Anda di halaman 1dari 54

DISTRIBUSI RESEPTOR ANDROGEN PADA TESTIS KELINCI

LOKAL DENGAN UMUR BERBEDA

SKRIPSI

MUHAMMAD HAIQAL

NPM.1802101010128

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

JULI 2022
DISTRIBUSI RESEPTOR ANDROGEN PADA TESTIS KELINCI
LOKAL DENGAN UMUR BERBEDA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala

MUHAMMAD HAIQAL
NPM. 1802101010128

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

JULI 2022
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini


Nama : Muhammad Haiqal
NPM : 1802101010128
Fakultas : Kedokteran Hewan
Jurusan : Pendidikan Dokter Hewan
Alamat : Kajhu, Dsn lamsenong, Baitussalam, Aceh Besar
Hp : 081260863811
Email : muhammadhaiqal0815@gmail.com
Judul artikel ilmiah : Distribusi Reseptor Androgen pada Testis Kelinci Lokal
dengan Umur Berbeda

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa artikel ilmiah yang tersebut di atas adalah ASLI,
hasil saya sendiri bersama dengan dosen pembimbing dan BEBAS PLAGIASI.
Sebagai bukti bebas plagiasi, ikut saya lampirkan hasil pemeriksaan indeks
kemiripannya (similarity index).

Jika ternyata dikemudian hari terbukti merupakan plagiasi dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima SANKSI yang berlaku di Universitas Syiah Kuala.

Banda Aceh, 30 Juni 2022


Yang menyatakan,

(Muhammad Haiqal)
NPM.1802101010128

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Alhamdullilah, puji dan syukur kepada Allah subhanallahu Wa Ta’ala yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Distribusi Reseptor Androgen pada

Testis Kelinci Lokal dengan Umur Berbeda”. Shalawat dan salam senantiasa penulis

sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang

membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh cahaya ini.

Persembahan yang istimewa penulis sampaikan kepada ayah tercinta Ansar

Yahya dan mama Deliana , serta kakak tercinta Azra Hannani Raihana atas segala doa,

dukungan, semangat serta kasih sayang yang selalu diberikan untuk keberhasilan dan

kebahagiaan penulis, terutama dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. drh. Sri Wahyuni, M.Si dan Prof.

Dr. drh. Tongku Nizwan Siregar, M.P selaku dosen pembimbing utama dan

pembimbing pendamping yang telah membimbing dan mendampingi penulis dengan

sabar dari awal penulisan proposal hingga selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan

terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Yudha Fahrimal, M.Sc. Ph.D selaku dosen wali

sekaligus dosen penguji yang telah memberikan nasehat untuk penulis agar menjadi

pribadi yang lebih baik. Terima kasih kepada dosen penguji dr. Gholib, S.Pt., M.Si. dan

drh. Jalaluddin, M.Si untuk kritik dan saran yang diberikan demi penyempurnaan

penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada drh. Varis Liandi, M.Si sebagai koordinator

seminar dan skripsi. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Syiah Kuala drh. T Reza Farasyi, M.Sc., Ph.D dan kepada Dr. drh. T.

v
Zahrial Helmi, M.Sc Sebagai Koordinator Program Studi Pendidikan Kedokteran

Hewan serta kepada seluruh dosen yang telah membantu penulis dalam menuntut ilmu

dan belajar di kampus tercinta ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat seperjuangan Zahrani

Oktriya, Akbar Rivai, Alfajri Eurutama Sirait, Muhammad Rizki Ramadhani, Ilham

Baginda, Muhammad Faisal yang telah menemani lika liku kuliah . Terima kasih

kepada tim penelitian Muhammad Farel Rahmanda, Andrew Flagellata, Khofifah

Yusril, Ayu Faramida, Wanda Fatimah Zahra atas bantuan dan dukungannya. Terima

kasih kepada Asisten Anatomi serta kepala laboratorium anatomi Januardi, S.Si dan

teman-teman VENOM 2018. Terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu atas dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu kritik dan saran yang membangun selalu diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat

dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamin.

Banda Aceh, 2 Juni 2022

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

ABSTRAK xii

ABSTRACT xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 5

Kelinci Lokal 5
Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Testis 6
Spermatogenesis 7
Androgen Receptor 8
Teknik Imunohistokimia 9

MATERI DAN METODE PENELITIAN 12

Tempat dan Waktu Penelitian 12


Alat dan Bahan Penelitian 12
Metode Penelitian 13
Prosedur Penelitian 13
Pengambilan Sampel 14
Pembuatan Preparat Histologi 14
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK) 15
Pengamatan Hasil Pewarnaan 16
Analisis Data 17

vii
HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Sebaran dan Ekspresi Androgen Receptor pada jaringan Testis


Kelinci Lokal 18
Intensity Score (IS) Ekspresi Androgen Receptor (AR) pada Jaringan
Testis Kelinci Lokal 20

PENUTUP 24

Kesimpulan 24
Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

BIODATA 34

viii
DAFTAR TABEL
Halaman

1. Metode intensity score (IS) imunoreaktivitas AR dari hasil 16


pewarnaan imunohistokimia jaringan testis kelinci lokal
2. Rataan (± SD) intensity score (IS) sebaran AR pada jaringan
testis kelinci lokal (n=3)
20

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sebaran dan ekspresi androgen receptor (AR) pada jaringan testis 18


kelinci lokal

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis statistik 28

2. Bagan alur penelitian 30

3. Dokumentasi penelitian 31

4. Prosedur pembuatan preparat histologi 32

5. Prosedur pewarnaan imunohistokimia pada testis sapi aceh dengan 33

metode ABC.

6. Similarity Index 34

xi
DISTRIBUSI RESEPTOR ANDROGEN PADA TESTIS KELINCI LOKAL
DENGAN UMUR BERBEDA

ABSTRAK

Hormon androgen diperlukan dalam proses perkembangan organ


reproduksi jantan seperti testis. Hormon ini bekerja pada jaringan testis setelah
berikatan dengan androgen receptor (AR). Penelitian ini bertujuan mendeteksi
distribusi dan ekspresi AR pada jaringan testis kelinci lokal dengan umur berbeda
menggunakan pewarnaan imunohistokimia (IHK). Dalam penelitian ini digunakan
12 sampel testis kelinci dari 12 ekor kelinci lokal jantan yang dibagi menjadi
empat kelompok umur, yaitu umur 2 bulan (K1), 6 bulan (K2), 1 tahun (K3), dan
2 tahun (K4) masing-masing kelompok terdiri atas tiga ekor kelinci. Sampel testis
diproses menjadi preparat histologi dan diwarnai dengan pewarnaan IHK metode
avidin biotin complex peroxidase. Distribusi AR pada jaringan testis dianalisis
secara deskriptif sedangkan ekspresi AR pada testis keempat kelompok kelinci
dinilai dengan pemberian skor intensitas lalu hasilnya dianalis menggunakan uji
Kruskal-Wallis, dan dilanjutkan dengan uji dengan Mann Whitney U Test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa AR terdeteksi positif pada sel Leydig, sel
peritubular myoid, buluh darah, dan jaringan ikat testis. Berdasarkan uji statistik
terdapat perbedaan yang nyata ekspresi AR pada sel Leydig testis kelinci K3
dibandingkan K1, K3 dan K4 (P<0,05), sedangkan pada bagian lain tidak berbeda
nyata (P>0,05). Disimpulkan bahwa sebaran AR ditemukan dengan ekspresi kuat
pada jaringan testis kelinci umur 1 tahun yang mengindikasikan hormon
androgen berperan dalam puncak spermatogenesis dan produksi spermatozoa.

