Anda di halaman 1dari 1

SAJAK & KISAH

4 MINGGU, 30 JANUARI 2022 R U B R I K I N I K E R JA S A M A D E N G A N


K A NTO R B A H A S A P R OV I N S I K A L I M A NTA N T I M U R
http:\\kantorbahasakaltim.kemdikbud.go.id

Dikte-Dikte
Oleh: Nelly Agustina Boru Harahap
HIDUP di banyak analogi tidak pernah rumah.
usai. tapi mengapa hanya kesunyian yang
Semua merasa, harusnya begitu. hadir?
Kenapa aku merasa tidak.
Dikte setiap hari bukan hanya persoalan Mungkin masih terlalu pagi, atau
menulis, tapi juga berpakaian, sikap, memang kau
bertutur bahkan tidur. tak dapat tidur T E N T A N G P E N U L I S
semalam.
Aku lihat perbedaan kita hanya pada Menyusuri
kepala, dada, dan paha. kebahagiaan
Tapi mengapa seluruh hidupku juga dalam fana.
berbeda? Memejam mata
Aku sering sekali mendengar, “tidak hanya formalitas.
boleh, tidak sopan, tidak pantas.” Padahal kau tak
Tapi beda denganmu, mereka malah kunjung terlelap.
berkata dengan senyum dan bangga, Selalu merasa
“wajarlah, memang sepatutnya begitu.” takut.

Bukankah kita dari ibu yang sama yang Takut ini, takut NELLY AGUSTINA BORU
setiap hari mendikteku? itu, takut kalau HARAHAP
Ayah kita juga sama, tapi kenapa Ayah ini bukanlah Mahasiswa Psikologi Universitas
hanya diam dan membenarkan dikte- mimpi. Mulawarman. Aktif bicara persoalan
dikte tak masuk akal itu? Ini memang perempuan. Penulis buku antologi
bukan mimpi puisi “Sore Sendu”
O, mungkin ini fatamorgana yang terus karena terasa
didengungkan banyak orang itu, soal sangat nyata,
pembebasan, soal kematian dan soal aku tersedak dan tak mampu bernapas
penindasan yang tidak pernah usai. dengan baik.
Tempat tidur bagai duri yang sakitnya
Harusnya ini tempat teraman bukan? tak kurasa lagi.
Mengapa setiap bangun pagi yang aku Tawa hanya formalitas, tak ada yang tau
rasakan hanya kesedihan. bahwa aku hanya berpura-pura hidup
Orang-orang senang menyebutnya setiap hari.

