PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
2012).
sedang berkembang, angka kematian ibu merupakan masalah besar yaitu berkisar
angka kematian ibu berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup.
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000
kematian ibu melahirkan sebanyak 359 per 100 ribu kelahiran. Sementara, pada
survey 2007 angka kematian ibu hanya 228 kematian per 100 ribu kelahiran
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013, angka kematian ibu dilaporkan sebesar
1
2
63,27 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian angka kematian ibu di
tahun 2016 sebanyak 8 orang dari 14.138 kelahiran hidup atau AKI sebesar 56,59
per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut meningkat dibanding
tahun sebelumnya (2015) yang jumlahnya 4 kematian ibu dari 14.134 kelahiran
Sedangkan data yang penyusun dapatkan dari RSCC Sleman selama tahun
2018 ini terdapat 5 kasus pasien hamil aterm atas indikasi ketuban pecah dini.
Aterm Dengan Induksi Gagal Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Pada
B. Tujuan
indikasi ketuban pecah dini pada primigravida di Rumah Sakit Condong Catur
Sleman.
3
BAB II
TINJAUAN KASUS
Condong Catur, Kecamatan Depok, Sleman, dan suami Tn. DH umur 35 tahun
pada tanggal 23 Mei 2018 jam 14.30 WIB datang ke RS Condong Catur karena
ibu mengatakan ingin periksa kehamilannya anak yang pertama dan konsultasi
kaki dan muka bengkak. Hari pertama haid terakhir tanggal 25 Agustus 2017 dan
hari perkiraan lahir tanggal 2 Juni 2018. Dari hasil pemeriksaan dokter kandngan
yaitu: TD: 120/80 mmHg, BB: 81 kg, hasil pemeriksaan USG: janin tunggal, TBJ:
2930 gram, letak plasenta di korpus anterior grade III dengan air ketuban cukup
walaupun pada saat umur kehamilan 24 minggu air ketuban pecah sedikit dan
pasien untuk rawat inap dikarenakan umur kehamilan sudah cukup bulan atau
aterm dengan riwayat ketuban pecah dan saat ini kondisi pasien oedema pada kaki
tetapi pasien dan suami meminta waktu dokter untuk diijinkan pulang terlebih
4
5
Pada tanggal 24 Mei 2018 jam 14.30 WIB, Ny. FR umur 32 tahun
kenceng belum teratur dan belum dirasakan, lendir darah belum keluar.
Hasil periksaan fisik tanggal 24 Mei 2018 jam 14.30 WIB yaitu: TD:
pada kaki, untuk hasil USG: janin tunggal, presentasi kepala, TBJ: 2930 gram,
sedangkan hasil CTG: DJJ: 130-140x/menit, gerak janin: aktif. Hasil pemeriksaan
dalam yaitu: vagina tenang, serviks tebal dibelakang, belum ada pembukaan,
selaput lendir darah belum ada, presentasi kepala, denominator ubun-ubun kecil
kanan belakang kepala sudah turun di hoodge 1, placenta di korpus anterior grade
diagnosis bahwa Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 hamil aterm dengan riwayat
ketuban pecah dini (KPD) yaitu sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD aterm adalah sudah memasuki usia kehamilan diatas
induksi persalinan. Induksi dilakukan selama I jam 15 menit dengan oxytocin drip
dalam infus 500 ml RL+5 unit. Tetesan dimulai dari 8 tetes per menit dinaikkan
setiap 15 menit 4 tetes atau sampai 12 tetes per menit. Observasi his dan DJJ tiap
Anjurkan ibu untuk tidur dalam posisi miring kiri. tetesan induksi oxytocin
dinaikkan sampai dengan maksimal 20 tpm mulai pukul 05.00 WIB di hari
Dari hasil check laboratorium di atas terdapat beberapa hasil yang tidak
Kelebihan protein urine, leukosit, lekosit, dan epitel urine pada ibu
kerusakan ginjal.
8
hubungan antara riwayat ketuban pecah dini (KPD) dengan infeksi saluran kemih
(ISK) pada Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 hamil aterm karena suatu bakteri.
Pada tanggal 24 Mei 2018 pukul 22.30 WIB dari hasil CTG observasi his
dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 170 x/menit kemudian dikonsultasi dengan dokter
kandungan, sedangkan dari hasil observasi selanjutnya yaitu pukul 22.55 WIB
dari hasil CTG observasi his dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 114-130 x/menit,
advice dari dokter kandungan tetap dilakukan observasi tiap 2 jam apabila dari
hasil observasi DJJ masih turun dilakukan tindakan untuk stop induksi. Setelah
observasi tiap 2 jam didapatkan hasil adanya peningkatan DJJ yang baik yaitu:
Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 04.00 WIB dari hasil CTG observasi his
dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 120-150 x/menit, advice dari dokter kandungan
infuse RL+ 5 unit oxytosin dari 8 tetes per menit (1 kali) tekanan dinaikkan
menjadi 12 tetes per menit (1 kali) sampai dengan 8 hingga 12 jam. Dari hasil
CTG observasi his dan DJJ pukul 07.50 WIB didapatkan hasil DJJ: 117-120
x/menit dan his melemah 1-2 kali/10 menit kemudian dikonsultasikan dengan
dokter kandungan, advice dari dokter kandungan stop induksi dan rencana SC
pukul 13.00 WIB, persiapan unuk pasien yang dilakukan adalah memasang
kateter, mengelola injeksi skintest ceftriaxon 1 gram. Pasien dan suami siap dan
9
setuju untuk dilakukan tindakan SC, suami pasien meminta dokter kandungan
Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 13.17 WIB bayi Ny. FR sudah terlahir,
keadaan umum bayi sehat, warna kulit kemerah-merahan, tangisan bayi kuat,
tonus otot bayi baik, bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki, BB bayi: 3000
gram, PB bayi: 45 cm, LK bayi: 33 cm, LD bayi: 34 cm, Suhu: 36,8 0C, nadi: 130
sudah buang air kecil (BAK) tetapi belum buang air besar (BAB). Bayi setelah
dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak. Setelah diberi injeksi vitamin K dan
menyusui dini (IMD), melatih bayi untuk menetek sendiri meskipun ASI belum
keluar.
Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 14.00 WIB post SC hari ke-1 pada Ny.
riwayat ketuban pecah dini (KPD) P1A0 terdapat infeksi saluran kemih (ISK).
Ny. FR sudah sadar dan mengatakan sedikit mual, secara umum keadaan ibu:
nadi: 80 x/menit, suhu: 36,50C, nafas: 20 x/menit, kontraksi uterus baik, pasien
disuruh istirahat, lakukan observasi pasien tiap 15 menit sampai dengan 2 jam
post SC kemudian tiap 30 menit sampai dengan 4 jam post SC, setelah 6 jam latih
pasien untuk miring kanan dan kiri dilanjutkan mobilisasi bertahap, anjurkan
pasien untuk makan dan minum bertahap, berikan pasien obat injeksi ceftriaxon 1
10
gram per 12 jam (4 kali), injeksi ketorolak 30 mg per 8 jam 8 (3 kali), vitamin A
2x200.000 unit diberikan tiap 6 sampai 24 jam post SC, drip oxytosin 1 ampul/
500 ml RL (extra 1 flabot). Pada pukul 14.30 WIB ibu mengatakan sudah senang
dan sedikit mual, hasil observasi keadaan umum ibu sedang, composmentis,
dibantu dengan bidan, perdarahan pervaginam 350 cc, kontraksi uterus baik. Pada
pukul 15.00 WIB berikan injeksi drip 1 ampul oxytosin 20 tetes per menit (flabot
ke-3) dan lakukan observasi pasien. Pada pukul 18.30 WIB mengganti infuse
RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-4), TD: 110/70 mmHg, S:
vitamin A setelah 6 jam post SC. Pada pukul 20.15 WIB keadaan umum pasien
sedang, composmentis, infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot
tetap dilakukan bertahap, anjurkan makan dan minum, berikan obat ceftriaxon 1
gram 2x1 untuk yang ke-4 kali, injeksi ketorolak 3x1 untuk yang ke-3 kali,
vitamin A selama 6 jam dan 24 jam, drip oxytosin 1 ampul/ 500 ml RL extra,
Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 07.00 WIB post SC hari ke-2, ibu
composmentis, infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-4),
masih terdapat perdarahan pervaginam 300 cc, lakukan pemeriksaan vital sign: S:
36,50C, TD: 110/70 mmHg, N: ±80 x/menit, R: 20 x/menit, buang urin ± 800 cc.
Pada pukul 13.45 WIB, ibu mengatakan terasa nyeri, keadaan umum pasien baik,
11
infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-5), anjurkan ibu untuk
Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 14.00 WIB post SC hari ke- 3, ibu
observasi pasien: keadaan umum ibu baik, composmentis, TFU 2 jari bawah
pusat, kontraksi uterus baik, mengajarkan dan anjurkan pasien untuk duduk.
Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 07.00 WIB bayi Ny. FR post SC hari ke-
2 kita lakukan observasi keadaan umum bayi baik, bayi menangis kuat, bayi sudah
buang air besar dan buang air kecil, saat dilatih menetek reflek hisap bayi juga
Bantul adalah Ny. W sudah sadar dan mengatakan sedikit pusing, darah yang
keadaan emosional: stabil, TD: 110/70 mmHg, nadi: 82x/menit, suhu: 36,5 0C,
12
arkavit C 1-2 tablet per hari untuk multivitamin diminum setiap 12 jam
setelah makan
makan
Pada pukul 20.15 WIB, ibu mengatakan masih keluar darah sedikit, secara
stabil, TD: 100/70 mmHg, nadi: 82x/menit, suhu: 36,5 0C, nafas: 24x/menit,
kontraksi uterus keras, pasien disuruh istirahat dan diberi obat yang sama,
Desember 2017 pukul 08.00 WIB, ibu mengatakan keadaannya mulai membaik,
darah yang keluar semakin sedikit dilihat dari pembalut, kontraksi uterus keras,
yang diberikan yaitu: amoxicillin 500 mg untuk antibiotic diminum setiap 8 jam
setelah makan.
Kecuali bila terdapat komplikasi seperti perdarahan dan terjadi infeksi. Pasien
bila mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri, setelah perdarahan baru
yang ringan atau gejala yang lebih berat. Menurut Prof. dr. Endy M. Moegni,
Sp.OG(K)1.
Post kuretase hari ke-2 tanggal 06 Desember 2017 pada pukul 09.00 WIB,
bidan di RSKIA Ummi Khasanah Bantul sudah memberikan KIE kepada Ny. W
tentang rencana tindakan yang akan dilakukan di rumah dan pasien diperbolehkan
untuk pulang, serta memberikan obat untuk diminum sesuai aturan yaitu:
arkavit C 1-2 tablet per hari untuk multivitamin diminum setiap 12 jam
setelah makan
1
Griebel et al., 2005; Puscheck, 2010.
BAB III
PEMBAHASAN
Studi kasus yang saya ambil yaitu : Ny. W umur 46 tahun G6P5A0 usia
kehamilan 11+2 minggu dengan HbsAG (+) dc (death conceptus) atau abortus
insipien. Pada kasus ini, ditemukan hasil pemeriksaan HbsAg positif merupakan
laboratorium positif HbsAg berarti dalam tubuh bunda terdapat virus hepatitis B.
Hepatitis B (yang dulu dikenal sebagai hepatitis serum) ditularkan melalui darah,
produk darah, jarum yang terkontaminasi, saliva, sekresi vagina dan semen.
Hepatitis B yang merupakan suatu pertanda adanya infeksi pada hati oleh virus
Inveksi hepatitis B (HBV) dapat berakibat pada keadaan kronis atau carier,
dengan peningkatan resiko untuk hepatitis aktif krois, penyakit hati kronis, sirosis
serta bertambah densitas gama dari parenkim hati pada hepatitis akut-kronik. Pada
tatalaksana tidak ada yang membedakan prinsip terhadap hepatitis akut pada
kehamilan dengan tanpa kehamilan. Istirahat yang cukup dan terapi simtomatik
tetap menjadi dasarnya3. Menurut WHO, Hepatitis B endemic di China dan bagian
lain Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa
terinfeksi Hepatitis B sejak usia anak. Di sejumlah Negara Asia 8-10% populasi
2
Varney, Helen dkk. 2009: 164
3
Suharjo, JB, dkk. Diagnosis dan Managemen Hepatitis B Kronik. Dalam jurnal : Cermin Dunia
Kedokteran, No. 150. 2006
4
Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan In formasi. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan
RI; 2004.