Kata kunci: Hormon androgen, reseptor androgen, testis, dan kelinci lokal

xii
ANDROGEN RECEPTOR DISTRIBUTION IN LOCAL RABBIT TESTIS

WITH DIFFERENT AGES

ABSTRACT

Androgen hormones are required in the process of developing male


reproductive organ such as testis. This hormone acts on the testicular tissue after
binding to the androgen receptor (AR).This study aimed to detect the distribution
and expression of AR in the testicular tissue of different ages local rabbit using
immnuhistochemical (IHC)) staining. This study used 12 testicular samples
collected from 12 male local rabbits which were divided into four age groups,
namely 2 months (K1), 6 months (K2), 1 year (K3) and 2 years (K4) rabbits, each
group consisted of three rabbits. All samples were processed into histological
preparations and stained with IHC staining using avidin biotin complex
peroxidase method (ABC method). The distribution of AR in testicular tissue was
analyzed descriptively, while AR expression was analyzed using the intensity
score (IS) method, then the results were analyzed using the Kruskal - Wallis test
and there were differences in expression between age groups using the Mann
Whitney U test further. The results showed that AR was detected positively in the
Leydig cells, peritubular myoid cells, blood vessels, and connective tissue. Based
on statistical test, there was a significant difference of AR expression in Leydig
cells (P<0.05) of testicular tissue of K3 rabbit compared to K1, K3 and K4
rabbits while in other parts it was not significantly different (p>0.05). It was
concluded that the distribution of AR was found with strong expression in the
testicular tissue of 1 year old rabbits which indicated androgen hormones played
a role in the peak of spermatogenesis and spermatozoa production.

Keywords: Androgen hormone, androgen receptor, testis, and local rabbit

xiii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Testis adalah organ reproduksi jantan yang memiliki dua fungsi penting,

yaitu sebagai organ penghasil spermatozoa dan hormon testosteron (Phadmacanty

et al., 2013).Testis dibungkus oleh kapsula tebal berupa jaringan ikat padat tidak

teratur yang disebut tunika albuginea. (Abadjieva et al., 2016). Di dalam testis

terdapat tubulus seminiferus yang mengandung sel-sel germinal (sel

spermatogenik) yang aktif berproliferasi dan berdiferensiasi untuk menghasilkan

spermatozoa. Perkembangan dan diferensiasi sel-sel germinal didukung oleh sel-

sel somatis, yaitu sel Sertoli ditubulus seminiferus dan sel Leydig di jaringan

interstisial testis. Spermatogenesis terbagai atas tiga proses penting, yaitu

spermatositogenesis (pembelahan mitosis), meiosis, dan spermiogenesis

(diferensiasi spermatid) (Johnson, et al. 2000).Pada jaringan interstisial diantara

tubulus seminiferus terdapat pembuluh darah, limfatik, sel-sel makrofag, dan sel

Leydig. Selain itu, pada membran basal tubulus seminiferus terdapat sel myoid

peritubular yang berfungsi, membantu pergerakan cairan dan spermatozoa pada

lumen tubulus (Jan et al., 2012).

Kelinci secara umum mencapai masa pubertasnya sekitar umur 3-5 bulan

dan kelinci betina sedikit lebih lama sekitar umur 5-6 bulan. Perubahan reproduksi

hampir disertai dengan perubahan perilaku yang nyata, seperti lebih agresif dan

sering menyemburkan urin. Kelinci mencapai kematangan seksual pada usia 1

1
2

tahun. Umumnya kedewasaan kelinci diklasifikasikan menjadi tiga fase, dewasa

muda (1-3 tahun), dewasa (3-5 tahun) dan tua (5-6 tahun) ( Dutta dan Pallav,

2018).

Salah satu hormon yang berperan dalam spermatogenesis adalah androgen.

Dua tipe androgen utama adalah hormone testosteron dan 5α-dihydrotestosteron.

Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel Leydig pada jaringan interstisial testis dan

berperan dalam spermatogenesis (Li et al. 2009). Androgen bekerja pada jaringan

atau sel target setelah berikatan dengan androgen receptors (AR) (Bhanmeechao

et al., 2018).Androgen receptor termasuk family reseptor inti hormon steroid yang

terekspresi pada berbagai sel atau jaringan tubuh (Davey dan Grossman 2016).

Sinyal androgen yang diterima oleh AR akan menghasilkan banyak respon

fisiologis dan proses perkembangan yang melibatkan system reproduksi maupun

non-reproduksi pada hewan jantan. Respon fisiologis yang dihasilkan tersebut

diregulasi dari aktivitas androgen melalui poros hipotalamus-hipofisa-testis yang

sangat berperan dalam pengembangan fenotip jantan seperti inisiasi dan

pemeliharaan spermatogenesis (Wang et al., 2009; Bhanmeechao et al.,2018).

Aktivitas androgen pada jaringan testis dapat diketahui berdasarkan

keberadaan AR pada jaringan tersebut. Teknik deteksi reseptor pada jaringan

dapat dilakukan dengan teknik imunohistokimia (IHK).Imunohistokimia

merupakan teknik yang digunakan untuk memperlihatkan dan melokalisasi

komponen seluler yang terdapat pada jaringan seperti berbagai protein dan

komponen sel. Prinsip kerja teknik IHK adalah mendeteksi adanya ikatan antara

antigen pada jaringan dengan antibodi eksogen yang disebut imunoreaktivitas

(Taylor, 2006).
3

Menurut Zhou et al. (2002), pada jaringan testis tikus AR ditemukan pada

sel-sel Leydig dan sebanyak 95% ditemukan pada sel myoid peritubular testis.

Selain pada kedua sel tersebut, AR juga ditemukan pada sel Sertoli yang

ditemukan pada beberapa tahapan epitel seminiferus. Pada tahap VI-VII epitel

seminiferus, AR ditemukan dengan ekspresi paling kuat pada Sel Sertoli tetapi

pada tahap I-III dan VII-XII intensitasnya lemah, dan tidak ada ekspresi pada sel-

sel germinal tubulus seminiferus. Goyal et al. (1997) melaporkan bahwa AR pada

jaringan testis kambing ditemukan diseluruh sel pada jaringan testis kecuali sel-sel

germinal,sedangkan menurut Bilinska et al. (2004), ekspresi AR pada testis kuda

terutama ditemukan pada sel Leydig,sel Sertoli, dan sel myoid peritubular.

Meskipun penelitian mengenai distribusi dan ekspresi AR pada jaringan

testis berbagai spesies hewan jantan telah banyak dilakukan, namun penelitian

untuk mengetahui distribusi AR dan ekspresinya pada hewan jantan dengan umur

berbeda belum dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui distribusi dan ekspresi AR pada jaringan testis kelinci sebagai hewan

model dengan umur yang berbeda yang dideteksi menggunakan teknik IHK.

Rumusan Masalah

Bagaimana distribusi dan ekspresi AR pada jaringan testis kelinci local

dengan umur berbeda yang dideteksi dengan teknik IHK?.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui distribusi dan ekspresi AR pada

jaringan testis kelinci local dengan umur berbeda menggunakan teknik IHK.
4

Hipotesis Penelitian

Distribusi AR pada jaringan testis kelinci local post-pubertas ditemukan

dengan ekspresi kuat

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang sebaran AR pada jaringan testis kelinci

lokal yang dilihat dengan tekhnik IHK. Nantinya data yang diperoleh pada

penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi data dasar mengenai peran

androgen dalam sistem reproduksi jantan. Dan juga data ini bermanfaat dalam

berbagai riset reproduksi kelinci lokal untuk meningkatkan produktivitas kelinci

lokal yang ada.

.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kelinci Lokal ( Nesolagus netscheri)

Secara umum ras kelinci dapat diklasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Ordo : Legomorpha

Familia : Leporidae

Subfamilia : Orictolagus

Spesies : Orictolagus cuniculus

Kelinci merupakan kelompok mamalia family Leporidae dan ordo

morpha. Menurut rasnya kelinci dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu

Angora, Lyon, American, Dutch, Himalaya, New Zealand, dan lain-lain.

