopping Small
Integrated Area. International Journal of Engineering Invention. Vol.
10(7), pp. 1-6.
Rinaldi, Ogi. (2015). Kawasan Bumi Perkemahan di Kota Singkawang. Jurnal
online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura. Vol.7. No.2. pp.
199.
Roziana, B. Hurul Ismi. (2002). Cottage di Pantai Bangsal Kabupaten Lombok
Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Perwujudan Budaya dan Arsitektur

xviii
Tradisional Pada Tata Ruang Dalam dan Penampilan Bangunan. Jurnal
Arsitektur, Universitas Islam Indonesia.
Saipul. (2013). Cottage and Resort di Kawasan Labuan Cermin. Jurnal Teknik
Arsitektur, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Pp. 237-246.
Sani, S.I.A dkk, (2012). Determinant Factors in Development of Maintenance
Culture in Managing Public Asset and Facilities. Procedia - Social and
Behavioral Sciences 65 (2012) 827 – 832.
Sandiawan, Ihsan. (2013). Pengembangan Kawah Talaga Bodas sebagai Kawasan
Ekowisata di Kabupaten Garut.
Sinta (2020). Penilaian Pengunjung Terhadap Pengelolaan Fasilitas Pada Objek
Wisata Air Panas Hapanasan Kabupaten Rokan Hulu. Jom Fisip Vol. 7:
Edisi Ii
Siregar, D. (2004). Manajemen Aset. Strategi Penataan Konsep Pembangunan
Berkelanjutan Secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai
CEO’s pada Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Soemarwoto, Otto. (1991), Analisis Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Spillane, James J. (1994). Pariwisata Indonesia Siasat Eko success and failure. Leis.
Stud. 1997, 16, 173–187.
Stjernborg, Vanessa dan Ola Mattisson (2016). The Role of Public Transport in
Society-A Case Study of General Policy Documents in Sweden. Journal
Sustainability.
Sugiama, A. Gima. (2008). Metode Riset Bisnis dan Manajemen. Bandung:
Guardaya Intimata.
Sugiama, A. Gima. (2013). Manajemen Aset Pariwisata. Bandung: Guardaya
Intimarta.
Sugiama. Gima, dan Nufi Tirani, (2021). The Identification of Infrastruktur,
Accessibility, Environment, and Phsical Tourism Attraction Resources:
Cibeureum Lake Case. Proceedings of the 2nd International Seminar of
Science and Applied Technology (ISSAT 2021).

xix
Sugiarto, Endar, dan Sri Sulartiningrum. (2003). Pengantar Akomodasi dan
Restoran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2017) Metode Penelitian dan Pengembangan: Research and
Development. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Qualitative Quantitative Research Methods and R&D. Bandung:
Alphabeta
Sulaeman, I. (1983). Petunjuk Praktik Berkemah. Gramedia. Jakarta.
Sulastiyono, Agus. (2011). Manajemen Penyelenggara Hotel. Alfabeta. Bandung.
Swarbrooke, J., dan Horner, S. (2001), Business travel and tourism, Butterworth-
Heinemann, Jordan Hill, Oxford.
Valle, Patricia Oo, et.al., (2006). Tourist Satisfaction And Destination Loyalty
Intention: A Structural And Categorical Analysis. Int. Journal of Business
Science and Applied Management. Vol. 1, Issue 1.
Vengesayi, S. et.al., (2009). Tourism Destination Attractiveness: Attractions,
Facilities, And People As Predictors. Tourism Analysis, Vol. 14, pp. 621-
636.
Violina, dkk. (2016). Kualitas Kebersihan Lingkungan sebagai Penunjang Daya
Tarik Wisata Pantai Sanur Kaja. Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 4, No.
1.
Watkins, R., Meiers, M., & Visser, Y. (2012). Watkins, R., Meiers, M. W., & Visser,
Y. L. (). A Guide to Assessing Needs. Washington DC: The World Bank.
Wang, H., Chiang, P., & Cai, Y. (2018). Application of Wall and Insulation
Materials on Green Building: a Review. Sustainability, 1-21.
Wijaya, Kadek M dan Ni Wayan N. (2019). Sustainable Tourism Concept in
Redesigning Zone-Arrangement of Banyuwedang Hot Springs
Architecture. IJASTE – International Journal of Applied Sciences in
Tourism and Events, Vol. 3(1).pp.54-67.

xx
Wu, et.al. (2015). A study of revisit intentions, customer satisfaction, corporate
image, emotions and service quality in the hot spring industry. J. China
Tour. Res. 11, 371–401.
Yunita, I & Devita, J, (2017). Analisis dan Perancangan Sistem Informasi
Manajemen Aset pada SMK Negeri 4 Kota Jambi. Journal Sistem
Informasi, 2(1):278-294.
Zeithaml, et.al. (1996), “Services Marketing”, McGraw-Hill, New York, N.Y.
Referensi Normatif
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.13 Tahun 2020
Tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan
Hutan.
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 tahun 2021 tentang
Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang
Pariwisata.
Peraturan Menteri Pariwisata No. 16 Tahun 2015 Tentang Standar Usaha
Gelanggang Renang.
Peraturan Menteri Pariwisata No. 24 Tahun 2015 Tentang Usaha Bumi
Perkemahan.
Peraturan Menteri Pariwisata No. 27 Tahun 2015 Tentang Standar Usaha
Pengelolaan Pemandian Air Panas Alami.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) No. 3 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No.
28/PRT/M/2016 tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang
Pekerjaan Umum.
Referensi Artikel dalam Media Masa

_____, (2019). Jasa Bongkar Rumah Gedung. Diunduh tanggal 6 Maret 2022;
Sumber: timbongkarrumah.com.
_____, (TT). Santa Teresa. Diunduh tanggal 8 Maret 2022; Sumber:
https://www.tierrasvivas.com.

xxi
Bdir, (TT). Eco Tent Structure. Diunduh tanggal 8 Maret 2022; Sumber:
ecotentstructure.com.

xxii
LAMPIRAN-LAMPIRAN

105
Lampiran A. Surat Perizinan

Lampiran B. Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi/Simaksi

106
Lampiran C. Bukti Kehadiran Sidang SK & TA

107
108
109
Lampiran D. Daftar Hadir Bimbingan

110
Lampiran E. Pedoman Observasi

Lampiran F. Panduan Wawancara

111
Lampiran G. Hasil Observasi

Lampiran H. Transkrip Wawancara

112

Anda mungkin juga menyukai