Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS CERITA PENDEK

“MANIHING TERSENYUM”

Oleh Kelompok 5
M.Afandi Nurr/26
Dika Abdika/8
Gavin Fairus A.Y/17
Dzulfiqar Syarif A/12
M.Abyan Hakim/25

KELAS 9C
MTsN 1 KOTA BLITAR
2023/2024
ANALISIS UNSUR CERPEN

A. Identitas

No, Identitas Uraian


1 Judul Manihing Tersenyum

2 Pengarang Bekti Yustiarti


3 Tahun Terbit 2 Januari 2014
4 Sumber 20.41
5 Identitas Pengarang -

B. ANALISIS UNSUR INTRINSIK


No Unsur Uraian
1 Tema Kisah Manihing
2 Alur Maju Mundur
a. Perkenalan (Abyan) Aku hanyalah seorang gadis yang tinggal di sebuah desa
yang ada di Lampung. Kegiatanku sehari-hari hanya
menenun di rumah karena itu memang sudah pekerjaan
turun temurun yang sudah diwariskan oleh nenek
moyang. Pendidikanku hanya sampai SMA karena
selain perguruan tinggi yang cukup jauh, orang tuapun
tak sanggup untuk membiayaiku ke perguruan tinggi
b. Komplikasi (Dika) “Kenapa Abak melarangku berhubungan dengan
Kaliman?”
“Karena kamu tak sederajat dengannya. Dia anak orang
terpandang dan berpendidikan tinggi, sementara kamu
hanya anak seorang petani dan hanya tamatan SMA.”
“Tapi, Bak. Cinta tidak mengenal derajat dan tingkat
pendidikan?”
“Tapi abak tetap tidak merestui, mau ditaruh di mana
muka Abak? Bagaimana pendapat orang, pasti semua
orang akan meremehkan kita.”
“Aku mohon Bak, aku sangat mencintai Kaliman.”
“Dengan apa kita akan menyiapkan sesan? Menjual
ladang? Lalu orang tuamu harus kerja di mana?
Nganggur? Mengahrap belas kasihan dari besan?”
Aku menyadari bahwa keluargaku memang hanya pas-
pasan secara materi. Pendapatan sehari-hari memang
hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Aku juga
masih ingat ketika aku masih sekolah. Abak sering
meminjam uang kepada tetangga untuk membayar SPP.
Kemudian beliau baru membayar ketika panen. Sering
itu dilakukan tak hanya untuk membayar SPP untuk
kebutuhan yang lain juga. Aku sedih, tapi aku juga tak
mau mengorbankan perasaanku.
c. Klimaks (Dzulfi) “Jadi kamu menerimaku jadi pacarmu?”
Aku hanya mengangguk, Kaliman memelukku erat.
Pasir putih, angin, dan lautlah yang menjadi saksi cinta
kita saat itu. Kami pulang bersama, Kaliman
mengantarkanku sampai rumah. Betapa indahnya hidup
ini. Sungguh aku sangat bahagia. Segala sesuatu yang
aku impikan kini telah menjadi kenyataan. Semua terasa
indah, sungguh indah. Kebahagiaan itu tiba-tiba sirna
ketika orang tuaku mengetahui bahwa aku berpacaran
dengan Kaliman. Orang tuaku melarang kami
berpacaran dengan alasan adat yang harus dijunjung
tinggi. Aku kecewa, sangat kecewa ketika mendengar
itu. Aku dan keluarga tinggal di Lampung Tengah,
setiap tempat memiliki adat yang berbeda begitu juga
dengan tempat tinggalku. Adat istiadat di Lampung
Tengah adalah masyarakat adat pepadun. Upacara adat
Lampung Tengah umumnya ditandai dengan adanya
bentuk perkawinan “jujur” dengan menurut garis
keturunan patrilineal yang ditandai dengan adanya
pemberian uang kepada pihak mempelai wanita untuk
menyiapkan “sesan” berupa alat-alat rumah tangga.
Sesan tersebut akan diserahkan kepada pihak laki-laki
pada saat upacara perkawinan berlangsung yang
sekaligus sebagai penyerahan mempelai wanita kepada
keluarga laki-laki. Dengan demikian secara hukum adat
maka putus pula hubungan secara adat antara mempelai
wanita dari keluarganya.
d. Penyelesaian Terlalu sakit menerima kenyataan ini. Sepertimya aku
(Gavin) tak sanggup lagi setiap hari mendengar ceramahan abak
dan amak. Aku ingin pergi. Sempat terpikir di benakku,
seandainya aku pergi merantau ke luar kota dan aku
melupakan Kaliman saja. Daripada aku menahan rindu
terus menerus seperti ini namun aku selalu dilarang oleh
orang tua. Namun, pikiran itu tiba-tiba kuurungkan
ketika aku mengingat jasa kedua orang tuaku yang telah
membesarkanku hingga aku menjadi seperti ini.
Setahun kemudian, aku menjadi orang yang lebih
berguna. Tak lagi memikirkan masalah pribadiku saja.
3 Latar/Setting (Bukti) …kutip penggalan cerpennya …
a. Tempat (Dika) Pasar: apabila dagangan ibu di pasar sudah laku,terlebih
maka iapun segera bergegas menyusul ayah ke ladang.
Sanggar: Sanggar kamipun mulai dikenal di kampung-
kampung lain.
Ladang: Sepulang dari pasar ibu pergi ke ladang.
Pantai: Semilir angin semakin menambah indahnya
pantai.
b. Waktu (Abyan) 1. Hari sudah malam, aku terasa lelah seharian
bermain di pantai.
2. Kulihat jam dinding sudah menunjuk angka 8.
c. Peristiwa/Suasana Sedih: Sedih rasanya, bagaimana jika teman-teman
(Dzulfi) nanti datang kesini, aku jawab apa? Apa aku pergi saja
dan tak perlu bilang Abak.
Bahagia: Betapa indahnya ciptaan-Mu. Sambil bermain
air serta pasir yang putih sesekali kami berteriak dan
berlari-larian saat ombak datang, dan menyapu rata
istana buatanku dari pasir putih.
Kecewa: Mengapa hati ini terasa kecewa saat aku tak
bisa melihatnya (kaliman).
4 Tokoh/Pelaku (Bukti) …kutip penggalan cerpennya …
a. Protagonis (Gavin) Abak: Abak sering meminjam uang kepada tetangga
untuk membayar SPP. Kemudian beliau baru membayar
ketika panen. Sering itu dilakukan tak hanya untuk
membayar SPP untuk kebutuhan yang lain juga.
Amak: ibuku menjual sayuran di pasar. Sayuran yang
kami jual adalah hasil dari kebun kami sendiri.
Manihing: Apabila masakan sudah matang, aku
langsung mengantarnya ke ladang karena ayah dan ibu
tidak pernah makan siang di rumah. Sesekali aku
membantu pekerjaan di ladang apabila sedang panen
atau ada pekerjaan yang harus cepat diselesaikan.
Begitulah kegiatanku sehari-hari.
Teman-teman Manihing: “Mereka teman-teman
Manihing, sebenarnya mereka baik Bak.”
Kaliman: Setelah acara selesai Kaliman mendekati dan
menyalamiku. “Selamat ya, tariannya bagus. Kamu juga
cantik sekali hari ini.” “Terima kasih, itu juga berkat
ayah kamu yang berinisiatif mendirikan sanggar di
kampung kita.” “Kamu pulang bareng siapa?” “Aku
pulang dengan rombongan.” “Sebenarnya aku ingin
mengajak kamu pulang bareng. Apa kamu bawa ganti.”
Aku mengangguk. “Kalau begitu biar aku bilang ke
rombongan kalau kamu bareng aku.” Segara aku
berganti pakaian tari dengan kaos santai. Aku
diboncengkan Kaliman dengan menggunakan motor
vespa.
b. Antagonis (Abyan) Manihing: “Kenapa kau dari tadi mondar-mandir?
Lirak lirik jam?” “Begini Bak, hari ini aku diajak teman-
teman berwisata ke pantai” “Dengan anak-anak
berandalan itu?” “Mereka tidak berandalan Bak.”
“Mereka teman-teman Manihing, sebenarnya mereka
baik Bak.” “Sudahlah tinggal di rumah, kau tak tahu
Abakmu sedang sakit, kau malah pergi.” Sedih rasanya,
bagaimana jika teman-teman nanti datang kesini, aku
jawab apa? Apa aku pergi saja dan tak perlu bilang
Abak.
c. Utama (Dika) Manihing
d. Tambahan/Figuran Teman-teman Manihing

Anda mungkin juga menyukai