Sementara jenis kelinci lokal di Indonesia adalah jenis kelinci Jawa (Lepus

negricollis) dan kelinci Sumatra ( Nesolagus netscheri) ( Susetyarini et al., 2019)

Menurut Rinanto et al. (2018), Kelinci merupakan jenis ternak

pseudoruminansia yang tidak dapat mencerna serat dengan baik. Fermentasi pada

kelinci hanya terjadi pada Caecum sekitar 50% dari seluruh penyimpanan saluran

pencernaannya. Kelinci dapat melakukan caecotrophy atau coprophage,

merupakan proses memakan kembali faeces pada pagi maupun malam hari.

Kelinci juga memiliki berat hingga 4-6 kg untuk jenis kelinci lokal.

5
6

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Testis

Secara anatomi, testis kelinci berbentuk oval, terletak di dalam skrotum

dan berada di kranial penis serta masing-masing sisinya terletak di garis inguinalis

dan diposisikan hampir horizontal. Pada testis kelinci, perkembangan testis lebih

lambat dibanding organ lain ketika mereka lahir, testis kelinci turun sekitar umur

dua bulan dan mirip dengan kucing serta dapat bergerak bebas dari skrotum ke

perut memlalui lubang di kanalis inguinalis (Onuoha, 2020). Umumnya testis

terdiri atas sepasang dan berukuran simetris pada keduanya serta menggantung

pada funiculus spermaticus (spermatic cord). Secara fisiologis, testis mempunyai

fungsi sebagai penghasil sel spermatozoa dan sebagai organ penghasil hormon

testosteron. Hormon testosteron pada testis juga berfungsi sebagai penghasil

hormon steroid yang disintesis oleh sel-sel leydig yang berada pada jaringan

interstisial tubulus seminiferus. Selain sebagai penghasil hormon, testif juga

berfungsi memproduksi sel-sel sperma (spermatozoa) (Ismaya, 2014).

Testis secara umum tersusun oleh kapsul tebal yang terdiri dari jaringan

ikat padat tidak teratur yang dinamakan dengan tunika albuginea. Tunika

albuginea ditutupi oleh periteneum lapisan visceral dan tunika vaginalis

(Abadjieva et al., 2016). Pada bagian testis terdiri atas tubulus seminiferus dan

jaringan stroma. Di lapisan bagian dalam epitel tubulus seminferus terdapat sel

germinatif dan sel Sertoli, sedangkan pada jaringan stroma terdapat pembuluh

darah, limfe, sel seraf, sel makrofag dan sel Leydig. Sel Leydig mempunyai fungsi

menghasilkan hormon testosteron yang dikontrol oleh hormon gonadotropin

(Dillasamola, 2021).
7

Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan suatu proses terjadinya pembentukan (sel

gamet jantan) yang terjadi pada bagian testis tepatnya di tubulus seminiferus.

Testis 90% tersusun atas tubulus semeniferus, sedangkan 10 % terdiri atas sel

intertisial dan jaringan ikat (Susilawati, 2011).

Pada proses spermatogonesis terbagi atas 3 fase, yaitu fase proliferatif atau

yang disebut dengan fase spermatogonial, fase miosis atau fase spermatositik dan

terakhir fase diferensiasi atau disebut dengan fase spermiogenik. Ketiga fase ini

berada pada tubulus seminiferus yang mempunyai tiga jenis sel didalamnya, yaitu

sel germinal, sel Sertoli dan sel myoid (Wahyuni et al., 2018).

Spermatogenesis pada kelinci umumnya sama seperti mamalia lain,

dimulai dari spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Semua

proses tersebut yang dimulai dari spermatogonia sampai menjadi spermatozoa

dapat dilihat pada daerah tubulus seminiferus (Swierstra dan Foote, 1965).

Menurut Morton (1998), Spermatogonia kelinci mulai melakukan

pembelahan pada usia minggu ke-7 sampai ke-8, pada usia 12 minggu testis

kelinci mulai turun, dan pada usia 14 sampai 15 minggu terlihatnya spermatid dan

spermatosit. Pada usia 18 minggu terjadilah pematangan pada tubulus

seminiferus, dan testis terus tumbuh serta meningkatkan produksi sperma hingga

usia 6 bulan.
8

Androgen Receptor

Androgen adalah hormon steroid yang keluar melalui kortek kelenjar

adrenal, yang berperan dalam perkembangan karakteristik reproduksi sekunder

jantan dan dalam memacu sintesis protein (Nugroho, 2016). Hormon androgen

mempunyai dua hormon utama yaitu testosteron dan 5α-dihydrotestosteron.

Hormon androgen dhihasilkan di sel-sel leydig testis serta mempunyai fungsi

utama dalam regulasi proses spermatogenesis (Wang et al. 2009; Ivell et al.

2013). Grinspon et al. (2012), menyatakan bahwa pada pejantan terjadinya sekresi

testosteron hanya sampai 3-6 bulan setelah dilahirkan dan konsentrasinya tetap

sangat rendah sampai masa awal pubertas. Hormon androgen dalam mengatur

proses spermatogenesis dibanntu oleh androgen reseptor (AR) (nuclear receptor

subfamily 3, group C, gene 4/NR3C4) (Brinkmann 2009; Zhou 2010).

Pada beberapa peneliti melaporkan bahwa ekspresi AR pada testis sangat

penting untuk perkembangan spermatogenesis. Eacker et al. (2007), melaporkan

bahwa AR memiliki fungsi pada sel sertoli yang penting, yaitu untuk

mempertahankan kemampuan sel sertoli dan konsentrasi hormon untuk membantu

meiosis I selama spermatogenesis. Pada hormon androgen terlebih testosteron dan

55α-dihidrotestosteron memiliki peran penting dalam inisiasi, pemeliharaan dan

pembaruan spermatogenesis. Adapun pendekatan yang dapat dipergunakan dalam

mempelajari peran androgen dalam spermatogenesis dengan cara berbagai bentuk

khususnya untuk mempelajari efek singular dari hormin (follicle stimulating

hormone/FSH, luteinizing hormone/LH dan testosterom), konsentrasi dan

dampaknya (McLachlan et al., 2002).


9

Androgen receptors tidak dijumpai dalam sel germinal melainkan

ditemukan dalam berbagai sel di testis seperti sel Leydig, sel Sertoli dan sel

peritubular pada musim kawin dan hibernasi serta ditemukan pada sel Leydig saat

musim non kawin (Li et al., 2015).

Teknik Imunohistokimia

Teknik immunohistokimia (IHK) merupakan metode yang digunakan

untuk mengenali sel-sel yang khusus yang berdasarkan pada komponen antigenik

atau produk selulernya dengan reaksi yang komplek antara antigen dan antibodi.

Teknik imunohistokimia banyak digunakan untuk dasar penegakan diagnosis,

identifikasi tipe sel dan kasus-kasus tumor (Rahayu dan Auerki, 2004). Menurut

Apsari et al. (2017), teknik imununohistokimia bisa mendeteksi antigen pada

jaringan secara akurat tanpa adanya mikroskop flourenscense.Teknik

imunohistokimia efektif terhadap pemeriksaan untuk menentukan lokasi antigen

tertentu karna warna yang dengan mudah dan cepat dideteksi. Dengan

menggunakan teknik memudahkan dalam pemeriksaan ekspresi antigen tertentu

yang terdapat dalam jaringan otak, jantung ataupun jaringan lainnya. Kekurangan

dari teknik ini, diperlukan adanya fokus dalam memilih antibodi terkonyugasi

karna teknik yang sangat komplek, dan perlu antibodi yang terkonyugasi yang

kompleks untuk setiap antigen berbeda. Kekurangan teknik ini, diperlukan

ketelitian dalam memilih antibodi terkonyugasi karena teknik ini sangat spesifik,

dan perlu antibodi terkonyugasi yang spesifik untuk setiap antigen berbeda.

