Anda di halaman 1dari 4

TUGAS LANGKAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM BERPIKIR KRITIS

KASUS KEBIDANAN

NAMA : WAHYUNING PURWATI


NIM : P07124522129
KELAS : PROFESI C

A. KASUS DAN SOAL


Analisa kasus tersebut di atas dengan langkah pengambilan keputusan dalam keadaan
kritis
B. HASIL ANALISA
Pada kasus tersebut pendidikan subjek yang relatif rendah, pengetahuan keluarga
bahwa ibu bersalin memiliki risiko tinggi, dan keyakinan keluarga bahwa ibu bersalin
harus dibawa ke rumah sakit supaya selamat, merupakan faktor predisposisi dari
meninggalnya ibu bersalin. Faktor ini, khususnya pengetahuan, dan keyakinan,
mendorong subjek lebih cepat dalam mengambil keputusan setuju dalam merujuk ibu
bersalin ketika bidan menganjurkan merujuk sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam
merujuk. Selain itu, faktor keyakinan bahwa ibu bersalin memiliki kehamilan yang
normal meskipun pada usia kandungan tujuh bulan tubuhnya bengkak menunjukkan
bahwa keluarga terlambat mengenali secara dini tandatanda bahaya ibu bersalin.
Keyakinan yang demikian disebabkan tingkat pendidikan subjek yang relatif rendah
sehingga kurang memiliki pengetahuan yang baik mengenai kondisi ibu bersalin yang
normal atau tidak. Selanjutnya, keyakinan tersebut yang menjadi predisposisi kematian
ibu bersalin.
Adanya anjuran dari bidan bahwa ibu bersalin harus dirujuk ke rumah sakit, suami
dari ibu bersalin yang memberi ijin kepada subjek untuk melakukan rujukan ke rumah
sakit, dan harapan pada diri subjek supaya ibu bersalin mendapat pertolongan merupakan
faktor penguat dari kematian ibu bersalin. Secara khusus, bidan menjadi penguat untuk
mengambil keputusan setuju melakukan rujukan karena bidan dianggap sebagai tokoh
masyarakat sekaligus tenaga penolong persalinan yang secara otomatis memiliki
pengetahuan tentang kondisi ibu bersalin yang sebenarnya dan bagaimana baiknya untuk
menolong ibu bersalin tersebut. Sedangkan suami, merupakan individu yang dianggap
subjek paling berhak untuk memberikan keputusan ibu bersalin dirujuk atau tidak.
Dengan kata lain, ijin dari suami merupakan legimitasi bahwa keputusan yang diambil
subjek pada dasarnya keputusan suami sehingga apabila terjadi hal buruk subjek tidak
dipersalahkan.

Faktor pendapatan suami yang relatif rendah, biaya periksa dan melahirkan yang relatif
mahal, distribusi bidan yang belum merata, alat transportasi yang terbatas (jalan kaki
atau naik mobil carteran), dan kualitas bidan, merupakan faktor pemungkin dari
kematian ibu bersalin. Secara khusus, biaya periksa kehamilan yang relatif mahal
(termasuk biaya transportasinya) mendorong ibu bersalin jarang melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin sehingga kondisi kesehatan ibu bersalin kurang terpantau. Hal ini
dibuktikan, pada saat usia kandungan tujuh bulan dan terjadi bengkak, ibu bersalin tidak
memeriksakan diri ke bidan atau dokter, tetapi malah beranggapan bahwa hal tersebut
normal terjadi. Sedangkan, pengetahuan bidan tentang kehamilan dan persalinan relatif
baik, memiliki pengalaman membantu persalinan yang relatif cukup banyak, mampu
mengenali tanda-tanda bahaya ibu bersalin, dan keyakinan untuk bertindak sesuai
prosedur (yaitu merujuk ibu bersalin yang menderita jantung), menunjukkan bahwa
bidan yang membantu persalinan pada kasus tersebut ini memiliki kualitas yang relatif
baik. Kualitas bidan yang demikian, bisa mencegah kematian ibu bersalin. Bidan juga
sudah melakukan upaya yang tepat sebelum merujuk ibu bersalin ke rumah sakit yaitu
dengan melakukan konsultasi dengan dokter.

Selanjutnya proses pengambilan keputusan bidan dan keluarga dalam merujuk ibu
bersalin ke rumah sakit meliputi beberapa tahapan sebagai berikut : Bidan mengetahui
dan mengenali tanda-tanda bahaya ibu bersalin (sesak nafas) dan selanjutnya menyuruh
ibu dirujuk ke puskesmas. Setelah sampai di puskemas diketahui bahwa ibu menderita
sakit jantung dan bersama dengan dokter puskesmas, bidan memutuskan untuk
menganjurkan pihak keluarga merujuk ibu bersalin ke rumah sakit. Bidan memberitahu
kepada keluarga mengenai anjuran merujuk ibu bersalin ke rumah sakit dan sambil
menunggu keputusan keluarga, bidan hanya mengawasi perkembangan ibu bersalin
tanpa melakukan intervensi. Tanggapan keluarga pada awalnya cukup bingung namun
segera setuju mengenai tindakan tersebut. Pihak keluarga mempersiapkan hal-hal yang
berhubungan dengan membawa ibu bersalin ke rumah sakit, seperti uang, mobil dan
pakaian ibu bersalin dan bayi. Setelah semuanya siap, berangkat ke rumah sakit. Selain
itu, budaya yang menekankan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan nasib isteri
diputuskan oleh suami bisa menyebabkan terjadinya pengambilan keputusan merujuk ibu
bersalin.

Pada kasus ini, subjek mengambil keputusan setuju merujuk setelah mendapatkan ijin
dari suami ibu bersalin yang ada di luar kota. Proses subjek untuk meminta ijin dari
suami ibu bersalin berjalan dalam waktu yang relatif singkat melalui handphone.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini terjadi keterlambatan
dalam mendeteksi secara dini risiko tinggi ibu bersalin (yang sebenarnya sudah tampak
pada usia kandungan ibu bersalin tujuh bulan) yang dilakukan oleh pihak keluarga.
Selanjutnya pola pengambilan keputusan yang terjadi sebagai berikut :

1. Pemahaman adanya masalah


Bidan : mengenali tanda-tanda bahaya dari ibu bersalin
Keluarga : keluarga mendapatkan informasi dari bidan bahwa ibu bersalin dalam
kondisi gawat
2. Pencarian alternatif
Bidan : merujuk ibu bersalin ke rumah sakit
Keluarga : merujuk ibu bersalin ke rumah sakit

3. Evaluasi alternatif
Bidan : merujuk karena ibu bersalin menderita jantung dan hasil konsultasi dengan
dokter
Keluarga : merujuk supaya ibu bersalin bisa selamat

4. Keputusan merujuk

Bidan mengambil keputusan merujuk dengan memberikan anjuran kepada keluarga


untuk merujuk Keluarga setuju ibu bersalin di rujuk ke rumah sakit

5. Tindakan setelah pengambilan keputusan merujuk

Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan membawa ibu bersalin ke


rumah sakit (biaya, kendaraan, pakaian, peralatan, dsb) dan setelah itu berangkat ke
rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai