Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU

“ISU PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN”

MATA KULIAH : PROFESIONALISME KEBIDANAN

DOSEN PENGAMPU : AMELIA DARWIS, S.ST.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

NAMA : WAYAN EKA WATI

NIM : 042023710

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA


PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1)
TAHUN AJARAN 2023/ 2024
 Bentuk Isu Etik yang Berhubungan dengan kebidanan

1. Isu Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat

Kasus :
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua orang
bidan yaitu bidan “S” dan bidan “D” yang sama-sama memiliki BPM (Bidan
Praktik Mandiri) dan ada persaingan di antara dua bidan tersebut. Pada suatu hari
datang seorang ibu hamil ke BPM bidan D untuk melakukan tindakan aborsi
namun bidan D menolaknya setelah di tolak oleh bidan D pasien ini langsung
pergi ke BPM bidan S dan bidan D mengetahui bahwa pasien tersebut pergi ke
BPM bidan D ingin melakukan aborsi karna kehamilan tersebut terjadi sebelum
pernikahan, bidan S pun awalnya menjelaskan bahwa hal tersebut tidak
diperbolehkan dan bidan S menolak permintaan pasien tersebut. Kemudian pasien
tersebut menawarkan bayaran yang sangat besar asalkan bidan S mau melakukan
tindakan tersebut. Bidan S lngsung berpikir uang tersebut bisa ia gunakan untuk
melengkapi fasililitas di BPM nya sehingga jadi lebih lengkap dari BPM bidan D,
tapi jika dia melakukan tindakan aborsi bidan S akan dilaporkan oleh bidan D
karena melakukan tindakan aborsi ke pada pasien.
 Isu : Seorang bidan melakukan tindakan Aborsi kepada pasiennya.
 Konflik : Melakukan tindakan aborsi untuk mendapatkan uang atau di laporkan
oleh bidan D
 Dilema : Bidan “S” tidak melakukan tindakan aborsi tersebut namun kehilangan
uang. Bidan “S” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan
“D” dengan dilaporkan ke lembaga yang berwenang

2. Isu Etik Bidan dengan Team Kesehatan lainnya

Kasus :

Seorang ibu berusia 28 tahun yang sedang hamil G1P0A0 mendatangi


sebuah tempat Praktek mandiri bidan, dalam pemeriksaan kehamilan
didapatkan umur kehamilan ibu sudah lewat bulan ( Serotinus) dimana usia
kehamilan ibu sudah 43 minggu tetapi ibu belum merasakan tanda-tanda
mau melahirkan dan perut ibu tampak sangat besar dan setelah di hitung
tapsiran berat janin ibu sekitar 4,5 kg. Setelah pemeriksaan itu bidan
memberikan 2 obat gastrul untuk merangsang si ibu agar cepat melahirkan.
Keesokan harinya si ibu datang lagi ke tempat praktek mandiri bidan itu
karena ibu sudah merasa akan melahirkan, lalu si bidan menyiapkan
persalinan, tidak berapa lama kepala jabang bayi keluar dari mulut rahim,
tapi seluruh badannya tidak kunjung keluar.Namun bidan tidak langsung
merujuk pasiennya akan tetapi masih mengulur-ulur waktu dan
mengusahakan untuk melahirkan bayinya, akan tetapi prosesnya tidak
berjalan sesuai harapan bidannya dan mendapati hal itu, akhirnya proses
melahirkan itu baru di rujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit si bayi dapat di
lahirkan tapi meninggal. Dokter menanyakan riwayat kejadian pada ibu
tersebut dan ibu mengatakan bahwa kehamilannya sudah lewat bulan dan
perkiraan berat badan bayinya ekitar 4,5 kg dan kemarin dulu bidan
memberikan ibu obat perangsang gastrul 2 tablet untuk merangsang sakitnya
agar segera melahirkan. Dokter kemudian memanggil bidan tersebut dan
terjadilah konflik antara bidan dengan dokter tersebut.

 Isu : Malpraktik bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya

 Konflik : Bidan lalai karena memberikan obat keras kepada pasien padahal
seharusnya bidan tersebut tidak boleh memberikan resep obat keras itu ke
pasien karena obat tersebut dapat mengakibatkan ketuban pecah, sehingga
air ketuban habis dan dapat membuat bayi mengalami masalah serius
apalagi bidan sudah mengetahui kondisi ibunya mengalami kehamilan lewat
bulan serta tapsiran berat bayi sangat besar yaitu 4,5 kg yang dapat
menyebabkan terjadinya distosia bahu dan bidan juga lalai karena
mengulur-ulur waktu dengan membiarkan jabang bayi macet di jalan lahir.

 Dilema : Bidan merasa merasa sanggup melakukan tindakan ini, namun


pada akhirnya si bidan melakukan kelalaian. Dalam hal ini seharusnya
bidan tidak bisa langsung memutuskan untuk memberikan resep obat keras
tersebut kepada pasien hanya agar pasien tersebut cepat melahirkan,
seharusnya bidan tersebut langsung merujuk pasien jika dirasa keadaan
sudah mulai gawat, tanpa harus mengulur-ulur waktu.
3. Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga, masyarakat

Kasus :
Seorang perempuan umur 40 tahun G4P3A0 hamil 39 minggu datang ke
Puskesmas Wolo Kabupaten Kolaka dengan keluhan perutnya terasa
mengencang sejak 3 jam yang lalu. Setelah dilakukan VT, pembukaan
lengkap,tetapi pantat bayi masih berada di pintu dua ( hodge 2) , janin letak
sunsang. Bidan tetap merencanakan merujuk ke rumah sakit. Keluarga klien
terutama mertua menolak untuk di rujuk dengan alasan yang terdahaulunya
mertuanya biasa membantu melahirkan dengan posisi demikian karena
mertua pasien ini merupakan seorang dukun . Dan suami pasien juga
mengkitu kemauan orang tuanya agar istrinya tidak di rujuk. Bidan
memberikan penjelasan persalinan anak letak sungsang bukankewenangannya
dan menyampaikan tujuan dirujuk demi keselamatan. bayi dan juga ibunya,
tetapi keluarga tetap ingin ditolong oleh bidan di puskesmas. Karena keluarga
memaksa, dan kondisi juga sudah kasep akhirnya bidan menuruti kemauan
klien dan keluarga untuk menolong persalinan. Persalinan berjalan sangat
lama karena kepala janin tidak bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi
meninggal. Keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak dapat bekerja
secara professional dan dalam masyarakat pun tersebar bahwa bidan tersebut
dalam melakukan tindakannya sangat lambat dan tidak sesuai prosedur.

 Isu : Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan


tindakan tidak sesuai prosedur dan tidak professional.

 Konflik : Keluarga / mertua menolak untuk dirujuk ke rumah sakit dengan


alasan lebih berpengalaman dalam menolong persalinan dengan kasus
demikian dan suami juga tidak melakukan peranya sebagai pengambil
keputusan terhadap keselamatan bayinya dengan mengikuti kemauan orang
tuanya

 Dilema: Kenyataan di lapangan, bidan merasa kesulitan untuk memutuskan


rujukan karena keluarga memaksa ingin ditolong bidan. Dengan segala
keterbatasan kemampuan dan sarana, bidan melakukan pertolongan persalinan
yang seharusnya dilakukan di rumah sakit dan ditolong oleh dokter spesialis
kandungan.

Anda mungkin juga menyukai