Imunohistokimia merupakan teknik yang digunakan di laboratorium untuk

menemukan antigen spesifik baik pada jaringan ataupun pada sel berdasarkan
10

pengenalan antibodi. Teknik ini dapat diketahui melalui ikatan antara antibodi

dengan antigennya melalui mikroskop. Pada seekor hewan produksi antibodi

terutama disebabkan oleh kedatangan antigen sepadan dengan antibodi yang

disebut sebagai respon dasar kekebalan, sehingga suatu antibodi akan bereaksi

hanya melalui antigen spesifik dan cocok dengan antibodi tersebut (Dabbs, 2019).

Teknik imunohistokimia mempunyai dua metode yakni teknik

imunofluoresensi (Fluorescence immunoassay/FIA) dan teknik imunoenzim

(Direct methods, Indirect methods, Enzim-antienzim, Avidin-Biotin, Immunogold

Silver Staining). Metode langsung (Direct Methods) merupakan metode yang

menggunakan satu antibodi spesifik, Metode langsung (Direct Methods) adalah

metode dengan menggunkakan satu antibodi spesifik, metode ini memakai enzim-

antibodi konjugasi untuk mempersatukan enzim pada antigen yang berada pada

jaringan (Adi, 2013). Kemudian dilakukan inkubasi dengan susbstrat hidrogen

peroksida dan kromogen diamino-benzidine (DAB), agar menghasilkan warna

coklat yang dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya.

Metode tidak langsung (Indirect Methods) menurut Wirata (2014),

merupakan metode tidak langsung yang memakai dua macam antibodi yaitu

antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer

mempunyai peran sebagai mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan

(first layer). Sedangkan antibodi sekunder akan bersatu dengan antibodi primer

(second layer) sehingga antibodi sekunder disebut juga dengan anti antibodi

primer. Perlabelan antibodi sekunder diikuti dengan ditambahkannya substrat

kromogen yanng merupakan suatu gugus senyawa kimia yang membuat

terjadinya perubahan warna jika bereaksi dengan senyawa lain. Perlabelan


11

antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat kromogen yang merupakan

suatu gugus senyawa kimia yang dapat terjadi perubahan warna jika bereaksi

dengan senyawa lain.


MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Laboratorium

Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Desember sampai Februari 2022.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah nampan, tempat

penyimpanan organ, pinset anatomis, gunting bedah, scalpel, kamera, microtom

(Leica RM2235, Germany), pisau mikrotom, tisu. Alat-alat lainnya adalah

inkubator 37⁰C (Sanyo MIR 554, Japan), object glass yang dilapisi poly L-lysin

(Biogear®), cover glass, staining jar, micro pipette, hot plate, vortexer,

waterbath, microwave, slide warmer, kapas, kertas tisu, mikroskop cahaya

(Olympus CX31, Japan) yang dilengkapi dengan alat fotografi (SIGMA,

Germany) monitor dan software ToupView yang terkoneksi dengan komputer.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah testis kelinci lokal,

alkohol dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut, phosphate

buffer saline/PBS pH 7,4 dan tris buffer saline/TBS (Biogear®), larutan xylol,

aquabidestillatasterile, paraffin, akuades, air yang mengalir dan antibodi reseptor

androgen (Cat No. ABIN 2857043, AachenGermany). Serta bahan lain yang

digunakan ialah kit mouse anti rabbit HRP/DAB (ABC) detection IHK (Abcam®,

UK) yang terbagi dari protein block, H2O2block, biotinylatedgoat anti-polyvalent,

streptavidin peroksidase dan 3,3’- diaminobenzidine (DAB) substrate. Serta

12
13

bahan yang digunakan untuk counterstain adalah Mayer’s hematoksilin dan bahan

perekatnya adalah Entellan® untuk proses mounting.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati distribusi dan ekspresi AR pada

jaringan testis kelinci lokal berdasarkan imunoreaktivitas yang dihasilkan.

Kelinci lokal dibagi menjadi empat kelompok umur, yaitu 2 bulan (K1), 6 bulan

(K2), 1 tahun (K3), dan 2 tahun (K4). Setiap kelompok umur terdiri atas empat

ekor kelinci. Organ testis kelinci terlebih dahulu diproses menjadi preparat

histologi secara histoteknik lalu diwarnai dengan teknik IHK metode avidin-biotin

complex peroxidase (ABC method) (Hsu et al. 1981).

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini digunakan 12 sampel testis sinister yang dikoleksi dari

12 ekor kelinci lokal yang dibagi menjadi empat kelompok umur. Kelinci lokal

diperoleh dari peternakan kelinci yang berlokasi di Tebing Tinggi, Sumatera

Utara. Seluruh kelinci diadaptasikan selama satu minggu dan ditempatkan di

kandang individual. Pakan dan minum diberikan secara ad libitum berupa pellet

yang diselingi dengan wortel. Setelah masa adaptasi, kelinci disembelih untuk

pengambilan organ testis kemudian dipreparasi dengan memisahkan testis dari

jaringan disekitarnya (skrotum, tunika vaginalis pars parietalis dan visceralis).

Organ testis selanjutnya difiksasi menggunakan metode fiksasi perendaman

(immersion fixation) dengan larutan neutral buffer fomalin (NBF) 10% selama
14

tiga minggu yang mengacu pada metode Hess dan Moore (1993) dengan

modifikasi. Setelah fiksasi organ testis dipindahkan dan direndam dalam larutan

alkohol 70% sebagai stopping point.

Pembuatan Preparat Histologi

Metode histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat histologi

merujuk pada metode Kiernan (1990) dengan modifikasi. Jaringan testis yang

sebelumnya sudah direndam dalam alkohol 70% dipotong pada bagian median

testis dengan ketebalan 0,3 cm dan dimasukkan ke dalam tissue cassette yang

telah diberi kode sampel. Tahap dehidrasi diawali dengan merendam potongan

jaringan testis kelinci lokal pada alkohol 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut

(tiga kali ulangan) masing-masing selama 2 jam. Setelah proses dehidrasi selesai,

dilanjutkan dengan proses clearing menggunakan larutan xylol (tiga kali ulangan)

masing-masing selama 45 menit dilanjutkan dengan infiltrasi jaringan dalam

paraffin infiltrasi (tiga kali ulangan) masing-masing selama 30 menit pada suhu

60⁰C kemudian jaringan ditanam dalam paraffin cair (embedding) dan dicetak

menjadi blok jaringan. Blok jaringan testis disayat dengan mikrotom setebal 3µm

lalu direkatkan pada object glass (slide) yang telah dilapisi poly L-lysine. Sayatan

(slide) jaringan testis yang digunakan sebanyak 24 slide dan ditambah dua slide

sebagai kontrol negatif (K-). Seluruh slide selanjutnya diwarnai dengan

pewarnaan IHK metode ABC menggunakan antibodi AR.


15

Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)

Proses pewarnaan IHK metode ABC mengacu pada manual prosedur

mouse and rabbit specific HRP/DAB (ABC) detection IHK kit (Abcam®) dengan

modifikasi. Tahap awal pewarnaan dimulai dengan melakukan deparafinisasi

slide jaringan testis menggunakan larutan xylol sebanyak tiga kali, dilanjutkan

dengan proses rehidrasi jaringan pada alkohol konsentrasi menurun (dimulai

dengan alkohol absolut, 95%, 90%, 80% dan 70%) lalu dicuci dengan air

mengalir dan akuades. Tahap selanjutnya adalah perendaman slide dalam larutan

H2O2 3% selama 10 menit dan dicuci sebanyak lima kali dengan PBS. Proses

berikutnya adalah penetesan larutan protein block dan diinkubasi selama 10 menit

dalam moisture chamber pada suhu ruang lalu dicuci kembali dengan PBS.