14
15
seperti: Jarum suntik, sikat gigi, barang yang tercemar virus hepatitis B (VHB)
sesudah digunakan pada para carrier positif atau penderita hepatitis B, akibat
berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita dan akibat transfusi darah
yang terkontaminasi VHB. Adapun kelompok orang yang rawan terinfeksi VHB
yaitu mereka yang bekerja di laboratorium atau ruang darurat rumah sakit dan
kamar mayat. VHB tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada luka
terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHB, penularan bisa
terjadi5.
Gejala HbsAg positif pada ibu hamil umumnya gejala muncul setelah 2-3
bulan setelah virus menginfeksi organ hati. Inilah yang kemudian membuat ibu
peradangan dan infiltrate pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini
terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan
usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubin, dalam urine sebagai
5
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=15064
16
seperti bayi yang lahir dan ibu yang menderita hepatitis dan carier. Kini
sasaran itu mintalah nasihat dokter anak sehingga bayi baru lahir
e. Usaha rehabilitasi
6
Ida Ayu, Manuaba, 2002: 334. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan Kb Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC
17
kesehatan
18
maupun pasif. Imunisasi aktif diberikan pada bayi yang lahir dari
terhadap Pre/Post Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang
lahir (jangan lebih dari 24 jam), pemberian ulang pada bulan 3 dan
Seperti obat anti mual dan obat nyeri. Pasien juga perlu melakukan
tubuhnya. Apabila hasil tes menunjukkan pasien telah terbebas dari virus
7
Sulaiman Ali, Yulitasari, 2008. Virus Hepatitis A sampai E Di Indonesia, Yayasan Penerbitan
IDI, Jakarta
19
perkembangan virus8.
jumlah kasus ibu yang mempunyai status HbsAg pada tahun 2013 mencapai 40%
atau sebelum kehamilan tersebut berusia 12 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup diluar kandungan. Etiologi abortus pada kehamilan muda
kehamilan lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Berikut
Pada abortus jenis ini, janin telah meninggal, tetapi hasil konsepsi masih
berada di dalam rahim ibu selama beberapa jangka waktu tertentu (dua minggu
atau lebih) karena mungkin tidak terjadi perdarahan, OUE masih tertutup dan
abortus spontan tidak terjadi. Tanda dan gejala terjadinya missed abortion
diantaranya: terdapat bercak darah (spotting) atau perdarahan yang banyak dapat
disertai nyeri abdomen atau punggung (bisa ya, bisa tidak); ukuran rahim
mengecil dari ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan; apabila sebelumnya
ibu sudah merasakan gerakan janin, maka gerakan janin tidak dirasakan lagi;
semula; saat pemeriksaan dilakukan, tidak terdengan bunyi denyut jantung janin.
kematian janin. Pada kasus ini, ibu beresiko mengalami gangguan pembekuan
22
adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60% kasus keguguran.
cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda.
berikut:
kromosom seks.
23
janin. Keadaan ini bisa terjadi pada kehamilan muda misalnya karena hipertensi
menahun.
c. factor dari Ibu : Wanita hamil mempunyai resiko untuk mengalami abortus
Resiko abortus sebesar 15 % pada usia di bawah 35 tahun, 20 – 35% pada usia 35
– 45 tahun, dan resiko lebih dari 50 % pada pada usia lebih dari 45 tahun
(Anonym, 2007). Sumber lain mengatakan bahawa 10% resiko abortus terjadi
pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, 20 % terjadi pada usia 35 – 39
tahun , dan 50% pada usia 40 – 45 10. Multipara adalah wanita yang telah
menyelesaikan dua atau lebih kelahiran dimana janin sudah bisa hidup di luar
kandungan . Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas, usia ayah
dan usia ibu. Ibu dengan paritas tinggi mempunyai resiko mengalami komplikasi
10
Idea Nursing Journal Vol. II No. 1ISSN : 2087-2879.
d. Faktor Bapak : Kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat
menyebabkan abortus.
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering
dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
a. Jika usia kehamilan kurang dari16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan
aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera dilakukan: Berikan
ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
konsepsi.
Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
dilakukan secara digital yang dapat disusul dengan kerokan bila masih ada
11
Prawirohardjo, 2005: 306-307
24
25
perdarahan dan hasil konsepsi yang keluar, serta pengukuran suhu tubuh ibu yang
dievaluasi setiap empat jam, apabila suhu tubuh melebihi 38 0C perlu diwaspadai
terjadinya infeksi.
Anjurkan pada ibu untuk jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian12.
penyulit, oleh karena itu keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
hasil konsepsi
12
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/18/abortus/
26
• Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang
yang keluar namun mulut rahim sudah terbuka. Pada keadaan seperti ini,
dibersihkan, baik dengan pemberian obat ataupun dengan cara kuret. Perdarahan
tersebut ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih
berada dalam kavum uteri kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang
berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit selain itu
abortus insipien adalah buah kehamilan yang mati di dalam kandungan-lepas dari
tempatnya- tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal
missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan tetapi belum
dan kadar HCG 1-2 bulan kemudian. Pasien diharapkan tidak hamil dalam
pil14.
13
Morgan, geri & Carole Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
14
Prawirohardjo, Sarwono. 2010 : 312. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT.Bina Pustaka.
27
minggu dengan HbsAG (+), didapatkan data yang mendukung terjadinya abortus
insipient yaitu pasien mengatakan darah banyak yang keluar, cair, merah segar
tidak pernah dan tidak sedang menderita panyakit menurun, menular dan menahun
Pada kasus ini, kondisi yang menjadi factor resiko terjadinya diagnose
dengan HbsAG (+) dan death conceptus atau abortus insipien. Berdasarkan
kematian ibu sebanyak 9% karena abortus dan aborsi, 8% karena sepsis, 18%
(Malaria, HIV dan penyakit jantung), 35% karena perdarahan dan 11% karena
penyebab tidak langsung lain (MDGs report 2010, diakses tanggal 12 April 2013).
dengan abortus.
abortus cukup tinggi. Sekitar 15- 40% kejadian abortus diketahui pada saat ibu
sudah dinyatakan positif hamil dan 60-70% kejadian abortus terjadi sebelum usia
diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus pada tahun 2010. Berdasarkan survey
demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun2007 AKI Indonesia sebesar 228 per
langsung kematian ibu adalah perdarahan (25%), eklampsia (13%) dan sepsis
(15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi abortus
presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah sebesar 4% pada
Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan D.I Yogyakarta tahun
2014 menyebutkan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus kematian ibu karena
penyebab kematian ibu pada tahun 2013 di Kabupaten Bantul adalah 46% karena
Hal yang lebih mengejutkan lagi, berdasarkan data terbaru yang diperoleh
dari Dinkes Bantul, jumlah kasus kematian ibu akibat abortus tahun 2014 di
Bantul dari tahun 2015 ada 13,7% kasus abortus, tahun 2016 ada 11,4% kasus
abortus, dan tahun 2017 ada 14,5% kasus abortus. Maka dari itu apabila dilihat
dari tahun 2015 sampai tahun 2017 kasus abortus di RSKIA Ummi Khasanah
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kasus dari data subjektif dan data objektif tersebut dokter menarik
diagnosis bahwa Ny. W umur 46 tahun G6P5A0 usia kehamilan 11 +2 minggu dengan HbsAG
(+) dc (death conceptus) yaitu konsepsi yang telah mati dalam uterus dengan tanda tidak
berfungsinya organ janin yang biasanya ditandai dengan perdarahan pervaginam atau abortus
insipien, biasanya terjadi pada kehamilan < dari 20 minggu, sehingga dilakukan tindakan
curetase emergency.
B. Saran
dokter khususnya untuk tenaga medis atau tenaga kesehatan tentang pentingan
bidan khususnya penyuluhan fokus kepada ibu hamil dan keluarga mengenai
terjadinya abortus. Sebaiknya keluarga atau suami ikut berperan serta dalam
c. Tindakan curetase dan post curetase di RSKIA Ummi Khasanah Bantul sudah
baik dalam segi persiapan tindakan sampai selesai tindakan. Selain hal
31
tersebut dari pemberian obat baik injeksi ataupun oral juga sudah diberikan
Upaya preventif dan promotif merupakan cara bijak yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan khususnya bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan selama kehamilan
supaya kehamilan tidak mengarah pada komplikasi yang tidak diinginkan