Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323396051

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI ERA DIGITAL

Article  in  DeKaVe · January 2013


DOI: 10.24821/dkv.v1i1.151

CITATIONS READS
0 2,103

1 author:

Hartono Karnadi
Institut Seni Indonesia Yogyakarta
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Hartono Karnadi on 13 October 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Desain Komunikasi Visual di Era Digital

Hartono Karnadi

Secara historis terdapat fakta-fakta bahwa kebudayaan akan mengalami


perubahan yang seirama dengan perubahan hidup masyarakat. Perubahan itu berasal dari
pengalaman baru, pengetahuan baru, teknologi baru dan akibat penyesuaian terhadap cara
hidup yang baru, teknologi baru dan kebiasaan yang terjadi pada situasi baru. (Agus
Sachari, hal 87)
Budaya berkirim kartu ucapan selamat hari raya saat ini kian jarang dilakukan.
Kita pun tak lagi berkirim telegram indah kepada handai taulan. Praktik berkirim ucapan
telah tergantikan dengan SMS (short message system), yang lebih cepat, murah dan pasti
sampai ke tujuan. Papan-papan billboard kian tergantikan oleh big screen atau videotron
yang bersifat audio visual dan atraktif. Poster dan baliho lebih cepat dan efisien bila
dicetak dengan teknologi digital printing. Konsumen tinggal memilih bahan dan harga
yang menyesuaikan anggran.
Seorang fotografer tidak lagi lama menunggu hasil jepretan kameranya. Ia pun
sangat yakin dengan kualitas pemotretannya, tinggal tekan tombol shutter, tunggu sekian
detik muncul hasilnya. Demikian pula dengan dunia desain grafis, industri grafika, dan
bidang-bidang profesi lainnya. Semua dengan serta merta menggunakan teknologi digital.
Seakan merasa ketinggalan zaman atau tidak profesional bila tidak bersinggungan dengan
digital. Kondisi dan situasi di atas tidak dapat dihindari. Kemajuan dan perkembangan
teknologi digital membawa dampak luas. Digitalisasi diberbagai bidang mempercepat
perubahan sosial. Semua serba mudah, cepat, tepat, praktis!

DIGITALISASI MENJADI LEBIH EFISIEN DAN AKURAT


Kemunculan media-media baru dalam dunia desain komunikasi visual,
merupakan konsekuensi atas perkembangan teknologi digital. Videotron, video wall, big
screen dengan LED System sudah hadir di berbagai kota besar di Pulau Jawa. Jaringan
internet yang bisa menjangkau semua target audince pun dapat diakses di mana saja dan
kapan saja!
Penemuan software komputer grafis turut pula membawa angin segar pada
kemajuan dan percepatan proses kreatif seorang desainer. Proses pengerjaan animasi,
desain grafis, audio visual, dan lain sebagainya, menjadi lebih cepat dan efisien (cukup
dikerjakan dalam satu ruangan dengan seperangkat komputer). Seorang desainer grafis
contohnya, tidak lagi harus bolak-balik ke sana-kemari untuk menyiapkan materi
perancangan. Demikian juga para fotografer tidak lagi bersusah payah dikamar gelap dan
bersentuhan dengan bahan-bahan kimia untuk memanipulasi, mengedit, atau meretus
(retouching) sebuah foto hasil jepretannya agar menjadi lebih sempurna.

Pengertian Digital
Merupakan hasil teknologi yang mengubah sinyal menjadi kombinasi urutan
bilangan 0 dan 1 (disebut juga dengan biner) untuk proses data informasi, yang
menjadikan prosespengolahan kian mudah, cepat dan akurat. Sinyal tersebut disebut
dengan bit. Sinyal digital memiliki berbagai keistimewaan yang unik yang tidak dapat
ditemukan pada teknologi analog, keistimewaan tersebut antara lain:
1. Mampu mengirimkan informasi dengan kecepatan cahaya yang dapat membuat
pengiriman informasi dengan kecepatan tinggi.
2. Penggunaan yang berulang-ulang terhadap informasi tidak mempengaruhi kualitas
dan kuantitas informasi itu sendiri.
3. Informasi dapat dengan mudah diproses dan dimodifikasi ke dalam berbagai bentuk.
4. Dapat memproses informasi dalam jumlah yang sangat besar dan mengirimnya secara
interaktif.
Komputer mengolah data secara digital, melalui sinyal listrik yang diterimanya atau
dikirimkannya. Pada prinsipnya, komputer hanya mengenal dua arus, yaitu on atau off,
atau istilah dalam angkanya sering juga dikenal dengan 1 (satu) atau 0 (nol). Kombinasi
dari arus on atau off inilah yang yang mampu membuat komputer melakukan banyak hal,
baik dalam mengenalkan huruf, gambar, suara, bahkan film-film menarik yang anda
tonton dalam format digital. (Kamus Komputer dan Teknologi Informasi – Yayasan
Sarana Total Edukasi. 2007)
MEDIA ANALOG VERSUS DIGITAL
Nilai Positif Teknologi Digital
Pada dasarnya sejak dahulu hingga teknologi digital yang berkembang merupakan
buah dari ide/gagasan. Perubahan dan perkembangan teknologi merupakan proses
kemajuan pemikiran manusia yaitu bagaimana agar semakin efektif dan mudah untuk
mewujudkan suatu konsep dan ide agar lebih dapat tereksplorasi. Diciptakannya
software-software komputer grafis menjadikan desainer komunikasi visual dapat cepat
menyelesaikan suatu proyek. Dengan bantuan komputer desainer dapat mensimulasikan
suatu proses desain dengan berbagai macam alternatif dan kemungkinan-kemungkinan
dalam merealisasikan proyek tersebut.
Pada generasi manual hal semacam itu agak sukar terujud, kadangkala timbul
keraguan akan hasil akhirnya. Keterbatasan teknologi seakan menjadi momok, bagi
seorang desainer grafis ketika merancang suatu perancangan. Belum lagi tentang proses
dan teknik pengerjaannya. Ia melibatkan berbagai keahlian agar tercapai gagasannya.
Sungguh sangat menyita waktu dan pemikiran. Masalah tersebut tidaklah mudah!

Era Digital = peluang kerja semakin terbuka


Semakin mudah dan murah teknologi dikonsumsi makin semarak fenomena yang
berkembang dimasyarakat. Sekarang ini orang makin mudah memproklamirkan dirinya
sebagai desainer komunikasi visual atau desainer grafis. Cukup dengan punya
seperangkat komputer ditambah scanner dan printer jadilah ia seorang desainer grafis!
Apalagi menjadi fotografer, cukup bermodal kamera digital dan sedikit pengetahuan
fotografi, sudah bisa menghasilkan foto yang baik. Fenomena ini sangat menarik! Para
fotografer di kawasan wisata Candi Borobudur misalnya, tidak lagi menawarkan jasa
dengan foto ”sekali jadi” (film instan Polaroid), dengan kamera digital dan sebuah digital
printer yang dimodifikasi dengan tenaga accu, ia sudah dapat melayani jasa fotografinya
secepat film instan bahkan bisa bisa lebih fleksibel dengan format ukurannya .
Peluang-peluang kerja merasuk juga di segala sektor industri kreatif lainnya.
Kebutuhan pasar akan sumber daya manusia yang mengusai teknologi digital turut
memacu terciptanya bidang ilmu baru yang berbasis digital. Demikian pula profesi dan
komunitas-komunitas yang berlabelkan digital, seperti komunitas digital art, komunitas
desainer web, komunitas foto digital, digital image, dan lain sebagainya merupakan
representasi dari kebutuhan pasar yang terjadi akibat fasilitas teknologi yang kian
tersedia.
Sebagai pelaku desain grafis, penulis mengalami transisi dari era analog ke era
digital. Sebelum maraknya kemunculan (teknologi) komputer di Indonesia. Dahulu untuk
membuat suatu teks yang siap cetak harus dikerjakan dengan penuh ketelitian dan
konsentrasi dalam merekatkan huruf-huruf letterpress Rugos pada suatu bidang kertas
yang akan dijadikan final artwork. Bila menginginkan lebih rapi dan cepat, menggunakan
jasa setting huruf dengan komputer khusus yang out-put di atas kertas linotype. (Sekitar
tahun 80-an di Yogyakarta terdapat percetakan yang cukup maju dibidang setting huruf
yaitu Aquarius Ofsset).
Demikian juga pada saat mempresentasikan karya desain yang kebetulan jarak
tempuh klien cukup jauh bahkan di luar negeri. Hal semacam tidak lagi jadi masalah saat
ini. Hal tersebut bisa diperantarai oleh internet di mana seorang desainer sudah dapat
mempresentasikan rancangannya ke luar negeri tanpa harus berangkat ke luar negeri.

Digital Image Process


Media digital:
Kamera Digital
CD-ROM
FloppyDisc Personal Computer
MemoryCard
FlashDisc
dll

Media analog:
Foto print Drum Scanner
Negative film Flatebed Scanner
Positive film (Slide) Film Scanner
INDUSTRI GRAFIKA
Perkembangan teknologi cetak grafika ditandai dengan munculnya teknologi
image setter, computer to film atau pun computer to plate. Pekerjaan cetak mencetak
yang semula membutuhkan waktu dan melibatkan proses cukup panjang dapat dipangkas.
Yang menggembirakan di era digitalisasi ini salah satunya industri grafika. Semua
proses yang dimulai dari pembuatan artwork, film, plate, hingga cetak menjadi lebih
cepat dan singkat. Demikian pula ketika suatu hasil rancangan desain grafis diproduksi
dengan teknologi cetak offset. Saat ini mesin-mesin cetak offset secara perlahan tapi
pasti, sudah mulai meninggalkan teknologi manual. Dengan digitalisasi dapat dicapai
akurasi hasil cetak dipermukaan media kertas. Tebal-tipisnya tinta dapat dikendalikan
secara komputeris dengan pengaturan tombol-tombol color bar di meja kontrol pada
mesin cetak.
Sebelum tahun 1990-an jangan banyak berharap memproduksi suatu katalog
pameran misalnya, dapat selesai tiga hari kerja! Sebagai perancang grafis, penulis
mengalami masa-masa transisi analog ke digital. Munculnya teknologi komputer sangat
membantu pada proses perancangan, pemilihan jenis tipografi, layout, hingga menyusun
imposisi cetak dalam beberapa kateren.
Dahulu, suatu ide atau gagasan yang muncul tidaklah mudah untuk diwujudkan.
Misalkan membuat efek-efek tertentu pada perancangan sebuah cover buku, seorang
perancang harus menguasai beberapa teknik manual dan peralatan yang memadai.
Pembuatan background, bingkai foto, atau efek bayangan suatu imaji, harus dibuat
secara manual dengan teknik air brush.
Hal tersebut belum selesai sampai di situ. Bila akan diproduksi cetak grafika, final
artwork pun masih harus dipotret dengan bantuan seorang jasa reproduksi film. Setelah
itu hasilnya digabung dengan gambar, atau foto, dan typesetter. Barulah semua itu siap
menjadi ortho film yang siap diexpose pada medium plate cetak offset.
Ada lagi hal yang berkesan bagi penulis pada masa lalu, yaitu ketika
menggosokan huruf demi huruf yang membentuk susunan suatu kata atau kalimat pada
sebidang kertas, misalnya untuk kebutuhan teks rancangan suatu desain iklan koran,
desain piagam, desain brosur, dan sebagainya. Huruf-huruf ”gosok” instan ini banyak
dijual di toko-toko buku dengan berbagai macam merek pilihan, seperti Rugos,
Mecanorma, Letran, Glory, dan lain sebagainya. Ketelitian, kejelian dan kesabaran sangat
dibutuhkan dalam menyusun huruf-huruf ”gosok” tersebut. Di lain sisi desainer grafis
justru semakin lebih kreatif.

Gb. 1. Huruf-huruf letterpress\ transfer lettering


(Sumber foto: Hartono Karnadi, 2011)

Saat ini ribuan jenis huruf yang biasa disebut dengan font dengan mudahnya
diaplikasikan pada suatu rancangan. Bahkan bila ingin lebih berbeda desainer dapat
mengubahnya dengan bantuan software-software tertentu.
Teknologi digital dalam bidang grafika, juga banyak membantu percepatan
penyebaran infomasi tercetak. Beberapa surat kabar nasional sudah menggunakan cetak
jarak jauh. Teknologi cetak jarak jauh merupakan proses produksi cetak secara
bersamaan pada waktu yang sama di beberapa tempat yang berbeda. Hal tersebut dapat
dikerjakan dengan bantuan pemancar dari kantor pusat dan diterima oleh sebuah receiver
di kantor cabang. Jadi sangat mempercepat pendistribusian surat kabar ke daerah-daerah
tertentu, tanpa harus dikirim dari kantor pusat.
Gambar 2. Tahapan proses desain cover ketika teknologi komputer belum terjangkau oleh desainer lokal.
Dibutuhkan kecermatan, penguasaan beberapa teknik manual, dan siap menerima hasil yang tidak
memuaskan akibat keterbatasan teknologi.
(Desain cover buku rancangan Hartono Karnadi, 1995)

FOTOGRAFI DIGITAL
Teknologi kamera digital meanjadi suatu fenomena yang menarik. Dahulu
seorang fotografer profesional menghandalkan film instan (Polaroid) sebagai proof dan
film 120 mm untuk mencapai kualitas hasil pemotretan. Kini sungguh sangat repot bila
mencari kedua jenis film tersebut. Terbukti beberapa jenis film tertentu sudah sangat
sukar ditemui di toko-toko yang menjual perlengkapan fotografi.
Sudah dapat dipastikan suatu saat generasi film selulosa akan ditinggalkan
penggemarnya. Selain prosesnya yang panjang dan lama, harganya mahal, dan
teknologinya sudah ketinggalan zaman!
Di bawah ini beberapa keuntungan fotografi digital dibandingkan dengan
fotografi konvensional
• Cepat dalam membuat, mengoreksi, atau memanipulasi visual
• Setiap saat dapat diolah
• Dapat diperbanyak tanpa mengurangi resolusi visual
• Tidak memerlukan kamar gelap dan bahan kimia
• Mudah dalam penyimpanan, tanpa resiko rusak (kecuali kena virus)
• Dapat dicetak di atas berbagai media.
Dalam dunia profesional, waktu adalah keuntungan! Di lain sisi fotografi sebagai
salah satu medium pendukung ilustrasi untuk perancangan desain komunikasi visual.
Pada situasi saat ini, tak pelak lagi unsur kecepatan, ketepatan, dan kualitas yang prima,
sangat dibutuhkan. Walaupun demikian awalnya banyak para profesional meragukan
kualitas hasil pemotretan dengan menggunakan kamera digital. Keraguan tersebut
memang logis, para fotografer konvensional sudah lama dan terbiasa dengan film
solulosa bersifat analog yang dapat diperbesar berlipat ganda. Bandingan dengan kamera
digital pada generasi awal masih belum men-suport kebutuhan dunia desain grafis,
periklanan dan industri grafika.

Gambar 3 dan 4: Desain Kalender Didik Nini Thowok, Natyalakshita, 1999


(Digital imaging karya Hartono Karnadi)

DIGITAL IMAGING
Merupakan suatu proses untuk menghasilkan, membuat, menggubah,
memanipulasi image (foto) dengan teknologi komputer. Pada umumnya software yang
digunakan untuk olah digital adalah Adobe PhotoShop, Adobe Illustrator, Macromedia
FreeHand, CorelDraw.
Proses pengerjaan digital imaging tidak semata hanya menguasai software
tertentu, melainkan harus memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek seni rupa,
fotografi, dan desain. Sebagai contoh menggabungkan beberapa foto dalam suatu lembar
kerja, seorang digital imaging harus memperhatikan proporsi, perspektif, arah cahaya dan
lain sebagainya agar terlihat alami. Jadi penguasaan dasar-dasar seni rupa maupun dasar-
dasar desain harus melekat kuat.

Gambar 4: Karya Digital Imaging sebagai contoh


bahan ajar mata kuliah Foto Digital , 2003
(Digital imaging karya Hartono Karnadi)

Gambar 5: Desain Uang sebagai contoh teknik komputer grafis dengan


format vektor sebagai bahan ajar mata kuliah Komputer Grafis, 2008
(Desain oleh Hartono Karnadi)
Dampak negatif era digital
Dampak negatif yang banyak dijumpai antara lain pelanggaran HAKI atau UU
Hak Cipta (Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta pada 29 Juli 2003 (UUHC). Seiring dengan kian maraknya jaringan internet,
seorang dapat dengan mudah mengambil atau men-download gambar, foto, dan naskah
dari suatu situs ke situs lain.
Ketidaksiapan mental dan keterampilan dalam menghadapi persaingan pasar di
era digital, menyebabkan seseorang dapat menempuh segala cara. Banyak tejadi kasus
pelanggaran Hak Cipta dalam suatu karya desain komunikasi visual. Pada beberapa
media desain grafis sering ditemukan foto-foto atau ilustrasi bergambar yang diambil
begitu saja dari internet tanpa izin atau pun tanpa membayar hak royalti. Beberapa iklan
di media televisi swasta di Indonesia, sangat mirip dengan iklan yang ditayangkan di luar
negeri. Kemungkinan tersebut sangat mungkin terjadi, karena dengan teknologi digital
sesuatu rekayasa dapat saja terjadi.
Kreativitas manual semakin langka, pemahaman terhadap proses kerja semakin
terabaikan. Di era digital, seorang desainer dengan mudahnya mengubah penyajian visual
di komputer grafisnya dengan berbagai macam alternatif, atau seorang fotografer secara
leluasa memotret berulang kali tanpa harus mempertimbangan kebutuhan film. Sehingga
secara tidak langsung, dapat membentuk karakter manusia menjadi tidak teliti atau
kurang cermat dalam menghadapi detil suatu proses kerja.

Kurikulum yang berbasis digital menyongsong Industri Kreatif


Dalam menghadapi era digital pada dunia pendidikan, khususnya Desain
Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, tidak berarti menghilangkan
atau mengurangi kemampuan olah manual.
Pada dasarnya kemampuan olah digital dapat dengan mudah difahami oleh siapa
pun juga, bahkan saat ini siswa sekolah dasar sudah mahir berpertualang di dunia
internet. Kemampuan dasar manual tidak semua orang dapat menguasainya. Sikap
mempertahankan kemampuan olah manual di Desain Komunikasi Visual yang berada
pada lingkungan seni rupa, justru manjadi local color yang membedakan dengan
perguruan tingi sejenis di Indonesia.
Sikap tersebut di atas bukan berarti DKV alergi terhadap teknologi digital,
melainkan bagaimana mensinergikan kedua bidang ilmu menjadi peluang pasar yang
menjanjikan. Oleh karena itu kebutuhan sumber daya manusia yang fasih terhadap
teknologi digital sudah menjadi keharusan, dan hal ini dapat diimplementasikan dalam
sebaran mata kuliah.
Kemunculan beberapa mata kuliah yang berbasis digital merupakan antisipasi
dunia profesi dan peluang kerja. Mata kuliah pada kurikulum terdahulu sedikit
bersinggungan dengan digital, pada kurikulum yang terbaru sudah mulai mengadopsi
teknik-teknik digital, seperti mata kuliah Digital Desain, Animasi Digital, Teknik
Presentasi, Desain Web, Fotografi, dan masih banyak yang lainnya. Beberapa mata
kuliah tersebut dimunculkan tidak sekadar ikut-ikutan, tetapi agar kompentensi
mahasiswa DKV menjadi bervariasi. Maka tidak terlalu gegabah jika menyebut
mahasiswa Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta adalah mahasiswa yang hebat
manualnya juga hebat digitalnya!

PENUTUP
Era digital memberi kecenderungan seseorang menjadi individualis, hal ini
diakibatkan dari pemutusan mata rantai profesi akan kebutuhan suatu pekerjaan, yang
banyak melibatkan pihak-pihak terkait. Sentuhan sosial intiminasi dengan material objek
menjadi menipis sehingga menyebabkan nilai kreatif menjadi berkurang.
Karya-karya desain yang diolah secara digital, seolah-olah menjadi penyeragaman
karya visual, desainer kehilangan jatidiri, kekhasan tidak muncul. Bandingkan dengan
karya-karya desain yang dikerjakan secara manual.
Pada era digital orang semakin lebih percaya diri dalam menentukan hasil akhir
suatu pekerjaan. Sekarang tidak ada lagi yang tidak mungkin. Dengan bantuan komputer,
pekerjaan semakin mudah, cepat dan tepat guna. Desainer menjadi lebih kreatif, ia dapat
mensimulasi proses perancangan dengan akurat. Tidak seperti dahulu! Seorang
profesional dibidang desain komunikasi visual, fotografer, dan desainer grafis masih
meragukan karyanya sebelum ia meyaksikan hasil akhirnya.
Hartono Karnadi, Pengampu mata kuliah Desain Komunikasi Visual, Grafika, dan
Fotografi di Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta. Mata kuliah Foto Digital
dan Komputer Grafis pada Program Pascasarjana ISI Yogyakarta.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai