Anda di halaman 1dari 4

HAJI MERUPAKAN KEBUTUHAN ATAUKAH KEINGINAN

Ibadah haji merupakan salah satu dari kelima Rukun Islam, yakni sebagai rukun
terakhir setelah syahadat, shalat, puasa dan zakat. Perintah menunaikan ibadah haji
adalah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Surah Ali Imran, Ayat 97 sebagai
berikut:

ِ َ ‫الله َ غَنِي ٌّ ع‬
َ‫ن الْع َالمَي ِن‬ َّ ‫كف َر َ ف َِإ َّن‬
َ ْ‫ن اسْ تَطَاعَ ِإلَيْه ِ سَب ِيل ًا وَم َن‬
ِ َ ‫ْت م‬ ُّ ِ ‫س‬
ِ ‫حج ال ْبَي‬ َّ ‫و َل َِّله ِ عَلَى‬
ِ ‫النا‬

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang
yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari
kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa ibadah haji itu wajib. Tetapi hukum wajib itu dikaitkan
dengan kemampuan karena ibadah ini merupakan sebuah perjalanan yang
membutuhkan kemampuan materi dan kekuatan fisik. Bila sebuah ibadah dikaitkan
langsung dengan kemampuan para hamba-Nya, maka terdapat hikmah tertentu yang
menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. Orang-orang beriman akan menerima
ketentuan tersebut tanpa berat hati.

Di sisi lain, dikaitkannya ibadah haji dengan kemampuan para hamba-Nya


menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang besar terhadap mereka. Semua ini
sebagaimana telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah, Ayat 286:

َّ ‫لا َ يُك َل ُِف اللّٰه ُ ن َ ْفسًا ِإ‬


‫لا و ُسْ عَه َا‬

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.”

Hal yang sama juga ditegaskan dalam Surah Al Maidah, Ayat 6:

‫ل عَلَيْك ُ ْم م ِنْ حَر َج‬


َ َ ‫م َا يُر ِيْد ُ اللّٰه ُ لِي َجْ ع‬

Artinya: “Allah tidak menginginkan bagi kalian sesuatu yang memberatkan kalian.”

Selain di dalam Al-Qur’an, perintah ibadah haji juga disebut di dalam hadits Rasulullah
SW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Nabi Muhammad
SAW bersabda dalam suatu pidatonya:
َ‫ل الِلّٰهِ؟ فَسَكَت‬ َ ‫ فَق َا‬.‫َض اللّٰه ُ عَلَيْكُم ُ الْح َ َّج فَح ُ ُّجوا‬
ُ َ ‫ أَ ك َُّل عَام يَا ر‬:ٌ‫ل رَجُل‬
َ ْ ‫سو‬ َ ‫اس ق َ ْد ف َر‬ َّ ‫أَ ُّيهَا‬
ُ ‫الن‬

‫ ث َُّم‬.ْ ‫ و َلَمَا اسْ تَطَعْتُم‬،‫ لَوْ قُل ْتُ نَع َ ْم لَوَجَب َْت‬:َ ‫ل الِلّٰه ِ صَلَّى اللّٰه ُ عَلَيْه ِ وَس ََّلم‬
ُ ْ ‫سو‬ َ ‫ فَق َا‬،‫ح ََّتى قَالَهَا ثَلاَث ًا‬
ُ َ‫ل ر‬

َ َ ‫ ذَر ُ ْونِي م َا ت َرَكْ تُك ُ ْم ف َِإ َّنمَا هَل‬:َ‫قَال‬


‫ك م َنْ ك َانَ قَب ْل َك ُ ْم بِكَثْرَة ِ سُؤَالِه ِ ْم و َاخْ ت ِلاَفِه ِ ْم عَلَى أَ ن ْب ِيَائِه ِ ْم ف َِإذ َا‬

ُ ‫أَ م َْرتُك ُ ْم ب ِشَيْء ف َأْ تُوا مِن ْه ُ م َا اسْ تَطَعْتُم ْ و َِإذ َا نَه َي ْتُك ُ ْم ع َنْ شَيْء فَدَعُوْه‬

Artinya: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji
maka berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?”
Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu
Rasulullah SAW bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan
kalian tidak akan sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku
tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena
mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika
aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan
kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”

Dari hadits tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa kewajiban menjalankan ibadah
haji hanya sekali seumur hidup. Selebihnya tidak wajib. Ibadah haji kemanfaatannya
lebih banyak untuk diri sendiri daripada untuk orang banyak. Misalnya, dengan berhaji
seseorang dapat mencapai kesalehan personalnya karena berarti telah melaksanakan
salah satu perintah-Nya.

Dalam konteks Indonesia, dengan berhaji seseorang juga mendapat pengakuan status
sosial tertetu di masyarakat dengan adanya gelar “Haji” atau “Hajjah” yang
disandangnya. Selain itu, dengan berhaji ke Mekah Saudi Arabia, seseorang memiliki
pengalaman berkunjung ke luar negeri yang di masa sekarang umumnya menggunakan
pesawat terbang. Ini merupakan pengalaman luar biasa karena tidak setiap orang
mendapat kesempatan seperti itu.

Kemanfaatan ibadah haji seperti itu berbeda dengan zakat atau sedekah yang
kemanfaatannya lebih banyak dirasakan langsung oleh orang lain maupun diri sendiri.
Maka bisa dimengerti ibadah zakat diwajibkan setiap tahun sekali, sedangkan ibadah
haji hanya sekali selama hidup.

Menunaikan ibadah haji hendaknya tidak ditunda-tunda sebab kita tidak tahu apa yang
akan terjadi di masa depan. Bisa jadi kita akan sakit atau malah mengalami
kemunduran secara ekonomi, atau malah sudah meninggal dunia. Hal-hal seperti ini
bisa menghilangkan kesempatan ibadah haji yang sebenarnya sudah ada di tangan.
Hilangnya kesempatan itu tidak berarti Allah SWT belum memanggil kita. Dengan
diwajibkannya menunaikan ibadah haji sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan
Hadits, sesungguhnya setiap orang sudah dipanggil Allah SWT untuk menunaikan
ibadah tersebut. Tentu saja bagi mereka yang memang sudah mampu hendaknya
segera memenuhi panggilan itu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

ُ ‫ْض و َت َضِ ُّل الضَالَّة ُ و َتَعْر‬


ُ ‫ِض الْحا َج َة‬ ُ ‫م َنْ أَ ر َاد َ الْح َ َّج فَل ْيَت َع ََّجلْ ف َِإ َّنه ُ ق َ ْد يَم ْر‬
ُ ‫َض ال ْمَرِي‬

Artinya: “Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena


terkadang seseorang itu sakit, binatang (kendaraannya) hilang, dan adanya suatu hajat
yang menghalangi.”

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

ْ ‫ فَل ْيَم‬، ‫ن ج َائِر ٌ و َل َ ْم يَح َُّج‬


َ ‫ُت ِإ ْن شَاء‬ ٌ ‫ أَ ْو سُلْطَا‬، ‫ِس‬
ٌ ‫ض ح َاب‬ َ ‫م َنْ ل َ ْم‬
ٌ َ‫ أَ ْو م َر‬، ٌ ‫تح ْبِسْه ُ ح َاج َة ٌ ظَاه ِرَة‬

‫يَه ُود ًِّيا و َِإ ْن شَاء َ نَصْر َانِي‬

Artinya: “Siapa saja mati (sebelum mengerjakan haji) tanpa teralangi oleh kebutuhan
yang nyata, penyakit yang menghambat ataupun penguasa yang dzalim, bolehlah ia
memilih saja mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani”.

Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa menunda-nunda ibadah haji padahal benar-
benar sudah mampu dan semua keadaan memungkinkan, merupakan hal yang sangat
tidak baik. Rasulullah SAW sampai mempersilakan orang seperti itu untuk memilih mati
saja sebagai orang Yahudi ataupun Nasrani. Na’udzu billahi min dzalik.

Lalu bagaimana dengan mereka yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena
memang tidak mampu atau miskin? Rasulullah SAW pernah bersabda dalam suatu
hadits yang diriwayatkan Abu Nu’aim al-Qudha’i dan Ibnu ‘Asakir dari Ibnu ‘Abbas,
sebagaimana termaktub dalam Kitab Al-Jami’ush Shaghir, berbunyi:

‫الجمعة حج الفقراء‬

Artinya: “Shalat Jum’at adalah hajinya orang-orang miskin”.

Maksud hadits tersebut adalah shalat Jumat di masjid bagi orang-orang yang tidak
mampu sama pahalanya dengan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Beberapa
pihak menilai hadits di atas lemah. Tetapi sebagai upaya untuk mendorong orang-orang
yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang miskin, hadits ini sangat
baik untuk diperhatikan agar mereka secara istiqamah dapat melaksanakan jamaah
shalat Jumat di masjid. Siapa tahu dengan istiqamah jamaah shalat Jumat, Allah SWT
pada saatnya benar-benar memberikan kesempatan kepada mereka menunaikan
ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah Al Mukarromah. Amin ... amin ... ya Rabbal
Alamin...

Terlepas dari status hadits di atas, hadits tersebut sebetulnya menunjukkan keadilan di
dalam Islam bahwa orang-orang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji tetap
memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pahala yang besar, yakni dengan
berjamaah shalat Jum’at secara istiqamah terutama di masjid. Dengan demikian, maka
ajaran Islam tidak memiggirkan atau membuat kecil hati orang-orang lemah karena
Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang penuh kasih sayang.

Anda mungkin juga menyukai