Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 Tahun
Suku Bangsa : batak
Alamat : kampung baru
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Rekam Medis : 603269

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
 Keluhan Utama (dilakukan di IGD RSBP 25/04/2020 jam 21.30)
Pasien datang ke IGD RSBP BATAM tanggal 25/04/2022 jam 21.30
WIB dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 jam SMRS.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Datang Dengan Keluhan Perut Tegang disertai Keputihan Sejak
Sore Tadi. pasien Mengatakan Tidak Ada Keluar Lendir Darah dan
Biasa Rutin Kontrol Kehamilan Di Bidan Fitri Dan Tidak Pernah USG
Atau ANC sebelumnya. Pasien Mengatakan Sejak Usia Kehamilan 4
Bulan Tensi Sudah Mulai Tinggi Sekitar 150. Riwatat Tensi
sebelumnya tidak ada.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi dalam kehamilan dan bukan dalam kehamilan
disangkal
Riwayat Diabetes Melitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi
Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal

1
 Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 14 Tahun
Siklus menstruasi : 28 hari, teratur
Lama siklus : 6-7 hari
Nyeri menstruasi : nyeri pada hari kedua tapi tidak menganggu
aktifitas
Jumlah : ganti pembalut 3-4 kali sehari
HPHT : 5 juli 2021
HPL :05 mei 2020
 Riwayat Perkawinan
Jumlah Perkawinan :1
Lama pernikahan : 13 Tahun
Usia waktu menikah : 25 Tahun
 Riwayat Kelahiran
Tanggal Lahir Usia kehamilan Proses
Lahiran
Anak 1 7/01/2010 8 minggu abortus
Anak 2 22/09/2015 10 minggu abortus
Anak 3 1/010/2022 38-39mgg Per vaginam

 Riwayat Atenatal Care


 Pasien mengaku kontrol ANC di Klinik septa tirta dengan bidan fitri.

 Riwayat Kontrasepsi
Pasien riwayat menggunakan KB spiral pada tahun 2010 dan 2015

 Status Gizi
Pasien makan 3x/hari dengan porsi cukup. Pasien sadar akan
pentingnya makanan dan minuman yang sehat dan bergizi. Pasien
jarang berolahraga. Berat Badan Pasien: 68 kg, Tinggi Badan Pasien:
162 cm, sehingga indeks massa tubuh Pasien adalah 25,9 .

2
 Riwayat Obstetri
Riwayat abortus 2x
Riwayat operasi kandungan disangkal

 Riwayat Ginekologi
Riwayat keputihan berulang disangkal
Riwayat perdarahan diluar haid atau selama kehamilan disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 25/04/2022 di IGD
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 170/100
Nadi : 85 x/menit
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu : 36,7 C

Status Generalis
Kesan gizi : Berlebih
Kepala : normosefal, tidak ada kelainan
Mata : pupil isokor, diameter 3mm/3 mm ,
Refleks cahaya langsung +/+, Konjungtiva anemis -/-
Hidung : Deformitas (-), Sekret (-)
Tenggorokan : Uvula di tengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Massa (-), KGB tidak membesar (-)

Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 linea axilaris anterior
 Auskultasi : bunyi jantung I II normal, gallop (-), murmur (-)
Paru-paru

3
 Inspeksi : gerakan dada kiri dan kanan simetris
 Palpas i :ekspansi dada simetris kanan kiri
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : membuncit, scar -/-
 Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan –
 Perkusi : timpani +
 Auskultasi : bising usus + normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2, edema tibia +/+
Status obstetri dan ginekologi
Leopold I : Bagian atas teraba lunak tidak berbatas tegas kesan bokong
TFU: 25 cm
Leopold II : Punggung kiri, DJJ 143 x/menit reguler
Leopold III : Teraba bulat lenting dan berbatas tegas
Leopold IV : Tidak dapat ditentukan

Pemeriksaan vagina
Inspeksi : tidak terlihat adanya perdarahan aktif
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan tanggal 25/05/2022 di BMC


Hasil Range nilai
Hematologi

Hemoglobin 10 11-16

Leukosit 8.0 4-11


Eritrosit 3.75 4-6

Trombosit 150 150-450

Hematokrit 29.2 35-50


MCHC 35 31.50-35

4
MCV 77.9 80-97

MCH 23 26.5-33.5

GDS 86 70-125
HbsAg Non Reakktif Non reaktif

Test Hasil Range normal


Urin
Warna Kuning
Kejernihan Agak keruh
Berat Jenis 1.015 1.015-1.025
Ph/Reaksi 7 4.8-7.4
Darah Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Esterase
Nitrit Negatif Negatif
Protein Positif +2 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif

Mikroskopis
Eritrosit 3-5 0-1
Leukosit 2-3 1-4
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

E. DIAGNOSIS

5
G3P0A2 gravid 38-39 Minggu Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala +
Preeklampsia Berat + Anemia ringan
F. TERAPI DI IGD
Konsul dr Rinta SpOG:
- Drip Perdipine 1 ampul dalam Nacl 0,9% 50 cc mulai dari 0,5 mg dan naik
bertahap, target tensi <160/100 hari ini
- MGS04 drip 1 gram/ jam
- Injesi Deksametason 2x10 mg IV
- Pasang kateter
- Periksa urin lengkap

G. RESUME
Anamnesis
Pasien G3P0A2H0 datang ke IGD RSBP BATAM tanggal 25/04/2022 jam
21.30 WIB Pasien Datang Dengan Keluhan Perut Tegang disertai Keputihan
Sejak Sore Tadi. pasien Mengatakan Tidak Ada Keluar Lendir Darah dan
Biasa Rutin Kontrol Kehamilan Di Bidan Fitri Dan Tidak Pernah USG Atau
ANC sebelumnya. Pasien Mengatakan Sejak Usia Kehamilan 4 Bulan Tensi
Sudah Mulai Tinggi Sekitar 150/90. Riwatat Tensi sebelumnya tidak ada.

Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah: 183/113 (Hipertensi)
Edema tibia: +/+
Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap
Hb : 10 (Anemia ringan)
Urin lengkap
Protein : positif +2
Mikroskopis
Eritrosit: 3-5

H. FOLLOW UP
 Follow up tanggal 26/04/2022 jam 10.30

6
S/ Pasien masih merasakan nyeri kepala (+), mual muntah (-)< pandangan
kabur (-), sesak (-)
O/ TD: 141/83 N: RR: S: 36,7 DJJ: 145 x/menit reguler
A/ Preeklampsia
P/ IVFD Nicardipin 20 ml dalam 100 cc dengan syringe pump  0.5 mg
Mgso4 10 gr/10 jam dalam RL 500 CC
Injeksi dexametason 10 mg/ iv

 Follow up tanggal 27/04/2022 jam 15.00


S/ Keluhan nyeri kepala sudah berkurang, mual muntah (-)< pandangan kabur
(-), sesak (-)
O/ TD:140/78 N: RR: S: 36,7 DJJ: 133x/menit reguler
A/ Preeklampsia
P/ / Pasien boleh pulang, Terapi rawat jalan: Adalat oros tablet 3x1 Tab

7
BAB II
Analisis Kasus
A. Analisa Kasus
Pada pasien dengan PEB ini dilakukan terapi konservatif untuk
mempertahankan usia kehamilannya yang masih berusia 24-26 minggu.
Penegakan diagnosa Pre-eklampsia dari keluhan pasien yaitu nyeri kepala,
adaapun gangguan penglihatan sesak napas, dan nyeri perut pada bagian
epigastrium disangkal.
Pemeriksaan Fisik
TD: 170/96 mmHg
Pemeriksaan urine:
Protein: +2
Menurut guidelines The American College of Obstetricians and
Gynaecologists (ACOG) tahun 2019 mengenai definisi preeklampsa terbaru,
pasien ini termasuk kriteria preeklampsia dengan tanda berat karena 1) Tensi
pasien diatas 160/100 mmHg, 2) proteinuria +2 dengan metode dipstick 3)
nyeri kepala yang tidak respon terhadap pengobatan asetaminofen, dalam
kasus ini pasien sudah minum sanmol tapi tidak berefek. Berdasarkan guidline
dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE), Pasien ini juga
termasuk kriteria rawat inap karena dari kategori preeklampsia yang
dimilikinya. Target tensi yang dicapai sebagai kriteria pemulangan adalah
135/85 atau kurang dari itu.

B. Analisa Penatalaksanaan Kasus


Tatalaksana pada kasus ini adalah pemberian antihipertensi, yaitu perdipine.
Obat ini mengandung antagonis kalsium, nicardipine HCL dengan dosis
1mg/mL. Pemberian nikardipine atau esmolol via infus pump merupakan
alternatif lini kedua lini pertama seperti bolus IV labetalol, hydralazine, atau
oral nifedipine. Nicardipine mempunyai selektivitas yang tinggi di pembuluh
darah sehingga efek samping takikardia lebih rendah dibandingkan pemakaian
dengan nifedipine. Kerja obat nicardipine dapat dilihat dalam 10 menit
pertama dengan rute pemberian lewat infus. 7

8
Menurut rekomendasi ACOG tahun 2013, “wanita preeklampsia dengan
tekanan darah sistol dibawah 160 mmHg dan tekanan darah diastol dibawah
110 mmHg dan TANPA gejala, disarankan untuk tidak memasukkan
magnesium sulfat sebagai terapi. Dengan kata lain, ACOG hanya membatasi
penggunaan mangesium sulfat untuk mencegah eklampsia pada pasien dengan
tekanan darah 160/110 atau <160/110 mmHg dengan gejala berat. Pasien
kasus ini memenuhi kriteria untuk pemberian mangesium sulfat. 1

Pemasangan kateter salah satunya bertujuan untuk melihat efek samping pada
pemberian magnesium sulfat, karena magnesium sulfat dikeluarkan di urine,
pemantauan urine output harus di monitor bersamaan dengan status respirasi
dan refleks tendon. 4

Injeksi deksametason pada pasien ini bertujuan untuk pematangan paru bayi.
Tatalaksana ini menurunkan angka kejadian respiratory distress dan
meningkatkan angka keberlangsungan hidup. 2

Belum diperlukan tindakan terminasi kehamilan karena secara klinis gejala


klinis seperti nyeri kepala berangsur-angsur hilang. Selain itu, tekanan darah
pasien juga cenderung stabil dan tidak ada tanda kegawatdaruratan janin. Hal
ini sejalan dengan rekomendasi dari ACOG, wanita dengan preeklampsia
disertai gejala berat kurang dari 34 minggu dengan kondisi ibu dan janin yang
stabil, perawatan ekspektatif dapat dipertimbangkan. Terdapat dua penelitian
RCT yang meneliti perbandingan efek dari terminasi darurat dan manajemen
ekspektatif yang menyatakan manajemen ekspektatif berhubungan dengan
tercapainya usia kehamilan lebih tinggi saat lahiran dan luaran neonatus yang
lebih baik dibandingkan terminasi darurat.

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi 2
Secara umum, ACOG mendefinisikan preeclapsia sebagai hipertensi dan
proteinuria setelah usia kehamilan diatas 20 minggu pada pasien yang
sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Akan tetapi pada beberapa
wanita, beberapa manifestasi preeklampsia seperti rendahnya jumlah
trombosit atau peningkatan enzim hepar dapat terlihat sebelum proteinuria
terdeteksi. Sehingga ACOG hypertension 2013 task force merevisi definisi
preeclampsia untuk memasukkan beberapa gejala berat dengan atau tanpa
proteinuria dan mengeluarkan derajat proteinuria dari kriteria gejala berat.
B. Epidemiologi 12
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). World Health Organization
(WHO) memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di

negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di


Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah
1,8%- 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah

128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam dua


dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap
insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.
Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah
ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari
analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang
dikeluarkan mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas
maternal, sedangkan untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar
Amerika per tahun. Biaya ini akan bertambah apabila turut menghitung
beban akibat dampak jangka panjang preeklampsia

10
C. Faktor Risiko 5,6,7
Faktor risiko eclampsia adalah adanya riwayat preeclampsia di kehamilan
sebelumnya, nulipara, hamil di usia terlalu muda atau terlalu tua ( dibawah
20 tahun atau diatas 40 tahun), memiliki keturunan afrika-amerika.
Penyakit dahulu seperti hipertensi kronis, diabetes melitus, gangguan
ginjal dan sindrom anti fosfolipid termasuk sebagai faktor risiko.
The National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)
membagi kriteria faktor risiko menjadi “risiko sedang” dan “Risio
tinggi”. berikut beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi
i. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
ii. Penyakit ginjal kronik
iii. Penyakit autoimun seperti SLE atau APS
iv. Diabetes tipe 1 atau 2
v. Hipertensi kronis arterial
Sedangkan faktor risiko sedang antara lain:
i. Primipara
ii. Wanita berusia diatas 40 tahun
iii. Jarak antar kehamilan lebih dari 10 tahun
iv. Indeks masa tubuh diatas 35 kg/ m2 pada atenatal care yang pertama
v. Riwayat keluarga dengan preeklampsia
vi. Kehamilan kembar

Menurut NICE, adanya 2 faktor risiko sedang atau satu faktor risiko tinggi disarankan
untuk mengkonsumsi profilaktik preeklampsia (aspirin sebelum usia kehamilan 16
tahun dan memeriksakan kandungannya di ranah spesialis.

