Anda di halaman 1dari 2

1.

        Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami pendarahan postpartum setelah
melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak untuk diberikan suntikkan
uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas keputusan yang menyangkut dirinya maka
bidan bisa saja tidak memberikan suntikkan karena kemauan pasien. Tetapi bidan akan
berhadapan dengan masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan harus
diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih patal lagi bila pasien akhirnya
meninggal karena pendarahan. Dalam hal ini bisa dikatakan tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik. Walapun bidan harus memaksa pasiennya untuk disuntik  itulah keputusan yang
terbaik yang harus ia lakukan (dentology).

2.        Seorang ibu PP masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan
anamnesa dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Sekarang ini pasen tersebut berada dalam
kala II dan kala II yang berlangsung agak lambat, tetapi ada kemajuan. Perineum masih kaku
dan tebal. Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya.
Sementara waktu berjalan terus dan bjj mulai menunjukkan keadaan yang tidak stabil/fetal
distress dan ini mengharuskan bidan untuk mempertimbangkan melakukan episiotomi, tetapi
ibu tersebut tidak menggubrisnya. Bidan berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan
yang memberitahukan bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasen untuk
melindungi bayinya. Jika bidan melakukan episiotomi tanpa persetujuan pasen, maka bidan
akan dihadapkan kepada sederetan tuntutan.
3.                  Seorang bidan menangani seorang ibu X primipara berusia 35 tahun. Bidan tersebut
menggali informasi mulai dari riwayat kesehatan keluarga. Kehamilan Ibu X berusia 14
minggu dan ini kehamilan yang direncanakan. Pada akhir pertemuan Ibu X tersebut
mengeluarkan pendapat tentang persalinannya. Ibu X menyatakan tentang persalinan SC
sebagai pilihannya. Bidan menjelaskan bahwa persalinan SC untuk kasus komplikasi. Bidan
tersebut tidak melanjutkan diskusinya karena takut memberikan informasi yang salah dan
terjadi konflik. Maka bidan menyarankan Ibu X untuk konsultasi ke dokter kandungan. Ada
beberapa pertanyaan untuk bahan pertimbangan.

 Haruskah bidan tersebut meneruskan diskusi tentang persalinan SC sebagai Pilihan?


 Menurut anda apakah keinginan Ibu X untuk SC harus dipenuhi?
 Harukah persalinan SC menjadi satu pilihan untuk beberapa ibu, padahal tanpa
indikasi?

4.                   Seorang Ibu primigravida dengan umur kehamilan 27 minggu diperkirakan akan


melahirkan bayi prematur. Di rumah sakit iya melakukan berbagai pemeriksaan, se[erti
pemeriksaan servix, usapan vagina dan pemeriksaan urin. Ibu tersebut didiagnosis mengalami
infeksi saluran kemih. Penyebab kemungkinan kelahiran prematur pada ibu tersebut ternyata
Gonore dan Infeksi chlamydia. Sehingga pada hasil pemeriksaan vulva ibu terdapat sekret
yang mukopurulent, tampak kotor, basah, lembab dan berbau, serta terdapat hiperemis
didaerah sekitar vulva dan vagina. Kemudian setelah pemerilsaan, pada saat istirahat bidan
yang memeriksa ibu tersebut pada sejawat bidan yang lain termaksud pada para mahasiswa
calon bidan. Ada beberapa pertanyaan untuk menjadi bahan pertimbangan :

 Apakah tindakan bidan tersebut melanggar kode etik.


 Bagaimana seharusnya tindakan bidan dalam menjamin privasi dan kerahasiaan
klien?
Seorang ibu yang ingin bersalin di BPM bidan D. Sejak awal kehamilan ibu tersebut
memang sudah sering memeriksakan kehamilannya. Menurut pemeriksaan bidan, ibu
tersebut mempunyai riwayat hipertensi. Maka kemungkinan lahir pervaginamnya sangat
beresiko. Saat persalinan tiba, tekanan darah ibu menjadi tinggi. Jika tidak dirujuk maka
beresiko terhadap janin dan kondisi si ibu itu sendiri. Resiko pada janin bisa terjadi gawat
janin dan perdarahan pada ibu. Bidan D sudah mengerti resiko yang akan terjadi. Tapi ia
lebih mementingkan egonya sendiri karena takut kehilangan komisinya dari pada merujuk
kerumah sakit. Setelah janin lahir, ibu mengalami perdarahan hebat, sehingga
menyebabkan kejang-kejang dan meninggal. Saat berita itu terdengar oleh organisasi
profesi (IBI), maka IBI memberikan sanksi yang setimpal bahwa dari kecerobohannya sudah
merugikan orang lain. Sebagai gantunya, ijin praktek (BPM) bidan D dicabut dan dikenakan
sanksi sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan oleh bidan D

Anda mungkin juga menyukai