Anda di halaman 1dari 8

Nama : Keisha Alvera Herwina Sadie

Nim : 20200102012

Tugas Hukum Bisnis sesi 12

1. Mengapa Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sangat penting ?


Karena, HaKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan
Negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain
dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain
terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI
tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
2. Sebutkan UU dan peraturan HaKI yang berlaku sampai dengan sekarang ?
UNDANG-UNDANG DI BIDANG HKI
 Paten :
o UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
o UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
o UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor
109)
 Merek :
o UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor
81)
o UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang
Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
o UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor
110)
 Hak Cipta :
o UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor
15)
o UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
o UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI
Tahun 1997 Nomor 29)
o UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
 Desain Industri :
o UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Lembaran Negara RI Tahun 2000
Nomor 243)
 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
o UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Lembaran
Negara RI Tahun 2000 Nomor 244)
 Rahasia Dagang :
o UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara RI Tahun 2000
Nomor 242)
PERATURAN PEMERINTAH DI BIDANG HKI
 Bidang Hak Cipta :
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tanggal 5 April 1989
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989 Tanggal 14 Januari
1989 tentang Penterjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1986 Tanggal 6 Maret 1986
tentang Dewan Hak Cipta.
 Bidang Paten :
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1995 Tanggal 29 Agustus
1995 tentang Komisi Banding Paten.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1993 Tanggal 22 Februari
1993 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1991 Tanggal 11 Juni 1991
tentang Pendaftaran Khusus Konsultan Paten.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1991 Tanggal 11 Juni 1991
tentang Tata Cara Permintaan Paten.
 Bidang Merek :
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 Tangga1 29 Agustus
1995 tentang Komisi Banding Merek.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 Tangga1 31 Maret
1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek.
o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 Tangga1 31 Maret
1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek.

3. Sebutkan dan jelaskan secara singkat ruang lingkup HaKI ?


 Hak Cipta (Copyrights) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pengaturan hak cipta:
Diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun
1982 tentang Hak Cipta. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1997.
Ciri ciri Hak cipta:

1. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat Undang-undang No. 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta).
2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, haik seluruhnya atau sebagian karena: pewarisan,
hibah, wasiat, dijadikan milik negara, perjanjian yang harus dilakukan dengan akta, dengan
ketentuari bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta tersebut
(Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 6 Tahu 1982 tentang Hak Cipta).
3. Hak yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula Hak Cipta yang tidak diumumkan, yang
setelah penciptanya meninggal dunia, menja milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak
dapat disita (Pasal Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
 Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights)
1. Meliputi: Paten (Patent): hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas
hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di
bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah
tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a. proses;
b. hasil produksi;
c. penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
2. Desain Industri (Industrial Design) adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau
dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang,
komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Desain industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari
instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah lainnya; dari
peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan struktur arsitektural;
dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan. Agar terlindungi oleh hukum nasional,
desain industri harus terlihat kasat mata. Hal ini berarti desain industri pada prinsipnya
merupakan suatu aspek estetis yang alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda
yang diaplikasikan.
3. Merek (Trademark) adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.
 Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan
 Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
 Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis
lainnya.
4. Indikasi Geografis (Geographical Indication) yaitu suatu tanda yang menunjukkan daerah
asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor
manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan.
4. Bagaimankah tujuan dan manfaat HaKI bagi perekonomian Indonesia ?
 Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HKI yang baik, yaitu
meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi,  mendorong
perusahaan untuk bersaing secara internasional,  dapat membantu komersialisasi dari suatu
invensi (temuan),  dapat mengembangkan sosial budaya, dan  dapat menjaga reputasi
internasional untuk kepentingan ekspor. Oleh karena itu, pengembangan sistem HKI
nasional sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan hukum (legal approach) tetapi juga
teknologi dan bisnis (business and technological approach) dan  Sistem perlindungan yang
baik terhadap HKI dapat menunjang pembangunan ekonomi masyarakat yang menerapkan
sistem tersebut.
 Betapapun HaKI adalah konsep hukum yang netral. Namun, sebagai pranata, HaKI juga
memiliki misi. Di antaranya, menjamin perlindungan terhadap kepentingan moral dan
ekonomi pemiliknya. Bagi Indonesia, pengembangan sistem HaKI telah diarahkan untuk
menjadi pagar, penuntun dan sekaligus rambu bagi aktivitas industri dan lalu lintas
perdagangan. Dalam skala ekonomi makro, HaKI dirancang untuk memberi energi dan
motivasi kepada masyarakat untuk lebih mampu menggerakkan seluruh potensi ekonomi
yang dimiliki.

5. Berikan penjelasan secara singkat sejarah perkembangan HaKI di Indonesia


Dilihat dari perkembangan hak kekayaan intelektual (HKI) di tanah air, sistem hukum (IPR)
pertama kali diterjemahkan menjadi hak milik intelektual, kemudian menjadi hak milik
ataskekayaan intelektual. Istilah yang umum dan lazim dipakai sekarangadalah hak kekayaan
intelektual yang disingkat HKI. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Menteri Hukum dan PerUndang-Undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan
Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor
24/M/PAN/1/2000 istilah “Hak Kekayaan Intelektual” (tanpa “Atas”) dapat disingkat “HKI”
atau akronim “HaKI” telah resmi dipakai. Jadi bukan lagi Hak Atas Kekayaan Intelektual
(dengan “Atas”). Surat Keputusan Menteri Hukum dan PerUndang-Undangan tersebut didasari
pula dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15
September 1998, tentang perubahan nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek
berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual(Ditjen HAKI) kemudian
berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HAKI berubah menjadi Ditjen
HKI (DJHKI). Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak alamiah atau hak dasar yang
dimiliki seseorang berkaitan dengan intelektualitas (akal atau rasio) manusia. Hak Alamiah
atau hakdasar yang dimiliki oleh manusia ini harus dihormati dan dihargai oleh setiap manusia
lain. Seseorang yang telah mencurahkan usahanya untuk menciptakan sesuatu selanjutnya
mempunyai hak alamiah atau hak dasar untuk memiliki dan mengontrol segala yang telah
diciptakannya. Pendekatan ini menyiratkan kewajaran dan keadilan , akan nampak tidak wajar
dan tidak adil mengambil usaha seseorang tanpa izin terlebih dahulu. Secara historis, peraturan
perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an.
Perintah kolonial Belanda memperkenalkan Undang-Undang (UU) pertama mengenai
perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU
Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu
masih bernama Netherlands East-Indies Paris Covention for the Protection of Industrial
Property sejak tahun 1888, anggota dari tahun 1893 s.d. 1936, dan anggota sejak tahun 1914.
Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d.1945, semua peraturan
perundangundangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada 17 Agustus 1945, bangsa
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan
peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan colonial Belanda
tetap berlaku berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi:
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut Undang- Undang ini”. Hal ini kemudian dipertegas lagi dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tanggal 10 Oktober1945 yang menyatakan:
“Segala badan negara dan peraturanperaturan yang ada sampai berdirinya negara Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan menurut Undang-Undang
Dasar, masih berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang- Undang Dasar tersebut”.
Undang-Undang Hak Cipta dan UU Merek peninggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak
demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan Pemerintah Indonesia.
Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat
diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas
permohonan paten tersebut harus dilakukan di yang berada di Belanda. Pada 1953, Menteri
Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional
pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.S.
5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten dalam negeri, dan
Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan
sementara permintaan paten luar negeri. Pada 11 Oktober 1961, Pemerintah Indonesia
mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU
Merek 1961) untuk mengganti UU Merek kolonial Belanda. Undang-Undang Merek 1961 yang
merupakan UU Indonesia pertama di bidang HKI mulai berlaku tanggal 11 November 1961.
Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang
tiruan/bajakan. Pada 10 Mei 1979, Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (1967) berdasarkan
Keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu
belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,
yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1). Pada 12 April 1982, Pemerintah mengesahkan UU
No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta
peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan
melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra
serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa. Tahun 1986 dapat disebut
sebagai awal era modern system HKI di tanah air. Pada 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk
sebuah tim khusus di bidang HKI melalui Keputusan Presiden Nomor 34/1986 (tim ini lebih
dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah penyusunan
kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundangundangan di bidang HKI
dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan
masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat terobosan, antara lain dengan
mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten
di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali rancangan UU Paten yang telah
diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.
Pada 19 September 1987 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai
perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun
1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena
semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan
menghancurkan kreatifitas masyarakat. Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987,
Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta
sebagai pelaksanaan dari UU tersebut Pada 1988, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32
ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk
mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu
unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan perundang-undangan, Departemen
Kehakiman. Pada 13 Oktober 1989, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui rancangan UU
tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh
Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus
1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya
sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam
pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan
perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan
teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan
khususnya di sektor industri, teknologi memiliki peranan yang sangat penting. Pengesahan UU
Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya
teknologi ke dalam negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk
mengembangkan sistem HKI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena
tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu
sistem perlindungan HKI yang efektif. Pada 28 Agustus 1992, Pemerintah Indonesia
mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku
tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961.

Anda mungkin juga menyukai