Pewarnaan IHK dimulai dengan meneteskan antibodi primer (antibodi

AR) dengan pengenceran 1:100 pada jaringan dan diinkubasi selama 1 jam lalu

cuci dengan PBS sebanyak lima kali. Untuk slide kontrol negatif tidak diberikan

antibodi. Berikutnya slide diteteskan biotinylated goat anti-polyvalent (antibodi

sekunder) ke jaringan dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang dan dicuci

kembali sebanyak lima kali dengan PBS. Setelah itu diteteskan sterptavidin

peroxidase dan lakukan inkubasi kembali selama 10 menit pada suhu ruang

kemudian cuci kembali dengan PBS sebanyak lima kali. Untuk visualisai hasil

ikatan antara reseptor dan antibodi (adanya imunoreaktivitas) dilakukan dengan

penambahan kromogen diaminobenzidine (DAB) pada jaringan dan diinkubasi

selama 5-10 menit, sambil diamati perubahan warna menggunakan mikroskop

cahaya.
16

Hasil positif atau terjadinya imunoreaktivitas ditandai dengan

terbentuknya warna cokelat dengan berbagai tingkat kepekatan (intensitas) yang

menunjukkan adanya variasi ekspresi ikatan antara antigen dan antibodi. Slide

selanjutnya dibilas dengan PBS dilanjutkan dengan akuades lalu dilakukan

counterstain menggunakan Mayer’s hematoksilin. Slide selanjutnya didehidrasi,

clearing, dan mounting menggunakan bahan perekat slide (Entellan®).

Pengamatan Hasil Pewarnaan

Hasil dari pewarnaan IHK dilihat dan diamati menggunakan mikroskop

cahaya yang telah dilengkapi dengan alat fotografi dengan perbesaran 100 dan

400 kali. Pengamatan dan identifikasi ekspresi AR pada testis kelinci lokal

dilakukan dengan pemberian skor terhadap intensitas hasil pewarnaan (intensity

score) dengan kriteria skor seperti yang dijelaskan pada Tabel 1. Intensity score

yang digunakan pada mengacu pada Mudduwa, (2009). Bagian testis yang diamati

adalah tubulus seminiferus dan jaringan interstisial testis keempat kelompok

kelinci lokal.

Tabel 1. Metode intensity score yang digunakan untuk menilai ekspresi AR pada jaringan testis

kelinci lokal (K1, K2, K3, dan K4)

Skor Intensitas Keterangan

0 Negatif Tidak terbentuk warna

1 Intensitas lemah Warna cokelat muda

2 Intensitas sedang Warna cokelat

3 Intensitas kuat Warna cokelat tua


17

Analisis Data

Data distribusi AR dianalisis secara deskriptif serta ditampilkan dalam

bentuk gambar. Data intensity score dianalisis menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis dan jika ada perbedaan yang nyata dari ekspresi AR pada setiap

bagian testis dari keempat kelompok kelinci lokal dilanjutkan dengan Mann-

Whitney U test (Saruhan et al., 2011).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran dan Ekspresi Androgen Receptors pada Jaringan Testis Kelinci Lokal

Distribusi AR pada jaringan testis kelinci lokal pada penelitian ini dapat

diketahui menggunakan pewarnaan IHK dengan metode ABC. Hasil positif pada

pewarnaan IHK terlihat adanya imunoreaktivitas ikatan antara AR dan hormon

androgen. Hasil imunoreaktivitas ditandai dengan munculnya warna cokelat sebagai

indikasi terjadinya reaksi antara kromagen DAB dan kompleks ikatan antigen

(reseptor) dengan antibodi. Hasil positif tersebut dibuktikan dengan tidak adanya

visualisai warna coklat pada slide kontrol negatif (Gambar 1) yang tidak diberikan

antibodi AR pada jaringan testis yang digunakan saat pewarnaan IHK.

Gambar 1. Slide kontrol negatif (K-) jaringan testis kelinci lokal. Tidak ada imunoreaktivitas pada sel
Leydig (L), jaringan ikat (JI), buluh darah (BD, dan sel peritubular myoid (PM). Skala garis 200 m
(kiri), dan 50 m (kanan/inset).

18
19

Gambar 2. Sebaran dan


ekspresi AR pada
jaringan testis kelinci
lokal. Sebaran AR pada
jaringan testis K1 (A dan
B), K2 (C dan D ), K3 (E
dan F), dan K4 (G dan
H). Tanda panah
menunjukkan
imunoreaktivitas AR
pada sel Leydig (L), sel
peritubular myoid (PM),
sel endotel pembuluh
darah (BD) dan jaringan
ikat (JI). Pewarnaan IHK,
metode ABC, Skala garis
200 m (A) dan 50 m
(A, B, C, D, E, F, ,G
dan H).

Pengamatan

imunoreaktivitas AR

pada testis kelinci

lokal difokuskan

pada daerah tubulus

seminiferus dan

jaringan interstisial

yang terletak di inti

dan sitoplasma sel.

Imunoreaktivitas AR

ditemukan pada sel

Leydig, peritubular

myoid, sel endotel


20

buluh darah, dan jaringan ikat pada kelinci umur 2 bulan (K1) , 6 bulan (K2), 1 tahun

(K3) dan 2 tahun (K4). Sesuai dengan laporan oleh Shan et al. (1997). bahwa AR

pada jaringan testis tikus ditemukan pada sel Leydig, sel peritubular myoid, jaringan

ikat dan buluh darah. Pada sel Leydig distribusi reseptor androgen terekspresi dengan

kuat dan pada peritubular myoid terekspresi dengan sedang di setiap kelompok umur.

Pada sel Leydig sebaran reseptor androgen terekspresi dengan kuat dan pada

peritubular myoid terekspresi dengan intensitas sedang, hal ini juga dilaporkan oleh

Goyal el al. (1997), bahwa AR pada sel Leydig terekspresi dengan intensitas kuat,

sedangkan pada sel peritubular myoid terekspresi dengan intensitas sedang. Pada sel

endotel pembuluh darah dan jaringan ikat, AR terekspresi dengan intensitas lemah

hingga sedang. Hal ini juga dilaporkan olah Zhou et al. (2002) bahwa intensitas

warna yang terekspresi pada sel endotel buluh darah dan jaringan ikat terekspresi

dengan lemah.

Intensity Score (IS) Ekspresi Androgen Receptors (AR) pada Jaringan Testis

Kelinci Lokal

Tingkat ekspresi suatu reseptor hormon pada jaringan target dapat diketahui

melalui nilai intensity score (IS). Hasil IS terhadap ekspresi AR pada jaringan testis

kelinci local disajikan pada Tabel. 2


21

Tabel 2. Rataan (± SD) Intensity score (IS) ekspresi AR pada jaringan testis kelinci lokal K1, K2,
K3 dan K3 (n3)
Kelompok Umur
Bagian Testis
K1 K2 K3 K4
1,66±0,57 0,66±0,57
Buluh darah 0,00±0,00 0,66±0,57
0,66±0,57
Jaringan ikat 0,00±0,00 0,66±0,57 1,00±0,00
1,66±0,57 1,33±0,00
Sel myoid peritubular 0,00±0,00 2,00±1,00
Sel Leydig 0,00±0,00a 1,66±0,57 a 2,66±0,57 b 0,66±0,57 a
Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menandakan perbedaan yang nyata (P<0,05).
K1: 2 bulan, K2: 6 bulan, K3: 1 tahun, dan K4: 2 tahun.

