Anda di halaman 1dari 3

KISAH PARA RASUL 5 AYAT 1-11 “Memberi dengan Motivasi yg Benar”

Ananias dan Safira adalah suami istri yang tinggal dan menjadi anggota gereja mula-mula di
Yerusalem. Kisahnya terdapat dalam Perjanjian Baru di Alkitab, yaitu dalam Kisah Para Rasul 5
ayat 1-11. Nama Ananias berarti Allah telah memberikan, atau Allah Rahmani.[2] Sedangkan
nama Safira berarti cantik atau yang jelita.[2] Nama mereka indah dan bermakna, tetapi itu
bukan jaminan bahwa perilaku mereka berkenan di hadapan Tuhan.[2] Mereka berdua dianggap
sebagai jemaat yang tidak taat kepada Tuhan.[2]

Kisah tragis Ananias dan Safira adalah bahwa mereka mendustai Roh Kudus karena dikuasai
Iblis.[1] Harta hasil penjualan tanahnya tidak diberikan seluruhnya sebagai persembahan di dekat
kaki Rasul (Petrus).[1] Suami istri ini berkomplot untuk berdusta. Lalu keduanya mati, yang
pertama Ananias, lalu tiga jam kemudian Safira, yang bersaksi sama (dusta) dengan suaminya.[1]

Bacaan hari ini tentang hukuman pertama yang Tuhan berikan kepada anggota gereja-Nya.
Tuhan memberikan hukuman demikian tegas untuk menyatakan kesucian-Nya yang tidak boleh
dikompromikan. Tuhan menghukum Nadab dan Abihu di awal pemanggilan-Nya atas Israel.
Tuhan menghukum Akhan pada awal periode Yosua masuk ke Kanaan. Tuhan menghukum Uza
pada awal periode kerajaan Daud. Tuhan juga menghukum Ananias dan Safira pada awal
pemanggilan gereja-Nya. Setiap penghukuman yang Tuhan berikan menjadi contoh bagaimana
Tuhan memandang tinggi kekudusan-Nya. Tidak seorang pun boleh mempermainkan Allah dan
Allah sangat disakiti dengan setiap pelanggaran manusia.

Mengapa Ananias dan Safira bisa melakukan dosa yang sedemikian sehingga mengakibatkan
kematian? Mengapa mereka begitu berani mendustai Roh Kudus? Kalau kita merunut Alkitab,
Kisah Para Rasul 5:1-11 tentunya tidak terlepas dari kisah sebelumnya yang tercatat dalam
Kisah Para Rasul 4:32-37, apalagi dalam naskah aslinya Alkitab tidak terpisahkan dalam pasal-
pasal atau perikop-perikop.
Saya mengajak kita menyelami sejenak apa yang ada dalam pikiran Ananias dan Safira berkaitan
dengan peristiwa itu. Setelah pencurahan Roh Kudus yang luar biasa, ada banyak perubahan
yang terjadi, salah satunya adalah cara hidup jemaat. Mereka sangat dipersatukan oleh Kasih
Kristus, mereka sehati dan sejiwa sampai-sampai mereka menganggap segala sesuatu yang
mereka punyai sebagai milik bersama sehingga mereka tidak menyayangkan untuk menjual
kepunyaan mereka dan membawa hasil penjualannya kepada rasul-rasul untuk dibagikan
supaya tidak ada seorangpun yang berkekurangan diantara jemaat. Alkitab memberi contoh
tentang seorang Lewi bernama Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, ia menjual ladang
miliknya lalu membawa uang hasil penjualannya kepada rasul-rasul.

Saya percaya, Ananias dan isterinya menyaksikan semua itu, bahkan mungkin juga kebagian
‘jatah’ berkat dari hasil-hasil penjualan itu. Alkitab memang tidak mencatat secara detail, tetapi
mungkin saja dalam hati mereka ada perasaan ingin juga mengikuti jejak yang lain tetapi dengan
motivasi supaya ‘dilihat’ oleh rasul-rasul, atau mungkin karena malu. Pikir mereka; yang lain
sudah menjual harta mereka untuk dibagikan bersama sedangkan dirinya sendiri memiliki harta
tapi tidak berbuat apa-apa. Akhirnya mereka menjual sebidang tanah tetapi tidak rela
memberikan semua hasil penjualan, entah merasa sayang atau karena ada pikiran: “enak
sekali ... tanah - tanah saya; mengapa hasilnya buat orang lain ...” Inilah yang membuat mereka
akhirnya mendustai rasul-rasul dan Roh Kudus.
Ananias dan Safira sudah mendengar firman, tetapi tetap mengabaikannya. Ananias dan Safira
sudah mendengar tentang Injil, tetapi tetap tidak percaya. Ananias dan Safira mendengarkan
terus seruan bertobat, tetapi tetap mereka hidup di dalam keadaan palsu dan penuh kemunafikan.
Mengapa harus hidup dengan kepalsuan seperti itu? Karena mereka menantikan hormat dari
manusia lebih dari pada hormat dari Tuhan. Mereka menjual tanah mereka bukan karena
kerelaan. Mereka tidak didorong oleh kasih kepada sesama, tetapi mereka tidak mau tertinggal di
dalam menjadi “saleh” di tengah-tengah umat Tuhan.

Mereka ingin mendapatkan penghormatan. Jika lingkungan mereka menghargai uang, maka
mereka ingin memperoleh uang untuk dihormati lingkungan. Jika lingkungan mereka adalah
lingkungan yang senang menolong satu sama lain, maka satu-satunya cara untuk menjadi penting
di lingkungan itu adalah dengan menolong satu sama lain. Apakah Ananias dan Safira menolong
dengan rela? Tidak. Mereka hanya ingin dihargai. Bagaimana kita bisa tahu kalau mereka ingin
dihargai? Karena mereka mempersembahkan hasil jual tanah mereka hanya separuh saja tetapi
mengaku bahwa mereka mempersembahkan hasil jual tanah seluruhnya. Apakah ada kewajiban
untuk mempersembahkan semua hasil penjualan? Tidak. Ayat 4 bahkan mengindikasikan bahwa
Ananias tidak wajib menjual tanahnya. Kalaupun dia menjual, dia tidak wajib persembahkan
hasilnya. Kalaupun persembahkan, dia tidak wajib berikan semua. Lalu mengapa harus mengaku
mempersembahkan semua? Karena tidak ingin kalah dari Barnabas (ay. 36-37). Tuhan marah
kepada Ananias dan Safira sehingga keduanya dihukum dengan dimatikan oleh Tuhan. Mengapa
demikian keras? Bukankah pelanggaran mereka kecil? Tidak. Tidak kecil. Pelanggaran mereka
sangat berat karena mereka mencari dihormati manusia, dan pada saat yang sama memalingkan
wajah dari Tuhan. Takut akan Allah tidak mungkin ada pada orang yang sibuk mencari
pengakuan dari sesama dengan mengabaikan hormat kepada Allah.

Dari kisah Ananias dan Safira ini, orang Kristen mendapat sejumlah pelajaran iman,

1. ketulusan kasih terhadap Tuhan.[1] Ananias dan Safira adalah salah satu contoh yang
tidak tulus, sehingga Tuhan menghukumnya (mati) melalui pengadilan Simon Petrus.[1]
Simon Petrus dianggap sebagai seorang yang berwibawa dan dapat menentukan nilai
moral dalam kehidupan orang Kristen waktu itu, bahkan dia dipenuhi Roh Kudus
sehingga dapat mengetahui seseorang yang sedang berbohong.[1] Kisah yang diambil dari
kehidupan jemaat perdana ini merupakan realitas bahwa di balik kehidupan jemaat yang
begitu rukun dan selalu melakukan kebersamaan, ternyata juga memiliki sisi gelap. [1] Di
samping itu, salah satu yang menarik adalah peran Roh Kudus yang tampaknya
berdampak langsung dalam setiap peristiwa.[1] Ketika Ananias berbohong, Petrus dapat
dengan segera mengetahui bahwa Ananias telah berbohong.[1]
2. Jangan mendustai Roh Kudus
Setiap dosa pasti mengandung hukuman. Hukuman yang dialami oleh Ananias dan Safira
terjadi bukan karena banyak atau sedikitnya persembahan, melainkan karena Ananias
telah bersepakat dan merencanakan dengan isterinya untuk berdusta mengenai jumlah
hasil penjualan sebidang tanah yang mereka miliki. Mereka berpikir bahwa dengan
menyimpan sebagian hasil penjualan serta mengatakan bahwa uang yang mereka bawa
adalah keseluruhan hasil penjualan; tidak akan ada orang yang tahu. Mereka tidak
menyadari bahwa mereka bukan sedang mendustai manusia (rasul-rasul dan jemaat yang
lainnya) melainkan mendustai Roh Kudus yang sedang memanifestasikan kuasa yang
luar biasa pada masa-masa itu.
Kalau kita berbicara soal hukuman, hukuman akibat dosa pada prinsipnya diterima pada
saat penghakiman. Namun demikian ada kalanya di mana hukuman akibat dosa terjadi
‘langsung’ saat itu juga, khususnya di saat-saat di mana hadirat dan kemuliaan Tuhan
begitu kuat menguasai bumi.

3. Memberi dengan motivasi yang benar

Ada yang memberi dengan motivasi agar dipuji. Memang setiap orang senang dipuji. Hal itu
manusiawi. Allah memberi keinginan untuk dipuji pada manusia agar memacunya berprestasi.
Pujian adalah salah satu bentuk penghargaan. Orang yang dipuji rajin, umumnya akan menjadi
lebih rajin. Murid yang dipuji cerdas akan belajar lebih giat. 
 
Pujian merupakan kebutuhan jiwa seseorang asalkan tidak berlebihan. Pujian harus diberikan
secara jujur bukan dengan tujuan menjilat. Paulus pun memuji jemaat di Korintus, “Aku harus
memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang
pada ajaran yang kuteruskan kepadamu.” (1 Kor. 11:2)
 
Namun menjadi masalah jika seseorang yang dipuji lalu menjadi sombong dan menjadikan
pujian sebagai tujuan utama dalam bertindak. Orang seperti itu jika memberi sesuatu akan
memamerkan dan menyombongkannya supaya dipuji orang. Allah menentang orang seperti itu.
“Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan
hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu.” (Yes. 2:11)

Orang yang memberi karena bermotivasi ingin dipuji, memang akan dapat pujian, namun upah
dari Tuhan tidak akan diperolehnya. Sebab Tuhan membenci orang yang ingin dipuji. Jika
pemberiannya pun tidak dipuji orang lain, orang itu akan tersinggung. Itulah watak orang yang
mencari pujian.

Motivasi yang salah dalam memberi akhirnya memicu tindakan yang salah. Dari tragedi ini kita
dapat pelajari bersama, lakukanlah setiap tindakan dengan motivasi yang benar termasuk
dalam hal menabur dan memberi bagi pekerjaan Tuhan. Biarlah roh memberi dan
pengurapan belas kasihan yang sedang Tuhan curahkan dengan luar biasa hari-hari ini yang
mendorong kita untuk memberi yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan dan jiwa-jiwa.

Anda mungkin juga menyukai