PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
2012).
sedang berkembang, angka kematian ibu merupakan masalah besar yaitu berkisar
angka kematian ibu berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup.
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000
kematian ibu melahirkan sebanyak 359 per 100 ribu kelahiran. Sementara, pada
survey 2007 angka kematian ibu hanya 228 kematian per 100 ribu kelahiran
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013, angka kematian ibu dilaporkan sebesar
1
2
63,27 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian angka kematian ibu di
tahun 2016 sebanyak 8 orang dari 14.138 kelahiran hidup atau AKI sebesar 56,59
per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut meningkat dibanding
tahun sebelumnya (2015) yang jumlahnya 4 kematian ibu dari 14.134 kelahiran
Sedangkan data yang penyusun dapatkan dari RSCC Sleman selama tahun
2018 ini terdapat 5 kasus pasien hamil aterm atas indikasi ketuban pecah dini
(KPD).
1.1 Tabel data pasien rawat inap atas indikasi ketuban pecah dini yaitu:
Aterm Dengan Secsio Caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Pada
B. Tujuan
indikasi ketuban pecah dini pada primigravida di Rumah Sakit Condong Catur
Sleman.
3
BAB II
TINJAUAN KASUS
Condong Catur, Kecamatan Depok, Sleman, dan suami Tn. DH umur 35 tahun
pada tanggal 23 Mei 2018 jam 14.30 WIB datang ke RS Condong Catur karena
ibu mengatakan ingin periksa kehamilannya anak yang pertama dan konsultasi
kaki dan muka bengkak. Hari pertama haid terakhir tanggal 25 Agustus 2017 dan
hari perkiraan lahir tanggal 2 Juni 2018. Dari hasil pemeriksaan dokter kandngan
yaitu: TD: 120/80 mmHg, BB: 81 kg, hasil pemeriksaan USG: janin tunggal, TBJ:
2930 gram, letak plasenta di korpus anterior grade III dengan air ketuban cukup
walaupun pada saat umur kehamilan 24 minggu air ketuban pecah sedikit dan
pasien untuk rawat inap dikarenakan umur kehamilan sudah cukup bulan atau
aterm dengan riwayat ketuban pecah dan saat ini kondisi pasien oedema pada kaki
tetapi pasien dan suami meminta waktu dokter untuk diijinkan pulang terlebih
4
5
Pada tanggal 24 Mei 2018 jam 14.30 WIB, Ny. FR umur 32 tahun
kenceng belum teratur dan belum dirasakan, lendir darah belum keluar.
Hasil periksaan fisik tanggal 24 Mei 2018 jam 14.30 WIB yaitu: TD:
pada kaki, untuk hasil USG: janin tunggal, presentasi kepala, TBJ: 2930 gram,
sedangkan hasil CTG: DJJ: 130-140x/menit, gerak janin: aktif. Hasil pemeriksaan
dalam yaitu: vagina tenang, serviks tebal dibelakang, belum ada pembukaan,
selaput lendir darah belum ada, presentasi kepala, denominator ubun-ubun kecil
kanan belakang kepala sudah turun di hoodge 1, placenta di korpus anterior grade
diagnosis bahwa Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 hamil aterm dengan riwayat
ketuban pecah dini (KPD) yaitu sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD aterm adalah sudah memasuki usia kehamilan diatas
induksi persalinan. Induksi dilakukan selama I jam 15 menit dengan oxytocin drip
dalam infus 500 ml RL+5 unit. Tetesan dimulai dari 8 tetes per menit dinaikkan
setiap 15 menit 4 tetes atau sampai 12 tetes per menit. Observasi his dan DJJ tiap
Anjurkan ibu untuk tidur dalam posisi miring kiri. tetesan induksi oxytocin
dinaikkan sampai dengan maksimal 20 tpm mulai pukul 05.00 WIB di hari
Dari hasil check laboratorium di atas terdapat beberapa hasil yang tidak
Kelebihan protein urine, leukosit, lekosit, dan epitel urine pada ibu
kerusakan ginjal.
8
hubungan antara riwayat ketuban pecah dini (KPD) dengan infeksi saluran kemih
(ISK) pada Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 hamil aterm karena suatu bakteri.
