Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340619509

CARA AGAMA HADAPI CORONA

Article · April 2020

CITATIONS READS

0 148

1 author:

Aji Sofanudin
Ministry of religious Affair Indonesia
16 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Transmisi Pendidikan Agama Islam dan Gerakan Keagamaan di Perguruan Tinggi View project

All content following this page was uploaded by Aji Sofanudin on 14 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Tulisan ini sudah dipublikasin di: https://www.wartanasional.com/2020/04/14/cara-
agama-hadapi-corona/

CARA AGAMA HADAPI CORONA


Aji Sofanudin

Lewat lagunya, Bimbo menggambarkan secara tepat kondisi masyarakat era


Covid 19 ini. Corona Datang, Tuhan Mensuci Dunia, Membungkam Kesombongan
Manusia, Tempat Ibadah Semuanya Ditutup, Manusia Bingung Cari Pegangan,
Corona Datang Bukanlah Kebetulan Mendidik Kita untuk Jadi Sayang, Anak dan
Isteri Jabatan Kekayaan Semua itu Bukan Milik Kita, ooh (2x) Teguhkan Hati Kami
ya Tuhan, Selamatkan Kami. Meminjam istilah Renald Kasali, saat ini dunia sedang
mengalami disrupsi. Semua sisi kehidupan berubah, terdampak pandemi covid 19 ini.
Terkait pandemi Covid 19, Undang undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantina Wilayah menyebutkan ada empat bentuk karantina: (1) karantina rumah,
(2) karantina rumah sakit, (3) karantina wilayah atau biasa dikenal dengan sebutan
Lockdown dan (4) pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pemerintah telah
memutuskan PSBB sebagai solusi pencegahan penuluran Covid 19. PSBB atau
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi.

Cara Agama Hadapi Corona


Ahli hadits kenaamaan Ibnu Hajar Al-Asqalani melalui karyanya Badzlu al-
Maa’uun fi Fadli al-Tha’un, menjelaskan tentang pandangan keagamaan dalam
menyikapi wabah penyakit Tha’un. Tha’un adalah wabah penyakit yang menular
sangat cepat, menyebabkan kematian secara massal. Dalam konteks sekarang, seperti
Pandemi Covid 19.
Dalam kitab tersebut dijelaskan perbedaan pendapat antara Umar bin Khatttab
dengan Abu Ubaidah bin Jarrah terkait sikap menghadapi Tha’un. Umar bin Khattab
dianggap lari dari takdir Allah SWT karena membatalkan masuk ke wilayah Damaskus
yang sedang terkena wabah Tha’un. Umar menjawab bahwa dia pindah dari “takdir
Allah” yang satu kepada “takdir Allah” yang lain.
Kemudian muncullah Abdurrahman bin Auf memberi solusi yang setuju
dengan tindakan Umar bin Khattab dengan mengutip hadits Nabi Muhammad saw.
Abdurrrahman Bin Auf berkata, ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Apabila
engkau mendengar pada suatu negeri terjadi wabah penyakit, maka janganlah
memasukinya, dan apabila engkau berada di dalam negeri tersebut, makan janganlah
keluar karena menghindar darinya (HR. Bukhari). Dalam terminologi sekarang
barangkali disebut Lockdown, karantina ataupun PSBB.
Hemat kami, secara faktual ada empat cara menghadang laju persebaran virus
Covid 19. Pertama, cara isolasi atau pembatasan kontak antarmanusia. Istilah yang
popular adalah social distancing atau pun physical distancing. Cara isolasi bisa
dilakukan dengan model lockdown seperti yang dilakukan oleh otoritas China di
Wuhan dan India. Cara ini terbukti efektif di Wuhan, namun menimbulkan gejolak di
India. Pemerintah Indonesia sendiri telah memutuskan pembatasan kontak
antarmanusia melalui PSBB.
Dengan anjuran belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah
sejatinya pemerintah Indonesia telah menerapkan lockdown. Namun, lockdown di sini
bersifat individual, mandiri. Dalam Bahasa UU Nomor 6 Tahun 2020 disebut sebagai
karantina rumah atau isolasi diri.
Dengan wilayah negara yang luas dan pintu masuk yang begitu banyak maka
pilihan PSBB tepat dalam konteks Indonesia. Hanya saja, pilihan ini pun bukan berarti
tanpa resiko. Dengan model PSBB ini, sejatinya pemerintah masih “membiarkan”
adanya keluar masuk pergerakan orang dari satu wilayah ke wilayah lain. Dengan
demikian, penuluran virus corona dimungkinkan masih terjadi dibandingkan dengan
pilihan karantina wilayah atau lockdown.
Kebijakan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, stay at home tidak akan
efektif jika tidak ada penegakan hukum. Bisa jadi akan efektif pada aparat pemerintah,
ASN, TNI, dan Polri. Namun sulit dilaksanakan pada sektor swasta. Apalagi jika
perusahan-perusahan swasta masih beroperasi. Pemerintah juga terlihat hati-hati,
karena jika salah melangkah khawatir terjadi gejolak sosial yang tidak diinginkan
terjadi.
Cara kedua adalah memaksimalkan ikhtiar setelah itu berdoa. Memaksimalkan
ikhtiar adalah mengikuti instruksi pemerintah, ahli medis dan ahli ilmu. Dalam
menghadapi pandemi covid 19 ini maka harus didekati dengan ilmu. Dalam QS 9: 51
disebutkan katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang
telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah
bertakwalah orang-orang yang beriman. Memaksimalkan ikhtiar adalah
memaksimalkan usaha, setelah itu berdoa.
Banyak doa yang diajarkan. Pertama, doa para nabi dalam kitab suci Al-Qur’an
misalnya (1) Doa Nabi Adam bisa dilihat di QS Al-A’raf: 7 (2) Doa Nabi Musa bisa
dilihat di QS Al-Qasas 28: 16 (3) Doa Nabi Nuh bisa dilihat di QS Hud 11: 47 (4) Doa
Nabi Yunus bisa dilihat di QS Al-Anbiya 21: 87. Kedua, doa diajarkan oleh ulama
misalnya KH Hasyim Asy’ari lii khomsatun uthfi biha harrol waba’il khotimati al-
musthofa wal murtadlo wabnahuma wa Fatimah. Cara ini misalnya viral disampaikan
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Ada juga cara adzan pitu yaitu
dengan cara tujuh orang melakukan adzan Bersama. Konon cara ini dilakukan oleh
Walisongo ketika mengusir pagebluk di tanah Jawa.
Cara ketiga adalah dengan bersedekah. Cara ini terbukti efektif. Secara teologis
ada hadits bahwa sedekah dapat menolak bala. Secara sosial, sedekah sangat penting
sebagai jaring pengaman sosial kepada para pihak yang terdampak. Sedekah ini
bermacam-macam, paling sederhana adalah dengan senyuman. Dengan senyum dan
bergembira maka imunitas akan meningkat. Dengan imunitas yang tinggi besar
kemungkinan segala penyakit akan hilang.
Sedekah juga bisa dilakukan dengan sedekah air bersih. Secara praktis
misalnya kita menaruh air di depan rumah (seperti zaman mbah-mbah kita dulu) untuk
kita pakai setiap kita pulang rumah. Setidaknya untuk melindungi diri, keluarga, dan
tetangga/orang yang lewat yang membutuhkan. Sedekah sembako juga bisa dilakukan
terutama kepada para OMB (orang miskin baru) yang terdampak Covid 19, maupun
OML (orang miskin lama).
Cara keempat, agama mengajarkan kita husnuzhon dan optimisme. Agama
mengajarkan husnuzhon bahwa apapun yang terjadi pada diri pasti mengandung
hikmah. Kita tidak boleh putuh asa, tidak diajarkan untuk jabariyah (fatalism) tetapi
diajarkan untuk berikhtiar/berusaha setelah itu baru bertawakkal. Adanya statement
tokoh agama yang menyebutkan jangan takut corona, takutlah kepada Allah adalah
bentuk nyata pandangan jabariyah dalam beragama. Para tokoh agama perlu
menyebarkan paham wasathiyah dalam beragama, paham moderat dalam menghadapi
wabah Covid 19 ini.
Selain itu, agama juga melarang kita bersikap cemas. Imam Syafii
mengajarkan biarlah hari-hari bertingkah semaunya, tapi tugas kita adalah
nyamankan hati, jadikan hatimu baik ketika telah dating takdir Allah SWT. Jangan
kalian gelisah, cemas, khawatir atas peristiwa malam (musibah, sakit) karena tidak
ada peristiwa di dunia ini yang abadi. Dan jadilah orang yang karakter dirinya kokoh,
teguh di atas kesulitan, jadikan diri kita lapang dan wafa (membalas kebaikan dengan
kebaikan). Dalam bahasa psikologi hal ini bisa berdampak psikosomatis.
Kita juga bisa belajar pada Nabi Ayyub ketika menghadapi penyakit menaun
yang menimpanya. Ketika isterinya meminta Nabi Ayyub berdoa kepada Allah untuk
disembuhan. Nabi Ayyub justru malu karena sudah 80 tahun diberikan kebahagiaan
duniawi oleh Allah dan baru 7 tahun diuji sakit sudah mengeluh. Betapa optimisnya
Nabi Ayyub dalam menghadapi ujian sakitnya. Wallahu’alam.

Semarang, 14 April 2020


Dr Aji Sofanudin
Pengurus Himpenindo Jawa Tengah
2019-2024; Senior Researcher pada
Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama Semarang

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai