Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari

derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang

meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau

penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama

kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa

memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI,

2012).

Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan

sedang berkembang, angka kematian ibu merupakan masalah besar yaitu berkisar

antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan dinegara-negara maju

angka kematian ibu berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup.

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. (Kementerian Kesehatan RI, 2014. Survey menemukan terdapat

kematian ibu melahirkan sebanyak 359 per 100 ribu kelahiran. Sementara, pada

survey 2007 angka kematian ibu hanya 228 kematian per 100 ribu kelahiran

hidup. (Menko Kesra, 2013).

Menurut pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota di wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013, angka kematian ibu dilaporkan sebesar

1
2

63,27 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian angka kematian ibu di

wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta lebih rendah dibandingkan Nasional.

Kabupaten Sleman sendiri mencatat bahwa jumlah kematian ibu pada

tahun 2016 sebanyak 8 orang dari 14.138 kelahiran hidup atau AKI sebesar 56,59

per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut meningkat dibanding

tahun sebelumnya (2015) yang jumlahnya 4 kematian ibu dari 14.134 kelahiran

hidup atau AKI sebesar 28,30 per 100.000 kelahiran hidup.

Sedangkan data yang penyusun dapatkan dari RSCC Sleman selama tahun

2018 ini terdapat 5 kasus pasien hamil aterm atas indikasi ketuban pecah dini

(KPD).

1.1 Tabel data pasien rawat inap atas indikasi ketuban pecah dini yaitu:

No Bulan rawat inap Jumlah pasien


1 Januari 2
2 Februari 1
3 Maret 1
4 April -
5 Mei 1

Oleh karena itu penulis tertarik mengambil judu“Penatalaksanaan Hamil

Aterm Dengan Secsio Caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Pada

Primigravida Di Rumah Sakit Condong Catur Sleman”.

B. Tujuan

Mengetahui penatalaksanaan hamil aterm dengan secsio caesarea atas

indikasi ketuban pecah dini pada primigravida di Rumah Sakit Condong Catur

Sleman.
3
BAB II

TINJAUAN KASUS

Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 umur kehamilan 38+6 minggu dengan

alamat : Jl. Otto Iskandardinarto/ Gempol Gang Labu, No.18A, RT 1/RW 11

Condong Catur, Kecamatan Depok, Sleman, dan suami Tn. DH umur 35 tahun

pada tanggal 23 Mei 2018 jam 14.30 WIB datang ke RS Condong Catur karena

ibu mengatakan ingin periksa kehamilannya anak yang pertama dan konsultasi

dokter kandungan dengan keluhan perut terasa mulas sedikit kenceng-kenceng,

kaki dan muka bengkak. Hari pertama haid terakhir tanggal 25 Agustus 2017 dan

hari perkiraan lahir tanggal 2 Juni 2018. Dari hasil pemeriksaan dokter kandngan

yaitu: TD: 120/80 mmHg, BB: 81 kg, hasil pemeriksaan USG: janin tunggal, TBJ:

2930 gram, letak plasenta di korpus anterior grade III dengan air ketuban cukup

walaupun pada saat umur kehamilan 24 minggu air ketuban pecah sedikit dan

pasien control ke RS Condong Catur, dokter kandungan menyarankan untuk

bedrest dan banyak minum.

Hasil pemeriksaan dokter kandungan tanggal 23 Mei 2018 menganjurkan

pasien untuk rawat inap dikarenakan umur kehamilan sudah cukup bulan atau

aterm dengan riwayat ketuban pecah dan saat ini kondisi pasien oedema pada kaki

tetapi pasien dan suami meminta waktu dokter untuk diijinkan pulang terlebih

dahulu. Dokter kandungan mengiijinkan pulang tetapi hari berikutnya yaitu

tanggal 24 Mei 2018 dokter menyarankan pasien untuk kembali ke RS Condong

Catur dan segera rawat inap.

4
5

Pada tanggal 24 Mei 2018 jam 14.30 WIB, Ny. FR umur 32 tahun

G1P0A0 umur kehamilan 38+6 minggu datang ke RS Condong Catur sesuai

dengan anjuran dokter kandungan hari sebelumnya. Pasien mengatakan kenceng-

kenceng belum teratur dan belum dirasakan, lendir darah belum keluar.

Hasil periksaan fisik tanggal 24 Mei 2018 jam 14.30 WIB yaitu: TD:

120/80mmHg, Nadi: 80x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36ºC, ekstremitas: oedema

pada kaki, untuk hasil USG: janin tunggal, presentasi kepala, TBJ: 2930 gram,

sedangkan hasil CTG: DJJ: 130-140x/menit, gerak janin: aktif. Hasil pemeriksaan

dalam yaitu: vagina tenang, serviks tebal dibelakang, belum ada pembukaan,

selaput lendir darah belum ada, presentasi kepala, denominator ubun-ubun kecil

kanan belakang kepala sudah turun di hoodge 1, placenta di korpus anterior grade

III, air ketuban: cukup.

Berdasarkan data subjektif dan data objektif tersebut dokter menarik

diagnosis bahwa Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 hamil aterm dengan riwayat

ketuban pecah dini (KPD) yaitu sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya

melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum

waktunya melahirkan. KPD aterm adalah sudah memasuki usia kehamilan diatas

37 minggu. (sujiyatini dkk, 2015). Berdasarkan diagnosis tersebut dokter

memberikan advice yaitu tatalaksana yang dilakukan adalah dengan memberikan

induksi persalinan. Induksi dilakukan selama I jam 15 menit dengan oxytocin drip

dalam infus 500 ml RL+5 unit. Tetesan dimulai dari 8 tetes per menit dinaikkan

setiap 15 menit 4 tetes atau sampai 12 tetes per menit. Observasi his dan DJJ tiap

30 menit sekali, pengeluaran pervaginam dan pantau tanda-tanda infeksi.


6

Anjurkan ibu untuk tidur dalam posisi miring kiri. tetesan induksi oxytocin

dinaikkan sampai dengan maksimal 20 tpm mulai pukul 05.00 WIB di hari

berikutnya yaitu: tanggal 25 Mei 2018.

2.1 Tabel Hasil Observasi His dan DJJ

No Tanggal/ Jam His DJJ


1 24 Mei 2018 - 130-140 x/menit
2 24 Mei 2018/ Sedang 140-170 x/menit
20.30 WIB
3 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 114-130 x/menit
22.50 WIB (sedang)
4 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 118-135 x/menit
23.00 WIB (sedang)
5 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 118-140 x/menit
23.35 WIB (sedang)
6 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 120-138 x/menit
00.30 WIB (sedang)
7 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 120-158 x/menit
01.00 WIB (sedang)
8 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 122-160 x/menit
02.00 WIB (sedang)
9 24 Mei 2018/ 5 menit/ 15 detik 122-150 x/menit
03.00 WIB (sedang)
10 24 Mei 2018/ - 117-130 x/menit
04.00 WIB
11 24 Mei 2018/ - 118-135 x/menit
05.00 WIB
12 24 Mei 2018/ - 114-150 x/menit
06.00 WIB
13 24 Mei 2018/ 5 menit/ 10 detik 120-150 x/menit
06.30 WIB (sedang)
14 24 Mei 2018/ 1-2 x tiap 10 menit/ 117-130 x/menit
07.30 WIB 10 detik
15 24 Mei 2018/ - -
07.50 WIB
16 24 Mei 2018/ Jarang 121-130 x/menit
08.30 WIB
17 24 Mei 2018/ 1 menit/ 10 detik 128-137 x/menit
09.00 WIB (lemah)
7

Sebelum dilakukan tindakan pemberian oxytosin petugas laboratorium

mengambil darah pasien dan urine untuk pemeriksaan laboratorium:

2.2 Tabel Hasil Check Laboratorium

No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


urine rutin
1 Warna Kuning Kuning
2 Ph 6 5-9
3 Protein + Negative
4 Leukosit ++ Negative
5 Lekosit 8-10 0-4
6 Eritrosit 0-2 0-2
7 Epitel 10-12 0-3
8 Bakteri + Negative
No Pemeriksaan Hasil Nilai normal/
Hemotologi satuan
1 Jumlah Lekosit 9,7 rb/mmk 5-11 rb/mmk
2 Jumlah eritrosit 3,63 jt/ 4-5,5 jt/mmk
mmk
3 Hemoglobin 11 g/dl 13-18 g/dl
4 Hematokrit 32,4% 35-50%
5 MCV 89,3 fl 76-96 fl
6 MCH 30,3 pq 27-32 pq
7 MCHC 34 g/L 30-35 g/L
8 Trombosit 207 rb/mmk 150-450
rb/mmk
9 Limfosit 16,6% 22-35%
10 MXD 7,5% 4-8%
11 Neutrofil 74,9% 40-65%
No Kimia
1 Glukosa sewaktu 94 mg/dL < 126 mg/dL
No Imunologi
1 HBsAG Negative Negative

Dari hasil check laboratorium di atas terdapat beberapa hasil yang tidak

sesuai dengan nilai normalnya, diantaranya adalah:

 Kelebihan protein urine, leukosit, lekosit, dan epitel urine pada ibu

hamil menjadi pertanda adanya infeksi saluran kemih (ISK),

kerusakan ginjal.
8

 Kelebihan atau meningkatnya neutrofil pada ibu hamil dapat

menyebabkan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat kita simpulkan bahwa ada

hubungan antara riwayat ketuban pecah dini (KPD) dengan infeksi saluran kemih

(ISK) pada Ny. FR umur 32 tahun G1P0A0 hamil aterm karena suatu bakteri.

Pada tanggal 24 Mei 2018 pukul 22.30 WIB dari hasil CTG observasi his

dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 170 x/menit kemudian dikonsultasi dengan dokter

kandungan, sedangkan dari hasil observasi selanjutnya yaitu pukul 22.55 WIB

dari hasil CTG observasi his dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 114-130 x/menit,

advice dari dokter kandungan tetap dilakukan observasi tiap 2 jam apabila dari

hasil observasi DJJ masih turun dilakukan tindakan untuk stop induksi. Setelah

observasi tiap 2 jam didapatkan hasil adanya peningkatan DJJ yang baik yaitu:

DJJ: 130-140 x/menit sehingga induksi tetap dilanjut.

Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 04.00 WIB dari hasil CTG observasi his

dan DJJ didapatkan hasil DJJ: 120-150 x/menit, advice dari dokter kandungan

infuse RL+ 5 unit oxytosin dari 8 tetes per menit (1 kali) tekanan dinaikkan

menjadi 12 tetes per menit (1 kali) sampai dengan 8 hingga 12 jam. Dari hasil

CTG observasi his dan DJJ pukul 07.50 WIB didapatkan hasil DJJ: 117-120

x/menit dan his melemah 1-2 kali/10 menit kemudian dikonsultasikan dengan

dokter kandungan, advice dari dokter kandungan stop induksi dan rencana SC

pukul 13.00 WIB, persiapan untuk pasien yang dilakukan adalah memasang

kateter, mengelola injeksi skintest ceftriaxon 1 gram. Pasien dan suami siap dan

setuju untuk dilakukan tindakan SC, suami pasien meminta dokter kandungan
9

untuk memasang alat kontrasepsi pasca operasi SC yaitu: KB IUD. Dokter beserta

tim sudah melaksanakan operasi SC pada Ny. FR umur 32 tahun.

Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 13.17 WIB bayi Ny. FR post SC hari ke-

1, bayi sudah lahir dengan keadaan umum bayi sehat, warna kulit kemerah-

merahan, tangisan bayi kuat, tonus otot bayi baik, bayi lahir dengan jenis kelamin

laki-laki, BB bayi: 3000 gram, PB bayi: 45 cm, LK bayi: 33 cm, LD bayi: 34 cm,

Suhu: 36,80C, nadi: 130 x/menit, R: 30 x/menit, nilai APGAR bayi: 1 menitnya: 8,

5 menitnya: 9, bayi sudah buang air kecil (BAK) tetapi belum buang air besar

(BAB). Bayi setelah lahir langsung diberi injeksi vitamin K dan imunisasi

hepatitis B setelah dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak. Setelah diberi

injeksi vitamin K dan imunisasi hepatitis B, bayi didekatkan dengan ibunya untuk

dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD), melatih bayi untuk menetek sendiri

meskipun ASI belum keluar. Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 07.00 WIB bayi

Ny. FR post SC hari ke-2 kita lakukan observasi keadaan umum bayi baik, bayi

menangis kuat, bayi sudah BAB dan BAK, saat dilatih menetek reflek hisap bayi

juga baik, S: 36,80C, N: 132 x/menit, R: 32 x/menit, bayi rawat gabung dengan

ibunya. Pada tanggal 27 Mei 2018 pukul 07.00 WIB bayi Ny. FR post SC hari ke-

3 hasil pemerikasaan dan observasi bahwa keadaan umum bayi baik,

composmentis, bayi menangis kuat, menetek ASI saja dengan reflek hisap yang

baik, bayi sudah BAB dan BAK, gerakan bayi aktif, S: 36,8 0C, N: 136 x/menit, R:

30 x/menit, bayi rawat gabung dengan ibunya.


10

Pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 14.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0

hari ke-1 pada Ny. FR sudah dilakukan pemasangan KB IUD atas indikasi fetal

distress dengan riwayat ketuban pecah dini (KPD) P1A0 terdapat infeksi saluran

kemih (ISK). Ny. FR sudah sadar dan mengatakan sedikit mual, secara umum

keadaan ibu: baik, kesadaran: composmentis, keadaan emosional: stabil, TD:

120/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, suhu: 36,50C, nafas: 20 x/menit, kontraksi uterus

baik, pasien disuruh istirahat, lakukan observasi pasien tiap 15 menit sampai

dengan 2 jam post SC kemudian tiap 30 menit sampai dengan 4 jam post SC,

setelah 6 jam latih pasien untuk miring kanan dan kiri dilanjutkan mobilisasi

bertahap, anjurkan pasien untuk makan dan minum bertahap, berikan pasien obat

injeksi ceftriaxon 1 gram per 12 jam (4 kali), injeksi ketorolak 30 mg per 8 jam 8

(3 kali), vitamin A 2x200.000 unit diberikan tiap 6 sampai 24 jam post SC, drip

oxytosin 1 ampul/ 500 ml RL (extra 1 flabot). Pada pukul 14.30 WIB ibu

mengatakan sudah senang dan sedikit mual, hasil observasi keadaan umum ibu

sedang, composmentis, masih terpasang infuse dengan lancar, mobilisasi tetap

dilanjutkan meskipun dibantu dengan bidan, perdarahan pervaginam 350 cc,

kontraksi uterus baik. Pada pukul 15.00 WIB berikan injeksi drip 1 ampul

oxytosin 20 tetes per menit (flabot ke-3) dan lakukan observasi pasien. Pada pukul

