i
Nur Aisyah
Daftar isi
Kata pengantar.................................................................i
Daftar isi..........................................................................ii
Masa anak-anak sampai
remaja........................................1
Menjadi anak
yatim..........................................................1
Kehidupan di
Makassar..................................................15
Masa pengabdian...........................................................47
Menjadi
wartawan..........................................................47
Daftar pustaka................................................................52
Lampiran
I......................................................................53
Lampiran ll.....................................................................55
ii
iii
MASA ANAK-ANAK SAMPAI REMAJA
1
agak jauh dari rumah, ibuku cepat-cepat memanggilku
pulang.
2
mimpi dengan memberikan dongeng sebelum tidur atau
dengan menyanyikan lagu "nina hobo".
3
meski sebenarnya dengan pangkat sersan dua KNIL, ia
bisa memasukkan aku ke HIS negeri. Tetapi ternyata ia
memilih menyekolahkan aku ke Sekolah Dasar Budi
Utomo; sebuah sekolah swasta yang didirikan dan
diusahakan oleh perkumpulan Budi Utomo.
4
Konon, aku sering memberikan
pakaianku kepada seorang anak pengemis yang
telanjang bulat. Ketika ldul Fitri tiba, aku diberi
sejumlah besar uang untuk membeli petasan.
Tetapi yang dibelikan petasan hanya sedikit,
sebagian terbesar aku bagi-bagikannya kepada
fakir miskin yang sedang antri menunggu
pembagian beras zakat fitrah di luar tangsi.
5
Sejak menetap di Cimahi, aku mulai
menghadapi masa suram dan merasakan
goncangan-goncangan dahsyat yang hampir saja
memadamkan gairah hidupku karena kehilangan
kasih-sayang. Goncangan pertama dirasakan
tatkala kakak sulungku yang amat menyayangiku
setelah menikah dengan seorang bintara lndo -
Belanda bernama WM. Van Eldik, meninggalkan
rumah Warung Contong untuk mengikuti
suaminya. Namun kepedihan hatiku dapat
terlipur karena kakak sulungku yang sudah
berada di tempat yang jauh itu senantiasa
berkirim surat kepadaku dan kadang kala
mengirimkan uang untuk membeli alat-alat tulis.
6
kepada ayah-bunda dan adik-adiknya bahwa ia
baru saja melahirkan bayi laki-laki dengan
selamat, maka ibuku menjadi agak baik
kesehatannya. Mungkin karena rasa gembira
setelah memperoleh cucu yang pertama.
7
agar jangan melupakan para leluhur, jangan melupakan
Desa Somongari tempat asal usul para leluhur, jangan
melupakan dusun kelahiran ibunya, dan supaya anak
anaknya mewarisi nilai-nilai moral dan jiwa kesatria
nenek moyang mereka.
8
berjalan hilir-mudik di depan pintu kamar. Ia
melanjutkan langkahnya ke luar rumah terus menyusuri
jalanan.
9
jenazah. Saudara-saudara kandungku masih terisak-isak
duduk di tikar mengelilingi jenazah.
10
mengatakan sesuatu yang membuat gairah hidupku
padam.
"Anak-anakku ayah akan menikah lagi, kalian
akan memiliki ibu baru dan saudara baru.” kata ayahku
sambil menatap kami
11
sekali ketawa. Tekanan batinku menyebabkan
pertumbuhan badanku kurang wajar.
12
untuk ikut tinggal bersama. Ternyata kakak sulungku
yang meski telah berputra itu, kasih sayangnya terhadap
aku sedikit pun belum luntur.
13
Keyakinannya tidak sia-sia, Sebab setelah kakak
sulungku yang tercinta itu berunding dengan ayahanda,
akhirnya ia mendengar suara sang ayah memberikan
persetujuan kepada suami-istri van Eldik untuk
membawa ku ke Makassar.
Kehidupan Di Makassar
14
Pada bulan November 1914, keluarga Sersan
WM. van Eldik beserta aku tiba di dermaga pelabuhan
Tanjung Perak, Surabaya. Kami naik kapal Van Der
Wijk menuju Makassar. Seiring dengan gerak kapal
memecah ombak menuju lautan bebas, hatiku pun terasa
bebas dari tekanan batin. Kian jauh kapal meninggalkan
Pulau Jawa, kian tumbuh pula gairah hidupku.
15
Sejak dulu aku memang mengagumi kemerduan suara
dan kepandaian kakak sulungku menimang-nimang
Fredinand yang sudah mengantuk dengan bersenandung,
kakak iparku mengiringi dengan permainan biolanya.
16
kakak sulungku sedang berjalan-jalan di geladak kapal
pada suatu sore yang cerah, aku memberanikan diri
bertanya kepada kakak sulungku
17
Rupanya kakak sulungku segera
menyampaikan hasratku itu kepada suaminya,
karena sebelum kapal Van der Wijk memasuki
Pelabuhan Makassar, kakak iparku dengan
gembira menjanjikan kepadaku akan memberikan
pendidikan musik supaya kelak aku menjadi
pemain biola yang ulung.
18
Menjelang kapal Van Der Wijk
memasuki Pelabuhan Makassar, keluarga Van
Eldik dan keluargaku berdiri di geladak
menyaksikan Pelabuhan Makassar. Benteng Fort
Rotterdam yang hanya terletak kurang lebih
seratus meter dari pantai nampak anggun perkasa
seolah penjaga yang dari masa ke masa
senantiasa mengamati setiap kapal yang keluar
masuk Pelabuhan Makassar.
19
percobaan armada Voe yang hendak mendekati
Bandar Ujungpandang. Bandar yang terbentang
di hadapan Benteng Fort Rotterdam
dikembangkan hingga menjadi salah satu bandar
terbesar di kawasan Nusantara yang diberi nama
Makassar.
20
perumahan keluarga tentara. Di daerah Kees
itulah Servan Van Eldik Ihenempati salah satu
rumah dinas yang khusus disediakan untuk
golongan bintara bangsa Belanda atau lndo -
Belanda yang menjabat anggota staf komando
atau instruktur.
21
berangsur-angsur tumbuh kembali gairah
hidupku.
22
Tetapi agar lebih meyakinkan bahwa aku
adalah anak angkatnya, aku harus diberi nama
tambahan. Tentu saja nama tambahan itu harus
nama yang biasa dipakai oleh bangsa Eropa.
Dan van Eldik memilihkan nama
tambahan Rudolf untuk ku. Kemudian van Eldik
membicarakan gagasannya itu dengan mbak
Rukiyem. Meskipun istrinya dapat gagasan itu
namun ia minta agar masalah pemberian nama
tambahan tadi dibicarakan juga denganku. Pada
malam harinya, sesudah Fredinand tidur, kakak
dan iparku mengajak aku untuk berbincang-
bincang. Kepada adik ipar, van Eldik
mengemukakan hasratnya untuk memasukkan ku
ke sekolah Belanda (ELS). la menjelaskan bahwa
agar aku bisa diterima di sekolah Belanda itu, ia
akan mengaku aku sebagai anak angkatnya.
23
mempunyai nama baru. Nama lengkapnya
menjadi Wage Rudolf Supratman.” Ucap kakak
iparku
“Aku tertawa, Dari ibu saya diberi nama
Wage. Dari ayah, ditambah Supratman, dan
sekarang dari kakak Eldik, ditambah lagi dengan
Rudolf.” ucapku
"Ya namamu sekarang, Wage Rudolf
Supratman, Bagaimana?" sahut Van Eldik.
"Wage Rudolf Supratman, wah bagus
juga namamu sekarang "mbak Rukiyem menyela
"mbak Yem dan kak Eldik, terima kasih
sekali untuk pemberian nama yang begitu bagus.
Nama itu akan saya pakai untuk selama-lamanya.
Tetapi kak Eldik, itu tidak berarti bahwa saya
menjadi Belanda bukan?" jawab aku.
24
dikuburkan di Negeri Belanda yang belum
pernah ia lihat, tetapi dikuburkan di bumi Jawa,
tempat ia dilahirkan.
Selanjutnya van Eldik mengatakan bahwa
si Dede yang resminya bernama Fredinand van
Eldik itu juga Belanda hitam, sebab ibunya
adalah wanita Jawa asli. Rukiyem dan aku
serentak tertawa gembira mendengar ucapan van
Eldik itu. Untuk "merayakan" pemberian nama
baru itu, kakak ku dan van Eldik lalu
menyelenggarakan pertunjukan pada malam itu
juga.
25
Makassar dan mengenai nama baru ku Wage
Rudolf Supratman. Si Dede yang telah diberi
tahu oleh ayah - ibunya mengenai nama baru ku
itu juga menyalami pamannya sambil ketawa
cekikikan. Kepada teman-temannya yang baru di
Kompleks Kees, aku memperkenalkan diriku
sebagai Rudolf. Dan teman-temannya yang
sinyo, yang noni, yang totok dan yang blasteran
memanggilnya Rudolf. Tetapi teman-temanku
yang pribumi, memanggilku Dolok, atau Dolof.
Karena pandai membawa diri, dalam waktu
singkat saja aku diterima teman-teman sebaya
dan sepermainan penghuni Kompleks Kees.
26
dikeluarkan. Bukan karena aku bodoh atau
berkelakuan buruk, akan tetapi semata-mata
hanya karena aku diketahui bukan anak kandung
Sersan WM. Van Eldik.
Karena aku bukan keturunan Belanda
serta belum mempunyai status yang
dipersamakan dengan keturunan Belanda serta
bukan anak raja atau bangsawan, priyayi,
Pribumi yang berkedudukan tinggi, maka
menurut peraturan pendidikan kolonial pada
masa itu aku betapa pun cerdas otaknya tidak
berhak bersekolah Belanda (ELS).
27
Akan tetapi aku sendiri justru merasa senang
ketika dikeluarkan dari sekolah Belanda yang begitu
ketat peraturannya itu serta menyatakan hasratnya agar
diizinkan meneruskan di sekolah pribumi saja. Van Eldik
menghentikan niatnya untuk mempertahan aku di ELS.
Demikianlah aku akhirnya dimasukkan ke sekolah dasar
untuk anak-anak pribumi.
28
Aku juga membolak-balik halaman-
halaman beberapa buku besar yang seluruh isinya
hanya terdiri atas not balok dan not angka serta
sajak lagu dalam bahasa asing. Rasanya ingin
benar aku mempelajari not balok yang sama
sekali masih belum dipahami maknanya itu.
Apalagi karena Van Eldik bila bermain biola di
rumah sering melakukannya dengan membaca
halaman-halaman not balok yang ditaruh di
standar yang diletakkan di depannya.
29
melihat ku bergaya seolah-olah sedang bermain
biola.
30
Setelah kakak sulungku meningkatkan
akan janji yang pernah diberikan kepada aku, van
Eldik segera minta maaf kepada ku karena belum
sempat mengajarkan pengetahuan musik
disebabkan kesibukan kerjanya. Dan karena
untuk beberapa lama ia masih akan sibuk dengan
tugasnya yang baru, maka mbak Rukiyem
diminta untuk mengajarkan cara-cara bermain
biola kepada ku.
31
Karena keahlian yang dimiliki oleh suami
istri van Eldik dalam bidang seni suara dan seni
musik, maka mereka sering diminta oleh
perkumpulan keluarga besar penghuni Kompleks
Kees untuk mengisi acara kesenian dalam
berbagai kegiatan sosial. Mbak Rukiyem selain
sering tampil sebagai biduan, juga populer
sebagai pemain tonil atau sandiwara yang pada
masa itu kerap kali berbentuk opereta, yaitu
sandiwara yang percakapannya berbentuk
(dialog) sebagian dinyanyikan.
32
Berkat bimbingan mbak Rukiyem dan
kak Van eldik dan kesungguhanku dalam belajar
musik maka· dalam tempo tiga tahun saja aku
telah menguasai pengetahuan praktis seni musik.
Dalam tempo tiga tahun pula aku telah
menguasai teknik bermain biola serta sudah
mampu bermain solo biola membawakan
beberapa judul lagu-lagu klasik barat ciptaan
Chopin, Beethoven, Liszt, dan Tschaikowsky
dengan membaca not balok.
33
Aku yang baru berumur empat belas
tahun itu telah mengetahui bahwa bila orang
ingin lebih banyak mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan, lebih dahulu orang harus dapat
menguasai bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Oleh karena itu aku memperdalam
pengetahuanku dalam bahasa Belanda dengan
mengikuti kursus suami - istri Bahasa Belanda.
Setelah memiliki pengetahuan dalam teori
dan praktek yang cukup memadai aku dengan
persetujuan mbak Rukiyem dan van Eldik ikut
mencalonkan diri untuk ikut menempuh ujian
KAE (Klein Ambaatenar Examen). Mereka yang
diperkenankan mengikuti ujian KAE adalah
putera-puteri pribumi lulusan sekolah dasar
berbahasa Belanda, yaitu HIS (Hollands
Inlandsche School), atau lulusan sekolah dasar
pribumi berbahasa Melayu tapi yang harus
ditambah dengan ijazah dari suatu kursus Bahasa
Belanda.