Berdasarkan Tabel 2, ekspesi AR terwarnai (imunoreaktif) pada sel Leydig,

sel peritubular myoid, buluh darah, dan jaringan ikat. Hasil uji statistik menunjukkan

ekspresi AR pada sel Leydig jaringan testis kelinci K3 berbeda nyata (P<0,05)

dengan kelinci K1, K2, K4, namun antara K1, K2, dan K4 tidak ada perbedaan yang

nyata (P>0,05). Ekspresi AR pada buluh darah, dan peritubular myoid menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Pada buluh darah dan jaringan ikat di jaringan

interstisial testis kelinci K3, AR terekspresi lemah sedangkan pada jaringan ikat dan

sel peritubular myoid terekspresi sedang. Pada kelinci K1 (umur 2 bulan) tidak

ditemukan ekspresi AR pada sel Leydig, sel peritubular myoid, dan jaringan ikat

sedangkan pada kelinci umur 6 bulan (K2), dan 1 tahun (K3) ekspresi lemah hingga

sedang, demikian pula dengan ekspresi pada buluh darah yang terekspresi lemah.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini mengindikasikan bahwa pada kelinci

umur 1 tahun (K3) hormon androgen berperan dalam puncak spermatogenesis dan

produksi spermatozoa dibandingkan dengan ketiga kelompok umur lainnya. Dutta

dan Palav. (2018) mengatakan bahwa pada kelinci secara umum mencapai

kematangan seksual pada usia 1 tahun. Shan et al. (1997), menyatakan bahwa
22

androgen memberikan efeknya pada proses spermatogenesis. Menurut Gonzales et

al. (2012), hormon androgen dan reseptornya AR telah terbukti berperan penting

dalam spermatogenesis normal dan fertilitas pada mamalia jantan. Selanjutnya

dinyatakan bahwa testosteron bertanggung jawab dalam menginduksi meiosis,

perkembangan postmeiosis dan menghambat apoptosis sel-sel germinal tubulus

seminiferus. Hormon testosteron diproduksi oleh sel Leydig pada jaringan interstisial

testis dan berikatan dengan transkripsi gen modulasi AR pada sel Leydig, sel

peritubular myoid, dan sel- sel germinal.

Ekspresi AR pada sel-sel endotel buluh darah pada jaringan intertisial testis

pada ketiga kelompok umur kelinci (K2, K3, dan K4) terdeteksi dengan ekspresi

yang lemah dan tidak terekspresi pada kelinci umur 2 bulan (K1). Hal ini

menunjukkan bahwa peran hormon androgen (testosteron) pada buluh darah lebih

kecil dibandingkan pada bagian lainnya yang mengandung AR. Bergh dan Damber,

(1992) mengemukakan bahwa testosteron yang merupakan androgen utama memiliki

efek langsung kepada pembuluh darah tepatnya di bagian sel-sel endotel dan lapisan

otot polos aorta. Pembuluh darah bertugas dalam mengirimkan sinyal androgen,

mengatur fungsi sel leydig dan bekerja pada aliran darah mikrovaskuler ( Welsh et

al., 2010).

Ekspresi AR pada sel myoid peritubular yang terletak di membran basal

tubulus seminiferous testis pada semua kelompok umur kecuali kelinci umur 2 bulan

tereskpresi dengan intensitas sedang. Tidak adanya ekspresi AR pada sel myoid

peritubular testis kelinci umur 2 bulan mengindikasikan bahwa proses pembentukan

spermatozoa belum terjadi. Maekawa et al. (1996) mengungkapkan bahwa sel myoid
23

peritubular mengandung AR dan berperan dalam regulasi spermatogenesis,

pemrosesan retinol dan menyediakan integritas struktur tubulus seminiferus.

Ekspresi AR pada sel myoid peritubular yang terletak di membran basal

tubulus seminiferous testis pada semua kelompok umur kecuali kelinci umur 2 bulan

tereskpresi dengan intensitas sedang. Tidak adanya ekspresi AR pada sel myoid

peritubular testis kelinci umur 2 bulan mengindikasikan bahwa proses pembentukan

spermatozoa belum terjadi. Maekawa et al. (1996) mengungkapkan bahwa sel myoid

peritubular mengandung AR dan berperan dalam regulasi spermatogenesis,

pemrosesan retinol dan menyediakan integritas struktur tubulus seminiferus.

Ekspresi AR pada jaringan ikat yang terletak di jaringan interstisial testis

pada semua kelompok umur terekspresi dengan lemah bahkan tidak ditemukan pada

kelinci umur 2 bulan. Hal ini dikarenakan komponen jaringan ikat yang mengandung

sel-sel fibroblast masih dalam tahap perkembangan pada kelinci umur 2 bulan. Jiang

et al. (2013) menyatakan bahwa fibroblast berproliferasi dari sel mesenkimal dan

memiliki peran dalam kontribusi pembentukan komponen interstitial testis.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diamati perkembangan sebaran dan

ekspresi AR pada jaringan testis kelinci. Perkembangan AR tersebut

mengindikasikan onset kerja dari hormon androgen pada jaringan testis. Smith dan

Walker (2014) melaporkan androgen utama yang terdapat didalam jaringan testis

yang berfungsi mengatur spermatogenesis adalah testosteron. Testosteron diproduksi

oleh sel Leydig sebagai respons terhadap stimulasi luteinizing hormone (LH) dan

bertindak sebagai faktor parakrin yang berdifusi ke dalam tubulus seminiferus. Efek

androgen tersebut dimediasi oleh AR yang terlokalisasi di nukleus dan sitoplasma.


24

Selain itu, testosteron juga berinteraksi dengan AR yang diekspresikan di dalam sel

Leydig, sel peritubular myiod, otot polos buluh darah (arteriol) dan sel-sel endotel

buluh darah.
PENUTUP

Kesimpulan

Sebaran dan ekspresi AR ditemukan dengan ekspresi kuat pada jaringan testis

kelinci umur 1 tahun yang mengindikasikan peran hormon androgen dalam puncak

spermatogenesis dan produksi spermatozoa.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan sebaran dan ekspresi

AR dengan konsentrasi hormon androgen pada kelinci lokal dengan umur berbeda.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abadjieva, D., Grigorova, S. V. and Petkova, M. (2016). Testicular morphometry


and histology of rabbit bucks supplemented with iodine in drinking
water. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances, 11(8), 491-
497.
Apsari, I. A. P., Winaya, I. B. O., Nindhia, T. S. dan Swacita, I. B. N. (2017).
Pelacakan ekspresi antigen toxoplasma gondii secara Imuno (sito)
histokimia. Jurnal Veteriner Desember, 18(4), 535-540.
Adi, A. A. M. (2013). Teknik Imunostaining. Panduan Praktikum Histopatologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Bilińska, B., Hejmej, A., Pawlak, M., Sadowska, J. and Tischner, M. (2004).
Immunoexpression of androgen receptors in testes of immature and
mature stallions. Equine veterinary journal, 36(6), 539-543.
Bergh, A.,and Amberg, J. E. (1992). Immunohistochemical demonstration of
androgen receptors on testicular blood vessels. International journal of
andrology, 15(5), 425-434.
Bhanmeechao, C., Srisuwatanasagul, S., Prapaiwan, N. dan Ponglowhapan, S.
(2018). Reproductive aging in male dogs: the epididymal sperm defects
and expression of androgen receptor in reproductive tissues.
Theriogenology, 108, 74-80.
Dabbs, D. J. (2019). Diagnostic Immunohistochemistry: Theranostic and Genomic
Applications. Fifth edition. Elsevier, China.
Davey, R.A. and Grossmann, M. (2016). Androgen receptor structure, function
and biologi: from bench to beside. Clinical Biochemistry Review, 37(1)
2016.
Dillasamola, D. (2001). Infertilitas: Kumpulan Jurnal mengenai Infertilitas.
LLPM-Universitas Andalas, Padang.
Dutta, S., and Sengupta, P. (2018). Rabbits and men: relating their ages. Journal
of basic and clinical physiology and pharmacology, 29(5), 427-435.
Eacker, S. M., Shima, J. E., Connolly, C. M., Sharma, M., Holdcraft, R. W.,
Griswold, M. D. and Braun, R. E. (2007). Transcriptional profiling of
androgen receptor (AR) mutants suggests instructive and permissive
roles of AR signaling in germ cell development. Molecular
Endocrinology, 21(4), 895-907.
González, C. R., Isla, M. L. M., Leopardo, N. P., Willis, M. A., Dorfman, V. B.,
and Vitullo, A. D. (2012). Expression of androgen receptor, estrogen
receptors alpha and beta and aromatase in the fetal, perinatal, prepubertal
and adult testes of the South American plains Vizcacha, Lagostomus
maximus (Mammalia, Rodentia). Journal of Reproduction and
Development.
Goyal, H. O., Bartol, F. F., Wiley, A. A., Khalil, M. K., Chiu, J. and Vig, M. M.
(1997). Immunolocalization of androgen receptor and estrogen receptor
in the developing testis and excurrent ducts of goats. The Anatomical
Record: An Official Publication of the American Association of
Anatomists, 249(1), 54-62.

26
27

Hess, R. A. and Moore, B. J. (1993). Histological methods for evaluation of the


testis. Methods in toxicology, 3(A), 86-94.
Hsu, S. M., Raine, L. and Fanger, H. X. (1981). Use of avidin-biotin-peroxidase
complex (ABC) in immunoperoxidase techniques: a comparison between
ABC and unlabeled antibody (PAP) procedures. Journal of
Histochemistry & Cytochemistry, 29(4), 577-580.
Ismaya. (2014). Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Jan, S. Z., Hamer, G., Repping, S., de Rooij, D. G., van Pelt, A. M. and Vormer,
T. L. (2012). Molecular control of rodent spermatogenesis. Biochimica et
Biophysica Acta (BBA)-Molecular Basis of Disease, 1822(12), 1838-
1850.
Jiang, X., Skibba, M., Zhang, C., Tan, Y., Xin, Y., and Qu, Y. (2013). The roles
of fibroblast growth factors in the testicular development and tumor.
Journal of diabetes research, 2013.
Johnson, L., Varner, D.D., Roberts, M.E., Smith, T.L., Keillor, G.E. and
Sctruchfield, W.L. (2000). Eficiency of spermatogenesis: a comparative
approach. Animal Reproduction Science, 60-61: 471-480.
Ivell, R., Wade, J. D., and Anand-Ivell, R. (2013). INSL3 as a biomarker of
Leydig cell functionality. Biology of reproduction, 88(6), 147-1.
Li, T., Wang, X., Zhang, H., Chen, Z., Zhao, X. and Ma, Y. (2019).
Histomorphological comparisons and expression patterns of boll gene in
sheep testes at different development stages. Animals, 9(3), 105.
Kiernan, J. A. (1999). Histological and histochemical methods: theory and
practice. Shock, 12(6), 479.
Maekawa, M., Kamimura, K., & Nagano, T. (1996). Peritubular myoid cells in the
testis: their structure and function. Archives of histology and cytology,
59(1), 1-13.
Morton, D. (1988). The use of rabbits in male reproductive toxicology.
Environmental Health Perspectives, 77, 5-9.
Nugroho, R.A. (2016). Dasar-Dasar Endokrinologi. Mulawarman University
Press, Samarinda.
Onuoha, C. H. (2020). Reproductive Physiology of Male Rabbits: A Key Factor in
Buck Selection for Breeding (Paper Review). Advances in Reproductive
Sciences, 8(2), 97-112.
Phadmacanty, N.L.P.R., Nugraha, R.T.P. dan Wirdatet. (2013). Organ reproduksi
jantan sulawesi giant rat (paruromys dominator). Jurnal Sain Veteriner,
31(1):100-109.
Rahayu, Y. dan Auerkari, E. (2004). Teknik Imunohistokimia Sebagai Pendeteksi
Antigen Spesifik Penyakit Infeksi. Journal of Dentistry Indonesia, 11(2),
76-82.
Rinanto, A. U., Kustanti, N. O. A. dan Widigdyo, A. (2018). Pengaruh
penggunaan tepung daun belimbing manus (averrhoa carambola L.)
sebagai substitusi pakan kelinci terhadap performa kelinci hyla hycole.
AVES: Jurnal Ilmu Peternakan, 12(1), 9-20.
28

Shan, L. X., Bardin, C. W., and Hardy, M. P. (1997). Immunohistochemical


analysis of androgen effects on androgen receptor expression in
developing Leydig and Sertoli cells. Endocrinology, 138(3), 1259-1266.
Smith, L. B., and Walker, W. H. (2014). The regulation of spermatogenesis by
androgens. In Seminars in cell & developmental biology (Vol. 30, pp. 2-
13). Academic Press.
Stafstorm, C.E. (2007). Neurobiological mechanism of developmental epilepsy:
translating experimental findings into clinical application. Seminars in
Pediatric Neurology, 14:164-172.
Susilawati, T. (2011). Spermatozoatology, Universitas Brawijaya Prees, Malang.
Yatim, W. (1987). Biologi Modern, Pengantar Biologi. Tarsito, Bandung.
Swierstra, E. E. and Foote, R. H. (1965). Duration of spermatogenesis and
spermatozoan transport in the rabbit based on cytological changes, DNA
synthesis and labeling with tritiated thymidine. American Journal of
Anatomy, 116(2), 401-411.
Wahyuni, S., Gholib, G., Adnyane, I., Agil, M., Hamny, H., Agungpriyono, S.
and Yusuf, T. L. (2018). Characterization of seminiferous epithelium
stages in the wild javan muntjac (Muntiacus muntjak muntjak) using the
tubular morphology method. Veterinary medicine international, 1-8.
Wang, R. S., Yeh, S., Tzeng, C. R. and Chang, C. (2009). Androgen receptor roles
in spermatogenesis and fertility: lessons from testicular cell-specific
androgen receptor knockout mice. Endocrine reviews, 30(2), 119-132.
Welsh, M., Sharpe, R. M., Moffat, L., Atanassova, N., Saunders, P. T., Kilter, S., .
and Smith, L. B. (2010). Androgen action via testicular arteriole smooth
muscle cells is important for Leydig cell function, vasomotion and
testicular fluid dynamics. PLoS One, 5(10), e13632.
Wirata, I. K., Berata, I. K. dan Puja, I. K. (2014). Sensitifitas dan Spesifisitas
Teknik Imunohistokimia Rabies. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan,
2(1), 49-59.
Zhou, Q., Nie, R., Prins, G. S., Saunders, P. T., Katzenellenbogen, B. S. and Hess,
R. A. (2002). Localization of androgen and estrogen receptors in adult
male mouse reproductive tract. Journal of andrology, 23(6), 870-881.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Statistik

Kruskal-Wallis Test

29
30

Mann-Whitney Test
31
32

Lampiran 2. Bagan alur penelitian

Sampel Testis di dalam NBF


(Fiksasi)

Dehidrasi (Alkohol konsentrasi


Stoping point (Alkohol 70%) bertingkat)

Pembuatan Preparat Histologi


Clearing (Xylol)

Proses Pewarnaan
Imunohistokimia
Infiltrasi Jaringan
(Parafininfiltrasi)

Pengamatan sebaran AR dan


Intensitas warna AR

Embedding (Parafin Blok)


Hasil

Kesimpulan Sectioning
33

Lampiran 3. Dokumentasi penelitian

Pembuatan preparat histologi

Proses deparafinisasi dan rehidrasi


34

Pewarnaan IHK Pewarnaan IHK Proses rehidrasi dan clearing

Pengamatan hasil
34

Lampiran 4. Prosedur pembuatan preparat histologi mengacu pada metode


Kiernan (1990)

I. Fiksasi
II. Stoping Point
III. Dehidrasi
Alkohol 70% 2 jam
Alkohol 80% 2 jam
Alkohol 90% 2 jam
Alkohol 95% 2 jam
Alkohol absolut I 2 jam
Alkohol absolut II 2 jam
IV. Clearing
Xylol I 2 jam
Xylol II 2 jam
Xylol III 2 jam
V. Infiltrasi
Parafin I 30 menit
Parafin II 30 menit
Parafin III 30 menit
VI. Embedding
VII. Sectioning
35

Lampiran 5. Prosedur pewarnaan imunohistokimia pada testis kelinci local


dengan metode ABC.

I. Deparafinisasi
Xylol I 5 menit
Xylol II 3 menit
Xylol III 3 menit
II. Rehidrasi
Alkohol absolut I 5 menit
Alkohol absolut II 3 menit
Alkohol 95% 3 menit
Alkohol 90% 3 menit
Alkohol 80% 3 menit
Alkohol 70% 3 menit
III. Air mengalir 10 menit
IV. Aquadest 5 menit
V. H2O2 3% 15 menit
VI. PBS 5 menit
VII. Protein Block (blocking endogenous peroxidase) 15 menit
VIII. PBS 2x 2 menit
IX. antibodi primer (antibodi reseptor androgen) 75 menit
X. PBS 2 menit
XI. biotinylated goat anti-polyvalent 25 menit
XII. PBS 2 menit
XIII. streptavidin peroxidase 5 menit
XIV. PBS 2 menit
XV. DAB 1 menit
XVI. Aquadest 10 menit
XVII. Proses counterstain dengan mayer’s hematoksilin 10 menit
XVIII. Air mengalir 3 x celup
XIX. Aquadest 5 menit
XX. Dehidrasi
Alkohol 70% 3 menit
Alkohol 80% 3 menit
Alkohol 90% 3 menit
Alkohol 95% 3 menit
Alkohol absolut I 3 menit
Alkohol absolut II 3 menit
Alkohol absolut III 3 menit
36

BIODATA MAHASISWA

I. DATA PRIBADI

1. Nama : Muhammad Haiqal


2. Alamat : Jl. Kajhu dsn lamsenong pola keumala blok
I no. 104
3. Nomor Telepon / HP : 081260863811
4. Email : muhammadhaiqal0815@gmail.com
5. Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Februari 2001
7. Agama : Islam
8. Nama Ayah : Ansar Yahya, ST
Nama Ibu : Deliana, ST
9. Alamat Tetap OrangTua : Jln Garu VII no. 5E Medan

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

No. Tingkatan Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Lulus


37

1. SD/MI MIS Islamiyah 2006 2012


Guppi Medan
2. SMP/MTs MTS Islamiyah 2012 2015
Guppi Medan
3. SMA/Aliyah SMAN 13 Medan 2015 2018
4. Perguruan Fakultas 2018 Sekarang
Tinggi Kedokteran Hewan
Universitas Syiah
Kuala (USK)

III. SEMINAR DAN PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI SELAMA


PENDIDIKAN

No. Tahun dan Lama


Nama Kegiatan Tempat Pelaksanaan
Waktu Kegiatan
1. Peserta Orientasi Sistem UPT Teknologi 2018 (1 Hari)
Infromatika Kampus Informasi Dan
(OSIMPUS) Komunikasi
Universitas Syiah
Kuala
2. Peserta Pembinaan Akademik AAC Dayan Dawood 2018 (5 Hari)
dan Karakter Mahasiswa Baru
(PAKARMARU)
3. Peserta PAKARMARU FKH USK 2018 (2 Hari)
Lanjutan Tingkat Fakultas
Pembinaan Akademik dan
Karakter Mahasiswa Baru
4. Peserta Program Pendamping FKH USK 2018 (1 Tahun)
Matakuliah Agama Islam
(PPAI) UP3AI Universitas
Syiah Kuala
5. Peserta Seminar Nasional Ada FKH USK 2018 (1 Hari)
“Apa Apa Dengan Kuda
(AADK) 3” Oleh UKM
HIMPHARSIA
38

6. Peserta Seminar Nasional FMIPA USK 2018 (1 Hari)


“INFEST 2018 Informatics
Nasional Infest 2018”

7. Peserta Seminar Internasional UIN AR-RANIRY 2018 (1 Hari)


dan Talkshow “Creativepreneur
and Motivation”

8. Peserta Seminar Nasional dan FKH USK 2018 (1 Hari)


Fieldtrip “Poultry 1.0” Oleh
UKM-Himpunan Mahasiswa
Pecinta Unggas

9. Peserta Seminar Dasa Tata FKH USK 2018 (1 Hari)


Laksana Tranfusi Darah dengan
Tema “Animal Transfusion Can
Save Their Live” Oleh UKM-
MIPROHEKSA
10. Seminar Internasional “Mentar Pelataran Masjid 2018 (1 Hari)
Health Through Global Jami’ USK
Perspective
11. Peserta Seminar dan Talkshow AAC Dayan Dawood 2019 (1 Hari)
Internasional “Sukses Semuda
Mungkin, Bangun Mental,
Karakter, dan Keuangan Jatuh
Karena Manusia, Bangkit
Karena ALLAH”
12. Peserta Pengabdian Masyarakat Banda Aceh 2019 (3 Hari)
Monitoring dan Pemeriksaan
Hewan Qurban

13. Peserta Lomba Poster Nasional FKH USK 2019 (1 Hari)


“World Rabies Day” Oleh
UKM-MIPROHEKSA
39

14. Peserta Unsyiah Games Gelanggang USK 2019 (1 Hari)

15. Seminar Internasional “Mental Daring (via zoom) 2020 (1 Hari)


Health Through Global
Perspective”
16. Peserta Webinar Internasional Daring (via zoom) 2020(1 Hari)
“Menjadi Pemuda Milenial
Berkarya, Berprestasi dan Cinta
Al-Qur’an”
17. Peserta Seminar Nasional Daring (Via Zoom) 2020 (1 Hari)
Online bertema “Belajar Online
Sampai Kapan?”

18. Peserta Magang di Sentosa Medan 2020 (2 Minggu)


Animal Clinic

19. Peserta Magang di Praktek Medan 2020 (2 Minggu)


Dokter Hewan Johor drh. Nicco
Satria Pohan
20. Peserta Kegiatan Psikoedukasi Daring (Via Zoom) 2020 (1 Hari)
Online Gangguan Mood dengan
Tema “Apa Itu Bipolar
Disorder?”
21. Peserta Magang IMAKAHI di Depok 2021 (13 Hari)
Rahiyan Pet and Care
Sawangan

23 Peserta Magang IMAKAHI di Pamulang 2021 (13 Hari)


Pamulang Stable
40

24. Pengabdian Masyarakat FKH Aceh Besar 2021 (1 Hari)


USK di Kemukiman Ie Alang,
Kuta Cot Glie, Aceh Besar
“Inovasi dan Sinergi
Mendukung Kesehatan Ternak
Masyarakat di Masa Pandemi”

IV.PENGALAMAN ORGANISASI/ PANITIA/ACARA

Tahun dan Lama


No Posisi Dalam Waktu
Nama Organisasi
Organisasi Keterlibatan
1. UKM HiMPHarsia Anggota Divisi 2019- 2021
FKH USK Infokom
2. LDK FOSMA Anggota Divisi Sirat 2019-2020

3. BEM FKH USK Anggota Divisi Hual 2020-2021

4. Pengabdian Masyarakat Anggota Divisi Hual 2019 (4 Hari)


Supervisi Pemeriksaan
dan Penyembelihan
Hewan Qurban 1440 H/
2019 M
5. Talkshow Workshop Anggota Divisi 2019 (1 Hari)
dan Fieldtrip World Infokom
Milk Day
41

6. Pengabdian Kepada Ketua Divisi 2021(1 Bulan)


Masyarakat Fakultas Transportasi
Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
di Kemukiman ie Alang,
Kecamatan Cot Glie,
Kabupaten Aceh Bersar

7. Laboratorium Anatomi Asisten 2021- Sekarang


Veteriner Laboratorium

V. RIWAYAT PENULISAN KARYA ILMIAH DAN PUBLIKASI


(BUKAN JUDULSKRIPSI)

Nama Jurnal/Media Nomor/Volume


JudulArtikel
Publikasi danTahun
1. - - -

VI. PENGHARGAAN YANG DIPEROLEH SELAMA MENGIKUTI


PENDIDIKANDI FKH UNSYIAH

Nama Penghargaan Instansi Pemberi Tempat dan Tahun

1. - - -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah

benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Demikian biodata ini

saya buat dengan sebenarnya sebagai kelengkapan penulisan skripsi saya.

Banda Aceh, 20 Juni 2022


Yang Membuat,

Muhammad Haiqal

Anda mungkin juga menyukai