Anda di halaman 1dari 26

1

HERMENEUTIKA
Bab I

PENDAHULUAN: Apakah arti Hermeneutik? Apakah pentingnya Hermeneutik? Kualifikasi apakah yang
diperlukan untuk seorang penafsir yang benar?

PENGERTIAN DAN DEFINISI HERMENEUTIK

A. Arti Kata Hermeneutik

1. DALAM BAHASA IBRANI. Kata Hermeneutik dalam bahasa Ibrani adalah pathar (), yang artinya


adalah menafsir" (to interprete). Sedangkan kata bendanya adalah pithron, artinya "tafsiran"
(interpretation). Kata ini paling umum digunakan dalam konotasi menafsirkan mimpi, karena
mimpi berwujud simbol yang artinya tidak jelas. {Ge 41:8,12,15}
2. DALAM BAHASA YUNANI. Kata Hermeneutik dalam bahasa Yunani adalah hermeneutikos, berasal
dari kata hermeneuo (), artinya "menafsir" (to interprete). Kata benda yang dipakai
adalah hermeneia, artinya "tafsiran" (interpretation). Kata ini ambil dari kata Hermes, yaitu
nama dewa Yunani yang tugasnya membawa berita-berita dari dewa-dewa kepada manusia. {Ac
14:11-12}

B. Definisi Hermeneutik

1. NON-KRISTEN. Hermeneutik dimengerti sebagai ilmu umum tentang linguistik; atau peraturan-


peraturan yang dipergunakan untuk mencari arti sesungguhnya atau menafsir/menjelaskan suatu
pengertian yang tidak jelas artinya.
2. KRISTEN. Hermeneutik adalah bagian dari ilmu Teologia Biblika yang dalam perkembangannya
memiliki tiga pengertian:
o Ilmu yang mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip (aturan-aturan) dan metode-metode
penafsiran Alkitab.
"Hermeneutics is the science that teaches us the principles, laws, and methods of
interpretations." (L. Berkhof)
"Hermeneutics is the science of correct interpretation of the Bible." (Bernard Ramm)
o Seni yang menguji kemampuan untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab.
o Ilmu yang mempelajari keseluruhan proses penafsiran (konsep keseluruhan dari tugas
penafsiran), terutama dalam dimensi spiritual bagi kepentingan pertumbuhan rohani
penafsir.

Sebagai ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam menafsir


Alkitab. Hermeneutik biasanya dibedakan menjadi dua:

a. Hermeneutik Umum: yaitu prinsip-prinsip menafsir yang digunakan secara umum untuk menafsir
segala macam bentuk karya sastra umum.
b. Hermeneutik Khusus: yaitu prinsip-prinsip menafsir yang dikembangkan secara khusus
sehubungan dengan jenis gaya sastra tertentu, misalnya: puisi, perumpamaan, cerita, dsb.

C. Keterbatasan Hermeneutik

Hermeneutik didefinisikan sebagai "ilmu" karena uraiannya bisa dirangkumkan secara ilmiah dan
sistematis dalam hukum-hukum, prinsip-prinsip dan dalam seperangkat rumusan-rumusan. Namun
demikian, Hermeneutik juga disebut sebagai "seni" karena pengaplikasian dari rumusan/prinsip-prinsip itu
sangat membutuhkan ketrampilan dari penafsirnya. Itu sebabnya seorang yang menguasai
rumusan/prinsip-prinsip Hermeneutik belum tentu dapat menjadi seorang penafsir yang handal (baik).

Oleh karena itu Hermeneutik dibedakan dengan Eksegesis dan Eksposisi. Hermeneutik adalah ilmu yang


mempelajari tentang prinsip-prinsip penafsiran Alkitab, sedangkan Eksegesis adalah penerapan prinsip-
prinsip tsb. terhadap teks dalam Alkitab dan Eksposisi adalah penguraian hasil eksegesis yang telah
dilakukan, pada umumnya berupa kotbah.

D. Tempat Hermeneutik

Hermeneutik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain yang
tergabung dalam Teologia Biblika (Teologia yang berurusan dengan penelaahan isi naskah Alkitab dan
2

alat-alat bantunya). Misalnya: Ilmu Pembimbing/Pengantar Alkitab (PL & PB), Ilmu Tafsir Alkitab (PL &
PB), Ilmu Teologia Alkitab (PL & PB) dan Ilmu Bahasa Asli Alkitab (Ibrani & Yunani).

Hal yang tidak dapat dihindari setelah mengaplikasikan prinsip-prinsip Hermeneutik adalah bagaimana


menyampaikan kebenaran yang kita dapatkan dari hasil penafsiran itu kepada orang lain dengan cara
yang benar dan menarik. Oleh karena itu Homelitik (Ilmu berkotbah) adalah ilmu yang juga tidak dapat
dilepaskan dari Hermeneutik.

Selain dengan Teologi Biblika, Hermeneutik juga berkaitan dengan Teologi Sistematika, yaitu pengajaran
Alkitab yang sudah diformulasikan secara sistematis dalam doktrin-doktrin. Hermeneutik akan menjadi
dasar yang kuat bagi doktrin-doktrin yang dipelajari.

E. Pentingnya Hermeneutik

Setiap orang Kristen harus mempelajari Alkitab karena Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan
oleh Allah sendiri, yang berisi segala pengetahuan tentang Allah dan hubungannya dengan semua karya
dan ciptaanNya. Namun demikian untuk mengerti isi Alkitab tidaklah selalu mudah karena ada gap
komunikasi yang besar sehingga perlu dijembatani.

Model Komunikasi Alkitab:

_________ _________
|Pengirim | |Penerima |
|_________| |_________|
|Allah | | Manusia |
|_________| |_________|
| Kekal sementara ^
| mahatahu terbatas |
| suci dosa |
v |
Kebenaran Kebenaran
| ^
| |
V |
Pengilhaman Iluminasi
| ^
| |
V Gap |
Inspirasi Eksegesis
----------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------
<---------------------------------------------------------------->
Jembatan
Tugas Hermeneutik

Allah menyampaikan FirmanNya kepada seluruh manusia sepanjang sejarah melalui para penulis Alkitab.
Untuk Firman itu sampai kepada manusia dengan baik, khususnya kepada manusia yang hidup di abad ini,
ada gap yang sangat besar yang harus dijembatani. Firman Tuhan itu ditulis ribuan dan ratusan tahun y.l.,
oleh banyak penulis Alkitab yang hidup pada jaman yang berbeda-beda dan dari latar belakang yang
berbeda-beda, dan ditulis dalam bahasa-bahasa yang tidak kita kuasai. Bagaimana cara orang percaya
abad ini mengerti Firman Tuhan agar Firman itu diterima sama seperti ketika para penulis Alkitab mula-
mula menerimaNya? Inilah tugas Hermeneutik!

F. Tujuan Mempelajari Hermeneutik

Setelah melihat pentingnya peranan Hermeneutik bagi kebutuhan kita untuk mengerti Firman Tuhan maka
dapat dijelaskan tujuan mempelajari Hermeneutik sbb.:

1. SEBAGAI ILMU. Tujuannya adalah mempelajari seperangkat prinsip-prinsip (aturan-aturan) untuk


memungkinkan kita mengerti apa yang dikatakan Alkitab sesuai dengan apa yang dimaksudkan
oleh para penulisnya.
2. UNTUK TUJUAN APLIKASI. Namun tujuan mempelajari Hermeneutik tidak berhenti sebagai ilmu.
Setelah memahami Alkitab dengan benar sesuai dengan maksud penulisnya, maka perlu kita
menempatkannya pada konteks dimana kita sekarang berada sehingga kita tahu apa artinya bagi
kita sekarang dan bagaimana mengaplikasikannya dalam konteks kita sekarang.
3

3. UNTUK PERTUMBUHAN ROHANI. Setelah mengerti Alkitab dengan benar dan mengaplikasikan
kebenarannya dalam hidup kita sehari-hari maka kehidupan iman kita akan bertumbuh menjadi
dewasa. Dan inilah yang menjadi tujuan utama kita mempelajari Hermeneutik.
4. SEBAGAI TINDAKAN PREVENTIF. Apabila tujuan di atas tercapai maka kita akan sekaligus
terhindar dari pengajaran-pengajaran sesat yang mencoba menafsirkan Alkitab secara salah dan
tidak bertanggung jawab.
5. UNTUK TUJUAN EKSPOSISI. Bagian utama dari tugas hamba Tuhan adalah memberi makan
makanan rohani kepada orang-orang yang dilayani, oleh karena itu
menguasai Hermeneutik adalah kebutuhan utama yang harus diusahakan.

G. Kualifikasi Seorang Penafsir

Kualifikasi seorang penafsir (interpreter) memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan
hasil interpretasi (penafsiran) yang tepat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seseorang yang
memiliki teori (pengetahuan) Hermeneutik tidak membuatnya otomatis menjadi seorang penafsir yang
baik (handal). Ada tiga macam penafsir yang disebutkan dalam Alkitab:

1. PENAFSIR RESMI. Dalam Ac 13:27, yang dimaksud para pemimpin agama, pada jaman Tuhan
Yesus hidup di dunia, adalah para imam, ahli Taurat, dan Farisi. Sedangkan yang dimaksud
dengan penafsir resmi adalah para ahli-ahli kitab (PL). Tetapi cara penafsiran harafiah dan
legalisme telah membuat mereka menyalah-tafsirkan kata-kata para nabi sehingga mereka justru
menyalibkan Yesus.
2. PENAFSIR PALSU. Dalam beberapa ayat Alkitab kita juga melihat ada penafsir palsu,
misalnya; 2Co 4:2; Efes 4:14 2Pe 3:16. Mereka ini adalah penafsir-penafsir yang dengan sengaja
menafsirkan secara salah dan mereka adalah orang-orang yang tidak akan sampai pada
pengetahuan akan kebenaran. {2Ti 3:7}
3. PENAFSIR YANG BENAR. Luk. 24:27 menunjukkan bahwa Yesus adalah gambaran seorang penafsir
yang sempurna: "...Ia menjelaskan..." (dalam bahasa Yunani diermeneuo artinya
"menjelaskan/menafsir dengan cermat"). Yesuslah Sang Penafsir, penafsir yang benar harus
meneladani Dia. 2Ti 2:16-18 adalah pujian Alkitab yang diberikan kepada penafsir yang benar.

Apakah setiap orang bisa menjadi "Penafsir dengan benar"? Tidak! Berikut ini adalah ciri-ciri yang harus
dipunyai untuk seorang penafsir dapat menafsir dengan benar:

a. Hati yang baru. {1Co 2:14} Seorang penafsir haruslah seorang yang sudah lahir baru. Sebagai
mediator/komunikator antara Allah dan manusia, seorang penafsir harus hidup sebagai manusia
rohani yang sanggup melihat hal-hal rohani yang Allah sampaikan kepada manusia. Dengan
demikian ia akan menggantungkan sepenuhnya pada pekerjaan Roh yang memberikan pencerahan
dalam hatinya.
b. Hati yang lapar. {1Pe 2:2} Menafsir Firman Allah tidak dilakukan sebagai suatu kebiasaan atau
karena kebetulan, tapi karena kerinduan. Tanpa kerinduan, seorang penafsir tidak akan sampai
pada kepuasan menikmati berkat rohani dari Firman Tuhan. Kerinduan akan didapatkan apabila ia
percaya bahwa Firman Tuhanlah yang memberikan makanan bagi kehidupan rohaninya.
c. Hati yang taat. {Ps 119:98-100} Alkitab adalah otoritas tunggal, tertinggi dan mutlak bagi iman
dan kehidupan pengikut Kristus. Oleh karena itu Firman Allah menuntut ketaatan. Apabila tidak
ada tekad untuk melaksanakan apa yang kita pelajari dari Firman Tuhan maka tidak akan Tuhan
akan membukakannya lagi pada kita.
d. Hati yang disiplin. {Isa 50:4} Hati yang tidak mudah putus asa oleh kesulitan dan kelelahan.
Mempelajari Alkitab membutuhkan tekad dan ketekunan dan disiplin. Hanya dengan kerja keras
dan kesungguhan akan dihasilkan buah yang baik.
e. Hati yang mau diajar dan rendah hati. {Mt 7:7} Seorang penafsir tidak pernah merasa cukup
belajar. Kekayaan Firman Tuhan mendorongnya untuk mau rendah hati dan selalu belajar.
Keinginannya belajar membuktikan bahwa ia setiap saat mau untuk dikoreksi dan ditegur oleh
Firman Tuhan..
f. Hati yang beriman. {Heb 11:6} Sorang penafsir adalah seorang yang tunduk pada kedaulatan
Tuhan, karena ia percaya bahwa Tuhan adalah Tuan di atas semua tuan. Hatinya tidak bimbang
tetapi teguh bagaikan batu karang karena Firman Tuhan menjadi pegangannya yang utama.

Sumber Bacaan:

1. Hasan Susanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal. 1-15)


2. Alan D. Cox, Penafsiran Alkitab - (Hal. 1-2)
3. Gordon D. Fee, Hermeneutik; Bagaimana Menafsir - (Hal. 1-17)
4. Pdt. Ichwei G. Indra, M.Th., 8 Prinsip Tafsir Alkitab - (Hal. 7-9; 91-93)
5. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 19-22)
4

6. Kevin J. Conner, Interpreting The Scripture - (Hal. 1-12)


7. Grant R. Osborne, The Hermeneutical Spiral - (Hal. 5-15)

Bab II
ALAT-ALAT BANTU HERMENEUTIK

Alat-alat bantu apakah yang dibutuhkan untuk bisa menafsir dengan bertanggungjawab? Dan apa gunanya?

PENJELASAN MASING-MASING ALAT BANTU HERMENEUTIK

Untuk menerapkan prinsip-prinsip Hermeneutik dengan baik, maka diperlukan kerja keras dan fasilitas
alat-alat bantu yang memadai. Oleh karena itu berikut ini adalah alat-alat yang diperlukan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal:

A. Alkitab

1. ALKITAB DALAM BERBAGAI VERSI DAN BAHASA. Dibutuhkan beberapa versi Alkitab yang baik
untuk bisa memungkinkan hasil penafsiran yang baik. Tujuannya adalah untuk menjadi bahan
perbandingan guna menemukan ketepatan arti kata atau kekayaan pengertiannya.
2. Alkitab Versi Bahasa Indonesia: Terjemahan Lama, Terjemahan Baru, Bahasa Indonesia Sehari-
hari, Firman Allah yang Hidup

3. Alkitab Versi Bahasa Inggris : New International Version, Revised Standard Version, New
American Standard Bible, dll.

4. Alkitab Bahasa Daerah : Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Ambon, dll.


5. ALKITAB DALAM BAHASA ASLINYA. Alkitab Bahasa Yunani & Ibrani dibutuhkan untuk mereka yang
sudah mempelajari bahasa-bahasa Alkitab tsb.
6. ALKITAB DENGAN Nomor Strong atau ALKITAB Interlinier. sangat membantu untuk mencari
padanan kata bahasa aslinya dengan bahasa Inggris (karena bahasa Indonesia belum ada).
7. ALKITAB DENGAN ANOTASI. Pilihlah Alkitab yang memiliki anotasi catatan-catatan tepi atau
catatan-catatan kaki, karena hal itu sangat berguna untuk mencari penjelasan lebih lanjut.
8. ALKITAB DENGAN REFERENSI SILANG. Alkitab dengan Referensi Silang sangat membantu untuk
mendapatkan ayat-ayat paralel sebagai referensi.

B. Kamus

1. KAMUS BAHASA INDONESIA DAN INGGRIS. Baik kamus bahasa Indonesia-Indonesia maupun
Inggris-Indonesia diperlukan untuk mencari definisi kata yang benar.
2. KAMUS BAHASA IBRANI/YUNANI. Juga sangat diperlukan kamus Kamus Bahasa Alkitab (Leksikon)
Ibrani/Yunani untuk mencari arti dan penjelasan dalam bahasa aslinya. Untuk itu perlu dilengkapi
juga dengan Buku Tata Bahasa Yunani untuk mereka yang mempelajari Alphabet Yunani.
3. KAMUS IDIOM IBRANI/YUNANI. Ada idiom-idiom yang sulit kita ketahui artinya sehingga perlu
bantuan dari alat-alat ini.
4. KAMUS ALKITAB/ENSIKLOPEDIA ALKITAB. Sangat berguna untuk mendapatkan penjelasan
sehubungan dengan istilah-istilah teologia, nama-nama tempat, orang dan binatang/tumbuh-
tumbuhan, dll.

C. Konkordansi

Konkordani berisi daftar kata-kata yang ada dalam Alkitab yang dilengkapi dengan alamat ayat-ayat
dimana kata-kata tsb. berada dalam Alkitab. Sangat berguna untuk mencari ayat atau padanan ayat yang
tidak kita ketahui alamatnya.

D. Buku-Buku Sistem Topik

Buku yang menyusun topik-topik dalam Alkitab sedemikian rupa (sesuai dengan abjad) sehingga
mempermudah pencarian ayat-ayat yang membicarakan topik yang sama.

E. Buku Pengantar Alkitab


5

Untuk mengetahui sejarah dan latar belakang Kitab-kitab dalam Alkitab, khusus sehubungan dengan latar
belakang penulisan kitab-kitab tsb.; mis. siapa penulisnya, siapa penerima kitab-kitab itu dan apa tujuan
penulisan dan kapan/dimana kitab-kitab itu ditulis, dll.

F. Atlas Alkitab

Menunjukkan gambaran (peta) tempat-tempat dalam Alkitab pada jaman Alkitab. Didalamnya ditunjukkan
juga perkiraan ukuran jarak tempat-tempat dan hubungan tempat-tempat itu sesuai dengan sejarah
peristiwanya dalam Alkitab.

G. Buku-buku Tafsiran

Buku-buku Tafsiran Alkitab berisi hasil tafsiran oleh para ahli teologia. Penting diingat bahwa tidak semua
buku-buku Tafsiran baik. Pilihlah buku-buku tafsiran yang baik dan sudah diterima oleh gereja-gereja
secara umum. Buku-buku tafsiran adalah alat yang penting tapi pemakaiannya adalah yang terakhir,
khususnya ketika kita mengalami kesulitan menemukan pengertian isi ayat tertentu atau untuk
memeriksa/mencocokkan/ membandingkan hasil tafsiran yang kita kerjakan.

Catatan:

Alat-alat menafsir di atas sangat berguna untuk membantu pekerjaan penafsir, tetapi alat-alat tsb. tidak
akan dapat menggantikan pekerjaan dan tanggung jawab penafsir. Penafsir adalah subjek (pribadi) yang
harus mengerjakannya. Alat-alat yang lengkap dan baik belum cukup menjamin hasil penafsiran yang
baik. Kesungguhan penafsir untuk bergantung kepada Roh Kudus, sebagai Iluminator, dan kemampuan
yang cukup dari penafsir sangat menentukan keberhasilan pekerjaan menafsir. Tetapi alat-alat yang
lengkap akan memungkinkan hasil tsb. maksimal dan akurat.

Sumber Bacaan:

1. Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal. 122-131)


2. Gordon D. Fee, Hermeneutik; Bagaimana Menafsir - (Hal. 18-36)
3. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 33-38)
4. R.C. Sproul, Mengenali Alkitab – (Hal. 128-143)
5. Pdt. Ichwei G. Indra, M.Th., 8 Prinsip Tafsir Alkitab – (Hal. 12-14)

Bab III

HERMENEUTIK DALAM SEJARAH

Kapan ilmu menafsir Alkitab mulai berkembang? Aliran-aliran penafsiran apa saja yang yang ada?

PERKEMBANGAN HERMENEUTIK DI KALANGAN ORANG YAHUDI

Ilmu Hermeneutik adalah ilmu yang cukup baru karena baru dikenal sekitar tahun 1567 AD. Namun
demikian prinsip-prinsip Hermenutik sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Diaspora yaitu masa
pembuangan bangsa Israel. Oleh karena itu untuk mempelajari sejarah Hermeneutik kita harus kembali
paling tidak lima abad sebelum Kristus lahir.

A. Hermeneutik Yahudi

1. PUSAT IBADAH YAHUDI. Sejarah Hermeneutik Yahudi sudah dimulai sejak jaman Ezra (457SM),


pada waktu orang-orang Yahudi sedang berada di tanah pembuangan. Pusat ibadah orang Yahudi
dahulu adalah Yerusalem dimana mereka beribadah dengan mempersembahkan korban di Bait
Suci. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak mungkin beribadah ke Yerusalem, maka
mereka menciptakan pusat ibadah baru, yaitu dengan menggiatkan kembali pengajaran dari Kitab-
kitab Taurat. Pengajaran Taurat itu menjadi sumber penghiburan dan kekuatan yang sangat
berharga untuk mempertahankan diri dari pengaruh kafir di tanah pembuangan.

Usaha pertama yang dilakukan oleh Ezra dan kelompok para imam adalah menghilangkan gap
bahasa yaitu dengan menterjemahkan Kitab-kitab Taurat itu ke dalam bahasa Aram, karena
6

orang-orang Yahudi di pembuangan tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Usaha terjemahan ini
dibarengi dengan suatu exposisi karena mereka juga harus menjelaskan isi kitab-kitab yang sudah
mereka terjemahkan itu, khususnya tentang pelaksanaan hukum-hukum Taurat. Karena
sumbangannya yang besar itulah Ezra disebut sebagai Bapak Hermeneutik Pertama. Ref.: Ne 8:1-
8 Ezr 8:15-20

2. TEMPAT IBADAH SINAGOGE. Untuk menunjang pemulihan kembali pengajaran kitab-kitab Taurat,


didirikanlah sinagoge di tanah pembuangan untuk menggantikan tempat ibadah Bait Suci
(Yerusalem). Fungsi utama sinagoge adalah sebagai tempat orang-orang Yahudi berkumpul
menaikkan doa-doa, membaca Taurat dan mempelajarinya dengan teliti, juga sekaligus menjadi
tempat mereka memelihara tradisi Yahudi dan melakukan kegiatan sosial lainnya.

Sinagoge Agung adalah kelompok para ahli-ahli Kitab jaman itu yang terdiri dari 120 anggota,
dibentuk oleh Ezra sepulangnya mereka kembali ke Palestina. Tugas utama kelompok ini adalah
menafsirkan kitab-kitab Taurat. {Ne 8:9-13} Oleh karena itu bisa dikatakan inilah sekolah
menafsir yang pertama didirikan.

Setelah semakin banyak orang-orang Yahudi akhirnya diijinkan pulang kembali ke tanah Palestina,
tradisi mempelajari Taurat dan memelihara tradisi Yahudi ini tetap dibawa ke tanah air mereka dan
sinagoge lokal pun mulai didirikan di tempat-tempat dimana mereka tinggal (meskipun Bait Suci
sudah dibangun kembali). Itu sebabnya pada jaman Tuhan Yesus dan rasul-rasul kita menjumpai
banyak sinagoge di kota-kota di Israel, yang dipimpin oleh seorang yang disebut "kepala rumah
ibadah". {Mr 5:22 Lu 13:14 Ac 13:5 14:1}

3. SEKOLAH-SEKOLAH MENAFSIR YAHUDI. Melihat pentingnya mempelajari kitab-kitab, maka dalam


perkembangan selanjutnya, (setelah Ezra dan Nehemia mati), bermunculanlah sekolah-sekolah
menafsir formal, diantaranya:
a. Sekolah Yahudi Palestina. Sekolah ini mengikuti tradisi yang dipakai oleh Ezra dalam
menafsir kitab-kitab Taurat, yaitu menekankan metode penafsiran literal. Mereka
menerima otoritas mutlak Firman Allah, dan tujuan utama mereka adalah
menginterpretasikan Hukum-Hukum Taurat. Hasil penafsiran mereka ini kemudian
bercampur dengan tradisi-tradisi yang berlaku pada jaman itu, sehingga tulisan ini
dikemudian hari dikenal dengan nama "Tradisi Lisan" (the Oral Law). Tetapi sayang
sekali bahwa tradisi lisan ini akhirnya diberikan otoritas yang sejajar yang dengan tulisan
Kitab-kitab Taurat.

Pada abad 2 Masehi dikumpulkanlah seluruh Tradisi Lisan yang pernah ditulis yang disebut
"Mishna" yang artinya "doktrin lisan dan pengajarannya". Dalam Mishna ini terdapat dua
macam tafsiran:

1. Halakah
Penafsiran (eksegesis) resmi terhadap hukum-hukum dalam kitab-kitab Taurat
yang bersifat sangat legalistik, dengan memperhatikan sampai ke titik dan
komanya.
2. Hagadah
Penafsiran seluruh Alkitab PL, tetapi yang tidak berhubungan langsung dengan
hukum, yang tujuannya adalah untuk kesalehan kehidupan beragama.

Perkembangan selanjutnya adalah para ahli kitab membuat buku tafsiran dari buku
Mishna, yang disebut Gemara. Kedua buku Mishna dan Gemara, inilah yang
akhirnya membentuk buku (kitab) Talmud.

b. Sekolah Yahudi Aleksandria. Didirikan oleh kelompok masyarakat Yahudi yang sudah


tercampur dengan budaya dan pikiran Yunani (kaum Hellenis). Kerinduan mereka yang
paling utama adalah menterjemahkan kitab-kitab PL ke dalam bahasa Yunani Modern,
sebagai hasilnya adalah buku (kitab) Septuaginta. Penambahan kitab-kitab Apokrifa
dalam Septuaginta menunjukkan bahwa mereka menerima penafsiran Hagadah dari
sekolah Yahudi Palestina.

Namun sayang sekali, karena pengaruh yang besar dari filsafat Yunani, orang Yahudi
mengalami kesulitan dalam menerapkan cara hidup sesuai dengan pengajaran Taurat.
Sebagai jalan keluar muncullah cara interpretasi alegoris yang dipakai untuk
menjembatani kedua cara hidup yang bertentangan itu.
7

Aristobulus (160 SM) dikenal sebagai penulis Yahudi yang pertama menggunakan metode
alegoris. Ia menyimpulkan bahwa filsafat Yunani dapat ditemukan dalam kitab-kitab Taurat
melalui penafsiran alegoris.

Philo (20-54 M) adalah penafsir Yahudi di Aleksandria yang paling terkenal. Menurut


prinsip menafsir yang dipakai oleh Philo, penafsiran literal adalah untuk orang-orang yang
belum dewasa karena hanya melihat sebatas huruf-huruf yang kelihatan (tubuh);
sedangkan penafsiran alegoris adalah untuk mereka yang sudah dewasa, karena sanggup
melihat arti yang tersembunyi dari jiwa yang paling dalam (jiwa).

c. Sekolah Kaum Karait. Kelompok dari sebuah sekte Yahudi ini menolak otoritas buku-buku
tradisi lisan dan juga metode penafsiran Hagadah. Mereka lebih cenderung mengikuti
metode penafsiran literal, kecuali bila sifat dari kalimatnya tidak memungkinkan. Sebagai
akibatnya mereka menolak dengan tegas metode penafsiran alegoris.

Selain sekolah-sekolah di atas, ada juga sekolah-sekolah lain yang kurang dikenal, yaitu
Kabalis, Yahudi Spanyol, Yahudi Perancis, Yahudi Modern.

B. Hermeneutik Apostolik

Mencakup masa periode ketika Yesus masih hidup sampai jaman rasul-rasul. Metode yang dipakai adalah
metode penafsiran literal. Dengan inspirasi dari Roh Kudus, para penulis Perjanjian Baru telah menafsirkan
Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan mereka.

1. YESUS KRISTUS, PENAFSIR SEMPURNA. Dalam pengajaran kepada murid-muridNya Yesus banyak


memberikan penafsiran kitab-kitab PL. {Joh 5:39 Lu 24:27,44} Dengan cara demikian Yesus telah
membuka pikiran murid-muridNya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Ia sendiri adalah
Firman yang menjadi Manusia (incarnasi), yang menjadi jembatan yang menghubungkan antara
pikiran Allah dan pikiran manusia. Banyak catatan tentang teguran Yesus terhadap penafsiran para
ahli Taurat (mis: Mat 15:1-9; Mar 7:1-7 Mat 23:1-33 Mat 22:29). Contoh penafsiran yang
dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mt 10:5,6 12:1-4,15-21 13:1-9 18:23 19:3-9 21:42-44 22:41-46
24:36-39 Lu 11:29,30 21:20-24 24:27-44.
2. PARA RASUL, PENULIS-PENULIS YANG MENDAPATKAN INSPIRASI DARI ALLAH. Mereka adalah
contoh penulis-penulis Alkitab PB yang menafsirkan kitab-kitab PL dengan inspirasi yang Allah
berikan kepada mereka tanpa salah. Mereka menolak prinsip-prinsip alegoris, atau tambahan-
tambahan dari tradisi-tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi dan mereka juga menolak filsafat
Yunani yang mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab PB telah menggunakan
cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat berguna bagi para penafsir untuk
belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran yang dilakukan oleh penulis-penulis
PB: Ro 3:1-23 9:6-13 Ga 3:1-29; 4:21-31 1Co 9:9-12 10:1-11 Heb 6:20-7:21 8-8-12 10:1-14,37-
11:40; 1Pe 2:4-10; 2Pe 3:1-13.

C. Hermeneutik Bapak-bapak Gereja

Masa periode ini adalah sesudah para rasul mati sampai masa Abad Pertengahan (95-600 M). Pembagian
masa-masanya adalah sbb.:

1. 95 - 202 M (CLEMENT DARI ROMA SAMPAI IRENAEUS). Tidak ada banyak catatan penting
mengenai perkembangan metode penafsiran Alkitab pada masa itu. Kemungkinan besar para
Bapak-bapak gereja terlalu sibuk mempertahanan doktrin Kristologi dari ajaran-ajaran sesat yang
banyak bermunculan saat itu sehingga tidak banyak menekankan tentang prinsip penafsiran yang
sehat. Sebagai akibatnya beberapa dari mereka jatuh pada penggunaan metode alegoris dalam
penafsiran mereka, seperti Barnabas dan Justin Martyr.
2. 202 - 325 M (SEKOLAH ALEKSANDRIA). Pada permulaan abad 3, penafsiran Alkitab banyak
dipengaruhi oleh Sekolah Aleksandria. Aleksandria adalah sebuah kota besar tempat pertemuan
antara agama Yudaisme dan filsafat Yunani. Usaha mempertemukan keduanya memaksa orang-
orang Yahudi menggunakan metode interpretasi alegoris, suatu sistem penafsiran yang sudah
sangat dikenal sebelumnya. Ketika kekristenan tersebar di Aleksandria, hal inipun menjadi
pengaruh yang tidak mungkin dihindari. Gereja Kristen di Aleksandria lebih tertarik menggunakan
penafsiran alegoris karena seakan-akan memberikan arti yang lebih dalam dari pada arti harafiah.

Bapak Gereja yang paling berpengaruh saat itu adalah Clement dari Aleksandria dan Origen.
Tetapi meskipun mengakui penafsiran literal, mereka memberikan bobot yang kuat dalam
penafsiran alegoris.
8

Origen adalah pengganti Clement dari Aleksandria. Ia bukan hanya menjadi teolog besar tapi juga
ahli kritik Alkitab besar pada jamannya. Dalam memakai metode penafsirannya ia percaya bahwa
Alkitab memberikan 3 arti, sama halnya manusia dibagi menjadi 3 aspek, yaitu tubuh, jiwa dan
roh. Maka Alkitab juga mempunyai arti literal, moral dan mistik (alegoris). Namun demikian dalam
kenyataannya Origen paling sering memakai metode alegoris dari pada literal.

3. 325 - 600 M (SEKOLAH ANTIOKIA). Pengaruh besar dari Sekolah Antiokia ini adalah
perlawanannya terhadap Sekolah Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip
penafsiran mereka dapat diringkaskan sbb.: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan
sejarah, sebagai ganti alegoris mereka memakai metode tipologi.

Tokoh-tokoh Sekolah Antiokia adalah: Diodorus dari Tarsus, Theodore dari Mopsuestia


dan Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran Alkitab, tapi
menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah.

Selama abad 4 Dan 5, perdebatan teologia berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi Gereja
Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat.

a. Gereja Bagian Timur


Tokoh mereka adalah Athanasius dari Aleksandria (literal, tapi juga alegoris), Basil dari
Caeserea (literal), Theodoret dan Andreas dari Capadocia (literal dan historis).
b. Gereja Bagian Barat
Tokoh mereka adalah Tertulian (literal, tetapi nubuatan ditafsirkan secara
alegoris), Ambrose (alegoris ektrim), Jerome (sumbangannya terbesar adalah
menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut Vulgate. Secara teori ia
mengikuti penafsiran literal, tapi dalam praktek adalah alegoris, karena menurutnya tidak
ada kontradiksi antara literal dan alegoris), Augustinus (Teolog terbesar pada jamannya.
Ia tidak menolak penafsiran alegoris tetapi ia memberikan sedikit modifikasi, dan
dikhususkan bagi nubuatan. Menurutnya Alkitab harus ditafsirkan secara historis,
mengikuti tata bahasa, diperbandingkan dan kalau perlu memakai alegoris. Tetapi
penekanan yang utama adalah bahwa untuk memahami Alkitab seseorang harus
mempunyai iman Kristen yang murni dan penuh kasih. Dan dalam menafsirkan
ayat/perikop harus melihat keseluruhan kebenaran yang diajarkan Alkitab. Tugas penafsir
adalah menemukan kebenaran Alkitab bukan memberi arti kepada
Alkitab), Vincentius (tafsiran harus disesuaikan dengan tradisi gereja).

D. Hermeneutik Abad Pertengahan

Masa periode tahun 600 - 1517 disebut sebagai Hermeneutik Abad Pertengahan, yang diakhiri sebelum
masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan yang terjadi,
hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua penafsiran disinkronkan dengan
tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi Bapak-bapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya
dipergunakan sebagai pengesahan akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan penafsiran
para Bapak gereja kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab.

Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang banyak berisi pengajaran-pengajaran yang
tahayul. Itu sebabnya cara penafsiran alegoris menjadi paling dominan.

Dua tokoh penafsir literal yang dikenal pada masa ini adalah:

1. THOMAS AQUINAS. Meskipun ia menyetujui penafsiran literal, dalam praktek ia banyak


menggunakan penafsiran alegoris. Dalam masalah teologia ia percaya bahwa Alkitab memegang
otoritas tertinggi.
2. JOHN WYCLIFFE. Ia sering disebut sebagai "Bintang Fajar Reformasi" karena kegigihannya
menyerang pendapat bahwa otoritas gereja tidak lebih tinggi daripada otoritas Alkitab. Karena
keyakinannya itulah ia terdorong untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa yang
dikenal umum, sehingga setiap orang bisa membaca dan menyelidiki sendiri pengajaran Alkitab.

Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat belajar, khususnya
belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak kertas, dan dicetaknya Alkitab,
maka kepercayaan tahayul terhadap Alkitab perlahan-lahan lenyap dan mereka mulai
mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari pada otoritas gereja. Inilah yang membuka
jalan untuk lahirnya Reformasi.
9

E. Hermeneutik Reformasi

Periode ini terjadi pada tahun 1517 - 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya
dan berakhir sampai abad 16.

1. PERJUANGAN REFORMASI. Dengan bangkitnya periode intelektual dan pencerahan rohani, perang
memperjuangkan "sola scriptura" (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara umum isi
perjuangan Reformasi adalah sbb.:
a. Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri.
b. Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
c. Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat salah.
d. Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen.
e. Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.
f. Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
g. Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan seluruh kebenaran
Alkitab.
2. TOKOH REFORMASI.
a. Martin Luther. 95 tesisnya merupakan serangan yang dilancarkan terhadap otoritas gereja.
Martin percaya penuh bahwa Alkitab harus menjadi otoritas tertinggi bagi iman dan kehidupan
orang percaya. Untuk itulah ia menterjemahkan Alkitab PB ke dalam bahasa German supaya
rakyat biasa dapat membaca dan menyelidikinya.

Prinsip penafsiran Martin Luther:

1. Untuk menafsir dengan benar harus ada penerangan dari Roh Kudus.
2. Alkitab adalah otoritas tertinggi bukan gereja.
3. Penafsir harus memberi perhatian pada tata bahasa dan latar belakang sejarah.
Penafsiran alegoris tidak berlaku.
4. Alkitab adalah jelas sehingga orang percaya pasti dapat menafsirkannya.
5. Fungsi menafsir Alkitab adalah sentralitas dalam Kristus.
6. Hukum Taurat menghukum (mengikat), tetapi Injil membebaskan.
b. John Calvin. Diakui sebagai tokoh penafsir ilmiah pertama dalam sejarah Gereja. Ia
menentang penafsiran alegoris, tetapi menerima tipologi dalam PL. Tetapi tidak seperti Luther,
Calvin tidak memaksakan pada penafsiran yang berpusatkan pada Kristus.

Prinsip penafsiran John Calvin:

1. Roh Kudus adalah vital dalam pekerjaan penafsiran.


2. Alkitab akan menafsirkan Alkitab.
3. Penafsiran harus literal; penafsir harus menemukan apa yang ingin disampaikan oleh
penulis Alkitab, melihat pada konteks, meneliti latar belakang sejarah, melakukan
studi kata dan memeriksa tata bahasa.
4. Menolak penafsiran alegoris.
5. Menolak otoritas gereja dalam menginterpretasikan Alkitab.
6. Teologia yang benar harus dihasilkan dari eksegesis yang sehat.

Setelah kematian Calvin, para teolog Protestant bergumul keras untuk merumuskan kredo doktrin
iman Kristen dan mensistematiskan teologianya. Tapi perdebatan dalam masalah penafsiran terus
berlangsung sampai pada masa berikutnya.

F. Hermeneutik Paska-Reformasi

Periode ini adalah antara tahun 1600 - 1800 M. Periode ini dipenuhi dengan semangat penafsiran literal
Reformasi, tetapi akhir periode ini ditutup dengan penekanan pada metode penafsiran devotional.

1. SESUDAH REFORMASI. Terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologia yang akhirnya menjadi
kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai meracuni gereja.
Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma dan teologia mereka sendiri.
2. GERAKAN PEITISME. Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme paska Reformasi, karena Alkitab
telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup rohani. Oleh
karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu mempelajari Alkitab dan
menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya aplikasi kehidupan rohani. Meskipun
motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena membuat tujuan penafsiran bukan lagi untuk
mengetahui apa yang Allah ingin kita ketahui, tapi hanya untuk mempererat hubungan pribadi dengan
10

Allah. Sebagai hasilnya muncullah kelompok-kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker. Tokoh-
tokoh gerakan Pietisme ini adalah:

g. Philipp Jakob Spener - Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga daripada
kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari sendiri Firman Allah
dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis.
h. August Hermann Francke. Sebagai murid Spener, ia juga mengikuti prinsip-prinsip Pietisme.
Menurutnya hanya orang Kristen lahir baru yang dapat mengerti arti berita Alkitab. Ia juga
mengkombinasikan antara eksegesis dengan pengalaman. Tetapi segi negatif dari gerakan ini
muncul yaitu menjadi tindakan legalistik terhadap mereka yang bukan anggota Pietisme dan
mengabaikan teologia.
3. KRITISISME. Melihat kelemahan Pietisme dengan metode devotional, banyak teolog mulai melakukan
pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang kritik teks. Naskah-naskah
Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya untuk mengetahui keabsahannya sebagai
kitab Kanon. Tokoh yang terkenal adalah Johann August Ernesti.
4. RASIONALISME. Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas yang
seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih tinggi dari Alkitab.
Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk mengetahui Penyataan Allah.
Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek manusia, maka harus dibuang. Sebagai
akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena ditulis oleh manusia. Mereka
memperlakukan Alkitab tidak jauh berbeda seperti buku-buku yang lain. Dua tokoh terkenal
Rasionalisme adalah Hobbes, Spinoza dan Semler.

G. Hermeneutik Modern

Masa periode ini adalah tahun 1800 - sekarang. Semua metode penafsiran yang pernah dilakukan masih
terus dilakukan hingga sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu penekanan terus bergeser dari satu
ekstrim kepada ekstrim yang lain. Dalam era modern ini serangan yang paling tajam akhirnya ditujukan
pada otoritas Alkitab, sebagai fondasi dalam menafsir. Sebagai contohnya:

1. LIBERALISME. Rasionalisme telah membuka era modern untuk lahirnya Liberalisme. Secara umum
diringkaskan pendekatan mereka adalah:
a. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak.
b. Inspirasi didefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman religius manusia
(penulis Alkitab).
c. Supranatural diartikan sebagai alam pikiran abstrak manusia.
d. Sesuai dengan pikiran evolusi, maka Alkitab adalah tulisan primitif kalau dibandingkan
dengan pikiran teologis modern.
e. Menjunjung tinggi nilai etika, tapi menolak tafsiran teologianya.
f. Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis Alkitab
sendiri.
2. NEO ORTODOKS. Karl Barth tidak mau disebut sebagai penganut Liberalisme, ia tetap ingin
mencari kembali inti-inti Teologia Reformasi. Dalam pendekatannya Karl Barth menolak baik inspirasi
maupun ketidakbersalahan Alkitab karena menurut Barth, Penyataan/Firman Allah baru akan terjadi
apabila ada pertemuan antara Allah dan manusia dalam Alkitab. Alkitab sendiri bukanlah Firman Tuhan
tetapi hanya saksi akan Firman Tuhan. Oleh karena itu penafsiran Alkitab merupakan pekerjaan sia-sia
kalau bukan Allah sendiri yang bertemu dengan manusia.
3. KONSERVATISME/INJILI. Gerakan Konservatisme merupakan reaksi untuk melawan pikiran-pikiran
modern. Beberapa pendekatan mereka pada Alkitab adalah antara lain:
a. Rasio harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab, karena rasio tidak cukup untuk
menginterpretasi Alkitab. Oleh karena itu Roh Kudus adalah vital untuk memberikan
penerangan supaya kita mengerti.
b. Pendekatan penafsiran literal, karena percaya pada ketidakbersalahan Alkitab.
c. Percaya pada Penyataan yang progresif, tetapi kebenaran tidaklah dibatasi oleh waktu
sehingga berlaku di sepanjang jaman.
4. HERMENEUTIK BARU. Tokohnya adalah Rudolf Bultman. Prinsip yang dipakai untuk menafsir
adalah kita harus membaca sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, karena manusia tidak boleh
mengabaikan inteleknya. Otoritas Alkitab tidak diterima sepenuhnya. Mereka bahkan meragukan apakah
apa yang Alkitab katakan itu sama dengan apa yang dituliskan. Tujuan utama Hermeneutik Baru adalah
mencoba menghindarkan diri dari kelemahan yang dimiliki Liberalisme.

C. Aliran-aliran Hermeneutik

Telah kita pelajari sebelumnya bahwa sejak permulaan berdirinya sinagoge sampai gereja, bahkan sampai
saat ini terdapat berbagai metode untuk melakukan penyelidikan/penafsiran Alkitab. Metode penafsiran
11

dari kelompok-kelompok tertentu mengikuti aliran tertentu. Diantara aliran-aliran yang timbul dan
berkembang tsb. akhirnya dapat digolong-golongkan sbb.:

1. METODE ALEGORIS. Metode Alegoris berangkat dari suatu asumsi bahwa dibalik arti harafiah yang sudah
biasa dan jelas itu terdapat arti sesungguhnya (kedua) yang lebih dalam yang perlu ditemukan oleh
orang Kristen yang lebih dewasa. Dalam menafsirkan perikop Alkitab mereka membandingkan masing-
masing fakta/informasi yang sudah jelas untuk membuka kebenaran rohani tersembunyi dibalik
pengertian literalnya.
Metode Alegoris tidak hanya populer di gereja-gereja purba, karena dalam gereja modern sekarangpun
masih banyak ditemukan cara penafsiran Alkitab seperti ini. Mereka sering berpendapat bahwa apa yang
Allah katakan melalui penulis-penulis Alkitab bukanlah arti yang sesungguhnya. Bahaya dari metode ini
adalah tidak adanya batasan dan aturan secara Alkitabiah untuk memeriksa kebenaran beritanya.
Bahkan tujuan dan maksud penulisanpun akhirnya diabaikan sama sekali.
2. METODE MISTIS. Banyak ahli tafsir Alkitab menggolongkan metode penafsiran Mistis sama dengan
metode penafsiran Alegoris, karena memang sangat mirip. Penganut metode ini biasanya bercaya bahwa
ada arti rohani dibalik semua arti harafiah yang kelihatan. Dan mereka memberikan botot yang lebih
berat kepada hasil penafsiran mistis daripada arti yang sudah biasa.
Bahaya dari cara penafsiran ini terletak pada keragaman dan ketidak-konsistenan hasil penafsiran
mereka, sehingga tidak terkontrol banyaknya ragam hasil penafsiran mereka yang sering kali justru
memecah belah jemaat. Hal ni juga memberikan kesulitan dalam mempertanggung jawabkan doktrin
kejelasan (clarity) Alkitab, dan justru sebaliknya mereka membuat Alkitab tidak jelas dan Allah seakan-
akan bermain tebak-tabakan dengan penafsir untuk menemukan arti rohani dari setiap ayat. Dan bahaya
yang paling besar adalah penafsir menjadi otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran
penafsirannya.
3. METODE PERENUNGAN (Devotional). Tujuan metode penafsiran ini adalah hanya pada
pengaplikasiannya saja sehingga penganut metode ini menafsirkan Alkitab dalam konteks pengalaman
hidup mereka sehari-hari. Mereka percaya bahwa Alkitab ditulis memang untuk tujuan pengkudusan
pribadi semata-mata oleh karena itu arti rohani ayat-ayat tsb. hanya akan dapat ditemukan dari terang
pergumulan rohani pribadi. Oleh karena itu yang paling penting dalam mengerti Alkitab adalah apa yang
Tuhan katakan kepada saya pribadi.
Bahaya dari metode penafsiran ini adalah menjadikan Firman Tuhan menjadi pusat aplikasi pribadi saja
dan mengabaikan memahami karya Tuhan dan campur tangan Tuhan dalam sejarah. Kelemahan yang
lain dari metode ini adalah akhirnya jatuh pada kesalahan yang sama dengan metode Alegoris dan
Mistis, karena mereka akhirnya mengalegoriskan dan merohanikan Firman Tuhan untuk bisa sesuai
dengan kebutuhan pribadi.
4. METODE RASIONAL. Metode Rasional sangat digemari pada masa sesudah Reformasi, namun demikian
dampaknya masih terasa sampai jaman modern ini dalam berbagai macam bentuk penafsiran yang pada
dasarnya bersumber pada metode Rasional. Penganut metode Rasional berasumsi bahwa Alkitab
bukanlah otoritas tertinggi yang harus menjadi panutan. Alkitab ditulis oleh manusia maka berarti
merupakan hasil karya rasio manusia. Oleh karena itu kalau ada bagian-bagian Alkitab yang tidak dapat
diterima oleh rasio manusia maka bisa dikatakan bahwa bagian Alkitab tsb. hanyalah mitos saja.
Meskipun metode ini disebut sebagai "rasional" dalam kenyataan metode penafsiran ini adalah metode
yang paling tidak rasional. Jelas bahwa penganut metode ini sebenarnya tidak tertarik untuk mengetahui
apa yang dikatakan oleh para penulis Alkitab, sebaliknya mereka hanya memperhatikan pada apa yang
mereka pikir penulis Alkitab katakan. Rasio mereka pakai menjadi standard kebenaran yang lebih tinggi
dari Firman Tuhan (Alkitab). Mereka menafsirkan Alkitab hanya untuk mencari aplikasi bagi standard
moral mereka saja.
5. METODE LITERAL (HARAFIAH). Metode Literal adalah metode penafsiran Alkitab yang paling tua, karena
metode inilah yang dipakai pertama kali oleh Bapak Hermeneutik Ezra. Metode ini juga yang dipakai oleh
Tuhan Yesus dan pada rasul. Metode penafsiran Literal berasumsi bahwa kata-kata yang dipakai dalam
Alkitab adalah kata-kata yang memiliki arti seperti yang diterima oleh manusia normal pada umumnya,
yang memiliki arti yang yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan oleh akal sehat manusia. Tujuan
Allah memberikan FirmanNya adalah supaya dimengerti oleh manusia oleh karena itu Allah memakai
bahasa dan hukum-hukum komunikasi manusia untuk menafsirkan arti dan maksudnya.
12

Yang dimaksud dengan "literal" (harafiah) adalah arti yang biasa yang diterima secara sosial dan adat
istiadat setempat dalam konteks dimana penulis Alkitab itu hidup. Oleh karena itu apabila arti ayat-ayat
Alkitab tidak jelas maka penafsir harus kembali melihat konteks bahasa dan budaya (sejarah) dimana
penulis itu hidup dan penafsir harus menafsirkan ayat-ayat itu sesuai dengan terang dan pertimbangan
konteks bahasa dan budaya (sejarah) itu.

Hal-hal yang perlu dipahami dalam menggunakan metode Literal:

a) Metode Literal tidak berarti tidak mengakui adanya arti figuratif dari ayat-ayat tertentu dalam
Alkitab.
b) Metode Literal tidak berarti tidak mengakui adanya ari rohani dari ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.
c) Metode Literal tidak berarti mengabaikan tujuan aplikasi pribadi dalam penafsiran.
d) Metode Literal tidak berarti tidak mengakui adanya arti yang dalam yang harus ditemukan dalam
penafsiran.

Sumber Bacaan:

Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal. 29-111)


John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab – (Hal. 18-24)
Kevin J. Conner, Interpreting the Scripture - (Hal. 17-41)
Louis Berkhof, Principles of Biblical Interpretation - (Hal. 19-31)
Kevin J. Conner, Interpreting the Scripture - (Hal. 13-16)

Bab IV

PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK

Mengapa perlu aturan-aturan dalam menafsirkan Alkitab?

KESULITAN-KESULITAN YANG TIMBUL DALAM MENAFSIR ALKITAB

Alkitab, yang berisi pengetahuan tentang Allah dan karyaNya, diberikan oleh Allah kepada manusia supaya
manusia mengerti dan mengenal Allah serta melakukan kehendakNya yang kekal. Oleh karena itu tujuan
penafsiran Alkitab adalah bagaimana isi dan berita Alkitab itu dimengerti dengan benar dan jelas oleh kita
sebagai pembacanya. Tapi seperti apa yang sudah kita bicarakan dalam bab sebelumnya, bahwa ada
banyak gap yang memisahkan antara kita dengan Alkitab yang harus kita jembatani lebih dahulu.

________
|Pikiran |
|Allah | ___________
| 1 |______| Inspirasi | __________
|________| | Alkitab | | Transmisi|
| 2 |________| Alkitab |
|___________| | 3 |
|__________|_____________ ___________
|Penafsiran |
| Alkitab |
__________ | 4 |
___________ | Pikiran |____________|___________|
________ | Aplikasi | | Alkitab |
|Tindakan| | Kebenaran |_________| 5 |
|Manusia |______| 6 | |__________|
| 7 | |___________|
|________|

Untuk sampai pada taraf dimana manusia mengerti pikiran Alkitab (pikiran Allah) maka kita perlu
memahami gap-gap apa yang menghalangi. Oleh karena itu sebagai pendahuluan untuk mengenal prinsi-
13

prinsip Hermeneutik marilah terlebih dahulu kita mengenal kesulitan-kesulitan yang muncul dalam


melakukan penafsiran Alkitab secara sehat.

A. Adanya Gap Antara Pembaca dan Alkitab

1. GAP LINGUISTIK. Salah satu masalah utama yang kita temui adalah bahwa Alkitab pada mulanya
ditulis dalam 3 macam bahasa yang bukan bahasa kita, bahkan adalah bahasa yang secara umum
sudah tidak dipakai lagi, yaitu: Bahasa Ibrani Kuno, Kaldea Kuno (Aram) dan Yunani Koine. Dan
memang kita ketahui bahwa Alkitab pertama ditulis bukan untuk orang-orang modern sekarang, jadi
inilah gap pertama yang harus dihadapi, gap Linguistik.
Untuk kita mempelajari sendiri bahasa-bahasa kuno tsb. sehingga bisa membaca dan memahami
manuskrip-manuskrip Alkitab kuno tsb. tidaklah mungkin. Tapi kita bersyukur bahwa ada orang-
orang yang telah khusus belajar bahasa-bahasa tsb. sehingga memungkinkan kita mempelajarinya
dengan cara yang jauh lebih mudah. Telah tersedia kamus-kamus bahasa (leksikon) yang dapat
menolong kita mempelajari kosa kata bahasa asli Alkitab yang kita cari, khususnya bila disertai
dengan penjelasan tentang penggunaan tense yang dipakai. Juga telah cukup tersedia (walaupun
dalam bahasa Inggris) buku-buku yang menguraikan tentang arti dan makna kata-kata/frasa/kalimat
atau ayat-ayat penting Alkitab yang diambil dari bahasa aslinya. Hal ini sangat menolong karena
banyak kata/istilah-istilah yang sulit kita ketahui makna/artinya jika tidak dimengerti dalam bahasa
aslinya.
2. GAP BUDAYA. Budaya sekitar penulisan Alkitab sangat berbeda dengan konteks budaya modern
para pembacanya sekarang. Oleh karena itu gap budaya ini perlu dijembatani dengan mempelajari
budaya, khususnya budaya saat para penulis Alkitab hidup. Namun ini bukan masalah yang mudah
karena ada kira-kira 40 penulis Alkitab yang hidup dalam budaya yang berbeda satu dengan yang
lain.
Ada buku-buku yang dapat membantu kita mempelajari budaya Alkitab, misalnya ensiklopedia
Alkitab, dan buku-buku pengantar Alkitab. Disana kita bisa dapatkan informasi tentang cara-cara
tertentu mereka melangsungkan kehidupan bermasyarakat, misalnya cara mereka bermata
pencaharian, bagaimana mereka bersosialisasi, berkeluarga, melakukan penyembahan atau
menjalankan hukum adat istiadat. Juga hal-hal mengenai perumahan, makanan, pakaian, alat-alat
bercocok tanam, senjata perang, alat transportasi, benda-benda seni, alat-alat penyembahan, alat-
alat masak, dll.
3. GAP GEOGRAFI. Konteks geografi jaman Alkitab sangat asing bagi pembaca modern sekarang. Tetapi
ini penting dipelajari karena tempat dimana peristiwa-peristiwa dan penulisan-penulisan terjadi
dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang arti peristiwa yang terjadi. Satu kendala besar
adalah perubahan yang cukup drastis antara keadaan waktu lampau dan sekarang sehingga kadang-
kadang kita sudah tidak mempunyai informasi lagi tentang tempat-tempat itu.
Buku-buku yang dapat membantu kita mengenal keadaan geografis penulisan Alkitab adalah buku-
buku hasil penelitian arkeologi tentang kota-kota, negara-negara dan bangsa-bangsa, juga tentang
iklim, susunan (formasi) tanah, laut-laut, sungai-sungai, tanaman dan jenis-jenis binatang pada
jaman Alkitab. Selain penemuan arkeologis, kita juga dapat dibantu dengan peta-peta kuno, foto-
foto dan membandingkan dengan peta modern.
4. GAP SEJARAH. Konteks sejarah penulis Alkitab adalah berkisar dari jaman Musa sampai Yohanes,
yaitu kira-kira 16 abad. Dibandingkan dengan pembaca Alkitab yang hidup pada jaman modern,
maka ada gap yang sangat besar. Untuk mempelajari tentang sejarah kita bisa dibantu dengan
banyak buku-buku sejarah Alkitab (PL dan PB), dimana didalamnya dapat kita pelajari misalnya
tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan (latar belakang politik, ekonomi, agama) yang
mempengaruhi jalannya sejarah atau tindakan para tokoh-tokoh Alkitab.

B. Adanya Bahaya Dalam Menafsir

Melihat gab-gab (yang telah dijelaskan di atas) antara pembaca Alkitab masa kini dan Alkitab yang
ditulis pada masa yang lampau, maka kemungkinan terjadi kesalahan menafsir besar sekali. Oleh
karena itu diperlukan studi khusus yang berisi aturan-aturan dalam menafsir untuk menolong
orang Kristen tidak terjebak dalam kesalahan menafsir. Contoh-contoh bahaya tsb. adalah:
14

1. MENCOMOT AYAT DAN DILEPASKAN DARI KONTEKSNYA. Jika menafsirkan ayat dengan tidak
memperhatikan konteksnya, maka kemungkinan besar hasil penafsirannya tidak sesuai dengan
maksud yang diinginkan penulisnya atau tidak lengkap sehingga tidak dapat dimengerti dengan jelas
dan benar.
2. MENAFSIR SECARA HARAFIAH YANG TIDAK PADA TEMPATNYA. Memang Alkitab harus dibaca
sebagaimana kata-kata yang tercantum didalamnya, namun demikian tidak selalu hal ini bisa
diterapkan. Perlu dipelajari dengan teliti untuk mengetahui apakah yang dimaksud adalah arti
harafiah, sebab kalau tidak dapat menimbulkan kesalahan menafsir.
3. MENCARI ARTI ROHANI DALAM SETIAP AYAT. Ini adalah kebalikan dari menafsirkan secara harafiah.
Kesulitan mengerti ayat-ayat dalam Alkitab atau tidak mendapatkan apa yang diinginkan seringkali
diatasi dengan cara merohanikan arti harafiah yang sudah jelas dalam ayat-ayat tsb. sehingga
akhirnya menyelewengkan tujuan asli penulis Alkitab.
4. KELEMAHAN DALAM TERJEMAHAN ALKITAB. Tidak ada Alkitab terjemahan yang terjemahannya
benar secara sempurna. Oleh karena itu perlu cara-cara penyelidikan yang tepat sehingga
menghindarkan kita dari mengikuti hanya satu versi Alkitab saja.
5. KETERBATASAN MANUSIA. Terutama karena sifat malas kita dalam mempelajari Alkitab secara teliti,
objektif dan sistematis, maka mengikuti aturan-aturan penafsiran yang sehat akan menolong kita
untuk disiplin dan tidak jatuh pada subjektivisme.

C. Adanya Kesalahpahaman Tentang Pekerjaan Menafsir

1. ALKITAB SULIT UNTUK DIMENGERTI. Mempelajari Alkitab memang tidak selalu mudah untuk baik
untuk mereka yang mempunyai latar belakang teologia maupun orang awam, namun demikian
bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Setiap orang Kristen mempunyai tugas dan kewajiban untuk
mempelajari Alkitab karena Alkitab adalah pedoman hidup yang benar. Oleh karena itu membuat
aturan-aturan dalam menafsir akan menolong setiap orang Kristen untuk melakukan penyelidikan
Alkitab secara pribadi. Dengan mempelajari prinsip-prinsip penafsiran dan alat-alat
bantu Hermeneutik, maka pekerjaan menafsir dapat menjadi tugas yang lebih ringan dan
membuahkan hasil yang menyenangkan.
2. PANDANGAN BAHWA MEMPELAJARI ALKITAB ADALAH TUGAS PARA PENDETA DAN TEOLOG SAJA.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada masa yang lalu orang awam tidak diperbolehkan untuk
melakukan penafsiran Alkitab sendiri, sebab dikuatirkan bahwa mereka akan menafsir Alkitab secara
salah. Namun dengan berkembangnya Hermeneutik dan tersedianya alat-alat bantu Hermeneutik,
maka kekuatiran itu tidak lagi menjadi ancaman yang mengerikan. Justru sebaliknya dengan
menolong jemaat Kristen awam mempelajari Alkitab sendiri maka kualitas kehidupan rohani jemaat
akan meningkat.

Sumber Bacaan:

1. Kevin J. Conner, Interpreting the Scripture - (Hal. 43-48) 2. Don L. Fisher, Pra Hermeneutik -


(Hal. 9-16) 3. John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab - (Hal. 6-13) 4. R. C.
Sproul, Mengenali Alkitab - (Hal. 1-3) 5. Ir. Mangapul Sagala, M. Div., Petunjuk Praktis Menggali
Alkitab - (Hal. 9-16) 6. Jim Wilhoit, Effective Bible Teaching - (Hal. 95-108)

Bab V
PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK UMUM
Prinsip-prinsip umum apakah yang perlu dipelajari?Dan bagaimana menggunakannya?

PENJELASAN TENTANG PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK UMUM

Seperti telah disebutkan dalam bab sebelumnya, prinsip-prinsip Hermeneutik dibagi menjadi Prinsip Umum
dan Prinsip Khusus. Prinsip Umum adalah aturan-aturan yang dapat dipakai untuk menafsirkan segala
macam bentuk sastra. Dalam Prinsip Umum ini tercakup didalamnya adalah:
15

1. MENAFSIRKAN MENURUT KONTEKSNYA. Prinsip pertama adalah menafsirkan kata/frasa/ kalimat/ayat


dengan lebih dahulu mempertimbangkan konteksnya.

Konteks berasal dari 2 kata, yaitu: kon (bersama-sama)

dan teks (tersusun)

Jadi secara khusus konteks diartikan sebagai ayat-ayat sesudah atau sebelum ayat (bagian) yang
dipelajari. Tapi secara umum konteks diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan sebagian
(konteks dekat) atau keseluruhan tulisan (konteks jauh). Sehubungan
dengan Alkitab, konteks diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan satu bagian perikop
tertentu, atau satu pasal tertentu atau satu kitab tertentu dalam Alkitab, atau bahkan keseluruhan
Alkitab.

Secara terperinci konteks dapat dibagi dalam empat tingkat:

1. Konteks Seluruh Alkitab


Konteks dari setiap ayat adalah seluruh Alkitab. Tidak boleh ayat ditafsirkan lepas di luar Alkitab.
"Alkitab menafsir Alkitab".
2. Konteks Perjanjian
Dalam seluruh Alkitab, konteks dari setiap ayat adalah Kitab Perjanjian dimana ayat itu berada. "PB
ada didalam PL, PL diterangkan oleh PB"
3. Konteks Kitab
Dalam seluruh Alkitab dan Kitab Perjanjian, konteks dari setiap ayat adalah kitab dalam Alkitab
dimana ayat itu berada.
4. Konteks Perikop
Dalam seluruh Alkitab, Kitab Perjanjian dan Kitab dalam Alkitab, konteks dari setiap ayat adalah
perikop dimana ayat itu berada.

Kesimpulan:

Konteks ayat adalah perikop Alkitab


Konteks perikop adalah Kitab (buku) Perjanjian
Konteks kitab adalah Kitab Perjanjian Kitab
Konteks Kitab Perjanjian adalah seluruh Alkitab Perikop

Ayat

Mengapa mempelajari konteks sangat penting? Pertama, karena tanpa mempelajari konteksnya
maka pengertian kita terhadap ayat tsb. menjadi tidak lengkap, khususnya jika ada kaitan
pengertian yang tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lain (Misalnya: janji yang bersyarat).
Kedua, tanpa mengikut sertakan konteks seringkali kita tidak melihat kaitan pengertian yang lebih
luas sehingga sering memberi arti yang salah (Misalnya: kata-kata yang sama tetapi memiliki arti
yang berbeda).

Petunjuk mempelajari konteks:

a) Bacalah keseluruhan perikop (atau pasal) yang menjadi konteks ayat yang anda pelajari.
b) Selidiki keseluruhan data dan pelajari kaitan-kaitannya.
c) Carilah informasi latar belakang dari nama/tempat/peristiwa yang sedang dipelajari dengan
menggunakan Kamus Alkitab.
d) Gunakan Referensi Silang untuk membandingkan jika peristiwa/kisah yang sedang dipelajari juga
dicatat dalam kitab yang lain (memiliki kisah paralel)

2. MEMPELAJARI ARTI KATA ASLINYA. Prinsip kedua dalam menafsir adalah menafsirkan sesuai dengan
arti kata(-kata) yang tepat sebagaimana dimaksudkan oleh penulis aslinya. Masalah utama yang harus
diperhatikan adalah bagaimana menemukan definisi kata itu dan apa artinya yang tepat sesuai dengan
konteks jaman/budaya waktu penulisan.

Satu hal yang perlu diingat dalam melakukan studi kata adalah bahwa kata-kata dalam Alkitab kita
sekarang adalah hasil terjemahan dari bahasa asli Alkitab (Ibrani/Yunani), oleh karena itu penyelidikan
16

lebih lanjut harus dilakukan dengan membandingkan kata-kata yang ada dalam Alkitab bahasa
Ibrani/Yunani.

petunjuk mempelajari kata:

1. Satu kata bisa mempunyai beberapa arti yang berbeda.


2. Kata-kata yang berbeda bisa mempunyai arti yang sama.
3. Selidiki hanya kata-kata yang penting yang memiliki arti teologis, khususnya yang sering diulang-
ulang.
4. Pelajari kata-kata penting tsb. dalam konteksnya.
5. Gunakan konkordansi atau referensi silang untuk mencari padanan arti.
6. Arti kata bisa berubah setelah melewati jangka waktu tertentu.
7. Alkitab kadang menggunakan kata-kata/terminologi yang mempunyai arti yang berbeda dengan
penggunaan umum.
8. Arti kata tsb. dalam bahasa Ibr./Yun. kadang berbeda dengan bhs. Indonesia.

3. MEMAHAMI TATA BAHASANYA. Prinsip yang ketiga adalah harus menafsir sesuai dengan tata bahasa
dari kalimat tsb. Setiap kata dalam kalimat tidak berdiri sendiri. Kata yang disusun bersama-sama
memberi kombinasi arti yang membangun alur pikiran. Arti dari kata itu sering ditentukan dari
hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat. Tata Bahasa sendiri tidak memperlihatkan
arti sesungguhnya dari kata itu, tapi memperlihatkan kemungkinan arti lain yang terdapat dalam kata
(kalimat) itu. Tata Bahasa terdiri dari beberapa unsur penting, misalnya: subjek, objek, kata kerja,
kata keterangan waktu/tempat/cara, kata ganti dan kata sambung. Masing-masing unsur ini akan
memberikan bentukan kata dan hubungan kata dalam kalimat.

Petunjuk mempelajari tata bahasa:

a) Kalau ada bagian (kalimat) yang tidak jelas artinya, cari tahu dahulu kunci katanya dan analisa tata
bahasanya.
b) Pelajari hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat tsb.
c) Pelajari juga bentukan-bentukan katanya, khususnya dalam susunan kata kerja bahasa aslinya
(Ibr/Yun).
d) Kalau kemungkinan artinya lebih dari satu, maka cari petunjuk lain, khususnya konteks.

4. MENANGKAP MAKSUD/TUJUAN PENULISNYA. Prinsip keempat dalam menafsir adalah kita harus
menemukan tujuan dan maksud penulis Alkitab. Adakalanya penulis-penulis Alkitab memberikan
petunjuk dengan jelas maksud/tujuan mereka menuliskan kitab/surat. Tetapi kebanyakan penulis
Alkitab tidak jelas menunjukkan tujuan penulisan kitab itu. Untuk itu pembaca harus membaca dengan
teliti seluruh isi kitab, khususnya dengan mempelajari garis besarnya. Setelah menemukan
tujuan/maksud penulisan kitab, maka penafsir harus menjadikan itu sebagai pedoman untuk menafsir
dengan yang tepat.

Petunjuk mempelajari maksud/tujuan penulis:

1) Perhatikan kalimat-kalimat yang mengandung kata sambung, "supaya" atau sebab itu".
2) Jika tidak disebutkan dengan jelas makdud penulis, pelajarilah garis besar struktur penulisan kitab
tsb.
3) Pelajari juga latar belakang peristiwa/berita yang disampaikan dalam kitab tsb. untuk menemukan
maksud penulis menuliskan kitab/surat tsb.

5. MEMPELAJARI LATAR BELAKANGNYA. Prinsip kelima adalah penafsiran harus diterangi dengan latar
belakang sejarah, geografi dan budaya yang ada dalam berita yang disampaikan penulis. Penulisan
kitab dalam Alkitab ditulis dalam kerangka waktu, tempat dan budaya yang tidak lagi sama dengan
yang dipunyai penafsir. Untuk itu penafsir harus betul-betul memahami dunia Alkitab untuk dapat
mengerti keadaan dan maksud asli ayat/perikop/buku itu ditulis.

Petunjuk mempelajari latar belakang:


17

a) Pelajari dunia Alkitab dengan teliti, jalan terbaik adalah dengan membaca seluruh Alkitab secara
berurutan.
b) Mencatat peristiwa/kejadian penting yang perlu pengetahuan tambahan.
c) Gunakan Kamus Alkitab/Ensiklopedia dan alat (buku) yang bisa dipakai untuk menambah
pengetahuan sejarah dalam Alkitab.
d) Cari Alkitab yang mempunyai referensi silang atau catatan kami karena akan mempermudah
mendapatkan paralel informasi yang dicari.

6. MENAFSIRKAN AYAT DENGAN AYAT ALKITAB. Prinsip keenam dalam menafsir adalah kita perlu
mencari terang pengajaran Alkitab secara utuh (keseluruhan kebenaran). Tidak mungkin kebenaran
dari satu ayat bertentangan dengan ayat yang lain, karena Alkitab tidak mungkin bertentangan
dengan diriNya sendiri. Inilah juga yang menjadi alasan kita mempelajari ayat dalam konteksnya.

Salah satu cara untuk mengerti keseluruhan kebenaran Alkitab adalah dengan membandingkan
perikop yang paralel; yaitu bagian (ayat-ayat) yang membicarakan hal-hal yang sama tetapi ada di
tempat-tempat yang berbeda di Alkitab. Dari perbedaan (atau persamaan) kita dapat melihat
pengertian ayat-ayat itu lebih jelas. Tapi karena tidak banyak ayat-ayat (perikop) paralel ada di
seluruh Alkitab maka cara ini tidak selalu dapat dijadikan acuan. Prinsip konteks lebih memberikan
kepastian yang jelas.

Petunjuk untuk mempelajari prinsip menafsirkan ayat dengan ayat:

a) Penafsir harus tahu garis besar pengajaran kebenaran seluruh Alkitab.


b) Mempelajari topik-topik penting dalam Alkitab.
c) Mempunyai pengetahuan isi Alkitab secara luas.
d) Gunakan Referensi Silang untuk mencari ayat-ayat yang membahas tema-tema yang sama dalam
seluruh Alkitab.
e) Prinsip konteks seringkali memegang peranan penting.

Sumber Bacaan:

1. 1. Alan D. Cox, Penafsiran Alkitab - (Hal. 6-30)


2. 2. Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal.133-244)
3. 3. Pdt. Ichwei G. Indra, 8 Prinsip Tafsir Alkitab - (Hal. 18-42)
4. 4. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini - (Hal. 435-436)
5. 5. Don L. Fisher, Pra Hermeneutik - (Hal. 42-100)
6. 6. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 49-89)

Bab VI

PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK KHUSUS

Prinsip-prinsip khusus apakah yang perlu dipelajari?Bagaimana menggunakannya?

PENJELASAN TENTANG PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK KHUSUS

Selain prinsip-prinsip umum, ada prinsip-prinsip khusus yang dapat menolong penafsir memberikan
perhatian khusus pada jenis-jenis karya sastra yang dipakai dalam Alkitab. Prinsip-prinsip khusus tsb.
adalah sbb.:

1. MEMPALAJARI KATA-KATA KIASAN DAN GAYA BAHASA.


Kata Kiasan/Gaya Bahasa adalah kata atau ungkapan yang digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu
yang tidak untuk arti harafiahnya (sesungguhnya). Walaupun kata-kata kiasan itu tidak membawa arti
kata harafiahnya, tetapi mengungkapkan suatu berita kebenaran tertentu dengan cara yang lebih
menarik. Dalam Alkitab kita menemui banyak kata-kata kiasan yang dipakai. Untuk itu kita perlu
mengerti bentuk kata-kata kiasan bagaimana yang dipakai supaya tidak salah menafsirkan beritanya.
18

a) Metafora. Artinya: membandingkan dua hal yang mempunyai arti yang berlainan.


Contoh: "Akulah roti hidup;" {Joh 6:35}
b) Simili. Artinya: membandingkan dua hal yang berlainan memakai kata "seperti".
Contoh: "Aku akan seperti embun bagi Israel,..." {Ho 14:6}
c) Sinekdot. Artinya: bagian yang mewakili keseluruhan, atau sebaliknya.
Contoh: "semua penduduk Yerusalem" {Mr 1:5}
d) Antromorf. Artinya: berbicara kepada benda mati yang diperlakukan sebagai manusia.
Contoh: "Hai mezbah, hai mezbah" {1Ki 13:2}
e) Personifikasi. Artinya: berbicara mengenai benda yang tidak hidup menjadi seolah-olah hidup.
Contoh: "Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan." {Ps 98:8}
f) Hiperbole. Artinya: pernyataan yang dilebih-lebihkan.
Contoh: "Air mataku berlinang seperti aliran air." {Ps 119:136}
g) Interogasi. Artinya: bentuk pertanyaan, yang jawabannya sudah diharapkan oleh si penanya.
Contoh: "Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" {Ps 8:4}
h) Ironi. Artinya: berlawanan dengan arti yang sebenarnya.
Contoh: "bersama-sama kamu hikmat akan mati" {Job 12:2}

Petunjuk mempelajari kata-kata kiasan/gaya bahasa:

a) Kata-kata kiasan yang digunakan biasanya cukup mudah ditemukan.


b) Analisa kata-kata tsb. dan tempatkan pada konteksnya.

2. MEMAHAMI BENTUK SIMBOL-SIMBOL.


Lambang/simboldiartikan sebagai penambahan arti pada arti biasa yang sudah ada (diketahui umum).
Alkitab menggunakan banyak lambang/simbol untuk mengungkapkan kebenaran atau justru
menyembunyikannya. Kata-kata lambang itu bisa berupa orang, nama, benda, warna, nomor dll. Dan
sering kali Alkitab tidak memberikan arti terhadap simbol-simbol itu dan pembacalah yang harus
menemukannya. Itu sebabnya penafsir harus hati-hati untuk bijaksana menentukan apakah simbol itu
betul-betul dimaksudkan oleh Alkitab atau tidak. Contoh: baptisan, perjamuan kudus dll.

Beberapa petunjuk untuk menafsirkan simbol:

a) Pelajari cara Alkitab sendiri menafsirkan simbol.


b) Kalau itu benda, maka kualitas/sifat benda tsb. bisa menjadi petunjuk arti yang dimaksud.
c) Pelajari konteksnya karena penting untuk membantu menentukan arti yang dimaksud. Benda
atau objek yang sama bisa memberikan simbol arti yang berbeda, maka perlu melihat
konteksnya.
d) Hindari berspekulasi. Kalau Alkitab tidak memberikan petunjuk maka tidak perlu mereka-reka.

3. MEMAHAMI BENTUK GAMBARAN/TIPE.


Gambaran dalam Alkitab menunjukkan aspek-aspek dari kebenaran Alkitab yang sangat indah dan
berharga untuk kita ketahui.

Gambaran-gambaran itu biasanya memiliki sifat sbb.:

a) Mempunyai maksud ilahi. Gambaran bisa ditentukan kepastiannya kalau diparalelkan dengan
PB. Tapi kalau tidak disebutkan dalam PB, maka berarti harus hati-hati.
b) Gambaran adalah bayang-bayang dari kebenaran yang akan diungkapkan, oleh karena itu
penggambaran dalam PL akan digenapkan dalam PB.
c) Bagaimana bila gambaran tertentu itu tidak disebutkan dalam PB. Dalam hal ini para teolog
berbeda pendapat:
Pertama: Semua gambaran harus mempunyai paralel dalam PB, kalau tidak berarti tidak perlu
dicari artinya.
Kedua: Semua hal dalam PL merupakan gambaran dari apa yang akan datang (PB). Jadi pasti
harus dicari artinya.
Contoh: Imam Besar PL adalah gambaran dari Kristus dalam PB (Le 9:7 menunjuk kepada Heb
5:3).
19

4. MEMPELAJARI TUJUAN PERUMPAMAAN DAN ALEGORI.


Perumpamaan biasanya diartikan sebagai sebuah cerita yang mengandung kebenaran hidup tetapi
tidak sungguh-sungguh terjadi (tidak ada nilai sejarah) dan diceritakan dengan maksud untuk
memberikan kebenaran moral atau rohani. (bisa disebut sebagai perpanjangan dari simili karena
mengandung suatu perbandingan). Perumpamaan banyak terdapat dalam Injil-injil Sinoptik. Ada
beberapa motif mengapa Yesus memberikan perumpamaan. Kadang untuk menjawab pertanyaan,
kadang untuk ilustrasi kotbah, kadang untuk membungkam perdebatan dll.

Petunjuk untuk memahami perumpamaan:

a) Perumpamaan biasanya mempunyai satu pesan/berita/tujuan. Jadi kita tidak perlu mengartikan
semua detailnya dengan arti rohani. Yang penting temukan tujuan utamanya (inti berita yang
akan disampaikan).
b) Pikirkan arti harafiahnya ketika pertama membaca perumpamaan. Karena perumpamaan
biasanya terdiri dari 3 unsur: Situasi, Cerita, dan Aplikasi, maka kalau sulit mengerti artinya,
pikirkan situasinya (latar belakang budaya atau sejarahnya), lalu tujuan aplikasinya.
c) Periksa arti perumpamaan itu dengan pengajaran langsung dari Alkitab.

Alegori hampir sama dengan perumpamaan. Alegori bisa disebut sebagai perpanjangan dari
metafora. Yesus kadang menggunakan metode alegori dalam menyampaikan pengajaranNya (Joh
10 dan Joh 15), tetapi artinya cukup jelas karena Yesus sendiri biasanya menjelaskan artinya.

5. MEMPELAJARI BENTUK IDIOM-IDIOM BAHASA IBRANI. Idiom adalah ungkapan yang hanya khusus
dipakai oleh bahasa tertentu. Idiom sering sama dengan pemakaian gaya bahasa (kata kiasan), tetapi
karena kekhususan cara berpikir dalam bahasa Ibrani maka hal ini dibedakan. Kesulitan utama untuk
mengerti idiom bahasa Ibrani Alkitab (PL dan PB) adalah kebanyakan pembaca tidak memahami latar
belakang budaya Ibrani:

a) Antrophomorfisme. Artinya mengambil bentuk manusia. Dalam Alkitab banyak dipakai


khususnya untuk berbicara tentang Allah. Perlu diperhatikan bahwa seringkali arti kata-kata tsb.
bukan menunjuk kepada arti harafiahnya. Contoh: "tanganNya yang kuat.." {De 11:2}
b) Mengabsolutkan yang relatif. Menyebut sesuatu yang relatif dengan cara yang absolut. Contoh:
"Jikalau seseorang tidak datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya...". {Lu 14:26}
c) Merelatifkan yang absolut. Menyebut sesuatu yang absolut dengan cara yang relatif. Contoh:
"Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka
akan menghukumnya.". {Lu 11:32}
d) "Anak dari.........".Menyebutkan arti lain dari arti harafiahnya. Contoh: "anak Daud" artinya
keturunan Daud.

6. MEMPELAJARI BENTUK PUISI.


Puisi adalah alat pengekspresi perasaan dan pikiran manusia yang paling dalam. Bentuk sastra Ibrani
biasanya ditandai dengan struktur baris tertentu yang disebut paralelisme, namun tidak bersajak.
Dalam Alkitab cukup banyak dijumpai bentuk-bentuk tulisan puisi; misalnya: Nyanyian perang, {Ex
17:16} Nyanyian Cinta (Kidung Agung), Ratapan (beberapa bagian kitab Mazmur dan Kitab Ratapan),
Nyanyian Pujian (Beberapa bagian kitab Mazmur, Nyanyian Maria), Ucapan Hikmat/Pengajaran
(beberapa bagian Kitab Mazmur).

Bentuk-bentuk Paralelisme yang sering dijumpai adalah:

a) Paralel Sinonim (mengandung ide yang searti), mis: Ps 24:3.


b) Paralel Antitesis (mengandung ide yang bertentangan), mis: Ps 37:9
c) Paralel Sintesis (mengandung ide yang terpadu), mis Ps 35:1-2

7. MEMPELAJARI NUBUAT. Nubuatan
adalah salah satu bentuk sastra yang mungkin paling sulit untuk ditafsirkan sehingga paling banyak
disalah-tafsirkan. Dari banyaknya jumlah nubuatan yang ada di Alkitab, maka sangat perlu kita
memberi perhatian dalam menafsir. Ciri/karakteristik nubuatan: biasanya menggunakan gaya
bahasa/kata kiasan, sehingga artinya tidak jelas. Kata kerja yang digunakan adalah bentuk-bentuk
keakanan dan penggenapannya adalah untuk waktu yang akan datang (bisa waktu dekat atau jauh),
dan jelas memiliki perspektif nubuatan dengan bersyarat atau tidak bersyarat.
20

Nubuatan dibedakan dalam beberapa macam:

a) Nubuatan yang akan terjadi langsung saat dikatakan


Contoh: "Aku akan mengeraskan hati Firaun" {Ex 14:4}
b) Nubuatan PL yang digenapi kemudian pada masa PL
Contoh: Jos 6:26 1Ki 16:34
c) Nubuatan PL yang digenapi kemudian pada masa PB
Contoh: Nubuatan-nubuatan tentang Mesias.
d) Nubuatan PB yang digenapi kemudian pada masa PB
Contoh: Mr 13:2
e) Nubuatan PL dan PB yang belum digenapi
Contoh: Kedatangan Kristus yang kedua kali.

8. MEMPELAJARI DOKTRIN. Pengajaran/Doktrin
diartikan sebagai suatu prinsip kebenaran yang berisi pokok-pokok iman yang diajarkan oleh Alkitab
yang telah disusun secara sistematis. Alkitab adalah sumber dari semua doktrin Kristen yang Tuhan
ingin ajarkan kepada kita. Doktrin-doktrin Alkitab mempunyai satu kesatuan yang utuh, oleh karena
itu tidak mungkin mengajarkan kebenaran yang saling bertentangan satu dengan yang lain, walaupun
ada kemungkinan terdapat kebenaran yang bersifat paradoks.

Petunjuk untuk menafsir doktrin

a) Dasarkan penafsiran doktrin pada pernyataan-pernyataan yang jelas arti harafiahnya dan bukan
berdasar dari kata-kata kiasan atau yang tidak jelas.
b) Dasarkan doktrin pada perikop-perikop (konteks) yang bersifat didaktik (pengajaran) bukan sejarah.
c) Dasarkan doktrin pada seluruh kebenaran Alkitab, tidak cukup kalau hanya sebagian kebenaran dan
jangan merumuskannya dari kebenaran yang tidak disebutkan dalam Alkitab.
d) Pakailah semua prinsip-prinisp umum Hermeneutik untuk menafsirkan doktrin, khususnya studi kata.
e) Hindarkan unsur-unsur spekulasi dalam menafsirkan doktrin.

Sumber Bacaan:

Alan D. Cox, Penafsiran Alkitab - (Hal. 31-41)


Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal.245-334)
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini - (Hal. 435-436)
Don L. Fisher, Pra Hermeneutik - (Hal. 34-100)
Pdt. Ichwei, 8 Prinsip Tafsir Alkitab - (Hal. 43-47)
T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 93-156)

Bab VII
PENDEKATAN HEMENEUTIK
Mengapa masing-masing jenis kitab dalam Alkitab harus dipelajari dengan cara pendekatan yang berbeda-
beda?

PENDEKATAN SESUAI DENGAN JENIS-JENIS KITAB DALAM ALKITAB

Selain prinsip-prinsip yang sudah kita bicarakan dalam bab-bab sebelumnya, ada pendekatan lain yang
perlu dilakukan khususnya sehubungan dengan macam-macam karya sastra dari kitab-kitab yang ada
dalam Alkitab. Untuk itu kita akan melihat secara garis besar hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menafsirkan jenis-jenis kitab tsb.

A. Kitab-kitab Taurat

Berikut ini adalah beberapa pedoman yang perlu diingat untuk menafsir Kitab-kitab Taurat dengan lebih
tepat:
21

1. Kitab-kitab Perjanjian Lama secara umum adalah wasiat milik orang Israel, termasuk di dalamnya
adalah hukum Taurat PL. Hukum Taurat merupakan pernjanjian antara Tuhan dengan umat Israel
sebagai bangsa pilihan-Nya, agar Israel setia kepada Tuhan. Oleh karena itu ketentuan/hukum yang
ada dalam kitab-kitab Taurat, walaupun itu adalah Firman Tuhan, namun tidak lagi merupakan
perintah langsung bagi kita sekarang.
2. Ketentuan/hukum dalam kitab-kitab Taurat akan mengikat kita secara langsung apabila hukum tsb.
dibaharui dalam kitab-kitab PB. Oleh karena itu untuk menafsirkan hukum Taurat bagi kita sekarang
harus diterangi dengan terang hukum PB, yaitu hukum Kristus atau hukum kasih.
3. Ketentuan/hukum dalam kitab-kitab Taurat PL, sangat keras dan tegas, hal itu untuk menunjukkan
akan tingginya standard norma moral dan keadilan Allah. Hukum-hukum tsb. harus dipahami sebagai
suatu model bukan sebagai hukum yang lengkap.

B. Kitab-kitab Sejarah

Hal-hal yang perlu diingat ketika menafsirkan Kitab-kitab Sejarah/Hikayat:

1. Ada tiga tingkatan sejarah dalam Alkitab, yaitu:


a. Sejarah tingkat atas, yaitu rencana Allah untuk semesta alam, yang dilaksanakan melalui
ciptaannya.
b. Sejarah yang berpusat kepada bangsa Israel saja.
c. Sejarah tingkat bawah, yaitu sejarah yang berdiri secara tersendiri.

Namun dari semua orang yang terlibat dalam sejarah tsb. Allah adalah Tokoh Utamanya.

2. Kitab-kitab Sejarah PL biasanya tidak mengajarkan doktrin secara langsung, karena memang
tujuannya tidak untuk menjawab masalah-masalah teologis yang muncul. Tetapi dari peristiwa
yang terjadi kita akan mampu menarik pelajaran khusus tentang pokok-pokok tertentu. yang
biasanya merupakan penjelasan dari doktrin yang diajarkan dibagian kitab lain.
3. Sejarah mencatat apa yang telah terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi. Itu sebabnya apa
yang dilakukan tokoh-tokoh dalam kitab-kitab tsb., belum tentu menjadi contoh yang baik. Tokoh-
tokoh itu adalah manusia biasa yang juga memiliki kelemahan.
4. Kesalahan yang sering dilakukan penafsir ketika menafsirkan kitab-kitab sejarah adalah
mengalegoriskan cerita sejarah tsb. Hal ini terjadi karena penafsir tidak melihat peristiwa-peristiwa
dalam konteks keseluruhan dan menggabung-gabungkan peristiwa yang terjadi secara salah.

C. Kitab-kitab Puisi

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menafsur karya jenis mazmur/puisi:

1. Ada beberapa jenis Puisi dalam kitab-kitab Puisi di Alkitab:


a. Mazmur Ratapan (60 buah)
b. Mazmur mengucap syukur.
c. Kidung Pujian.
d. Mazmur Sejarah Keselamatan.
e. Mazmur Perayaan dan Pengukuhan.
f. Mazmur Hikayat.
g. Nyanyian Kepercayaan.
2. Sebagian besar isi (khususnya Kitab Mazmur) adalah pengalaman dan pergumulan pribadi para
penulisnya. Pengalaman seseorang tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengajaran/ doktrin. Ada
tiga tujuan penerapan Mazmur dalam kehidupan orang Krsiten yaitu:
a. Sebagai penuntun dalam ibadah.
b. Untuk memiliki hubungan yang jujur dengan Allah.
c. Untuk merenungkan perkara-perkara yang Allah telah lakukan bagi kita sehingga kita
dapat bersyukur atasnya.
3. Ada tiga sifat khas dari gaya puisi dalam PL yaitu:
a. Paraleisme Sinonim (yang searti). Contoh Isa 44:22.
b. Paraleisme Antithesis (yang bertentangan). Contoh Ho 7:14.
c. Paraleisme Sintesis (yang terpadu). Contoh Obaja ayat 21.

D. Kitab Nabi-nabi (Nabi Besar dan Nabi Kecil)


22

Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam menafsirkan kitab-kitab para nabi yaitu:

1. Allah memakai para nabi sebagai pengantara, penyambung lidah Allah. Berita para nabi bukan
berasal dari diri mereka sendiri, tetapi dari Allah. Itulah sebabnya nubuatannya/beritanya
didahului dengan kata: "Demikianlah Firman Tuhan" atau "Inilah Firman Tuhan".
2. Latar belakang para nabi diwarnai dengan:
a. Pergolakan bidang politik, militer, sosial, ekonomi;
b. Ketidaksetiaan secara rohani dari umat Allah;

Latar belakang ini sangat mempengaruhi berita yang dibawa oleh para nabi, karena hal itu
berhubungan langsung dengan keadaan, situasi dan kebutuhan jaman itu dan panggilan masing-
masing nabi-nabi tsb. untuk generasi yang hidup pada masa itu.

3. Dalam berita nubuatannya, Allah digambarkan sebagai Juru Dakwa atau Hakim. Itu sebabnya
bentuk sastra yang sering dipakai adalah "firman celaka". Melalui para nabi, Allah mengumumkan
kebinasaan yang mendekat. Ada tiga unsur didalamnya:
a. Nubuat mengenai malapetaka atau kebinasaan yang akan didatangkan.
b. Alasan mengapa malapetaka itu ditimpakan.
4. Di sisi lain, dipakai juga bentuk sastra yang berupa janji atau "firman keselamatan".
5. Dalam menyampaikan nubuatan, para nabi sering menggunakan puisi sebagai sarana
pemberitaannya, sebab di Israel kuno, puisi dihargai sebagai alat untuk belajar.

E. Kitab-kitab Injil

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Kitab-kitab Injil:

1. Perlu lebih dahulu diingat bahwa kitab-kitab Injil adalah kitab-kitab yang menceritakan tentang
kehidupan, pelayanan dan pengajaran Tuhan Yesus, tetapi tidak dtulis oleh Tuhan Yesus..
Diceritakan oleh 4 orang penulis yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
2. Perlu diperhatikan konteks kitab-kitab Injil. Ada 2 konteks historis; yang pertama pengetahuan
kebudayaan dan agama dari abad pertama yaitu Yudaisme Palestina. Namun selain itu ada
konteks kedua yaitu konteks historis dan sastra dari penulis kitab Injil itu sendiri.
3. Untuk menafsirkan kitab-kitab Injil, disarankan agar kita memakai cara berpikir secara vertikal
dan horizontal, karena banyak perikop dari kitab-kitab Injil yang menceritakan cerita
pararel/sama.

F. Kitab Kisah Para Rasul

Kitab Kis. Para Rasul dimasukkan sebagai kitab sejarah, karena menceritakan tentang sejarah perbuatan
para rasul dan masa gereja mula-mula, oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
menolong kita menafsirkan dengan lebih tepat:

1. Disarankan untuk membaca keseluruhan buku ini secara sekaligus (sekali baca) untuk dapat
mengamati perkembangan peristiwa-peristiwanya dalam satu kesatuan.
2. Namun selain mengkisahkan tentang perbuatan para Rasul, jelas penulis Lukas menunjukkan
gerakan Roh Kudus dibalik peristiwa-peristiwa tsb. yang mengatur gerakan kekristenan dari
Yerusalem sampai ke Samaria, dan sampai ke ujung-ujung bumi.
3. Karena sifat sejarahnya, maka hal-hal yang diceritakan tsb. bukan sesuatu yang bersifat normatif,
kecuali jika Alkitab mengatakannya dengan tegas.

G. Surat-surat Kiriman

Seperti kebanyakan surat pada umumnya, surat-surat Kiriman dalam Alkitab memiliki ciri-ciri yang sama
yaitu: ada nama penulis, nama penerima, salam pembukaan/doa/harapan/ucapan syukur, isi surat dan
penutup surat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menafsir Surat-surat Kiriman:

1. Masing-masing surat memiliki konteks historis yang berbeda. Sebagian besar surat-surat Kiriman
tsb. ditulis bukan untuk tujuan pengajaran doktrin, tetapi untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi oleh jemaat atau pribadi sebagai penerima surat tsb. Namun demikian surat-surat
tsb. ditulis dengan kesadaran adanya otoritas kerasulan/pemimpin umat dari para penulisnya.
23

2. Surat Kiriman tidak disusun sebagai suatu cerita berurutan, tetapi surat terdiri dari paragraf-
paragraf dan setiap paragraf memiliki pokok pembicaraan, jadi perlu berpikir secara paragrafi
dengan mengikuti perkembangan logika penulisnya. Untuk itu penting membaca surat secara
keseluruhan untuk mendapatkan gambaran selengkap mungkin tentang pokok-pokok masalah
yang dihadapi masing-masing jemaat.
3. Karena masalah latar belakang budaya sangat menonjol maka perlu dibedakan antara pokok inti
Alkitab dengan pokok-pokok yang bukan merupakan inti pengajaran. Juga perlu dibedakan antara
hal-hal yang bersifat moral normatif atau yang berupa budaya setempat.

H. Kitab Eskatologi

Sebagian kitab eskatologi adalah penyingkapan nubuat dari Perjanjian Lama, disebut juga sebagai kitab-
kitab apokaliptis. Banyak orang berpendapat bahwa menafsirkan kitab-kitab eskatologi adalah yang paling
sulit, sehingga tidak heran kalau banyak pengajaran yang simpang siur yang ditimbulkan olehnya.

1. Sumber utamanya adalah nubuatan PL, khususnya dari kitab nabi-nabi, mis. Yehezkiel, Daniel,
Zakharia, Yesaya. Seperti kebanyakan kitab apokaliptis, materinya berhubungan dengan masalah
penghakiman dan penyelamatan yang akan datang.
2. Materi apokaliptis lebih banyak diungkapkan dalam bentuk visi (penglihatan) dan mimpi dengan
bahasa yang memiliki arti tersembunyi dan simbolis/figuratif. Tugas utama dalam eksegesis kitab
apokalips adalah mencari maksud mula-mula dari pengarang (yaitu dengan memahami konteks
historis dan konteks sastra).
3. Gambaran dari materi apokaliptis sering berupa penglihatan/gambaran dan bukan seperti dalam
kenyataan. Kita perlu tahu bahwa gambaran adalah mengenai masa depan dan hanya
mengungkapkan kenyataan yang akan terjadi tetapi bukan berarti harus terjadi sesuai dengan
gambaran tersebut.
4. Karena sifat dari kitab apokaliptis biasanya adalah nubuatan, maka kita harus peka terhadap latar
belakang dari suatu perlambang yang ada. Juga hal penglihatan, kita harus menafsirkannya
sebagai suatu keseluruhan, bukan alegoris. Jangan mudah terjebak dengan menganalogikan ayat-
ayat dalam Alkitab secara berlebihan

Sumber Bacaan:

Gordon D. Fee., Hermeneutik; Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan


Ir. Mangapul Sagala, M.Div., Petunjuk Praktis Menggali Alkitab (Hal. 36-48)
Grant R. Osborne, The Hermeneutical Spiral

Bab VIII

PENUTUP

Apakah pentingnya mengaplikasikan kebenaran Firman yang sudah kita pelajari? Bagaimana caranya?

MENERAPKAN HASIL PENAFSIRAN ALKITAB

Sebenarnya bagian yang paling penting dari seluruh prinsip Hermeneutik adalah tujuan


aplikasi/penerapan, karena kita harus ingat bahwa tujuan utama Hermeneutik adalah melaksanakan
Firman Tuhan yang telah kita pelajari dan tafsirkan tsb.

A. Pentingnya Mengaplikasikan Hasil Penafsiran

Seseorang dapat belajar dan mengerti banyak tentang teori bagaimana menafsir dengan baik dan benar
secara sistematis. Tapi seseorang baru bisa dikatakan mengerti dengan sungguh-sungguh kalau ia
akhirnya memberikan respon terhadap apa yang ia pelajari.

Alkitab mempunyai dimensi rohani yang hanya akan memberi dampak pada hidup kita bukan hanya kalau
kita menanggapinya secara intelektual, tetapi juga apabila kita akhirnya mempunyai kegairahan dan
sukacita untuk melaksanakan apa yang kita pelajari.
24

Dilain pihak tuntutan Alkitab bukan "optional" tapi berotoritas. Allah bukan memberikan saran dan usulan,
tapi perintah yang harus dilakukan. Pilihan yang diberikan kepada kita adalah kita mau taat atau tidak.
Oleh karena itu mengerti Firman Tuhan secara teori belum membuktikan seseorang taat kepada Allah.
Sampai kita melakukan/melaksanakan Firman Tuhan baru kita akan disebut sebagai "hamba yang setia."

B. Mengaplikasikan Kebenaran Firman Tuhan Dalam Kehidupan

Alkitab membawa berita kebenaran bukan hanya untuk kepentingan pribadi saja, tetapi untuk kepentingan
orang-orang pada jaman dimana Alkitab ditulis dan juga untuk pembaca/penafsir Alkitab pada generasi
jaman ini. Dari hasil penafsiran yang kita lakukan, kita harus bisa membawa kebenaran itu berbicara
kepada diri kita, kepada masyarakat di sekitar kita, dan akhirnya kepada dunia modern ini. Untuk itu
beberapa pertanyaan di bawah ini akan menolong kita melihat aplikasi lebih jelas:

Catatan:

Kata "saya" dalam pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dapat diganti dengan:

1. Apakah ada contoh yang bisa saya teladani?

keluarga saya
teman saya
gereja saya
orang Kristen pada umumnya
bangsa/negara saya
dunia di mana manusia hidup

2. Apakah ada dosa-dosa yang saya harus hindari?


3. Apakah ada janji-janji Tuhan yang harus saya pegang?
4. Apakah ada doa yang saya bisa lakukan?
5. Apakah ada perintah yang harus saya ikuti?
6. Apakah ada kondisi yang harus saya penuhi?
7. Apakah ada ayat-ayat yang saya bisa hafalkan?
8. Apakah ada kesalahan-kesalahan yang harus saya perbaiki?
9. Apakah ada tantangan yang harus saya hadapi?

Apabila kebenaran Firman Tuhan yang kita pelajari itu sepertinya tidak dapat diterapkan secara langsung,
tanyakan pertanyaan-pertanyaan ini:

o Apakah si penulis menyatakan suatu kebenaran/prinsip yang bersifat umum?


o Mengapa kebenaran/prinsip Firman Tuhan itu diberikan?
o Apakah ada latar belakang yang lebih luas dari kebenaran itu?

Dari jawaban-jawaban pertanyaan tsb. kita dapat menilai:

a) Apakah kita dapat menerapkan kebenaran itu pada situasi yang persis sama dengan yang
dihadapi orang-orang dalam bagian Alkitab tsb.?
b) Apakah kita dapat menerapkan kebenaran itu pada situasi yang hampir sama/mirip?
c) Apakah kita dapat menerapkan kebenaran itu pada situasi yang sama sekali berbeda?

C. Petunjuk-petunjuk Praktis

Pekerjaan menafsir hanya dapat dilakukan kalau Tuhan memberi kekuatan kepada penafsir. Pekerjaan
penafsir akan gagal kalau ia mulai mengandalkan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu pekerjaan menafsir
tidak mungkin dikerjakan tanpa doa, perenungan akan kasih Tuhan dan persiapan yang baik. Berikut ini
adalah petunjuk-petunjuk praktis untuk melaksanakan tugas penafsiran dengan baik:

1. BUAT RENCANA. dengan menentukan bagian Alkitab mana yang akan anda pelajari. persiapkan semua
alat-alat yang diperlukan untuk menafsir.
2. MULIAI DENGAN BERDOA. Mintalah Roh Kudus, Sang Iluminator agar Ia memberikan pencerahan pada
Alkitab yang anda pelajari.
3. BACA, BACA, BACA. Bacalah teks Alkitab berulang-ulang dan teliti sehingga betul-betul kita mengetahui
semua informasi di dalamnya.
25

4. MEMBUAT CATATAN. Catatlah kata-kata/frasa/kalimat yang anda tidak/kurang mengerti. Catat juga
penemuan-penemuan yang anda dapatkan selama membaca teks tsb.
5. BACA, BACA, BACA. Membaca ada sbagian terbesar ari seluruh pekerjaan menafsir. Membaca informasi
tentang latar belakang penulisan kitab dan dunia dimana penulis Alkitab hidup (sosial, politik, ekonomi
dan budaya). Juga jangan segan-segan membuka kamus-kamus bahasa (juga bahasa aslinya), untuk
menemukan arti etimologis dan kata/frasa yang sarat dengan arti.
6. APLIKASIKAN PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK. Menguasai prinsip menafsir akan mengurangi setengah
dari kesulitan yang kita temui dalam seluruh proses penafsiran.
7. MENCATAT DENGAN TELITI. Mencatat akan mengembangkan ingatan anda terhadap semua hal yang
anda telah pelajari dan temukan. Lakukan pencatatan secara sistematis untuk menolong anda
memberikan hasil yang terbaik.
8. KONSULTASI DENGAN MENGECEK KEBENARANNYA. Konsultasikan kebenaran anda dengan buku-buku
hasil tafsiran dari orang-orang ahli yang cinta Tuhan untuk mengecek apakah ada yang kurang tepat atau
apakah ada yang terlewat.
9. BERDOA UNTUK APLIKASI. Minta kepada Tuhan agar kebenaran yang anda temukan itu menjadi bagian
dari kehidupan anda dengan cara melaksanakan apa yang Tuhan ingin anda lakukan.
10. MENGUCAP SYUKUR. Memuji Tuhan atas kebaikanNya, karena Ia berkenan membicara kepada anda dan
memberikan kebenaran-kebenaranNya untuk anda laksanakan. Apabila anda sanggup melaksanakan
FirmanNya, itu semata-mata adalah karena anugerahNya.

Sumber Bacaan:

T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible – (Hal. 171-179)


Jack Kuhatschek, Menerapkan Alkitab Secara Praktis
David Thompson, Bible Study that Works

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Bahasa Indonesia

Braga, James, Cara Menelaah Alkitab, Malang, Penerbit Gandum Mas, 1982

Cox, Alan. D., Penafsiran Alkitabiah, Catatan Pribadi, 1988

Fee, Gordon D., & Stuart, Douglas, Hermeneutik; Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan
Tepat! Malang, Penerbit Gandum Mas, 1989

Fisher, Don L., Pra Hermeneutik, Malang, Penerbit Gandum Mas, 1987

Gara, Nico, Menafsir Alkitab Secara Praktis, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1989

Groenen, C., Hermeneuse Alkitabiah, Flores, Penerbit Nusa Indah, 1977

Hayes, John H. & Holladay, Carl R., Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1996

Herlianto, Manipulasi Ayat-ayat Alkitab, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 1993

Indra, Ichwei G., 8 Prinsip Tafsir Alkitab, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 2000

Sagala, Mangapul, Petunjuk Praktis Menggali Alkitab, Jakarta, Perkantas Jakarta,1997

Sitompul, A.A, dan Beyer, U, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1989

Sproul, R.C., Mengenali Kebenaran, Malang, Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2000

Sutanto, Hasan, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Seminari Alkitab Asia
Tenggara, Malang, 1993
26

Warren, Rick,Metode Pemahaman Alkitab yang Dinamis, Yogyakarta, Yayasan Andi, 1981

B. Bahasa Inggris

Berkhof, Louis, Principles of Biblical Interpretation, Grand Rapids, Baker Book House, 1950

Conner, Kevin J., & Malmin, Ken, Interpreting The Scripture, Oregon, Bible Temple, 1983

Erickson, Millard J., Evangelical Interpretation, Grand Rapids, Baker Books, 1993

Fee, Gordon D., New Testament Exegesis, Philadelphia, The Westminster Press, 1983

Hendrichsen, Walter & Jackson, Gayle, Studying, Interpreting and Applying the Bible, Grand Rapids,
Lamplighter Books, 1990

Hendricks, Howard G., et all. Living By The Book, Chicago, Moody Press, 1991

Johnson, Elliot E., Expository Hermeneuticss: An Introduction, Michigan, Academie Books, 1990

Kearley, F. Furman, et, all., Biblical Interpretation; Principles and Practice, Grand Rapids, Baker
Book House, 1986

Marshall, I. Howard, New Testament Interpretation, Essays on Principles and Methods, Michigan,


W.B. Eerdmans Publishing Company, 1977

Osborne, Crant R., The Hermeneutical Spiral, Illinois, Inter-Varsity, 1991

Sterrett, Norton T., How to Understand Your Bible, Illinois, Inter-Varsity Press, 1974

Thompson, David L., Bible Study That Works, Indiana, Evangel Publishing House, 1994

Warren, Richard, 12 Dynamic Bible Study Methods, Singapore, S+U Publishers, 1981

Anda mungkin juga menyukai