“PLANG” Oleh; Sriningsih Hutomo


Sore itu, rasaku untuk menetap di Made Mulya Desa Kayen, rumah ke dua Santi. mengingat kejadian itu.
Lamongan. Itu saya ceritakan Sebab, hampir setiap pulang ”Mengajakmu ke sawah saja
bercelaru dan tak padanya, untuk mendapatkan sekolah Santi menyusul ibu dan sudah sebuah kesalahan. Ditam-
mampu untuk maaf darinya karena sama bapaknya ke sana. bah lagi ayahmu pasti memar-
sekali belum pernah menyam- Terlihat sawah setelah dita- ahimu.”
mengungkapkan banginya sejak itu. Karena aku nami jagung dan akan berganti Kami tertawa. Tertawa dan
apakah sebenarnya melanjutkan SMA di Bontang dengan padi. Bongkahan pohon tertawa seakan-akan kami
dan kuliah di Jakarta. jagung yang telah layu dan kembali pada masa itu. Sebuah
maksud ”Jadi, apa yang membawamu hampir menyatu dengan tanah kejadian yang akhirnya menjadi
kedatanganku. kemari?” yang gembur, sehingga terlihat pengingat, betapa hal itu adalah
”Sawah.” lapang. Namun, beberapa sawah pengikat persahabatan kami
Perempuan berparas ”Bohong! Tidak perlu di sekitarnya masih terlihat hi- berdua.
manis, pipinya menunggu 15 tahun sete- jau kekuningan dari kejauhan. Kedua orangtuanya kini sudah
lah keluargamu kembali dan Ayahnya sibuk memasang meninggal. Masalah berat kini
sedikit tirus dan menetap 15 kilometer saja bubu di aliran sungai yang menjeratnya. Sertifikat rumah
berkulit sawo dari sini, hanya untuk melihat memisahkan jalan dengan dan tanah peninggalan orang-
sawah.” sawah mereka. Walaupun tuanya justru tergadaikan di
matang, dengan Aku tersenyum. Terjadi ha- terlihat tergesa-gesa, ternyata bank oleh suaminya.
sigap membukakan nya sebentar kecanggungan di dalam sekejap, ayahnya mam- ”Ulahnya tidak ada habisnya,
antara kami sebelum beberapa pu menangkap beberapa belut. dan tak tahu di mana ke-
pintu untukku, obrolan meluncur bertubi-tubi Satu belut besar ia perlihatkan beradaannya sekarang. Anaknya
ekspresi takjub bagai peluru. kepada kami. saja tidak diurusnya.”
Bertemu dengannya, “San, ayo siap-siap pulang, ”Kamu tahu, rumah dan
begitu mengenali mengingatkan kembali pada belutnya sudah dapat.” tanah yang tidak seberapa luas
aku. Pastinya pengalaman kami dahulu. Santi menyahut tanpa me- ini adalah milik kami pa-
dia kaget karena Pengalaman yang menjadikan nengok ke arah ayahnya, hanya ling berharga. Sawah-sawah
dia, selalu lekat di ingatanku. menjawab sekenanya dan terus orangtuaku yang hanya be-
sama sekali tidak Tentunya dia mengingatnya melanjutkan lari. Dia tampak berapa petak saja telah habis
menyangka akan pula, bahkan saya yakin rasa tenang-tenang saja walaupun dijualnya, dihabiskannya untuk
yang dia simpan tentangku tak memakai alas kaki. Aku pun berjudi di desa sebelah. Kalau
kedatanganku yang lebih besar impresinya dari pa- terhanyut mengikutinya tanpa tidak demi Linggar, aku tak sudi
tiba-tiba. daku. Karena sebagai seorang sadar melepas sandal jepitku di bersama dia.”
sahabat, dia jelas jauh lebih pematang sawah. ”Kami akan bertahan melalui
baik dan tulus dari pada aku. Dan beberapa saat kemudian, semua ini,” katanya tersenyum
DENGAN keramahannya, Malam itu aku berada di sini, teriakanku mengagetkan mere- saat melepasku setelah hari be-
dipersilakannya aku masuk. melihatnya belajar. Dengan memasang bubu di ganti baju?” tanyaku ka berdua. ranjak magrib. Ada kesungguh-
Tanpa ragu-ragu dia menjabat lampu teplok yang menjadi aliran sungai. Bubu dengan heran. Jawa- “Kakiku digigit kelabang.” an dalam suaranya. Demi anak
tanganku dengan sangat erat, penerang ruangan diletakkan adalah alat tangkap bannya singkat. “Besok Santi berlari menghampiriku. semata wayangnya, Linggar,
kemudian mempersilakan di atas meja kayu ruang tamu, ikan yang terbuat dari kan libur, sekalian Terlihat wajah khawatir. Ayahn- yang masih kelas 6 SD.
duduk. hampir mendekat dengan bambu yang dianyam kotor.” Dan ia langsung ya segera menggendongku ke Sepanjang perjalanan pulang,
Dia pun lalu turut duduk, wajahnya jika dia menunduk dan berbentuk bulat memimpin untuk be- lalu berlari menenangkanku pikiranku tidak pernah lepas
tapi pandangannya justru untuk menulis. Di atas amben, panjang. rangkat. yang terus menangis. Napasnya dari sahabatku itu. Aku mera-
diarahkan ke luar jendela, pada ayahnya dengan santai melint- Dari hasil pasang Waktu itu Sabtu, dan terdengar seperti sangat kele- sa sedih sebagai sahabatnya.
pohon-pohon jagung yang ing tembakau yang dibungkus bubu keluarga mereka seragam pramuka yang lahan dan terengah-engah. Belum pernah aku sesedih ini
berderet di kanan rumahnya. daun jagung kering. Ibunya, menikmati dikenakann- Petang yang aku bayangkan dan aku belum dapat membalas
Aku paham, kejutan ini pasti- melipat baju dengan rapi untuk aneka ikan. T E N T A N G P E N U L I S ya sejak pagi akan menyenangkan justru kebaikannya, hatiku tergerak,
lah membuat hatinya diliputi dibawa ke lemari tanpa ter- Selain me- masih dipakai berubah menjadi kesakitan yang timbul rasa sayang yang tiba-ti-
keharuan yang tidak bisa di- lebih dahulu disetrika. Ibunya masang bubu, SRININGSIH HUTOMO seharian di luar biasa. Sampai di rumah, ibu ba mendekatiku.
ungkapkan dengan kata-kata. seorang perempuan desa yang kegiatan ma- Mahasiswa Magister Pendidikan rumah. Aku Santi segera mengolesi bal- Kebaikan mereka terhadap-
Mungkin dia butuh pengalihan sederhana dan ramah. lam ke sawah Bahasa dan Sastra Indonesia tahu ketika sem, obat serbaguna yang biasa ku kala itu, sungguh membuat
sejenak untuk menata kembali Kala itu, percakapan-per- adalah untuk Universitas Mulawarman Samarinda, diperkenan- mereka gunakan setelah digigit pedih rasaku. Menjaga dan
perasaannya dan untuk memu- cakapan ringan saya nikmati menangkap guru SMA 3 Bontang. kan salat di kelabang. “Untuk mengura- bertanggung jawab terhadapku
lai perbincangan kami yang tak bersama keluarganya. Hal itu belut. Saking kamarnya. Ia ngi bengkak dan sakit,” tutur layaknya saudara lelaki baginya.
diduga olehnya sore itu. yang membuat perasaan saya banyaknya memang tidak ibunya. Kebaikan mereka tulus tanpa
Santi adalah sahabatku semakin dekat dengan kesa- belut yang didapat, sam- memiliki banyak pakaian hingga Aku langsung dibawa ayah pamrih.
semasa kecil kala masih SD, hajaan hidup mereka. Petani pai-sampai dibuat keripik yang seragam sekolah biasa dipakai tepat setelah magrib. Dan seper- Mataku tertuju pada tum-
ketika aku masih tinggal di tulen, dengan menanam padi, sore itu disuguhkan kepadaku. kapan saja. tinya ayah sempat sedikit marah pukan berkas di meja kerjaku.
sebuah kecamatan di daerah jagung, dan kedelai di musim Aku langsung menyatakan Kamarnya sangat sederha- kepada mereka karena membi- Salah satu berkas yang tak bisa
Lamongan, Jawa Timur, yang yang berbeda. Dan rumahnya ikut, tapi dia keberatan. Karena na hanya ada satu lemari tua arkanku ikut ke sawah. Setelah kulepas sejak 15 menit yang lalu
dikenal dengan sebutan Keca- pun berada di tengah-tengah setelah Magrib ayahku berjanji berwarna cokelat dengan kaca itu aku dilarikan ke puskesmas adalah salinan surat SP3 atas
matan Sugio. Sebuah kecama- area persawahan yang kala itu menjemputku. Sedikit mende- berbentuk elips vertikal dan tak jauh dari rumahku. kredit macet sahabatku itu. Dan
tan yang lumayan luas karena masih jarang terlihat rumah di sak, akhirnya aku pun diper- tempat tidur kayu berseprei Itulah masa indah SD kami sebentar lagi, aku mewakili bank
mencakup beberapa desa, salah kanan kirinya, kini telah ham- bolehkan ikut, padahal ayahku cokelat tua dan terlihat mbla- yang menyenangkan. Na- tempatku bekerja akan meng-
satunya yaitu Desa Kayen, pir penuh tersisa satu lahan sudah mewanti-wanti untuk dus, namun terasa teduh ketika mun setelah itu kami terpisah adakan penyitaan aset untuk
dekat tempat Santi tinggal. sawah di samping rumahnya. tidak pergi ke mana-mana. Tapi aku duduk di atasnya. Tidak ada sekolah, Santi tidak masuk di diamankan sebagai jaminan
Hampir 26 tahun lalu kami Sore itu kami sedang sore itu aku nekat ikut, mereka meja belajar di kamarnya karena sekolah negeri di kecamatan. kredit. Artinya tanah dan rumah
berpisah karena kepindahan menyelesaikan tugas kelom- pun tidak kuasa menolaknya. meja di ruang tamu adalah meja Dia melanjutkan ke Tsanawiyah Santi sebentar lagi akan menjadi
tugas ayahku mengharuskan pok. Dan selesai belajar, dia Keluar dari kamar, Santi serbaguna untuknya. terdekat dengan rumahnya. milik bank, dan akan dipasang
kami boyongan ke Bontang, menyuruh Aku pulang karena terlihat tak berganti baju hanya Kami berdua turun meny- ”Salah sendiri, mengapa plang pemberitahuan bahwa
Kaltim, dan kembali tiga bakda Asar ia hendak pergi ke menyegerakan salat Asar, aku usuri petak-petak sawah dan kamu lepas sandal jepitmu wak- rumah tersebut adalah milik
tahun terakhir ke Jawa Timur sawah dengan ayahnya untuk pun terkaget-kaget. ”Tidak berlarian ke sana kemari. Sawah tu itu,” ungkap dia selesai kami bank. (dwi/k8)

Anda mungkin juga menyukai