Anda di halaman 1dari 20

Nama : Lia Ayu Kusumawardani

NIM : 17710005
Prodi : S2 Kebidanan
Semester : 2 (dua)

1. Identifikasi issue terkini dalam pendidikan bidan


Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2010 jumlah tenaga bidan adalah
175.124 orang yang tersebar di berbagai tatanan pelayanan kesehatan dan pendidikan (Rumah
sakit, Puskesmas, RSAB, bidan Desa, BPS, institusi pendidikan dan institusi lain). Hasil
Riskesdas 2010 menunjukkan terdapat 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
diantaranya sebanyak 62,1% (75% persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dilakukan
oleh bidan). Dalam pelayanan KB diketahui bahwa pencapaian peserta KB baru sebanyak
687.715 peserta, 32,2% diantaranya dilakukan di Bidan Praktik Swasta. Dari profil ini
tampak bahwa bidan berperan penting sebagai mitra perempuan dan tenaga kesehatan
professional strategis dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Realita yang ada bidan sebagai mitra perempuan merupakan profesi yang memiliki
pekerjaan dengan kompleksitas dan tanggung jawab yang besar. Untuk menyiapkan bidan
yang tanggap terhadap situasi terkini dan dapat mengatasi berbagai situasi kompleks yang
dihadapi perempuan sepanjang siklus reproduksinya serta bayi dan balita sehat, dibutuhkan
bidan yang mampu berpikir kritis, analisis-sintesis, advokasi dan kepemimpinan yang hanya
dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan tinggi kebidanan yang berkualitas dan mampu
berkembang sesuai kebutuhan kemajuan zaman. Dengan demikian bidan tidak hanya dituntut
memiliki kemampuan klinis saja tetapi juga harus memiliki kemampuan menganalisa
permasalahan non klinis dan sosial budaya yang berpengaruh pada kualitas kesehatan
reproduksi perempuan, serta kemampuan pemberdayaan, advokasi dan negosiasi serta
kemampuan penelitian dalam pengembangan ilmu dan praktik kebidanan. Dengan demikian,
akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, memerangi kemiskinan, meningkatkan
pendidikan dan pemberdayaan perempuan atau kesetaraan gender menjadi persoalan penting
untuk dikelola dan diwujudkan.

Fakta adanya pendidikan kebidanan yang sampai saat ini sebagian besar pada level
vokasi menyebabkan pengembangan profesi bidan berjalan sangat lambat karena terbatasnya
jumlah bidan yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan penelitian. Selain itu lulusan yang
dihasilkan oleh pendidikan vokasi lebih bersifat trained labour dengan minimnya
keterampilan clinical reasoning dan clinical judgemnent sehingga tidak memenuhi standar
kompetensi dan profil bidan. UU sisdiknas No 20 tahun 2003 menetapkan bahwa pendidikan
profesi diperoleh melalui pendidikan setelah strata satu. Kongres ICM pada tahun 2008
memutuskan standar global pendidikan profesi bidan minimal strata satu profesi (S1–Profesi)
dan diselenggarakan di universitas. Diharapkan dengan meningkatnya pendidikan bidan baik
melalui pendidikan formal maupun non formal , bidan mampu berpikir lebih kritis dan lebih
profisien dan patien safety dalam melaksanakan praktik kebidanan sehingga mampu
memberikan pelayanan yang lebih baik untuk melindungi masyarakat dan dapat bersaing
dalam era pasar bebas.

Mengingat cukup kompleksnya berbagai issue strategis terkait peningkatan mutu


pendidikan bidan, perlu dibentuk suatu sistem pendidikan kebidanan untuk mendasari
pendidikan kebidanan yang bermutu, terakreditasi, akuntabel dan sesuai standar global.
Dalam hal ini, Ditjen-Dikti memberi peluang pada pendidikan kebidanan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan melalui Proyek HPEQ. Peluang ini merupakan tantangan
bagi IBI dan AIPKIND untuk menyusun Naskah Akademik sebagai referensi dan kerangka
pikir dalam merancang Sistem Pendidikan Kebidanan di Indonesia.

2. Identifikasi issue terkini dalam bidang pelayanan kebidanan

Contoh kasus :

Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kurang lebih selama
satu tahun. Pada suatu hari datang seorang klien bernama Ny ‘A’ usia kehamilan 38 minggu
dengan keluhan perutnya terasa kenceng kenceng dan terasa sakit sejak 5 jam yang lalu.
Setelah dilakukan VT, didapatkan hasil pembukaan 3 dan ternyata janin dalam keadaan letak
sungsang. Oleh karena itu bidan menyarankan agar di Rujuk ke Rumah Sakit untuk
melahirkan secara operasi SC. Namun keluarga klien terutama suami menolak untuk di Rujuk
dengan alasan tidak punya biaya untuk membayar operasi. Tapi bidan tersebut berusaha
untuk memberi penjelasan bahwa tujuan di Rujuk demi keselamatan janin dan juga ibunya
namun jika tetap tidak mau dirujuk akan sangat membahayakan janin maupun ibunya.

Tetapi keluarga bersikeras agar bidan mau menolong persalinan tersebut.


Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak yakin bisa berhasil menolong persalinan dengan
keadaan letak sungsang seperti ini karena pengalaman bidan dalam hal ini masih belum
begitu mendalam. Selain itu juga dengan di Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan
bukan kewenangan bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak sungsang seperti
ini.

Karena keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun menuruti kemauan klien serta
keluarga untuk menolong persalinan tersebut. Persalinan berjalan sangat lama karena kepala
janin tidak bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah meninggal. Dalam hal ini
keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa bekerja secara profesional dan dalam
masyarakatpun juga tersebar bahwa bidan tersebut dalam melakukan tindakan sangat lambat
dan tidak sesuai prosedur.

a) Konflik

Keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke Rumah sakit dan


melahirkan secara operasi SC dengan alasan tidak punya biaya untuk
membayar operasi.

b) ISSU

Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan


tindakan tidak sesuai prosedur dan tidak profesioanl. Selain itu juga
masyarakat menilai bahwa bidan tersebut dalam menangani pasien
dengan kelas ekonomi rendah sangat lambat atau membeda-bedakan antara pasien yang
ekonomi atas dengan ekonomi rendah.

c) DILEMA

Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang tepat untuk


menolong persalinan Resiko Tinggi. Dalam hal ini letak sungsang seharusnya tidak boleh
dilakukan oleh bidan sendiri dengan keterbatasan alat dan kemampuan medis. Seharusnya
ditolong oleh Dokter Obgyn, tetapi dalam hal ini diputuskan untuk menolong persalianan itu
sendiri dengan alasan desakan dari kelurga klien sehingga dalam hatinya merasa kesulitan
untuk memutuskan sesuai prosedur ataukah kenyataan di lapangan.

Issue Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat


Issue etik adalah topic yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga mayoritas individu
akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut sesuai dengan asas ataupun nilai yang
berkenaan dengan akhlak, niali benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Contoh :

Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua orang bidan
yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama – sama memiliki BPS dan ada persaingan di antara
dua bidan tersebut.Pada suatu hari datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPS bidan
“B” yang lokasinya tidak jauh dengan BPS bidan “A”. Setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B” menemukan letak sungsang dan
bidan tersebut tetap akan menolong persalinan tersebut meskipun mengetahui bahwa hal
tersebut melanggar wewenang sebagai seorang bidan demi mendapatkan banyak pasien untuk
bersaing dengan bidan “A”.Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika bidan “B”
tetap akan menolong persalinan tersebut,bidan “A” akan melaporkan bidan “B” untuk
menjatuhkan bidan “B” karena di anggap melanggar wewenang profesi bidan.

d) ISSU MORAL

Seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal

e) KONFLIK MORAL

Menolong persalinan sungsang untuk nendapatkan pasien demi persaingan atau


dilaporkan oleh bidan “A”.

f) DILEMA MORAL:

1. Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang tersebut namun bidan
kehilangan satu pasien.
2. Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh bidan “A” dengan di
laporkan ke lembaga yang berwewenang

Issu Etik Bidan dengan Team Kesehatan Lainnya

Pengertian : Yaitu perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga medis
lainnya. Sehingga menimbulkanketidak sepahaman atau kerenggangan social.

Kasus

Disuatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang Ibu berusia 35 Tahun
keadaannya sudah lemah. bidan menanyakan kepada keluarga pasien apa yang terjadi pada
pasien. Dan suami pasien menjawab ketika dirumah Px jatuh & terjad iperdarahan hebat.
Setelahitu bidan memberikan pertolongan, memberikan infuse dll. Bidan menjelaskan pada
keluarga, agar istrinya di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan curretase.Kemudian keluarga
pxmenolak saran bidan tsb, dan meminta bidan yang melakukan currentase. selang waktu 2
hari pxmengalami perdarahan lagi kemudian keluarga merujuk ke RS.Dokter menanyakan
kapeda suami px, apa yang sebenarnya terjadi dan suami px menjelaskan bahwa 3 hari yang
lalu istrinya mengalami keguguran & di currentase bidan didesany. dokter mendatangi bidan
terebut. Maka Terjadilah konflik antara bidan & dokter.

ISSUE ETIK

Mall Praktek Bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya.


KONFLIK

Bidan melakukan currentase diluar wewenangnya sehingga terjadilah konflik antara


bidan & dokter.

3. Identifikasi issue terkini dalam manajemen kebidanan


Manajemen asuhan kebidanan menurut Varney, 2004, terdapat tujuh langkah langkah
pertama adalah pengumpulan data dasar. Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi
yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis (biodata, riwayat menstruasi, riwayat
kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, biopsikospiritual serta pengetahuan
klien), pemeriksaan fisik (data fokus), pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi) dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium).
Langkah kedua adalah interpretasi data dasar. Identifikasi terhadap diagnosa atau
masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang
telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang
spesifik. Pada langkah ini bidan harus berpikir kritis agar diagnosa yang ditegakkan benar-
benar tepat.
Langkah ketiga adalah mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial. Hal ini berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa 23 yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, pada langkah ini bidan juga melakukan
pikiran kritis sehingga bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial benar-benar terjadi.
Langkah ketiga adalah mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial. Hal ini
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa 23 yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, pada langkah ini bidan
juga melakukan pikiran kritis sehingga bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial benar-
benar terjadi.
Langkah keempat yaitu mengidentifikasi kebutuhan dan tindakan segera.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal
saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan namun berkelanjutan atau terus-
menerus.
Langkah kelima yaitu perencanaan. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang
menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Pada langkah ini informasi/data
dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa
yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan
apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi,
kultural atau masalah psikologis. Asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal
yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh
kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena
klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini
tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana
bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Pada langkah ini pikiran kritis dari bidan untuk meyakinkan klien sangatlah diperlukan karna
akan menentukan langkah selanjutnya.
Langkah keenam adalah pelaksanaan. Pada langkah keenam ini rencana asuhan
menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini biasa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak
melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya
(misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana).
Bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,
maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang
efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.
Langkah ketujuh yaitu evaluasi. Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah
efektif sedang sebagian belum efektif.
Pola pikir yang digunakan oleh bidan dalam asuhan kebidanan mengacu kepada
langkah Varney dan proses dokumentasi manajemen asuhan kebidanan menggunakan
Subjectif, Objectif, Assesment, Planning (SOAP) dengan melampirkan catatan
perkembangan.
 Subjectif merupakan hasil dari anamnesis, baik informasi langsung dari klien maupun
dari keluarga. Anamnesis yang dilakukan harus secara terperinci sehingga informasi
yang diharapkan benar-benar akurat. Pada langkah ini, diharapkan bidan
menggunakan daya nalarnya terkait informasi yang didapatkan.
 Objectif merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilakuan oleh bidan. Pemeriksaan
tersebut meliputi pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
pemeriksaan fisik secara head to toe, pemeriksaan penunjang (pemeriksaan
laboratorium baik darah, urin, tinja atau cairan tubuh). Data hasil kegiatan subjectif
dan objectif akan beriringan. Hal ini meyakinkan bidan untuk melakukan langkah
selanjutnya yaitu assessment.
 Pada langkah assessment, bidan akan melakukan 3 poin pokok, yaitu menegakkan
diagnosa kebidanan baik aktual maupun potensil, menentukan masalah (aktual dan
potensial) dan menentukan kebutuhan. Diagnosa kebidanan mengacu kepada
nomenklatur, artinya diagnosa yang ditegakkan merupakan diagnosa hasil anamnesis
dan pemeriksaan yang merupakan kasus kebidanan, kasus yang menjadi hak,
kewajiban dan wewenang bidan untuk memberikan asuhan kebidanan.
 Pada langkah planning atau perencanaan, bidan akan merencanakan asuhan kebidanan
yang akan diberikan kepada klien sesuai dengan diagnosa kebidanan yang telah
ditegakkan, sesuai dengan kebutuhan yang telah disusun pada langkah assessment.
Pada langkah perencanaan ini, bidan mempertimbangkan seluruh kebutuhan baik fisik
maupun psikologis klien. Tindakan apa yang akan dilakukan, mengapa tindakan
tersebut dilakukan, kapan tindakan tersebut dilakukan, siapa yang melakukan dan
bagaimana caranya tindakan tersebut dilakukan.
Tahap perencanaan ini terdapat beberapa analisis yang dilakukan oleh bidan meliputi
tahap prioritas, mempertimbangkan apakah klien dan keluarga diikutsertakan dalam tindakan
kebidanan, apakah intervensi yang direncanakan dan dilakukan sesuai dengan permasalahan
dan penyakit klien, membuat rasional tindakan dan dokumentasi. Setelah tahap perencanaan
dilakukan oleh bidan maka bidan melanjutkan kegiatan pemberian asuhan.
Kegiatan asuhan yang diberikan oleh bidan, dilakukan dokumentanya dalam bentuk
catatan perkembangan. Pada catatan ini, bidan secara terperinci membuat asuhan yang
diberikan dengan melampirkan hari, tanggal, waktu, tanda tangan dan nama petugas yang
melaksanakan. Setiap asuhan yang diberikan harus melampirkan hal tersebut.
Manajemen asuhan kebidanan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan melalui
22 sistem dokumentasi Subjektif, Objektif, Assesment, Planning (SOAP) serta catatan
perkembangan. Seorang profesi bidan, sangat penting untuk mempertajam proses berpikir
kritis untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial sehingga tercapainya asuhan yang
berkualitas dan tepat sasaran.
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas penyebab langsung
(faktor- faktor reproduksi, komplikasi obstetric) dan tidak langsung (3 terlambat,
pengetahuan, sosio-ekonomi). Salah satu bagian 3 terlambat yaitu terlambat mendapatkan
pertolongan yang juga bisa disebabkan oleh penolong atau tenaga kesehatan. Perlu adanya
tindakan awal yang bersifat preventif agar meminimalkan kasus tersebut, salah satunya
adalah membiasakan diri bagi seorang bidan atau tenaga kesehatan untuk berpikir kritis,
rasional terhadap setiap tindakan yang dilakukan, setiap melakukan manajemen asuhan
kebidanan.
Proses manajemen kebidanan tersebut merupakan proses yang khas, terdiri dari
tindakan perencanaan, pengorganisasian pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Pilar seorang bidan yang terdapat pada kerangka kerja menurut ICM (2015) adalah
pengetahuan, keahlian dalam melaksanakan pelayanan asuhan kepada bayi baru lahir, wanita,
keluarga sepanjang kehidupannya. Pengetahuan yang ada bisa menjadi pondasi untuk
melakukan suatu keahlian jika dilakukan sesuai tujuan dan setiap bertindak harus diiringi
dengan berpikir kritis dengan menjawab setiap pertanyaan “mengapa” dan “kenapa” saat
bertindak.
Oleh karena itu data pasien menjadi dasar informasi untuk menegakkan dignosa yang
akan mempengaruhi pola pikir bidan untuk berencana, melaksanakan dan evaluasi.
4. Identifkasi issue terkini dalam aspek legal/ regulasi dalam pelayanan kebidanan

ASPEK LEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar
pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya
adlah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan. Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam
menjalankan tugasnya di suatu institusi mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah
disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.
Sedangkan kata Legal sendiri berasal dari kata leggal (bahasa Belanda) yang artinya
adalah sah menurut undang-undang. Atau menurut kamus Bahasa Indonesia, legal diartikan
sesuai dengan undang-undang atau hukum. Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat
disimpulkan, pengertian Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan Norma
hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang
paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu memenuhi kebutuhan
seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan dalam upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan.
1. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara Indonesia melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang
berkualitas.dengan adanya arus globalisasi salah satu fokus utama agar mampu mempunyai
daya saing adalah bagaiamana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber
daya manusia dibentuk sejak janin didalam kandungan, masa kelahiran dan masa bayi serta
masa tumbuh kembang balita. Hanya sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki
pengetahuan dan kemampuan sehingga mampu survive dan mampu mengantisipasi
perubahan serta mampu bersaing.
2. UUD 1945
Amanat & pesan mendasar dari UUD 1945 ad/ upaya pembangunan nasional yaitu
pembangunan di segala bidang guna kepentingan, keselamatan, kebahagiaan & kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia secara terarah, terpadu & berkesinambungan.
3. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia. Karena pelayanan
bidan meliputi kesehatan reproduksi wanita, sejak remaja, masa calon pengantin,masa hamil,
masa persalinan, masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan menoupause serta
memantau tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.

 Legislasi, Regitrasi dan Lisensi


I. Legislasi
A. Definisi
Legislasi adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat
hokum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi),
registrasi (pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Legislasi adalah ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang
berhubungan erat dengan tindakan dan pengabdiannya.
Ketetapan hukum yang mengantur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan
erat dengan tindakan dan pengabdiannya. Uji kompetensi yang dilakukan merupakan syarat
wajib sebelum terjun ke dunia kerja. Uji kompetensi itu sekaligus merupakan alat ukur
apakah tenaga kesehatan tersebut layak bekerja sesuai dengan keahliannya. Mengingat
maraknya sekolah-sekolah ilmu kesehatan yang terus tumbuh setiap tahunnya. Jika tidak
lulus dalam uji kompetensi, jelas bidan tersebut tidak bisa menjalankan profesinya. Karena
syarat untuk berprofesi adalah memiliki surat izin yang dikeluarkan setelah lulus uji
kompetensi.
B. Fungsi
1. Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri
2. Sangat berperan dalam pemberian pelayanan yang profesional
C. Tujuan Legislasi
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut adalah meliputi :
1. Mempertahankan kualitas pelayanan
2. Memberi kewenangan
3. Menjamin perlindungan hukum
4. Meningkatkan profisionalisme

II. Registrasi
A. Definisi
 Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhaap
bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kopetensi inti atau standar penampilan
minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan
praktik profesinya. (Registrasi menurut keputusan menteri kesehatan republik
indonesia nomor 900/MENKES/SK/VII/2002)
· Registrasi menurut keputusan menteri kesehatan reublik Indonesia nomor 1976 tahun
2011 adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum
untuk menjalankan praktik dan atau pekerjaan profesinya.
· Registrasi bidan. Proses pendaftraan, pendokumentasian dan pengakuan terhadap
bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar minimal yang
ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mempu melaksanakan praktek profesi
· Surat Tanda Registrasi (STR) bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada
tenaga kesehatan yang telah memiliki sertikfikat kompetensi. (Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 1976/PER/VIII/2011)
· MTKI (Majeli Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia) adalah lembaga yang berfungsi
untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
Dengan teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan haknya untuk
ijin praktik ( lisensi ) setelah memenuhi beberapa persyaratan administrasi untuk lisensi.
B. Kegunaan Registrasi
Untuk memperoleh STR yaitu salah satu dasar untuk menerbitkan surat ijin kerja
bidan (SIKB), adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi
persyartan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan dan Surat Ijin Praktik Bidan (SIPB)
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan uyang sudah memenuhi persyartan untuk
menjalankan praktik bidan mandiri.
SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui, serta merupakan dasar untuk penerbitan lisensi
praktik kebidanan atau SIPB ( surat ijin praktik bidan ). SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas
dasas ketentuan perundang-undangan yang berlaku, habis masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang,
dan atas permintaan sendiri.
Pada dasarnya masih ada beberapa bidan paraktik mandiri yang STRnya sudah mendekati
habis tetapi belum diperbaharui, padahal menurut pasal 7 BAB 11 pada perizinan bidan dijelaskan
bahwa STRnya harus diperbaharui jika mendekati habis masa berlakunya dan pada pasal 8 sendiri
dinyatakan SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku apabila : masa berlakunya habis dan tidak
diperbaharui.
Contoh kasusnya :
Bidan T juga diduga lakukan praktik aborsi
Kamis, 19 September 2013 − 16:03 WIB

Lokasi praktik bidan T di Bandung (foto:Oris/Okezone)


Sindonews.com - Selain melakukan praktik jual bayi, bidan T juga diduga melakukan praktik
aborsi di tempat kerjanya, di Desa Cipadung, RT 3 RW 5, Kelurahan Cipadung, Kecamatan
Cibiru, Kota Bandung.
"Untuk dugaan aborsi, kita masih dalami dari keterangan tersangka," ujar Kabid
Humas Polda Jabar Kombes Pol Martinus Sitompul, kepada wartawan, Kamis (19/9/2013).
Menurutnya, dugaan tersebut mencuat dari adanya catatan di buku data yang telah
disita pihak kepolisian. Dalam catatan itu disebutkan, ada bayi yang lahir pada usia lima
bulan.
"Dari keterangan itu kita juga sempat melakukan penggeledahan dan menggali di
sekitar rumah tersangka. Tapi sampai saat ini belum kita temukan," bebernya.
Setelah didesak oleh penyidik, T pun mengakui jika pernah melakukan aborsi. Namun
dari pengakuannya, jasad bayi hasil aborsi dibawa oleh orang tuanya.
Dari hasil penyelidikaan sementara, pihaknya berhasil mengamankan barang bukti
berupa uang tunai Rp7 juta, enam lembar surat pernyataan penyerahan dan pelepasan hak
penguasaan anak, dan satu buah buku pasien.
Atas perbuatannya, bidan T dijerat dengan Pasal 83 UU No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun minimal 3 tahun, dan denda
maksimal Rp 300 juta dan denda minimal Rp 60 juta.
DAFTAR PUSTAKA
http://bola.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/06/30/n7ywdl-bidan-ujung-tombak-
turunkan-angka-kematian-ibu
http://daerah.sindonews.com/read/785067/21/bidan-t-juga-diduga-lakukan-praktik-aborsi
http://www.aborsi.org/hukum-aborsi.htm
http://ayuwati94.wordpress.com/2013/07/31/bab-v-bahan-ajar_-ayu/

5. Midwifery Pathway 2030

Sebuah artikel tentang kebidanan 2030 yang di tulis oleh Petra ten Hoope-Bender, et
all, menjelaskan tentang pathway perempuan terhadap kesehatan dengan mempertimbangkan
empat tahapan kehidupan reproduksi wanita yaitu : Pra kehamilan, hamil, persalinan dan
kelahiran serta Postnatal serta menjelaskan perlunya pelayanan kesehatan pada masa remaja.
Realisasi Pathway perempuan untuk kesehatan memerlukan perubahan dalam visi
kesehatan. The Midwifery 2030 Pathway mengusulkan pendekatan berbasis hak asasi
manusia yang melampaui pelayanan kesehatan, menggabungkan bidang-bidang seperti
pendidikan dan pemberdayaan ekonomi yang bersinggungan dengan kesehatan melalui
pelayanan kebidanan profesional sepanjang empat tahap kehidupan. Visi terpadu yang
menempatkan perempuan dan keluarga mereka di titik pusat diharapkan memiliki efek positif
yang ketat, seperti tingkat pendidikan yang lebih tinggi, kesehatan umum yang lebih baik dan
kemampuan ekonomi yang lebih besar.
Realisasi Pathway akan membutuhkan pendekatan yang komprehensif, kolaboratif
dan baik, diartikulasikan antara para pemangku kepentingan yang berbeda dari berbagai
sektor dan daerah, yaitu hak asasi manusia, tata kelola, kebijakan, akuntabilitas, model
peayanan, profesionalisasi asosiasi professional dan peneliti, dan lainnya. Terdapat beberapa
hal yang dapat mendukung dan membuat Pathway tersebut menjadi kenyataan yaitu :
1. Setiap wanita usia reproduksi mulai dari remaja mempunyai akses terhadap 14 pelayanan
kebidanan kapanpun diperlukan.
2. Pengumpulan dan analisis data telah tertanam dalam pelayanan kesehatan dan
pengembangan pelayanan tersebut.
3. Pelayanan kebidanan dilakukan dengan kolaborasi praktik dengan melibatkan berbagai
profesional tenaga kesehatan.
4. Pelayanan kebidanan tingkat pertama harus dekat dengan wanita dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai