Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


P2A0 POST C-SECTION ATAS INDIKASI PRE-EKLAMSIA BERAT,
OLIGOHIDROMNION DAN LETAK SUNGSANG

Disusun oleh:
Verena Tsania Zhohara - 01073210171

Pembimbing:
dr. Bambang Sulistyo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALARAJA
PERIODE 3 APRIL - 15 APRIL 2023
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 16 Agustus 1984
Usia : 38 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nomor Rekam Medis : 00-26-0x-xx
Tanggal Masuk RS : 4 April 2023

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien di ruang VK RSUD Balaraja
pada tanggal 4 April 2023.

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mulas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Maternal RSUD Balaraja dengan rujukan dari Puskesmas Jambe
pada tanggal 4 April 2023 dengan keluhan mulas pada area perut dan terasa menyebar
hingga pada bagian pinggang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Namun saat ini
pasien tidak merasakan adanya keluhan. Keluhan demam, pusing, mual dan muntah di
sangkal. Pasien menyangkal adanya ketuban pecah dan adanya keluar darah atau lendir.
BAB dan BAK pasien dalam batas normal.

Riwayat Obstetri

Berat
Tahun Metode Jenis Umur Keadaan
UK Penolong Lahir
G Persalinan Persalinan Kelamin Sekarang
(gr)
7 2200
1 2010 Bidan Spontan Laki-laki 13 tahun Hidup
Bulan g

Hamil saat
2
ini

Riwayat Kehamilan Sekarang


Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 13 July 2022
Usia Kehamilan (berdasarkan HPHT) : 37 minggu 6 hari
Taksiran Persalinan (berdasarkan HPHT): 20 April 2023
Pasien mengaku baru tiga kali melakukan pemeriksaan antenatal selama kehamilan ini
yaitu di Puskesmas Jambe.

Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan datang bulan pertama kali pada usia 12 tahun. Siklus menstruasi
pasien teratur dengan rentang waktu 28 hari dan durasi 7 hari. Setiap harinya pasien dapat
mengganti pembalut sehari dua kali. Pasien juga mengatakan bahwa pasien mengalami
nyeri perut (dismenore) pada hari pertama menstruasi.

Riwayat Seksual dan Marital


Pasien melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 24 tahun. Pasien menyangkal
adanya nyeri pada saat berhubungan seksual maupun perdarahan setelah berhubungan.
Usia pernikahan pasien yaitu 14 tahun. Pasangan seksual pasien hanya 1 dan pasien
mengaku tidak pernah mengalami infeksi menular seksual.

Riwayat Ginekologi
Pasien menyangkal riwayat keputihan ataupun perdarahan diluar siklus menstruasi pasien
(perdarahan uterus abnormal). Pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penggunaan
kontrasepsi yaitu suntik 3 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus maupun riwayat
autoimun. Pasien juga menyangkal adanya riwayat operasi. Namun, pasien mengatakan
semenjak kehamilan anak terakhir ini, dimulai ketika usia kehamilan 5 bulan, tekanan
darah pasien cenderung naik ketika di periksa di Puskesmas.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki riwayat Hipertensi. Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus,
penyakit autoimun, dan penyakit jantung di keluarga pasien di sangkal.

Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan


Pasien memiliki status ekonomi menengah ke bawah. Pasien merupakan ibu rumah
tangga. Pasien menyangkal adanya riwayat konsumsi rokok, alkohol, maupun obat-obatan
terlarang. Pasien juga tidak memiliki kebiasaan konsumsi kopi sehari-harinya.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan pasien tidak ada mengonsumsi obat-obatan rutin. Pasien hanya
mengonsumsi vitamin kehamilan seperti vitamin zat besi dan kalsium dari puskesmas dan
diminum secara rutin.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.

1.3 Pemeriksaan Fisik


● BB sebelum kehamilan : 58 kg
● BB saat ini : 67 kg
● TB : 153 cm
● IMT : 28,6 (overweight)
● LILA : 29
● Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
● Kesadaran : Compos Mentis
● GCS : E4V5M6
Tanda-Tanda Vital
● Tekanan darah : 177/115 mmHg
● Laju nadi : 97x/menit
● Laju napas : 20x/menit
● Suhu : 36.3°C
● SpO2 : 99%

Status Generalis

Kepala dan wajah Normosefalik, normofasis

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor


3mm/3mm

Telinga Normotia, liang telinga lapang, sekret (-/-), edema (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-)

Hidung Deviasi septum (-), sekret (-/-), edema (-/-), massa (-/-), nyeri
tekan sinus paranasal (-/-)

Tenggorok Arkus faring simetris, tonsil T1/T1, hiperemis (-), detritus (-),
uvula berada di tengah.

Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Mammae

Simetri Simetris

Perubahan kulit (-)


payudara

Massa (-)

Nipple discharge (-)

KGB aksila Pembesaran (-), nyeri tekan (-)


Toraks

Inspeksi Bentuk dan pergerakan dada statis dan dinamis

Palpasi Pengembangan dada simetris

Perkusi Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi Cembung, linea nigra (+ ), striae gravidarum ( + )

Auskultasi Bising usus (+) 12x/menit

Perkusi Timpani (+) di seluruh lapang abdomen

Palpasi Nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

Pemeriksaan Fisik Obstretik


Leopold 1 : bulat, keras, melenting
Leopold 2 : punggung kiri
Leopold 3 : bulat, lunak, tidak melenting
Leopold 4 : konvergen
TFU : 27 cm
TBJ : 2.325 gram
DJJ : 143x/menit

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan laboratorium pada 4 April 2023 pukul 13.23 dengan hasil sebagai
berikut:
→ Hematologi
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 10,7 L g/dL 12,0-14,0

Hematokrit 30 L % 37-43

Eritrosit 3,17 L 10^6/μL 4,0-5,0

Leukosit 10,74 H 10^3/μL 5,00-10,00

Trombosit 373 10^3/μL 150-450

Golongan Darah O

Rhesus +

Waktu Pembekuan 11 menit 9-15

Waktu Perdarahan 2 menit 1-3

→ Imunoserologi

HBsAg Non-reaktif Non-reaktif

Anti-HIV Non-reaktif Non-reaktif

CRP 8-16 mg/L Negatif (<8)

→ Kimia Klinik

Glukosa sewaktu 77 mg/dL 70-180

Kreatinin 0,6 mg/dL 0,5-1,0

Ureum 10 L mg/dL 15-44

→ Urinalisa
Makroskopis
Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Keruh Jernih

pH 6.5 5,0-8,5

Berat Jenis 1.015 1,001-1,030

Protein Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Blood Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit Esterase +2 Negatif

Dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan pada 4 April 2023 pukul 23:23 dengan
hasil sebagai berikut:

→ Hematologi
Hematologi Lengkap

Hemoglobin 9,8 L g/dL 12,0-14,0

Hematokrit 28 L % 37-43

Eritrosit 2,91 L 10^6/μL 4,0-5,0

Leukosit 15,14 H 10^3/μL 5,00-10,00

Trombosit 348 10^3/μL 150-450


Kardiotokografi (04/04/2023)

FHR Baseline : 140-150 bpm


Variabilitas : >5 denyut per menit
Akselerasi : (-)
Deselerasi : (-)
Kategori :1

1.5 Resume
Pasien Ny. E, perempuan berusia 38 tahun dengan keluhan mulas pada area perut dan
terasa menyebar hingga pada bagian pinggang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Namun, saat ini pasien tidak merasakan adanya keluhan. Keluhan demam, pusing, mual
dan muntah di sangkal. Pasien menyangkal adanya ketuban pecah dan adanya keluar
darah atau lendir. BAB dan BAK pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tekanan darah pasien 177/115 mmHg. Pasien mengatakan semenjak kehamilan
anak terakhir ini, dimulai ketika usia kehamilan 5 bulan, tekanan darah pasien cenderung
naik ketika di periksa di Puskesmas. Lalu pada urinalysis ditemukan berwarna keruh dan
terdapat leukosit esterasi +2. Lalu pada pemeriksaan darah terakhir ditemukan penurunan
hemoglobin, hematokrit, eritrosis dan peningkatan pada leukosit.

1.5 Diagnosis Kerja


Diagnosis Pre OP:
● G2P1A0 gravid 37 minggu dengan preeklamsia berat + oligohidramnion + letak
sungsang.
Diagnosis Post OP:
● P2A0 post SC a/i + preeklamsia berat + oligohidramnion + letak sungsang.

1.6 Tatalaksana
● Tatalaksana medikamentosa
○ Nifedipine 3x10 mg
○ MgSO4 4gr IV bolus
○ Methyldopa 3x500 mg
● Tatalaksana non-medikamentosa
○ Ringer lactate 500 mL/8 jam
● Rencana
○ Observasi keadaan umum
○ Mengajarkan ibu cara mobilisasi bertahap
○ R/ GV

1.7 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
Ad functionam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklamsia merupakan suatu gangguan hipertensi pada kehamilan, yang
berhubungan dengan 2-8% komplikasi kehamilan di seluruh dunia. Setidaknya
menghasilkan 9-26% kematian ibu di negara berpenghasilan rendah dan 16% di
negara berpenghasilan tinggi. Hipertensi dalam kehamilan dibedakan menjadi
hipertensi kronis, hipertensi gestational, preeklampsia, eklampsia, dan superimposed
preeklampsia. Preeklamsia dapat didefinisikan sebagai hipertensi dengan onset baru.
Parameter untuk mengidentifikasi awal dari kejadian preeklamsia secara khusus
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan
darah diastolik 90 mmHg atau lebih pada setidaknya dua kali pemeriksaan dalam 4
jam terpisah, atau waktu interval lebih pendek dari tekanan darah sistolik 160
mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih, yang
semuanya harus diidentifikasi setelah usia kehamilan 20 minggu. Preeklamsia ini
diakibatkan adanya disfungsi plasenta yang memicu aktivasi endotel, sistem
koagulasi, dan inflamasi sistemik. Preeklamsia juga melibatkan organ multi-sistem
seperti ginjal, hati, otak, dan retina1,2

2.1.2 Epidemiologi
Preeklamsia dapat mempengaruhi sekitar 5-7% ibu hamil atau setara dengan 4 juta
wanita hamil di seluruh dunia. Keadaan tersebut setidaknya menyebabkan 15-20%
atau sekitar 70.000 kematian ibu hamil dan juga 500.000 kematian janin secara
global di setiap tahunnya. Namun, WHO telah memperkirakan kasus dari
preeklamsia 7x lipat lebih banyak terjadi pada negara berkembang seperti Indonesia
dibandingkan pada negara maju. 10% ibu hamil di Indonesia mengalami hipertensi
akibat kehamilan, dimana 3-4% diantaranya mengalami preeklamsia, 5%
merupakan hipertensi gestasional, dan 1-2% hipertensi kronik. Terdapat insidensi
sebanyak 128.273 ribu ibu hamil di setiap tahunnya atau sebesar 5.3% ibu hamil di
Indonesia mengalami preeklamsia..3,4
2.1.3 Faktor Risiko

Gambar 2.2.1 Faktor risiko Preeklamsia


Faktor Ibu/Maternal
1. Usia ibu >35 tahun
2. Usia ibu <20 tahun
3. BMI >30 sebelum kehamilan
4. Riwayat preeklampsia pada keluarga
5. Ras kulit hitam
6. Riwayat kehamilan dengan preeklampsia sebelumnya
7. Nulipara
8. Stress
9. Riwayat penyakit: diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas, hipertensi
kronik, gangguan ginjal
Faktor Kehamilan
1. Gangguan genetik
2. Infeksi saluran kemih
3. Hidrops Fetalis
4. Kehamilan ganda
5. Gangguan ginjal
6. Gangguan kongenital
7. Mola Hidatidosa
Faktor Ayah/Paternal
1. Pertama kali menjadi ayah
2. Riwayat istri hamil dengan preeklampsia.5,6

2.1.4 Etiologi dan Patofisiologi


Etiologi dari preeklamsia dapat di hipotesiskan menjadi 4 hal sebagai berikut :7
1. Placental ischemia : peningkatan deportasi tropoblas sebagai akibat adanya
iskemi dan dapat menyebabkan disfungsi sel endotel
2. Very low density of lipoprotein versus toxicity preventing activity : sebagai
kompensasi atas peningkatan kebutuhan energi selama kehamilan, asam lemak
nonesterifikasi dimobilisasikan. Pada wanita dengan kadar konsentrasi
albumin yang rendah, transport asam lemak non esterifikasi ekstra dari
adipose tissue ke hati dan berkemungkinan akan mengurangi aktivitas
antitoksik albumin sehingga menyebabkan very low density of lipoprotein
toxicity
3. Immune maladaptation : merupakan interaksi antara leukosit decidual dan sel
sitotropoblas yang menginvasi sangat penting untuk invasi dan juga
perkembangan dari tropoblas normal/maladaptasi imun dapat menyebabkan
invasi non adekuat dari spiral arteries oleh sel endovaskular sitotropoblas dan
disfungsi sel endotel yang di mediasi oleh peningkatan decidual release dari
sitokin, proteolytic enzim dan radikal bebas. Hal ini menyebabkan diameter
pembuluh darah ini menjadi setengah dari diameter pembuluh darah pada
plasenta normal. Penyempitan lumen arteri spiralis menyebabkan aliran darah
terganggu sehingga terjadi hipoksia dan kurangnya perfusi yang dapat
menyebabkan pelepasan mikropartikel dari plasenta dan memicu proses
inflamasi sistemik. Aktivasi sel endotel menyebabkan vasokonstriksi,
meningkatkan resistensi, dan menyebabkan hipertensi. Kerusakan endotel juga
menyebabkan kebocoran darah, platelet, fibrinogen, yang akan terdeposit di
subendotel dan membentuk trombus. Kebocoran sel endotel akan
meningkatkan permeabilitas sehingga dapat terjadi edema dan proteinuria.7
4. Genetic imprinting : Perkembangan dari preeklamsia-eklamsia mungkin
didasari pada satu gen resesif atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Penetrasi tersebut bergantung pada genotipe janin. Kemungkinan
genetic imprinting harus dipertimbangkan untuk mengetahui kemungkinan
kejadian di kemudian hari.
Gambar 2.2.2 Arteri spiralis pada preeklampsia7

Gambar 2.2.3 Patofisiologi preeklampsia

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Preeklampsia dibedakan menjadi preeklampsia dengan
gejala ringan dan preeklampsia dengan gejala berat.8,9
Tabel 2.1.1 - Kriteria diagnosis preeklampsia ringan
Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 atau diastolik > 90 mmHg disertai
dengan

Proteinuria ≥300 mg/24 jam atau

Kreatinin ≥0.3

Dipstik 1+

Atau

Trombositopenia Platelet <100.000/µL

Insufisiensi ginjal Kreatinin > 1.1 mg/dL atau dua kali lipat dari baseline

Gangguan liver Serum transaminase meningkat dua kali lipat atau adanya
nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen

Gejala neurologis Sakit kepala, gangguan penglihatan dan kejang

Edema paru

Gangguan Oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR), atau


sirkulasi didapatkan absent/reversed end diastolic velocity (ARDV)
uteroplasenta

Tabel 2.1.2 - Kriteria diagnosis preeklampsia berat

Hipertensi dengan tekanan darah sistolik > 160 atau diastolik >100 mmHg disertai
dengan

Proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau

Kreatinin ≥ 0.3

Dipstik 2+ / +3

Atau

Thrombocytopenia Platelet < 100.000/ µL


Insufisiensi ginjal Kreatinin > 1.1 mg/dL atau dua kali lipat dari baseline

Gangguan liver Serum transaminase meningkat dua kali lipat atau adanya
nyeri di daerah epigastrik/ regio kanan atas abdomen

Gejala neurologis Sakit kepala, gangguan penglihatan dan kejang

Edema paru

Gangguan Oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR), atau


sirkulasi didapatkan absent/ reversed end diastolic velocity (ARDV)
uteroplasenta

2.1.6 Diagnosis Banding


Hipertensi dalam kehamilan dibedakan menjadi :17
1. Hipertensi kronik : hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah
kehamilan 20 minggu dan menetap setelah persalinan (>= 12 minggu
post-partum)
2. Hipertensi gestasional : Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah
kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan
3. Preeklamsia ringan
4. Preeklamsia berat
5. Eklamsia : Kejang umum dan atau koma, ada tanda dan gejala preeklamsia
dan tidak ada kemungkinan penyebab lain (epilepsi, perdarahan
subarachnoid dan meningitis)
6. Superimposed preeklamsia pada Hipertensi Kronik : Riwayat hipertensi
kronik dan tes celup menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000
sel/uL pada usia kehamilan >20 minggu.
Gambar 2.2.4 Algoritma Membedakan Hipertensi dalam Kehamilan

2.1.7 Manifestasi Klinis


Temuan yang paling umum pada pasien dengan preeklampsia adalah keluhan pasien
terkait sakit kepala onset baru yang tidak dapat dijelaskan oleh diagnosis alternatif
lain (yaitu, riwayat sakit kepala atau migrain) yang tidak responsif terhadap
pengobatan. Keluhan ini dapat disertai atau tidak disertai dengan keluhan gangguan
penglihatan tambahan. Pasien juga dapat mengalami nyeri kuadran kanan atas atau
nyeri epigastrium disertai mual atau muntah. Sesak napas dan peningkatan
pembengkakan yang dirasakan, keduanya memburuk dari gejala dasar yang
berhubungan dengan kehamilan, juga dapat dilaporkan.

Pasien yang datang dengan satu ciri atau kombinasi dari temuan riwayat ini harus
menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Dimulai dengan evaluasi
tanda-tanda vital, lebih khusus lagi, tekanan darah. Pasien dengan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih harus
meningkatkan kecurigaan terhadap preeklampsia. Pada pasien dengan usia
kehamilan lebih dari 20 minggu, pembacaan tekanan darah pada dua pengukuran
dengan jarak minimal 4 jam harus dievaluasi dengan pemeriksaan diagnostik lebih
lanjut.
Evaluasi ulang pembacaan tekanan darah baru-baru ini telah diperluas termasuk
temuan hipertensi berat yang berkelanjutan dalam beberapa menit setelah
pembacaan berulang untuk mendapatkan intervensi tepat waktu dengan terapi
antihipertensi. Pembacaan tekanan darah ini termasuk tekanan sistolik 160 mmHg
atau lebih atau diastolik 110 mmHg atau lebih. Sesuai dengan American College of
Obstetrics and Gynecology (ACOG), pasien yang sebelumnya didiagnosis dengan
hipertensi gestasional dengan tekanan darah tinggi harus didiagnosis dengan
preeklampsia dengan gambaran yang parah, terlepas dari adanya kriteria diagnostik
lainnya. Misalkan pasien datang dengan sesak napas, auskultasi, dan perkusi paru
harus dilakukan untuk memeriksa gangguan paru. Palpasi kuadran kanan atas dan
area epigastrium juga harus dilakukan untuk mengevaluasi nyeri tekan. Evaluasi
keseluruhan untuk edema juga harus diselesaikan, khususnya mengevaluasi area
edema, seperti ekstremitas bawah, wajah atau tangan.1

2.1.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan dari kondisi preeklampsia definitif adalah dengan pelepasan
plasenta dan janin. Pada ibu dengan kondisi preeklampsia tanpa gejala berat yang
datang dengan usia kehamilan ≥37 minggu atau usia kehamilan ≥34 minggu dengan
persalinan atau ketuban pecah, perburukan kondisi ibu dan janin, pertumbuhan janin
terhambat dan didapatkan solusio plasenta maka dapat dilakukan persalinan.9
Gambar 2.2.5 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat12

Selanjutnya untuk ibu yang datang dengan preeklampsia berat, maka perlu
dilakukan evaluasi di kamar bersalin selama 24-48 jam, pemberian kortikosteroid,
magnesium sulfat profilaksis dan antihipertensi serta CTG untuk mengevaluasi
kesejahteraan janin. Namun jika ibu datang dengan kondisi eklampsia, edema paru,
disseminated intravascular coagulation, hipertensi berat yang tidak terkontrol,
gawat janin, solusio plasenta, intrauterine fetal death (IUFD), dan janin tidak
viable, maka perlu dilakukan persalinan setelah stabil.

Jika ibu sudah dirawat namun mengalami komplikasi perawatan ekspektatif seperti
gejala persisten, sindrom HELLP, pertumbuhan janin terhambat, severe
oligohydramnios, reversed end diastolic flow, inpartu dan gangguan renal berat
maka perlu dilakukan pemberian kortikosteroid dan dilakukan persalinan setelah 48
jam. Perawatan ekspektatif hanya dilakukan jika tersedia fasilitas perawatan
maternal dan neonatal intensif, usia kehamilan: janin viabel – 34 minggu, rawat
inap, stop pemberian magnesium sulfat dalam 24 jam serta evaluasi ibu dan janin
setiap hari.9

Gambar 2.2.6 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia dengan Gejala Berat

2.1.8.1 Magnesium Sulfat


Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan profilaksis terhadap eklamsia untuk
mencegah kejadian kejang dan juga kejang berulang pada pasien dengan
preeklamsia berat. MgSO4 merupakah pilihan utama pada pasien dengan
preeklamsia berat jika dibandingkan diazepam atau fenitoin karene
efektivitas yang lebih tinggi. Angka mortalitas juga didapati lebih rendah
jika dibandingkan dengan penggunaan diazepam. Pemberian MgSO4 juga
perlu diperhatikan dan hanya di rekomendasikan pada pasien preeklamsia
dengan gejala perberatan. Cara kerja dari MgSO4 belum dapat dimengerti
sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya ialah dengan menyebabkan
vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah
perifer dan uretus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, MgSO4 juga
berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Lalu, MgSO4 juga dapat
menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
teraktivasi dapat menyebabkan asfiksia dan mengakibatkan kerusakan sel
lalu menyebabkan kejang.9

Dosis loading MgSO4 yaitu 4 gr/5-10 menit dan dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 1-2 gr/jam selama 24 jam post partum atau setelah kejang
terakhir. Pemantauan produksi urin, refleks patella frekuensi napas dan
saturasi oksigen dapat dilakukan apabila terdapat kejang berulang.9

2.1.8.2 Antihipertensi
2.1.8.2.1 Beta Blocker
Pemberian Beta blocker seperti atenolol, dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, terutama saat digunakan jangka
waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester
pertama, sehingga penggunaanya dibatasi pada saat pemberian anti
hipertensi lainnya tidak efektif.

Metildopa, merupakan agonis resptor alfa yang bekerja pada sistem


saraf pusat merupakan obat antihipertensi yang paling sering
digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis. Metildopa
memiliki safety margin yang luas sehingga paling aman, meskipun
metildopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat, efek samping
yang ditimbulkan hanya sedikit yaitu menurunkan tonus simpatis
dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran
darah ginjal relatif tidak terpengaruh.

Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3


kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat
maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama
10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain
penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam
sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa
dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di
ASI.9
2.1.8.2.2 Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker (CCB) bekerja pada otot polos anterior dan
menyebabkan vasodilatasi dengan cara menghambat masuknya
kalsium ke dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat
pemberian CCB dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya
pada sirkulsi vena hanya minimal. Pemberian calcium channel
blocker dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya
takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai
akibat efek lokal mikrovaskular .

Nifedipin merupakan salah satu CCB yang sudah digunakan sejak


lama untuk mencegah persalinan preterm (tokolitik) dan sebagai
antihipertensi. Penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan
darah lebih cepat dibandingkan labetalol IV, kurang lebih 1 jam
setelah awal pemberian.

Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipine oral


short acting, hydralazine dan labetalol parenteral. Penggunaan
berlebihan dari calcium channel blocker dilaporkan dapat
menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini disebabkan
kejadian hipotensi yang relatif terjadi setelah pemberian calcium
channel blocker.9

2.1.8.3 Kortikosteroid
Biasa diberikan pada usia kehamilan <= 34 minggu untuk menurunkan
risiko respiratory distress syndrome (RDS) dan juga menurunkan angka
mortalitas janin dan neonatal. Pemberian dexamethasone maupun
betametason dapat menjadi pilihan untuk menurunkan kematian janin dan
neonatal, mencegah RDS dan perdarahan serebrovaskular.9

2.1.9 Pencegahan
Pencegahan dari preeklamsia dapat dilakukan secara primer dan sekunder.
Pencegahan primer dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit, sedangkan
pencegahan sekunder dilakukan untuk memutus proses terjadinya penyakit yang
sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena adanya
penyakit tersebut. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengenali faktor
risiko dan juga mengklasifikasikan risiko yang dapat dinilai pada kunjungan
antenatal pertama untuk mengenali penilaian risiko preeklampsia pada kehamilan.

Selanjutnya, berikut rekomendasi yang dapat dilakukan untuk melakukan


pencegahan preeklamsia secara sekunder :
1. Istirahat di rumah tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer
preeklampsia
2. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer preeklampsia
(dengan atau tanpa proteinuria)
3. Aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi. Aspirin dosis rendah sebagai
prevensi preeklampsia sebaiknya mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20
minggu
4. Suplementasi kalsium minimal 1gr/hari direkomendasikan terutama pada
wanita dengan asupan kalsium rendah
5. Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (min 1 gr/hari)
direkomendasikan sebagai prevensi preeklamsia pada wanita dengan risiko
tinggi terjadinya preeklamsia
6. Suplementasi antioksidan seperti pemberian vitamin C dan E tidak
direkomendasikan untuk pencegahan preeklampsia.9

2.2 Oligohidramnion
2.2.1 Definisi
Oligohidramnion didefinisikan sebagai penurunan volume cairan ketuban (AFV)
dibandingkan dengan usia kehamilan. Volume cairan ketuban berubah selama
kehamilan, meningkat secara linier hingga usia kehamilan 34-36 minggu. AFV
kemudian mulai menurun dengan mantap setelah usia kehamilan 40 minggu,
menyebabkan penurunan volume pada kehamilan post-term. Oligohidramnion juga
dapat dikarakteristikkan dengan berkurangnya volume cairan amnion yaitu <500
mL pada usia kehamilan 31-36 minggu, maximum vertical pocket (MVP) kurang
dari 2 cm, atau indeks cairan amnion (AFI) kurang dari 5 cm. Pola ini
memungkinkan penilaian klinis AFV selama kehamilan menggunakan pengukuran
tinggi fundus dan juga evaluasi ultrasonografi.10

2.2.2 Epidemiologi
Oligohidramnion menjadi komplikasi 4,4% dari semua kehamilan aterm. Insiden
oligohidramnion kurang dari 1% pada kehamilan prematur.10

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Volume cairan ketuban dalam kantung kehamilan merupakan hasil keseimbangan
antara produksi cairan dan pergerakan cairan yang keluar dari kantung. Dalam 20
minggu pertama, sekresi paru-paru, bersama dengan transpor hidrostatik dan
osmotik plasma ibu melalui membran janin, menghasilkan sebagian besar produksi
cairan amnion. Sekitar minggu ke-16, ginjal janin mulai berfungsi, dan produksi
urin janin terus meningkat, mengambil alih sebagian besar produksi cairan ketuban
sampai masa kehamilan cukup bulan. Oleh karena itu, kelainan genitourinari janin
dapat menyebabkan diagnosis oligohidramnion setelah usia kehamilan 16 hingga
20 minggu. Contohnya termasuk obstruksi kandung kemih, ginjal displastik, dan
agenesis ginjal. Beberapa hal yang bisa menjadi penyebab atau faktor risiko
oligohidramnion adalah hipertensi, kehamilan post-term, ketuban pecah dini,
hidrasi dari ibu, tingkat gravitasi, kelainan janin, dan insufisiensi uteroplasenta.11

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis oligohidramnion dapat ditegakkan apabila ditemukan MVP berukuran
<2 cm. Selain itu, diagnosis juga dapat dinilai berdasarkan Amniotic Fluid Index
(AFI) yang didapatkan dari pengukuran cairan amnion pada 4 kuadran abdomen
dengan menggunakan USG. Apabila AFI <5 cm, diagnosis oligohidramnion dapat
ditegakkan.10
2.2.5 Tatalaksana
Selain penatalaksanaan penyebab yang mendasari, penatalaksanaan prenatal
mencakup pengukuran MVP mingguan dan tes nonstres. Pertumbuhan janin harus
dinilai secara berkala. Status hidrasi ibu juga berperan penting dalam
penatalaksanaan, terutama pada kasus oligohidramnion terisolasi pada trimester
ketiga. Meskipun terdapat beberapa kontroversi seputar waktu persalinan pada
kasus oligohidramnion terisolasi, rekomendasi saat ini mendukung persalinan pada
usia kehamilan 37 minggu, dengan asumsi selaput ketuban tetap utuh. Vasopresin
1-deamino-8 D arginin dapat membantu megurangi dan menstabilkan osmolalitas
plasma dan meningkatkan cairan ketuban10,18

2.2.6 Prognosis
Penatalaksanaan dan prognosis oligohidramnion sangat bervariasi tergantung
kepada etiologi yang mendasari, usia kehamilan saat diagnosis, dan tingkat
keparahan oligohidramnion. Diagnosis oligohidramnion selama trimester kedua
lebih mungkin dikaitkan dengan anomali janin atau ibu, sedangkan diagnosis pada
trimester ketiga lebih cenderung tidak dapat dijelaskan asalnya. Dalam sebuah
penelitian, etiologi oligohidramnion tidak dapat dijelaskan hanya pada 4%
kehamilan trimester kedua, sedangkan 52% dari mereka yang didiagnosis pada
trimester ketiga adalah idiopatik. Hanya 10,2% janin yang terdiagnosis pada
trimester kedua bertahan hidup, sedangkan tingkat kelangsungan hidup adalah
85,3% pada mereka yang terdiagnosis pada trimester ketiga.

Dalam kasus oligohidramnion yang didiagnosis pada trimester kedua, hipoplasia


paru adalah prediktor kematian janin yang paling signifikan. Tingkat kematian
oligohidramnion trimester kedua dapat mencapai 90%, dengan hipoplasia paru
menyumbang 87% dari kematian tersebut. Hipoplasia paru yang paling parah
terjadi dengan oligohidramnion sebelum atau selama usia kehamilan 16 hingga 24
minggu, ketika kantung terminal paru janin berkembang. AFV rendah selama
trimester kedua dan awal trimester ketiga juga meningkatkan kemungkinan
kontraktur ekstremitas dan cacat lahir akibat kompresi bagian janin.10
2.2.7 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi tambahan yang harus diperhatikan selama masa
persalinan kehamilan yang dipersulit oleh oligohidramnion. Ini termasuk
peningkatan risiko kompresi tali pusat, aspirasi mekonium, persalinan sesar,
deselerasi detak jantung janin, dan penelusuran janin nonreaktif. Pemberian 1
sampai 2 liter cairan oral atau intravena selama persalinan terbukti meningkatkan
AFV sementara dan menurunkan kompresi tali pusat selama persalinan.20

2.3 Letak Sungsang


2.3.1 Definisi
Presentasi sungsang mengacu pada janin dalam posisi membujur dengan bokong
atau ekstremitas bawah memasuki panggul terlebih dahulu. Tiga jenis presentasi
sungsang termasuk sungsang frank, sungsang lengkap, dan sungsang footling.
Dalam sungsang frank, janin memiliki fleksi kedua pinggul, dan tungkai lurus
dengan kaki di dekat wajah janin, dalam posisi tombak. Sungsang lengkap
membuat janin duduk dengan fleksi kedua pinggul dan kedua kaki dalam posisi
melipat. Lalu, sungsang footling dapat memiliki kombinasi dari satu atau kedua
pinggul yang diperpanjang, juga dikenal sebagai sungsang tidak lengkap (satu kaki
diperpanjang), atau sungsang footling ganda (kedua kaki diperpanjang).14

Gambar 2.3.1 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia dengan Gejala Berat

2.3.2 Epidemiologi
Presentasi bokong terjadi pada 3-4% dari seluruh kehamilan cukup bulan.
Persentase presentasi sungsang yang lebih tinggi terjadi pada usia kehamilan yang
belum lanjut. Pada 32 minggu, 7% janin sungsang, dan 28 minggu atau kurang,
25% sungsang. Secara khusus, setelah satu persalinan sungsang, tingkat
kekambuhan untuk kehamilan kedua mengalami sungsang hampir 10%, dan untuk
kehamilan ketiga berikutnya, itu adalah 27%. Persalinan caesar sebelumnya juga
dijelaskan oleh beberapa peneliti dapat meningkatkan kejadian presentasi bokong
dua kali lipat.14

2.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Kondisi klinis yang berhubungan dengan presentasi sungsang termasuk yang dapat
meningkatkan atau menurunkan motilitas janin, atau mempengaruhi polaritas
vertikal rongga rahim. Prematuritas, kehamilan multipel, aneuploidi, anomali
kongenital, anomali Mullerian, leiomioma uterus, dan polaritas plasenta seperti
pada plasenta previa paling sering dikaitkan dengan presentasi sungsang. Juga,
riwayat presentasi sungsang sebelumnya pada kehamilan aterm meningkatkan
risiko berulangnya presentasi sungsang pada kehamilan berikutnya. Selain itu,
Beberapa fitur janin dan ibu, seperti hambatan pertumbuhan janin,
oligohidramnion, diabetes gestasional, dan operasi caesar sebelumnya, terkait
dengan risiko presentasi sungsang yang lebih tinggi pada saat aterm, dan lebih jauh
lagi, terkait dengan peningkatan risiko perinatal yang merugikan.14,15

2.3.4 Diagnosis
Diagnosis presentasi sungsang dapat dilakukan melalui pemeriksaan perut
menggunakan manuver Leopold yang dikombinasikan dengan pemeriksaan
serviks. USG juga dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pada USG,
letak janin dan bagian presentasi harus divisualisasikan dan didokumentasikan.
Jika presentasi sungsang didiagnosis, informasi spesifik termasuk jenis sungsang
tertentu, tingkat fleksi kepala janin, perkiraan berat janin, volume cairan ketuban,
lokasi plasenta, dan tinjauan anatomi janin (jika belum pernah dilakukan
sebelumnya) harus didokumentasikan.14
2.3.5 Tatalaksana

Gambar 2.3.2 Algoritma Penanganan Pasien Letak Sungsang


Wanita dengan posisi janin letak sungsang hingga akhir kehamilan dapat diberikan opsi
untuk melakukan prosedur External Cephalic Version (ECV). ECV merupakan prosedur
dimana dokter yang berpengalaman mengubah posisi janin dari letak sungsang ke posisi
kepala dengan memberikan tekanan ringan pada bagian abdomen menggunakan kedua
tangan. Perubahan posisi ini umumnya tidak nyaman namun hanya dilakukan dalam
beberapa menit. Apabila pasien merasa tidak nyaman, maka pasien dapat meminta untuk
istirahat dan memberhentikan terlebih dahulu prosedurnya. Waktu terbaik untuk
melakukan metode ini adalah setelah kehamilan berusia 36 minggu karena janin
umumnya akan bergerak sendiri sebelum usia kehamilan tersebut.
Gambar 2.3.3 Metode Pelaksanaan External Cephalic Version (ECV)

2.3.6 Prognosis
Morbiditas dan mortalitas janin dan ibu meningkat dengan persalinan sungsang.
Kematian janin dan bayi meningkat menjadi 9%, dibandingkan dengan 3% pada
presentasi kepala. Peningkatan jumlah persalinan sesar meningkatkan morbiditas
dan mortalitas ibu (misalnya, infeksi luka, aspirasi, risiko anestesi), terutama
dengan persalinan darurat. Skor Apgar rata-rata, terutama pada 1 menit, lebih
rendah. Kelainan kongenital meningkat menjadi 6%, dibandingkan dengan 2,4%
pada bayi dengan presentasi kepala.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan outcome kurang baik pada fetus seperti :
- Ibu yang lebih tua
- Footling presentation
- Kepala janin hiperekstensi
- Berat badan lahir kurang dari 2500 g atau lebih dari 4000 g
- Persalinan yang lama
- Klinisi yang tidak berpengalaman

Morbiditas/mortalitas :
Berbagai komplikasi dapat berhubungan dengan presentasi sungsang saat
persalinan. Hal ini mungkin karena etiologi yang mendasari presentasi sungsang,
seperti anomali janin atau polihidramnion. Selain itu, komplikasi dapat terjadi
akibat kompresi tali pusat akibat presentasi yang tidak biasa pada panggul ibu.
Insiden prolaps tali pusat tergantung pada jenis presentasi sungsang, sebagai
berikut:
- Footling – kejadian 17%.
- Lengkap – kejadian 5%.
- Frank – kejadian 0,5%.16
2.3.7 Komplikasi
Kematian akibat trauma pada janin 12x lipat lebih mungkin terjadi. Lalu,
perdarahan intrakranial pada janin juga merupakan cedera paling umum pada
persalinan sungsang.16
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien Ny. E, perempuan berusia 38 tahun datang dengan keluhan mulas pada area perut
dan terasa menyebar hingga pada bagian pinggang sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Namun, saat ini pasien tidak merasakan adanya keluhan. Keluhan demam, pusing,
mual dan muntah di sangkal. Pasien menyangkal adanya ketuban pecah dan adanya
keluar darah atau lendir. BAB dan BAK pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tekanan darah pasien 177/115 mmHg. Pasien mengatakan semenjak
kehamilan anak terakhir ini, dimulai ketika usia kehamilan 5 bulan, tekanan darah pasien
cenderung naik ketika di periksa di Puskesmas. Lalu pada urinalysis ditemukan berwarna
keruh dan terdapat leukosit esterasi +2. Lalu pada pemeriksaan darah terakhir ditemukan
penurunan hemoglobin, hematokrit, eritrosis dan peningkatan pada leukosit.

A. Analisis Kasus
Diagnosis: P2A0 post SC a/i + preeklamsia berat + oligohidramnion + letak sungsang.

1. P2A0
Ditegakkan dari:
Anamnesis: pasien mengaku ini adalah kelahiran anak kedua, sudah memiliki satu anak
yang lahir dan hidup sehat sampai saat ini, serta tidak pernah mengalami keguguran
sebelumnya.

2. Gravida 37 minggu
Ditegakkan dari:
Anamnesis:
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 13 July 2022
Usia Kehamilan (berdasarkan HPHT) : 37 minggu 6 hari

3. PEB
Ditegakkan melalui:
Pemeriksaan fisik: tekanan darah 177/115 mmHg
Data pada buku ANC : sejak usia kehamilan 5 bulan, tekanan darah pasien cenderung
naik, yaitu >145/90 mmHg
4. Oligohidramnion
Ditegakkan melalui:
Pada pasien didapati adanya oligohidromion, yang merupakah salah satu komplikasi atau
faktor risiko dari kejadian Preeklamsia Berat yang di alami pasien. Pada pemeriksaan
USG, hanya terdapat data dari Puskesmas sehingga hasil dari pemeriksaan USG tersebut
kurang adekuat. Pada pasien oligohidromnion harusnya ditemukan adanya maximum
vertical pocket (MVP) berukuran <2 cm atau Amniotic Fluid Index (AFI) pada 4 kuadran
abdomen <5 cm.10

5. Letak Sungsang
Ditegakkan melalui :
Pada pemeriksaan fisik :
Saat dilakukan Leopold Manouver didapati
- Leopold 1 : bulat, keras, melenting
- Leopold 2 : punggung kiri
- Leopold 3 : bulat, lunak, tidak melenting
- Leopold 4 : konvergen
Selain itu, adanya kecurigaan oligohidromnion juga menjadi faktor risiko terjadinya letak
sungsang.

B. Pembahasan Kasus
Pasien datang dengan keluhan mulas pada area perut dan terasa menyebar hingga pada
bagian pinggang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Namun, saat ini pasien
tidak merasakan adanya keluhan. Pada usia kehamilan 37 minggu, normal apabila
mulai terdapat kontraksi karena sudah memasuki fase aterm.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien 177/115 mmHg. Pasien
mengatakan semenjak kehamilan anak terakhir ini, dimulai ketika usia kehamilan 5
bulan, tekanan darah pasien cenderung naik ketika di periksa di Puskesmas. Tekanan
darah tinggi yang dialami pasien setelah usia kehamilan 20 minggu juga menjadi salah
satu kriteria dalam mendiagnosis pasien preeklamsia berat. Tekanan darah pasien
melebihi >160/100 dan ini memenuhi kriteria diagnosis untuk preeklamsia berat.
Preeklamsia berat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya oligohidramnion pada
pasien ini, hal tersebut dapat terjadi akibat perfusi pada plasenta yang menurun pada
pasien dengan preeklamsia, dan konsekuensi utamanya ialah oligohidromnion dan
adanya hambatan pertumbuhan intrauterine. Preeklamsia juga dapat menyebabkan
kerusakan multi sistem salah satunya adalah ginjal. Preeklamsia dapat menyebabkan
kejadian oligohidromnion karena dalam 20 minggu pertama, terjadi sekresi paru-paru
bersama dengan transpor hidrostatik dan osmotik plasma ibu melalui membran janin,
menghasilkan sebagian besar produksi cairan amnion. Sekitar minggu ke-16, ginjal
janin mulai berfungsi, dan produksi urin janin terus meningkat, mengambil alih
sebagian besar produksi cairan ketuban sampai masa kehamilan cukup bulan.

Kejadian oligohidromnion ini juga menjadi faktor risiko letak sungsang yang dialami
pasien. Pada oligohidromnion cairan amniotic pasien berkurang sehingga fetus tidak
dapat bergerak bebas. Penegakkan diagnosis dari letak sungsang dapat dilakukan
dengan pemeriksaan Leopold, pemeriksaan serviks dan juga USG. Jika presentasi
sungsang didiagnosis, informasi spesifik termasuk jenis sungsang tertentu, tingkat
fleksi kepala janin, perkiraan berat janin, volume cairan ketuban, lokasi plasenta, dan
tinjauan anatomi janin juga harus dinilai.

Untuk tatalaksana dari pasien ini, pasien diberikan nifedipine 3x10 mg untuk
mengurangi tekanan darah tingginya. Nifedipine adalah obat antihipertensi golongan
penyekat kanal kalsium yang bertujuan agar jantung dan pembuluh darah lebih relaks
sehingga tekanan darah dapat turun. Selain itu, pasien juga diberikan Methyldopa
3x500 mg sebagai antihipertensinya juga. Methyldopa adalah obat antihipertensi
dimana mekanisme kerjanya adalah dengan menurunkan resistensi perifer total dan
juga tekanan darah sistemik. Untuk mencegah terjadinya kejang pada pasien
(eklamsia), pasien diberikan bolus 4 gr MgSO4 dicampur 10 cc aquabidest dan
diberikan dalam 10-15 menit. Mekanisme MgSO4 adalah dengan menurunkan
pelepasan NMDA presinaptik, blokade receptor glutamatergic NMDa, dan memblokir
masuknya kalsium melalui voltage-gated channels. Selain pemberian obat diatas,
perlu dilakukan observasi berkala terkait keadaan umum dan tanda-tanda vital lalu
mengajarkan ibu cara mobilisasi bertahap dan direncanakan untuk ganti verban.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK570611/
2. Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Dashe J, Hoffman B, Casey B, et al. Williams
Obestetrics 25th Ed. Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Dashe J, Hoffman B,
Casey B,et al., editors. McGraw Hill Education; 2018.
3. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi J. Pre-eclampsia:
pathophysiology, diagnosis and management. 2011;(4):467–74.
4. Waugh J, S E, Robson. Patologi Pada Kehamilan. 2012
5. Diagnosis and Management of Preeclampsia LANA K. WAGNER, M.D., First
Choice Community Healthcare, Albuquerque, New Mexico AAFP
6. Tomimatsu T, Mimura K, Endo M, Kumasawa K, Kimura T. Pathophysiology of
preeclampsia: An angiogenic imbalance and long-lasting systemic vascular
dysfunction. Hypertens Res [Internet]. 2017;40(4):305–10. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/hr.2016.152)
7. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0002937898701607
8. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6832549/#B3-jcm-08-01625
9. POGI. PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. 2016;1–48.
10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562326/
11. RA; B. Physiology of amniotic fluid volume regulation [Internet]. Clinical obstetrics
and gynecology. U.S. National Library of Medicine; [cited 2022Feb24]. Available
from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9199840
12. Hughes DS;Magann EF;Whittington JR;Wendel MP;Sandlin AT;Ounpraseuth ST;
Accuracy of the ultrasound estimate of the amniotic fluid volume (Amniotic Fluid
Index and single deepest pocket) to identify actual low, normal, and high amniotic
fluid volumes as determined by quantile regression [Internet]. Journal of ultrasound in
medicine : official journal of the American Institute of Ultrasound in Medicine. U.S.
National Library of Medicine; [cited 2022Feb24]. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31423632/
13. Shipp TD;Bromley B;Pauker S;Frigoletto FD;Benacerraf BR; Outcome of singleton
pregnancies with severe oligohydramnios in the second and third trimesters [Internet].
Ultrasound in obstetrics & gynecology : the official journal of the International
Society of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. U.S. National Library of
Medicine; [cited 2022Feb24]. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8776235/
14. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448063/
15. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7033046/#:~:text=Several%20fetal%
20and%20maternal%20features,%E2%80%935%2C%208%2C%209%2C
16. https://reference.medscape.com/article/797690-overview#a2
17. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430839/
18. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9065138/#:~:text=Conclusions%3A%20Maternal%2
01%2Ddeamino%2D%5B,and%20increase%20amniotic%20fluid%20volume.

Anda mungkin juga menyukai