34
Mereka yang lulus menempuh ujian KAE
akan menerima ijazah khusus yang dapat
dipergunakan untuk melamar menjadi pegawai
negeri tingkat rendah di semua kantor
pemerintah. Ternyata pada tahun 1919 aku
berhasil lulus ujian KAE dan memperoleh ijazah
KAE.
35
ngomong di kantor mau bekerja?” ucap kakak
iparku Van Eldik
“untuk saat ini masih belum berminat
bekerja sebagai pegawai negeri kak, aku masih
ingin lanjut ke sekolah yang lebih tinggi”
jawabku
36
mengajar di salah satu sekolah dasar pribumi
dalam kota Makassar.
37
berhasil menjadi seorang pendidik, guru yang
baik, dan sekaligus menjadi pemusik yang mahir.
38
berani memperkenalkan diri di muka umum
dengan menyelenggarakan pergelaran malam
musik jazz dalam kompleks Kees.
39
Makassar. Dan meski Black White Jazz Band
adalah kelompok band amatir, namun karena,
popularitasnya serta kualitas penyajiannya yang
belum ada duanya di Makassar, mereka
menerima imbalan (honorarium) yang sangat
besar.
40
Sesudah kurang lebih satu setengah tahun
lamanya memperoleh pengalaman sebagai
pemain biola dalam band, aku baru berani tampil
bermain biola solo di muka umum. Mula-mula
aku bermain biola solo dalam suatu pesta
perkawinan di kampung untuk memenuhi
permintaan seorang rekan guru yang mempunyai
hajat menikahkan anaknya.
41
Aku memperoleh pujian atas kebolehanku
bermain biola Solo.
42
pedalaman. yaitu di sebuah kota kecil yang
bernama Singkang. Letak Singkang adalah di tepi
danau Tempe.
43
yaitu bahwa mereka merasa sangat kehilangan
bila aku pindah ke Singkang.
44
Aku mengajukan surat permohonan
berhenti demi rasa kasih sayang kepada kakak
sulungku yang telah aku anggap sebagai ibuku
sendiri itu. Mendengar keputusan ku itu, mbak
Rukiyem dan Van Eldik memeluk dan mencium
pipi ku. Van Eldik menjanjikan akan segera
mencarikan pekerjaan yang layak untukku
45
surat permohonan berhenti saja.” Ucapku ke
mbak Rukiyem dan Van Eldik.
“aku janji akan mencarikan pekerjaan
yang layak untukmu.” Ucap kakak iparku Van
Eldik
46
sebagai salam perpisahan tanpa tanpa upacara.
Berakhirlah sudah masa pengabdian ku yang
singkat sebagai seorang guru di sekolah.
MASA PENGABDIAN
Menjadi wartawan
47
dan segenap saudaraku. Aku segera ziarah ke
makam almarhumah ibu kandungku di pekuburan
umum Baros. Selama beberapa waktu tinggal
bersama ayahku dan sanak saudaraku di rumah
Warung Contong, Cimahi, aku terus mengikuti
kegiatan dan peristiwa politik di tanah air lewat
koran.
Sebuah koran terbitan Bandung Kaum
Muda amat memikat hatinya. Terutama sekali
disebabkan koran itu menyajikan tajuk rencana
dan karangan-karangan politik yang berbobot.
Hebatnya pula karangan-karangan politik itu
ditulis oleh tokoh-tokoh pergerakan yang
masyhur seperti Ki Hajar Dewantara, Dr.
Mohammad Amir, Abdul Muis, Dr. E.F.E.
Douwes Dekker, Dr. Abdul Rivai, Dr. Sutomo
dan lain-lain.
Kekagumanku pada koran Kaum Muda
itu mendorong hatiku untuk memilih lapangan
kerja dalam bidang jurnalistik, yang berarti
bekerja sebagai wartawan. Dengan bekerja
sebagai wartawan aku hendak mempraktekkan
48
teori-teori jurnalistik dan ilmu publisistik yang
pernah aku baca dari beberapa buku yang
dipinjam dari perpustakaan pribadi Mr. Schulten
atau perpustakaan umum sewaktu masih berada
di Makassar. Tetapi tujuan yang terutama adalah
hendak menghayati komunikasi massa, baik
secara langsung berhubungan dengan
masyarakat umum dalam mencari berita maupun
berhubungan dengan para pemimpin masyarakat
dari berbagai kalangan serta dengan tokoh-tokoh
pergerakan dari aneka aliran.
Tentu saja di samping itu, memperoleh
mata pencaharian tetap agar memungkinkanku
dapat mencipta lagu-lagu perjuangan tanpa
kelaparan. Keputusannya untuk terjun dalam
bidang jurnalistik dengan memilih kerja
wartawan itu telah memecahkan serentetan tanda
tanya.
“aku mau kerja sebagai apa, sebagai guru,
karyawan swasta, wartawan, atau pemain biola.?”
Ucapku sambil memegang kepala.
49
Dengan rasa optimis aku meninggalkan
Cimahi menuju Bandung untuk melamar kerja
sebagai wartawan koran Kaum Muda. Di
Bandung aku menumpang pada keluarga Sersan
KNIL Santosa Kasansengari alias Bero, yakni
suami adik kandungku Giyem Supratinah.
Ketika aku tiba di Bandung, Ir. Sukarno
yang mengikuti jejak Dr. Sutomo, belum lama
berselang telah mendirikan dan memimpin
Algemene Studie Club (Kelompok Studi Umum).
Asas dan tujuan ASC pada hakekatnya tidak
berbeda dengan asas dan tujuan ISC.
Akan tetapi ASC pimpinan Ir. Sukarno
lebih cenderung untuk membina kader-kader
politik berlandaskan ideologi nasionalisme
dengan menyelenggarakan kursus politik. Karena
lebih menitik beratkan pada pendidikan politik,
maka ASC Bandung tidak melakukan kegiatan
sosial praktis sebagai yang dilakukan oleh ISC
Surabaya. Pembinaan kader-kader politik yang
dilakukan oleh Ir. Sukarno dengan bantuan Ir.
Anwari mempergunakan metode ilmiah yang
50
sistematis dengan studi perbandingan
(Comparative study).
Oleh karenanya berbagai teori dan
ideologi yang berbeda asas, seperti sosialisme
dan komunisme, dibentangkan secara ilmiah
dalam pendidikan politik yang diselenggarakan
oleh ASC Bandung. Bagi mereka yang hanya
sempat belajar sampai sekolah tingkat dasar, juga
diberi kesempatan untuk mengikuti ceramah-
ceramah politik dan kursus-kursus politik yang
mengajarkan dan memperbincangkan
pengetahuan dan masalah politik yang paling
dasar.
Belum lama aku berada di Bandung,
suhu politik di Jawa naik, memanas.
Perkumpulan Budi Utomo yang telah meluaskan
cakrawala kegiatannya dalam dunia politik pada
bulan April 1925 menyelenggarakan kongres di
Surakarta. Kongres Budi Utomo itu
mengeluarkan pernyataan politik yang bernada
tajam yang ditujukan kepada pemerintah kolonial
dengan menuntut agar Poenale Sanctie yang
51
kejam dan merendahkan martabat tenaga kerja
bangsa Indonesia itu, dihapuskan.
Poenale Sanctie yang mulai berlaku sejak
tahun 1 880 itu adalah peraturan pemerintah
kolonial Hindia Belanda yang memuat ancaman
hukuman badan yang berat seperti hukuman
cambuk, hukuman kurungan, terhadap kaum
buruh yang disebut "kuli", yang bekerja di
perkebunan milik pemerintah kolonial ataupun
milik orang-orang Belanda yang banyak
diusahakan di Sumatera.
52
sewenang-wenang para Pamong Desa terhadap
rakyatnya, menuntut dilaksanakannya milisi di
Hindia Belanda.
Selesai.
DAFTAR PUSTAKA
https://fajar.co.id/2020/04/08/kisah-supratman-di-
makassar-tambah-rudolf-tiba-di-rajawali/
https://nasional.tempo.co/read/1568870/wr-supratman-
seniman-guru-dan-wartawan
https://www.academia.edu/7546812/
sejarah_wage_rudolf_supratman
53
Lampiran l
54
kandung: Roekijem soepratijah, Roekinah Soepratirah,
Rebo, Gijem Soepratinah, Aminah, Ngadini, Soepratini,
Slamet, Sarah Kebangsaan: Indonesia
Lampiran ll
55
Nur Aisyah, lahir di meli, 30 Agustus 2005. Aisyah
merupakan siswi lulusan SDN 042 meli, lalu
melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Masamba, saat ini
sedang menempuh pendidikan di SMAN 8 LUWU
UTARA yang duduk di bangku kelas XII Mipa 3.
56
57