Kriteria faktor risiko dari ACOG hampir sama dengan NICE, hanya saja kriteria BMI
dari ACOG adalah 30 kg/m2 termasuk kriteria risiko tinggi untuk preeklampsia dan
semua faktor risiko diatas termasuk kategori kehamilan berisiko tinggi.

11
Gambar 3.1 Faktor Risiko preeklampsia 7
D. Patofisiologi 9,2
Sebagai bagian dari penyakit plasenta, progres preeclampsia dibagi
menjadi 2 tahap: 1) kelainan plasentasi pada awal trimester pertama,
kemudian diikuti oleh 2) sindrom maternal yang ditandai dengan faktor
antiangiogenik berlebihan (Gambar 3.2)
.

Gambar 3.2 merupakan skema patogenesis dari preeclampsia9


Fase 1: Kelainan plasentasi pada awal trimester pertama dan invasi
trofoblast

12
Dalam kondisi implantasi plasenta yang normal, sinsitotrofoblast akan
bermigrasi ke dalam arteri spiral, membentuk sinus vascular pada daerah
pertemuan fetal-maternal untuk memberikan nutrisi ke janin. Pada
kehamilan normal, invasi ini akan secara mendalam hingga ke level
miometrium, menyebabkan remodelling dari arteriole spiral menjadi
pembuluh darah dengan aliran tinggi. Hal ini berkebalikan untuk plasenta
yang terbentuk di kondisi preeklampsia. Sinsitotrofoblas gagal untuk
melakukan invasi mendalam ke arteri spiral, alih-alih menjadi pembuluh
darah dengan aliran yang tinggi, yang terjadi adalah terbentuknya
pembuluh darah yang sempit dan rentan dengan iskemik. pembuluh darah
ini rentan dengan kondisi yang dinamakan decidual vasculopathy (DV),
merupakan gangguan akibat insufisiensi plasenta yang menyebabkan
Pertumbuhan janin terhambat dan preeclampsia. Stress oksidatif akan
melepas faktor antiangiogenik seperti sFLTI.

Gambar Implantasi plasenta yang normal dan pada keadaan


preeklampsia2

Fase 2: Sindrom maternal ditandai dengan faktor antiangiogenik


berlebihan
sFLTI adalah protein larut yang menghambat aktivitas biologis dari
protein VEGF dan PIGF. VEGF penting untuk menstablikan fungsi endotel,
terutama endotel fenestrata, yang dapat ditemukan di otak, liver, dan
glomerulus. Pada wanita dengan preeklampsia, sFLTI protein level tinggi di
dalam plasma atau serum. . pada uji coba mencit, terlihat efek dari sFLTI yang

13
meningkat akan menstimulasi keadaan seperti preeklampsia, termasuk adanya
trombositopenia dan pertumbuhan janin terhambat.

Gambar 3.3 pada keadaan eclampsia, pembuluh darah gagal untuk


mengadakan relaksasi, akibat dari sekresi berlebihan sFLT1 dan sENG.
Akibatnya, terjadi kegagalan difsungsi endotel termasuk menurunnya
produksi nitrik oksida dan lepelasan protein prokoagulan 9

Penyakit bawaan ibu ikut berkontribusi dalam penyakit preeklampsia


Sebuah studi epidemiologi menemukan beberapa karateristik ibu sebelum
kehamilan dapat meningkatkan risiko preeklampsia. Akhir-akhir ini,
obesitas dan melitus dikaitkan sebagai faktor risiko. Riwayat AKI sebelum
kehamilan, walaupun sudah sembuh total juga berhubungan dengan
komplikasi kehamilan yang tinggi. Hal ini tentu memperjelas hubungan
disfungsi ginjal akan menganggu hemodinamik dari kehamilan normal
yang pada akhirnya mengarah ke gangguan perfusi plasenta dengan
preeklampsia.

E. Klasifikasi9,2,7
Belum ada kriteria pasti yang bisa menjadi acuan klasifikasi preeklampsia.
The Task Force (2013) penggunaan preeklampsia ringan sudah tidak
digunakan lagi. Pembagian preeklampsia sekarang dikategorikan sebagai
“tidak berat” dan “dengan gejala berat” .Nyeri kepala atau gangguan
penglihatan seperti skotoma merupakan tanda bahaya berlanjutnya
penyakit menjadi eklampsia. Beberapa gejala seperti nyeri epigastrium

14
atau kuadran kanan atas biasanya disertai dengan nekrosis hepatoseluler,
iskemika, dan edema yang merenggangkan kapsula glisson.
Nyeri khas ini sering disertai dengan peningkatan serum transaminase
hepatik. Trombositopenia bisa sebagai penentu gejala preeklampsia yang
memburuk. Gejala ini adalah pertanda dari aktiasi trombsosit dan agregasi
serta hemolisis mikroangiopati. Beberapa faktor yang berhubungan
dengan preeklampsia berat termasuk gangguan ginjal atau jantung dan
pertumbuhan janin yang terhambat. (williams)

Tabel 3.1 perbedaan preeklampsia dengan preeklampsia disertai gejala


berat 2

F. Gejala klinis 2,6,7


Preeklampsia dapat menyerang beberapa organ vital penting seperti ginjal,
otak, dan liver. Gejala klinis preeklampsia tergantung dari organ yang
terkena.
Gangguan kardiovaskular secara umum dihubungkan dengan sindrom
preeklampsia. Hal ini terjadi karena 1) afterload jantung yang meningkat

15
karena hipertensi 2) turunnya preload jantung 3) aktivasi endotel hingga
ekstravasasi cairan intravasuclar ke ruang ekstrasesluler, terutama ke paru-
paru. Sehingga, gambaran edema paru dapat terjadi pada wanita dengan
preeklampsia.
Wanita dengan preeklampsia juga rentan terjadi gangguan miokardium
dan fungsi ventrikel akibat ventrikel tidak dapat bekerja dengan baik.

Hemokonsentrasi adalah tanda khas dari eclampsia. Wanita hamil normal


mempunyai vlume darah sekitar 3000 mL, dan selama beberapa minggu
terakhir di kehamilannya berkisar 4500 mL. dengan eclampsia, terjadi
kehilangan volume darah sebesar 1500 mL akibat hemokonsentrasi dari
vasopasm yang diikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasma ke ruang
interstitial gambaran anemia dapat terlihat akibat distruksi eritrosit dari
proses diatas.

Keterlibatan liver dalam preeklampsia dapat berwujud dalam tiga bentuk.


Pertama, nyeri yang diangkap sebagai tanda dari penyakit berat. Nyeri ini
biasanya bermanifestasi sebagai nyeri sedang hingga berat pada kuadran
kanan atas atau nyeri midepigastrik. Kedua, peningkatan serum AST dan
ALT. normalnya jarang yang mencapai 500 U/L Ketiga infark hemoragik
dari hepatoma.

Nyeri kepala dan gangguan penglihatan berhubungan dengan kelainan


anatomis di otak. Gangguan akibat peningkatan tekanan darah yang
berlebihan akan meningkatan tekanan hidrostatik, hiperperfusi dan
ekstravasasi plasma dan sel darah merah, menyebaban edema vasogenik.
Nyeri kepala dan scotomata dianggap akibat dari hiperperfusi
cerebrovaskular pada lobus occipital. Sebanyak 75% wanita yang
mempunyai neyeri kepapla, 20-30% akan mengalami ganggguan
penglihatan. Nyeri kepala bisa ringan atau berat. Pada pengalaman klinis,
mereka unik dan tidak berespon terhadap anelgesik yang biasa, tapi
berkurang setelah pemberian magnesium sulfat. Kejang adalah atnda
diagnostik dari eclampsia. Hal ini terjadi karena pelepasan neurotransmiter
eksitatori yang berlebihan terutama glutamate. Edema seerebral bisa

16
berkembang dan bermanifestasi sebagai penurunan kesadaran yang
bervariasi ari delirium hingga koma.

G. Diagnosis
Untuk mengkonfirmasi adanya hipertensi, tekan darah harus diuukur
setidaknya dua kali dengan jarak 4 jam menggunakan manset dengan
ukuran yang pas dan alat yang telah dikalibrasi dengan baik. Wanita
dengan risiko tinggi, guideline merekomendasi untu memantau tekanan
darah di klinik kandungan. Studi menunjukkan pentingnya untuk
mengukur tekanan darah di rumah, terutama wanita dengan peningkatan
risiko. Selain mengurangi jumlah kunjungan, bisa secara efektif
menyingkirkan diagnosis banding white coat hypertension.

Adanya proteinuria telah dilakukan dengan tes dipstick dan


dikonfirmasi dengan tes lab menggunakan urin 24 jam. Proteinuria lebih
dari +1 dengan dipstick, rasio protein dengan kreatinin 0.30 atau 300
mg/dL dengan urin 24 jam.

Pemeriksaan lainnya yang bisa digunakan untuk menunjang diagnosis


atau memprediksi kerusakan organ- organ lainnya adalah

 Pemeriksaan fungsi hati SGOT/SGPT


 Pemeriksaan urin lengkap
 Pemeriksaan USG doppler arterial

H. Penatalaksanaan 4,7,8,9
Tatalaksana definitif preeklampsia adalah terminasi kehamilan, meskipun
preeklampsia dapat dijumpai juga setelah lahiran. Tatalaksana
medikamentosa preeklampsia terdiri dari: pemberian obat antihipertensi,
pemberian anti-kejang (disarankan hanya pada preeklampsia dengan gejala
berat dan eclampsia),

17
Antihipertensi
Hidralazine intravena atau labetalol atau nidefipine oral adalah ketiga agen
anti hipertensi yang sering digunakan. Ketiga agen ini dapat digunakan
untuk mengobati hipertensi akut berat di kehamilan. Labetalol oral dan
calcium channel blockers telah umum digunakan. Biasanya dimulai dari
200 mg oral setiap 12 jam dan ditingkatkan dosisnya menjadi 800 mg
setiap 8-12 jam jika dibutuhkan (dosis maksimal 2400 mg/hari.

Tabel 3.2 agen anthipertensi untuk mengendalikan tekanan darah di


kehamilan. 4

Terapi anti-kejang
Menurut NICE, pemberian magnesium sulfate diberikan pada pasien
dengan gejala nyeri kepala berulang, scotomata, mula dan muntah, nyeri
epigastrik, oliguria dan hipertensi berat, adanya penurunan fungsi organ
seperti peningkatan kreatinin atau transamin hepar atau penurunan platelet.

Magnesium sulfat adalah pilihan yang lebih baik dibandingkan fenitoin,


diazepam, atau nimodipine dalam mengurangi gejala elampsia dan
pencegahan eklampsia baik intrapartum aataupun periode postpartum.
Penggunaan obat selain mangesium sulfat hanya diperbolehkan jika pasien
ttersebut memiliki kontraindikasi atau magnesium sulfat tidak ada. Dosis
teurapetik berkisar antara 4.8-9.6 mg/dL. Dosis akurat magnesium sulfat
untuk mencegah eclampsia belum ditentuakn. Beberapa uji coba
menggunakan dosis 1 g/jam, digunakan sebagai subterapi level
magnesium, menurunkan risiko eclampsia atau kejang berulang. (acog)

18
Terminasi kehamilan vs manajemen konservatif (expectant
management)
Evaluasi pertama tentu pemeriksaan seperti darah lengkap, fungsi ginjal,
fungsi hati dan proteinuria harus didapat untuk evaluasi ibu dan janin lebih
lanjut. Evaluasi janin harus dilakukan dengan evaluasi USG untuk
perkiraan berat badan dan banyaknya cairan ketuban. Observasi lanjutan
dianjurkan pada wanita dengan janin preterm jika ia memiliki hipertensi
gestasional atau preeklampsia tanpa gejala berat.
Monitoring berkelanjutan untuk wanita dengan hipertensi dalam
kehamilan atau preeklampsia tanpa gejala berat dengan USG, tes atenatal
setiap minggu, monitor tekanan darah, dan tes lab per minggunya untuk
deteksi preeklampsia. Wanita ini harus dinasehati untuk datang ke fases
terdekat jika ada gejala yang bersifat persisten dan mengkhawatirkan.
Preeklampsia dengan gejala berat dapat memiliki komplikasi seperti
edema paru, infark miokard, stroke, ARDS, koagulopati, gagal ginjal dan
cedera retina. Komplikasi ini lebih bisa terjadi ada wanita yang telah
memiliki penyakit bawaan. Oleh karena itu, lahiran direkomendasikan
untuk hipertensi gestsasional atu preeklampsia dengan gejala berat pada
usia kehamilan atau lebih dari 34 minggu, setlah stabilitasi atau PROM.
Lahiran tidak boleh ditunda, pada wanita dengan preeklampsia disertai
gejala berat di usia kehamilan kurang dari 34 minggu, dengan kondisi ibu
dan janin yang stabil, manajemen konservatif dapat dilakukan.
Beberapa indikasi ibu dan janin yang mengharuskan terminasi kehamilan
antara lain seperti

Kondisi ibu (ACOG)


 Tekanan darah diatas 160/110 yang tidak berespon terhadap pengobatan
 Nyeri kepala yang persisten
 Nyeri epigastrik atau kuadran atas kanan
 Gangguan penglihatan, defisit motorik
 Stroke
 Infark miokard
 HELLP syndrome

19
 Disfungsi ginjal yang memburu
 Edema paru
 Eclampsia
 Curiga perdarahan plasenta atau perdarahan vagina
Kondisi Janin
 Hasil tes yang tidak normal
 Kematian janin
 Ganguan aliran darah di arteri umbilikalis
 Janin dengan ekspektasi hidup pendek (anomali letal, prematuritas ekstrem)

I. Pencegahan 7,5

Tabel 3.3 Beberapa metode untuk mencegah preeklampsia yang telah


dievaluasi dalam RCT 7

Banyak variasi pencegahan preeclapsia yang telah dievaluasi. Beberpa


ditulis di tabel diatas.

Diet dan modifikasi gaya hidup.


Diet rendah garam adalah salah satu dri pencegahan preeklampsia yang
klasik. Sayang sekali pencegahan dengan metode ini dibuktikan sebagai
kurang efetif untuk mencegah preeklampsia. Olahraga yang teratur selama
kehamilan dihubungkan dengan rendahnya risiko preeclampsia. .
Dari 2 RCT, bed rest bisa sebagai pencegahan lahiran perematur, waktu
yang dibutuhkan adalah sekitar 4 sampai 6 jam sehari di rumah. Bed rest
juga menurunkan rasio risiko pencegahan preeklampsia secara signifikan,
yaitu 0.27%.

20
Suplementasi kalsium telah diteliti di beberapa uji coba termasuk oleh the
National Institute of Child Health and Human Developemtn (NICHD).
Suplementasi kalsium belum terbukti mencegah preeklampsia ataau
hipertensi dalam kehamilan. Dalam satu penelitian metaanalisis, intake
kalsium yang meningkat pada wanita dengan risiko tinggi menurunkan
risiko preeklampsia (Patrelli,2012)
Suplementasi minyak ikal belum terbukti secara pasti menurunkan angka
preeklampsia meskipun secara fungsi, asam amino didalamnya bisa
mencegah atherogenesis dan faktor inflamasi lainnya.

Obat antihipertensi
Karena wanita dengan hipertensi kronik yang rentan terkene preeklampsia,
beberapa RCT telah mengevaluasi berbagai obat antihipertensi untuk
menurunkan angka kejadian superimposed preeclampsia. Akan tetapi,
belum ada pencerahan atas hasil evaluasi ini .

Antioksidan.
Sebuah data mengimplikasikan adanya hubungan antara oksidan an anti
oksidan bermain dalam patogenesis preeklampsia. Antioksidan natural
seperti vitamin C,D,E mungkin bisa menurunkan angka oksidasi.
Statmetformin menghambat aktivitas sFLT-1 dan sENG secara teori.
Sayangnya, belum ada studi klinis yang mendukung penggunaan obat
tersebut.

Di dalam textbook williams, terdapat beberapa tes sebagai prediksi atau


penentu wanita tersebut akan mengalami preeklampsia pada kehamilan
atau tidak. Ha beberapa dari test ini dilaukan pada trimester ketiga.
Beberapa juga digunakan untuk melihat kemungkinan kambuh karena
preeklampsia. Saat ini, tidak ada tes screening untuk preeklampsia yang
terbuti, valid dan ekonomis. Akan tetapi, beberapa kombinasi dari test
tersebut terlihat menjanjian.

21
Tabel 3.3 berbagai jenis metode untuk memprediksi atau mendeteksi
preeklampsia

Kebanyakan tes untuk menguji resisten vascular dan perfusi plasenta


belum dibuktikan secara pasti manfaatnya. Untuk menevaluasi perubahan
tekanan darah, ada tiga tes untk mengevaluasi peningkatan tekanan darah.
Satu, wanita usia kehamilan 28-32 minggu istirahat dalam posisi dekubitus
lateral kiri, kemudian berguling ke posisi supine. Dengan roll-ver test ini,
peningkatan tekanan darah akan bermakna positif. Tes olahraga isometri
menyuruh pasien untuk menggengam bola tangan selama pemeriksaan. tes
infus angiotensin II dengan memberikan dosis obat lewat jalur IV
kemudian dilihat responnya.

Fungsi ginjal
Hiperurisemia adalah hasil dari kegagalan pembersihan asam urat karna
disfungsi ginjal. Sensitivitas untuk mendeteksi preeklampsia berkisar dari
0 sampai 55 persen, dan spesifitasnya 77 sampai 95 persen.

Akhir- akhir ini sedang diusulkan pemeriksaan screening preeklampsia


terbaru yang bernama congo red dye test (CRDT). Menurut Mood et al,
ada sebuah protein bernaama congophilia didalam urin yang terkandung
dalam penderita preeklampsia. Congophilia sendiri sejenis dengan protein
amiloid. Tes ini mengikat protein teersebut dengan zat pewarna Congo-
red. Alat CRDT ini akan mengintrepasikan hasil menjadi 3, positif kuat,

22
positif lemah dan negatif. Alat ini masih dalam uji coba dan belum
tersebar luas. Namun, CRDT mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang
tinggi; 82% dan 29% .10

Gambar 3.4 bentuk pemeriksaan Congo Red Dye Test (CRDT) dan
interpretasinya. 10

J. Komplikasi 3,10
Komplikasi preeklampsia antara lain:
 Eclampsia
 HELLP syndrome
 IUGR
 Kematian janin
 Pada beberapa kasus, preeclampsia bisa meningkatkan risko
kematian akibat stroke atau kelainan jantung pada anak yang
terlahir dari ibu dengan preeclampsia

23
Gambar 3.5 Komplikasi dari preeclampsia 3
K. Prognosis 11
Secara global, preeklampsia dan eklampsia ikut menyumbang angka sebanyak
14% pada kematian ibu per tahun (50.000-75.000 kasus). Kematian
preeklampsia dan eklapmsia berhubungan dengan kondisi dibawah:
 Disfungsi endotel
 Kelainan SSP, kejang, stroke atau perdarahan
 Acute tubular necrosis
 Koagulopati
 Solusio plasenta
Preeklampsia bisa berpengaruh pada perkembangan janin, meningkatkan
risiko keterlambatan perkembangan dan autism spectrum disorder (ASD)

Angka kekambuhan preeklampsia pada wanita yang mempunyai riwayat


sebelumnya adalah 10%. Jika wanita tersebut sebelumnya menderita
preeklampsia dengan gejala berat (termasuk HELLP (Hemolysis, elevated
liver enzyme, low platelets) sindrom atau dan eclampsia), ia mempunyai risiko
20% untuk mengalami preeklampsia di kehamilan selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Obstetricians and Gynecologists, Task Force on Hypertension in
Pregnancy. Hypertension in pregnancy. Report of the American College of Obstetricians and
Gynecologists’ Task Force on Hypertension in Pregnancy. Obstet Gynecol (2013) 122(5):1122–31.
10.1097/01.AOG.0000437382.03963.88)
2. Cunningham FG et al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Dalam C. F. al, William Obstetrics
25th Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
3. Fox R, Kitt J, Leeson P, Aye CYL, Lewandowski AJ. Preeclampsia: Risk Factors, Diagnosis,
Management, and the Cardiovascular Impact on the Offspring. J Clin Med. 2019;8(10):1625.
Published 2019 Oct 4. doi:10.3390/jcm8101625
4. Gestational Hypertension and Preeclampsia, Obstetrics & Gynecology: June 2020 - Volume 135 -
Issue 6 - p e237-e260 doi: 10.1097/AOG.0000000000003891
5. Lain KY, Roberts JM. Contemporary concepts of the pathogenesis and management of
preeclampsia. JAMA (2002) 287(24):3183–6. doi: 10.1001/ jama.287.24.3183
6. National Collaborating Centre for Women's and Children's Health (UK). Hypertension in
Pregnancy: Hypertension in pregnancy: diagnosis and management. London: RCOG Press; 2019
Aug. (NICE Clinical Guidelines, No. 107.)
7. Nij Bijvank SW, & Duvekot et al . Nicardipine for the treatment of severe hypertension in
pregnancy: a review of the literature. Obstetrical & gynecological survey, 65(5), 341–347.
https://doi.org/10.1097/OGX.0b013e3181e2c795
8. Rana S, Lemoine E, Granger JP, Karumanchi SA. Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and
Perspectives [published correction appears in Circ Res. 2020 Jan
3;126(1):e8]. CircRes.2019;124(7):1094-1112. doi:10.1161/CIRCRESAHA.118.313276 (JAMA)
9. Rood KM, Buhimschi CS, Dible T, et al. Congo Red Dot Paper Test for Antenatal Triage and
Rapid Identification of Preeclampsia. EClinicalMedicine. 2019;8:47-56. Published 2019 Mar 1.
doi:10.1016/j.eclinm.2019.02.004 (lancet)
10. Walker CK, Krakowiak P, Baker A et al. Preeclampsia,placental insufficiency, and autism spectrum
disorder or developmental delay. JAMA. Pediatr. 2015 Feb. 169(2)154-62
11. World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian maternal dan komplikasi
untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Indonesia: WHO; 2007.

25

Anda mungkin juga menyukai