18.30 WIB mengganti infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-

4), TD: 110/70 mmHg, S: 36,60C, N: 82 x/menit, R: 20 x/menit. Pada pukul 20.00

WIB berikan terapi vitamin A setelah 6 jam post SC. Pada pukul 20.15 WIB ibu

mengatakan sudah lebih enakan, keadaan umum pasien sedang, composmentis,

infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-4), perdarahan
11

pervaginam 250 cc, lakukan observasi kontraksi uterus, mobilisasi tetap dilakukan

secara bertahap, anjurkan pasien untuk makan dan minum, berikan obat ceftriaxon

1 gram 2x1 untuk yang ke-4 kali, injeksi ketorolak 3x1 untuk yang ke-3 kali,

vitamin A selama 6 jam dan 24 jam, drip oxytosin 1 ampul/ 500 ml RL extra,

membuang urin ± 1200 cc warna: jernih.

Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 07.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0

hari ke-2, ibu mengatakan terasa nyeri pada perutnya, keadaan umum pasien baik,

composmentis, terpasang infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot

ke-4), masih terdapat perdarahan pervaginam 300 cc, lakukan pemeriksaan vital

sign: S: 36,50C, TD: 110/70 mmHg, N: ±80 x/menit, R: 20 x/menit, buang urin ±

800 cc. Pada pukul 13.45 WIB, ibu mengatakan terasa nyeri, keadaan umum

pasien baik, infuse RL+1 ampul ketorolak 20 tetes per menit (flabot ke-5),

anjurkan ibu untuk tetap meneteki dan latihan miring kanan-kiri.

Pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 14.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0

hari ke-2, ibu mengatakan bahwa ASInya belum keluar, mobilisasi tidak lakukan,

hasil observasi pasien: keadaan umum ibu baik, composmentis, TD: 110/70

mmHg, N: 98 x/menit, R: 22 x/menit, S: 36,5 0C, TFU 2 jari bawah pusat,

kontraksi uterus baik, mengajarkan dan anjurkan pasien untuk duduk, aff infuse

setelah habis, penatalaksanaannya: berikan pasien obat domperidon 2x1 diminum

setiap 12 jam sekali setelah makan, asam mefenamat 3x500 mg diminum setiap 8

jam sekali setelah makan, pasien dianjurkan boleh pulang untuk tanggal 27 Mei

2018.
12

Pada tanggal 27 Mei 2018 pukul 05.30 WIB post SC+insersi IUD PIA0

hari ke-3, ibu mengatakan tidak ada keluhan apa-apa, hasil pemeriksaan pasien

keadaan umum ibu sedang, composmentis, TD: 120/80 mmHg, N: 82 x/menit, S:

36,50C, R: 22 x/menit, semua peralatan kesehatan sudah dilepas semua, mobilisasi

tetap dilakukan, perdarahan pervaginam masih dalam batas normal ±200 cc,

kontraksi uteus baik, pasien juga meneteki bayinya, ASI sudah keluar,

penatalaksanaannya: berikan pasien obat domperidon 2x1 diminum setiap 12 jam

sekali setelah makan, asam mefenamat 2x1 diminum setiap 12 jam sekali setelah

makan. Pasien dibolehkan pulang setelah pukul 14.00 WIB, tetapi pasien minta

waktu untuk pulang hari Senin tanggal 28 Mei 2018 dikarenakan suami baru ada

kepentingan ke luar kota.

Pada tanggal 28 Mei 2018 pukul 09.00 WIB post SC+insersi IUD PIA0

hari ke-4, ibu mengatakan sudah membaik dan senang karena hari ini bisa pulang

ke rumah, hasil pemeriksaan pasien keadaan umum ibu baik, composmentis, TD:

120/80 mmHg, N: 82 x/menit, S: 36,5 0C, R: 20 x/menit, bidan di RSCC sudah

memberikan KIE kepada Ny. FR tentang rencana tindakan yang akan dilakukan di

rumah seperti perawatan luka post SC, cara menjaga kebersihan badan (personal

hygiene), tetap menganjurkan pasien untuk memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya, dan pasien diperbolehkan untuk pulang, serta memberikan obat untuk

diminum sesuai aturan, pasien juga dianjurkan untuk control ulang 1 minggu

kemudian, tetapi apabila terdapat keluhan yang dirasakan pasien dapat segera

control ke RSCC sebelum waktunya.


BAB III

PEMBAHASAN

Studi kasus yang saya ambil yaitu : Ny. FR umur 32 tahun GIP0A0 usia

kehamilan 39 minggu hamil aterm dengan riwayat ketuban pecah dini (KPD).

13
14
15
16

tahun 2014 menyebutkan bahwa pada tahun 2012 jumlah kasus kematian

ibu karena perdarahan sebanyak 40 kasus, 5% karena abortus, pada tahun 2013

jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 46 kasus. Menurut Dinkes D.I.

Yogyakarta, prevalensi ibu hamil anemia masih berkisar 15-39% di 5 Kabupaten/

Kota di DIY. Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa

penyebab kematian ibu pada tahun 2013 di Kabupaten Bantul adalah 46% karena

perdarahan, 8% karena abortus, 8% karena infeksi, 8% karena keracunan dan 15%

karena penyebab lain.

Hal yang lebih mengejutkan lagi, berdasarkan data terbaru yang diperoleh

dari Dinkes Bantul, jumlah kasus kematian ibu akibat abortus tahun 2014 di

Kabupaten Bantul adalah sebanyak 14 kasus, 7 kasus (50%) diantaranya terjadi

pada kelompok umur berisiko, dan menempatkan Kabupaten Bantul sebagai

Kabupaten dengan jumlah kematian ibu nomor 1 di DIY.

Sedangkan data yang penyusun dapatkan dari RSKIA Ummi Khasanah

Bantul dari tahun 2015 ada 13,7% kasus abortus, tahun 2016 ada 11,4% kasus

abortus, dan tahun 2017 ada 14,5% kasus abortus. Maka dari itu apabila dilihat

dari tahun 2015 sampai tahun 2017 kasus abortus di RSKIA Ummi Khasanah

Bantul semakin meningkat.


17

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kasus dari data subjektif dan data objektif tersebut dokter menarik

diagnosis bahwa Ny. W umur 46 tahun G6P5A0 usia kehamilan 11 +2 minggu dengan HbsAG

(+) dc (death conceptus) yaitu konsepsi yang telah mati dalam uterus dengan tanda tidak

berfungsinya organ janin yang biasanya ditandai dengan perdarahan pervaginam atau abortus

insipien, biasanya terjadi pada kehamilan < dari 20 minggu, sehingga dilakukan tindakan

curetase emergency.

B. Saran

a. Perlu adanya program penyuluhan di RSKIA Ummi Khasanah Bantul oleh

dokter khususnya untuk tenaga medis atau tenaga kesehatan tentang pentingan

pencegahan virus hepatitis B yaitu dengan perlindungan diri petugas kesehatan

dan dengan imunisasi anti hepatitis.

b. Perlu adanya program penyuluhan di RSKIA Ummi Khsanah Bantul oleh

bidan khususnya penyuluhan fokus kepada ibu hamil dan keluarga mengenai

tanda-tanda awal terjadinya abortus pada kehamilan untuk mencegah

terjadinya abortus. Sebaiknya keluarga atau suami ikut berperan serta dalam

menjaga kesehatan kehamilan istri.

c. Tindakan curetase dan post curetase di RSKIA Ummi Khasanah Bantul sudah

dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan prosedur atau tatalaksanaannya

baik dalam segi persiapan tindakan sampai selesai tindakan. Selain hal
18

tersebut dari pemberian obat baik injeksi ataupun oral juga sudah diberikan

dengan baik dan sesuai aturan.

Upaya preventif dan promotif merupakan cara bijak yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan khususnya bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan selama kehamilan
supaya kehamilan tidak mengarah pada komplikasi yang tidak diinginkan

Anda mungkin juga menyukai