Pada tanggal 24 Mei 2018 pukul 22.30 WIB dari hasil CTG observasi his
dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 170 x/menit kemudian dikonsultasi dengan dokter
kandungan, sedangkan dari hasil observasi selanjutnya yaitu pukul 22.55 WIB
dari hasil CTG observasi his dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 114-130 x/menit,
advice dari dokter kandungan tetap dilakukan observasi tiap 2 jam apabila dari
hasil observasi DJJ masih turun dilakukan tindakan untuk stop induksi. Setelah
observasi tiap 2 jam didapatkan hasil adanya peningkatan DJJ yang baik yaitu:
Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 04.00 WIB dari hasil CTG observasi his
dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 120-150 x/menit, advice dari dokter kandungan
infuse RL+ 5 unit oxytosin dari 8 tetes per menit (1 kali) tekanan dinaikkan
menjadi 12 tetes per menit (1 kali) sampai dengan 8 hingga 12 jam. Dari hasil
CTG observasi his dan DJJ pukul 07.50 WIB didapatkan hasil DJJ: 117-120
x/menit dan his melemah 1-2 kali/10 menit kemudian dikonsultasikan dengan
dokter kandungan, advice dari dokter kandungan stop induksi dan rencana SC
pukul 13.00 WIB, persiapan untuk pasien yang dilakukan adalah memasang
kateter, mengelola injeksi skintest ceftriaxon 1 gram. Pasien dan suami siap dan
setuju untuk dilakukan tindakan SC, suami pasien meminta dokter kandungan
9
untuk memasang alat kontrasepsi pasca operasi SC yaitu: KB IUD. Dokter beserta
Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 13.17 WIB bayi Ny. FR post SC hari ke-
1, bayi sudah lahir dengan keadaan umum bayi sehat, warna kulit kemerah-
merahan, tangisan bayi kuat, tonus otot bayi baik, bayi lahir dengan jenis kelamin
laki-laki, BB bayi: 3000 gram, PB bayi: 45 cm, LK bayi: 33 cm, LD bayi: 34 cm,
Suhu: 36,80C, nadi: 130 x/menit, R: 30 x/menit, nilai APGAR bayi: 1 menitnya: 8,
5 menitnya: 9, bayi sudah buang air kecil (BAK) tetapi belum buang air besar
(BAB). Bayi setelah lahir langsung diberi injeksi vitamin K dan imunisasi
injeksi vitamin K dan imunisasi hepatitis B, bayi didekatkan dengan ibunya untuk
dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD), melatih bayi untuk menetek sendiri
meskipun ASI belum keluar. Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 07.00 WIB bayi
Ny. FR post SC hari ke-2 kita lakukan observasi keadaan umum bayi baik, bayi
menangis kuat, bayi sudah BAB dan BAK, saat dilatih menetek reflek hisap bayi
juga baik, S: 36,80C, N: 132 x/menit, R: 32 x/menit, bayi rawat gabung dengan
ibunya. Pada tanggal 27 Mei 2018 pukul 07.00 WIB bayi Ny. FR post SC hari ke-
composmentis, bayi menangis kuat, menetek ASI saja dengan reflek hisap yang
baik, bayi sudah BAB dan BAK, gerakan bayi aktif, S: 36,8 0C, N: 136 x/menit, R:
Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 14.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0
hari ke-1 pada Ny. FR sudah dilakukan pemasangan KB IUD atas indikasi fetal
distress dengan riwayat ketuban pecah dini (KPD) P1A0 terdapat infeksi saluran
kemih (ISK). Ny. FR sudah sadar dan mengatakan sedikit mual, secara umum
120/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, suhu: 36,50C, nafas: 20 x/menit, kontraksi uterus
baik, pasien disuruh istirahat, lakukan observasi pasien tiap 15 menit sampai
dengan 2 jam post SC kemudian tiap 30 menit sampai dengan 4 jam post SC,
setelah 6 jam latih pasien untuk miring kanan dan kiri dilanjutkan mobilisasi
bertahap, anjurkan pasien untuk makan dan minum bertahap, berikan pasien obat
injeksi ceftriaxon 1 gram per 12 jam (4 kali), injeksi ketorolak 30 mg per 8 jam 8
(3 kali), vitamin A 2x200.000 unit diberikan tiap 6 sampai 24 jam post SC, drip
oxytosin 1 ampul/ 500 ml RL (extra 1 flabot). Pada pukul 14.30 WIB ibu
mengatakan sudah senang dan sedikit mual, hasil observasi keadaan umum ibu
kontraksi uterus baik. Pada pukul 15.00 WIB berikan injeksi drip 1 ampul
oxytosin 20 tetes per menit (flabot ke-3) dan lakukan observasi pasien. Pada pukul
18.30 WIB mengganti infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-
4), TD: 110/70 mmHg, S: 36,60C, N: 82 x/menit, R: 20 x/menit. Pada pukul 20.00
WIB berikan terapi vitamin A setelah 6 jam post SC. Pada pukul 20.15 WIB ibu
infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-4), perdarahan
11
pervaginam 250 cc, lakukan observasi kontraksi uterus, mobilisasi tetap dilakukan
secara bertahap, anjurkan pasien untuk makan dan minum, berikan obat ceftriaxon
1 gram 2x1 untuk yang ke-4 kali, injeksi ketorolak 3x1 untuk yang ke-3 kali,
vitamin A selama 6 jam dan 24 jam, drip oxytosin 1 ampul/ 500 ml RL extra,
Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 07.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0
hari ke-2, ibu mengatakan terasa nyeri pada perutnya, keadaan umum pasien baik,
composmentis, terpasang infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot
ke-4), masih terdapat perdarahan pervaginam 300 cc, lakukan pemeriksaan vital
sign: S: 36,50C, TD: 110/70 mmHg, N: ±80 x/menit, R: 20 x/menit, buang urin ±
800 cc. Pada pukul 13.45 WIB, ibu mengatakan terasa nyeri, keadaan umum
pasien baik, infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-5),
Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 14.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0
hari ke-2, ibu mengatakan bahwa ASInya belum keluar, mobilisasi tidak lakukan,
hasil observasi pasien: keadaan umum ibu baik, composmentis, TD: 110/70
kontraksi uterus baik, mengajarkan dan anjurkan pasien untuk duduk, aff infuse
setiap 12 jam sekali setelah makan, asam mefenamat 3x500 mg diminum setiap 8
jam sekali setelah makan, pasien dianjurkan boleh pulang untuk tanggal 27 Mei
2018.
12
Pada tanggal 27 Mei 2018 pukul 05.30 WIB post SC+insersi IUD PIA0
hari ke-3, ibu mengatakan tidak ada keluhan apa-apa, hasil pemeriksaan pasien
tetap dilakukan, perdarahan pervaginam masih dalam batas normal ±200 cc,
kontraksi uteus baik, pasien juga meneteki bayinya, ASI sudah keluar,
sekali setelah makan, asam mefenamat 2x1 diminum setiap 12 jam sekali setelah
makan. Pasien dibolehkan pulang setelah pukul 14.00 WIB, tetapi pasien minta
waktu untuk pulang hari Senin tanggal 28 Mei 2018 dikarenakan suami baru ada
Pada tanggal 28 Mei 2018 pukul 09.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0
hari ke-4, ibu mengatakan sudah membaik dan senang karena hari ini bisa pulang
ke rumah, hasil pemeriksaan pasien keadaan umum ibu baik, composmentis, TD:
memberikan KIE kepada Ny. FR tentang rencana tindakan yang akan dilakukan di
rumah seperti perawatan luka post SC, cara menjaga kebersihan badan (personal
bayinya, dan pasien diperbolehkan untuk pulang, serta memberikan obat untuk
diminum sesuai aturan, pasien juga dianjurkan untuk control ulang 1 minggu
kemudian, tetapi apabila terdapat keluhan yang dirasakan pasien dapat segera
PEMBAHASAN
Studi kasus yang saya ambil yaitu : Ny. FR umur 32 tahun GIP0A0 usia
kehamilan 39 minggu hamil aterm dengan riwayat ketuban pecah dini (KPD).
13
14
15
16
tahun 2014 menyebutkan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus kematian
ibu karena perdarahan sebanyak 40 kasus, 5% karena abortus, pada tahun 2013
penyebab kematian ibu pada tahun 2013 di Kabupaten Bantul adalah 46% karena
Hal yang lebih mengejutkan lagi, berdasarkan data terbaru yang diperoleh
dari Dinkes Bantul, jumlah kasus kematian ibu akibat abortus tahun 2014 di
Bantul dari tahun 2015 ada 13,7% kasus abortus, tahun 2016 ada 11,4% kasus
abortus, dan tahun 2017 ada 14,5% kasus abortus. Maka dari itu apabila dilihat
dari tahun 2015 sampai tahun 2017 kasus abortus di RSKIA Ummi Khasanah
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kasus dari data subjektif dan data objektif tersebut dokter menarik
diagnosis bahwa Ny. W umur 46 tahun G6P5A0 usia kehamilan 11 +2 minggu dengan HbsAG
(+) dc (death conceptus) yaitu konsepsi yang telah mati dalam uterus dengan tanda tidak
berfungsinya organ janin yang biasanya ditandai dengan perdarahan pervaginam atau abortus
insipien, biasanya terjadi pada kehamilan < dari 20 minggu, sehingga dilakukan tindakan
curetase emergency.
B. Saran
dokter khususnya untuk tenaga medis atau tenaga kesehatan tentang pentingan
bidan khususnya penyuluhan fokus kepada ibu hamil dan keluarga mengenai
terjadinya abortus. Sebaiknya keluarga atau suami ikut berperan serta dalam
c. Tindakan curetase dan post curetase di RSKIA Ummi Khasanah Bantul sudah
baik dalam segi persiapan tindakan sampai selesai tindakan. Selain hal
18
tersebut dari pemberian obat baik injeksi ataupun oral juga sudah diberikan
Upaya preventif dan promotif merupakan cara bijak yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan khususnya bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan selama kehamilan
supaya kehamilan tidak mengarah pada komplikasi yang tidak diinginkan