Anda di halaman 1dari 81

Oleh: Dr. H.

ALI ROKHMAD, MPd

Disampaiakan pada Acara:


PELATIHAN PETUGAS HAJI TERINTEGRASI
DI EMBARKASI PADANG
26 Mei 2016
PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 79 TAHUN 2012
TENTANG PELAKSANAAN UU N0 13 TAHUN 2008
TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

A. Haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan


beberapa amalan seperti: Ihram, wukuf, mabid, thawaf, sai dan
amalan lainnya pada masa tertentu demi memenuhi perintah Allah
SWT dan menghadap ridhanya.
B. Manasik Haji adalah tata cara pelaksanaan ibadah haji sesuai buku
paket tuntunan manasik haji dan umrah yang diterbitkan oleh
Kementerian Agama.
C. Bimbingan manasik haji dilaksanakan sebelum keberangkatan ke
Arab Saudi, selama dalam perjalanan, dan selama di Arab Saudi.
(Psl 14 (1).
D. Bimbingan manasik haji dilakukan oleh petugas yang memenuhi
persyaratan dan standar yang ditetapkan oleh Menteri. (Pasal 14
(2).
E. Bimbingan jemaah haji paling sedikit meliputi, Bimbingan
Pelaksanaan Ibadah Haji atau Manasik Ibadah, Bimbingan
perjalanan ibadah haji, Bimbingan kesehatan, dan Hak serta
Kewajiban. (Pasal 14 ayat 3).
JEMAAH HAJI MANDIRI
(dalam ibadah dan perjalanan)

Haji
Mabrur

Bimbingan Tanah
Manasik Ibadah, Perjalanan, Kesehatan, Suci
Masuk Kouta
Hak dan Kewajiban

• Persyarat Pembimbing: harus lulus sertifikasi atau memahami tata


cara pelaksanaan ibadah haji, dan sudah haji..
No. Ibadah Contoh
1. Maliah Zakat, kifarat dan kurban. Ini dapat
digantikan orang lain baik dalam kondisi
normal atau tidak normal.
2. Badaniah Shalat dan puasa. Ibadah ini tidak dapat
Mahdah digantikan orang lain.

3. Ibadah Ibadah haji, merupkan ibadah khusus.


Murakkabah Menurut jumhur ulama selain madzab Maliki,
ibadah ini dapat digantikan orang lain ketika
yang bersangkutan dalam kondisi lemah
atau darurat.
(Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh Islami wa-
Adillatuhu, jilid 3 hal. 38)

DIREKTORAT PEMBINAAN HAJI DAN UMRAH


PROSES PELAKSANAAN IBADAH HAJI

Ada 3 macam cara pelaksanaan haji:


A. Tamattu’ (bersenang-senang). Maksudnya adalah orang
melaksanakan umrah terlebih dahulu di bulan-bulan haji lalu
tahallul. Kemudian berihram haji dari Makkah atau sekitarnya
pada tanggal 8 atau 9 Dzulhijjah tanpa harus kembali lagi dari
miqat semula. Cara ini dikenakan Dam.

B. Ifrad berarti menyendirikan. Maksudnya adalah orang


melaksanakan ibadah haji tanpa melaksanakan umrah dan
tidak dikenakan Dam.

C. Qiran berarti berteman atau bersamaan. Maksudnya adalah


orang melaksanakan haji dan umrah secara bersamaan
dengan sekali niat untuk dua pekerjaan, tetapi diharuskan
membayar Dam.
Istitha’ah

Menurut istilah adalah kemampuan fisik, kemampuan harta, dan


kemampuan pada waktu seseorang hendak mengerjakan haji atau
umrah. Berdasarkan firman Allah SWT:

ِ ‫ج اِْلبَ ْي‬
ِ‫تِ َم ِن‬ ِ َّ‫علَى الن‬
ِ ‫اسِ ِح‬ ِ ‫آمنًا َو‬
َ ِ‫لل‬ ِ ‫ان‬ َِ ‫ن َد َخلَهِ َِك‬ِْ ‫ِفي ِِه آيَاتِ بَ ِيِّنَاتِ َمقَامِ ِإ ْب َرا ِهي َِم َو َم‬
َِ ‫َن ا ْلعَالَ ِم‬
‫ين‬ ِِ ‫غنِِيِ ع‬ َ ‫للا‬
َِ ‫ن‬ َِّ ‫ن َكفَ َِر فَ ِإ‬
ِْ ‫س ِبيال َو َم‬ َِ ‫ست َ َطا‬
َ ‫ع ِإلَ ْي ِِه‬ ْ ‫ا‬
)٩٧ :‫(آل عمران‬

Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)


maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam (QS. Ali Imran: 97)
Dan juga sabda Rasulullah Saw:

ِِ ‫اس ِحجِ ا ْلِبَ ْي‬


ِ‫ت َم ِن‬ ِ ِ َّ‫علَى الن‬ ِِ ‫ لَ َّما نَ َزلَتِْ َه ِذ ِِه ا ِل َيَةِ ( َو‬:‫ن قَا َِل‬
َ ‫لل‬ ِِ ‫س‬
َ ‫َن ال َح‬ ِِ ‫س ع‬ َِ ‫َن ي ْون‬ ِْ ‫ع‬
‫احلَةِ )رواه‬ ِ ‫الر‬ َّ ‫س ِب ْيل؟ قَا َِل‬
َِّ ‫الزادِ َو‬ ِِ ‫ يَا َرس ْو َِل‬:ِ‫الَ) قَا َِل َرجل‬
َّ ‫للا َما ال‬ ِ ‫س ِبي‬ َِ ‫ست َ َطا‬
َ ‫ع ِإلَ ْي ِِه‬ ْ ‫ا‬
)‫الدارقطني‬

Artinya: Dari Yunus dari al- Hasan, berkata: Ketika turun ayat:
‫س ِبيال‬ َ ‫ست َ َطا‬
َِ ِ‫عِ ِإلَ ْي ِه‬ ِِ ‫اسِ ِحجِ ا ْلبَ ْي‬
ْ ‫ت َم ِنِ ا‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َ ‫لِل‬
ِِٰ ِ ‫ َو‬ada seorang laki-laki
bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang disebut sabil (jalan) itu?
Rasulullah menjawab: bekal dan kendaraan (HR. al-Daruquthni).

Dengan dasar al-Qur'an dan hadits tersebut di atas secara umum


kemampuan fisik (badan), bekal dan transportasi menjadi hal yang
paling utama dalam istitha'ah seseorang baik dalam haji maupun
umrah.
Pendapat ulama tentang istitha' ah:

A. Imam Malik berpendapat bagi yang sanggup jalan kaki, maka tidak
perlu kendaraan dan sudah termasuk mampu, apabila dapat
mencari nafkahnya selama dalam perjalanan dan pelaksanaan
hajinya, dengan berusaha bekerja walaupun dengan bantuan
orang lain serta tanpa meninggalkan biaya yang cukup bagi
keluarga yang ditinggalkan (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala
Madzahib al-Arba’ah, Juz I, hal. 635). Keamanan yang dimaksud di
sini adalah aman untuk dirinya pada saat melaksanakan haji dan
bagi orang yang ditinggalkan selama kepergiannya, sesuai dengan
hadits Rasulullah Saw:

ِْ ‫ض ِيِّ َِع َم‬


ِ‫ن َيقوت‬ ِْ َ‫ َكفَى بِا ْل َم ْر ِِء إِثْ ًما أ‬:‫سلَّ َِم‬
َ ‫ني‬ َ ‫عِلَ ْي ِِه َو‬
َ ِ‫صلَّى للا‬ ِِ ِ‫ َقا َِل َرسول‬،‫ن ع َْم ٍرو قَا َل‬
َ ‫للا‬ ِِ ‫للا ْب‬
ِِ ‫ع ْب ِِد‬ ِْ ‫ع‬
َ ‫َن‬
)‫(رواه أبو داود‬
Artinya: Diriwayatkan dari Abdillah Ibn Amr berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Cukup dosa seseorang yang
menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya. (H.R. Abu Daud)
B. Menurut Imam Syafi'i Istitha'ah dibagi menjadi dua yaitu:

1. Kemampuan pribadinya langsung, (‫ )مباشرة‬yaitu kemampuan


untuk melaksanakan haji oleh dirinya sendiri.
2. Kemampuan dengan bantuan dari orang lain (tidak langsung
‫)غير مباشرة‬.Yaitu kemampuan untuk melaksanakan haji dengan
bantuan orang lain seperti orang tua yang dihajikan oleh anaknya
atau orang yang sudah tidak mampu fisik akan tetapi mampu
hartanya untuk membiayai orang lain menghajikannya, atau
menyertainya berhaji seperti orang buta dengan membiayai
seseorang yang akan menuntunnya (Abdurrahman al-Jaziri, al-
Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Juz I, hal. 639).

Seseorang orang yang melaksanakan haji dengan biaya orang lain


karena mengharapkan jasanya seperti penuntun orang buta. Petugas
haji dapat dikatakan (‫ )مستطيع‬orang yang mampu melaksanakan haji,
apabila dianggap cakap dan mampu melaksanakan tugas tersebut.
C. Sebagian ulama mutaakhirin (kontemporer) memandang
perlu memasukkan unsur kesehatan, kesempatan, dan
keamanan sebagai salah satu unsur yang memungkinkan
sampainya seseorang di tempat pelaksanaan haji itu (Imkan
al-Wusul) serta segala yang terkait dengan kebijakan
pemerintah setempat atau pemerintah Arab Saudi langsung
dengan ketentuan perhajian dari negara yang bersangkutan,
menjadi salah satu dari unsur kajian istitha’ah (Said bin
Abdul Qadir Basyinfar, al-Mughni fi Fiqh al-Haj wa al-‘Umrah
(Beirut: Dar Ibn Hazm, 1427 H/2007 M), Cet. 10, hal. 19-
22).
ISTITHA’AH
KESEHATAN

1. Sesuai dengan amanat Undang – Undang nomor 13 tahun


2008 bahwa Jemaah haji perlu mendapatkan pembinaan,
pelayanan dan perlindungan agar dapat melaksanakan
ibadahnya sesuai dengan ketentuan Syariat Islam.

2. Jemaah haji dituntut mampu secara fisik dan rohani agar


dapat melaksanakan rangkaian ibadah dan perjalanan haji
dengan baik, aman, dan lancar.

3. Pelayanan kesehatan jemaah haji dialakukan sejak dini


yang ditujukan untuk mewujudkan isthitha’ah kesehatan.
Pemerintah telah menetapkanmelalui Peraturan Menteri
Kesehatan no. 15 Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan
Jemaah Haji.
1. Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji

2. Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji dengan


Pendampingan.

3. Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji untuk


Sementara

4. Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji


KEDUDUKAN MAHRAM

Secara umum dalil-dalil syar’i mengatur, bahwa seorang


perempuan yang pergi haji harus disertai mahram. Memang
berdasarkan ketentuan syara’ yang tidak membolehkan
perempuan keluar rumah lebih dari tiga hari, kecuali ditemani
mahram atau suaminya.

Namun ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi saw


mengijinkan istri beliau Siti ’Aisyah RA menunaikan ibadah umrah bersama
dengan Umi Kultsum, dan pada kesempatan lain, didampingi ’Abd al-
Rahman ibn Abi Bakar ra. Berdasarkan riwayat bahwa Siti ‘Aisyah RA.
Diijinkan oleh Rasulullah SAW melaksanakan ibadah umrah tanpa
didampingi mahram laki-laki, tetapi dengan mahram perempuan yang
diyakini aman (al-rufqah al-ma’munah).
Imam Malik dan al-Syafi’i mengemukakan bahwa mahram bukan
merupakan syarat, sehingga perempuan yang menunaikan haji tidak
disyaratkan harus ada mahram. Dasarnya:

ِ‫ ليسِكلِالنساءِتجـدِمحرما‬:ِ‫ المرأةِالِتسافرِإالِمعِذيِمحرمِ؟ِفقالت‬:ِ‫ذكرِعندِعائشة‬

Artinya: “Orang perempuan tidak bepergian kecuali disertai mahram?


Beliau (‘Aisyah) berkata: “Tidak semua perempuan menemukan mahram”.

Imam Ahmad berpendapat, tidak masalah bagi perempuan melakukan


perjalanan jauh tanpa mahram, tetapi harus bersama orang-orang shalih.
Al-Auza’i berpendapat, perempuan boleh melakukan perjalanan jauh
apabila bersama dengan orang-orang yang adil. Imam al-Syafi’i
berpendapat, perempuan boleh melakukan perjalanan jauh apabila
bersama dengan perempuan muslimah, yang merdeka, dan dapat
dipercaya (Said Ibnu Abdul Qadir Basyinfar, al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al-
Umrah, 2003: 20).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wahbah al-
Zuhaili yang mengatakan bahwa perempuan boleh
melaksanakan haji atau umrah fardhu (bukan haji atau umrah
sunnah) sendirian, kalau dalam keadaan aman, tidak
menimbulkan fitnah dan dapat menjaga dirinya (dalam
kitabnya al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu 1984: 3/31).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bagi


seorang perempuan yang akan menunaikan ibadah haji atau
umrah dapat berangkat tanpa disertai mahram, selama
diyakini terjaga keamanannya. Hajinya tetap sah karena
mahram bukan merupakan syarat menunaikan ibadah haji.
MIQAT
MIQAT ADALAH BATAS MEMULAI MELAKSANAKAN IHRAM HAJI
ATAU UMRAH, MIQAT DIBAGI MENJADI 2(DUA), YAITU:
1. MIQAT ZAMANI, ADALAH BATAS WAKTU UNTUK MELAKSANAKAN
IBADAH HAJI, MULAI TANGGAL 1 SYAWAL SAMPAI TERBIT FAJAR
10 DZULHIJJAH
2. MIQAT MAKANI, ADALAH BATAS TEMPAT MEMULAI IHRAM
HAJI/UMRAH.
MADINAH:
- DZUL HULAIFAH (BIR ALI|)
MESIR, SYAM, MAROKO:
- JUHFAH
YAMAN:
- YA LAMLAM
NADIL DAN HIJAZ:
- QARNUL MANAZIL
IRAK:
- DZATU IRQIN
 Menurut ketentuan pemerintah Arab Saudi
yang disahkan oleh ICAO (International Civil
Aviation Organization), badan PBB yang
mengatur penerbangan sipil antarbangsa,
setiap pesawat udara dari kawasan Asia dan
Pasifik harus datang dari arah timur laut,
melewati kota Dafinah (23º; 16’ N, 41º 51’ E),
lalu menurunkan ketinggian di atas kota
Nasir (22º 14’ N, 40º 04’ E), dan mendarat di
KAA Airport (21º 41’ N, 39º 10’ E). Bandara
ini terletak di utara Jeddah (21º; 29’ N, 39º
10’ E), dan cukup jauh dari Makkah (21º 28’
N, 39º 55’ E). Di sekitar garis Tropic of
Center, 1 derajat North = 111 km (1’ = 1,85
km) dan 1 derajat East = 108 km (1’ = 1,80
km). Maka dengan eksak dapat kita hitung
bahwa KAA Airport berjarak lurus 22 km di
utara Jeddah dan berjarak lurus 84,5 km di
barat laut Makkah.
 Jalur/ rute penerbangan dari tanah air kita ke
KAA Airport juga sama sekali tidak lewat di
atas salah satu dari empat tempat miqat yang
disebutkan dalam hadits. Dari empat tempat
miqat tersebut, yang relatif paling dekat
dengan jalur penerbangan adalah
Qarnulmanazil (21º 37’ N, 40º 25’ E). Seperti
nama Dzulhulaifah, nama Qarnulmanazil
tidak dipakai lagi. Tempat itu kini bernama
As-Sayl al-Kabir, dan ternyata sangat jauh
dari jalur penerbangan. Garis lurus dari
PENGAMBILAN MIQAT GELOMBANG II DIATAS Qarnulmanazil ke jalur penerbangan
membentuk sudut siku-siku tepat pada kota
PESAWAT BERADA PADA GARIS SEJAJAR Nasir. Dengan demikian, jarak dari
DENGAN QARNUL MANAZIL (As-Sayl al-Kabir) Qarnulmanazil ke jalur penerbangan (kota
Nasir) secara eksak dapat kita hitung, yaitu
yaitu 21º 37º N, 40º 25ºE 78,2 km, lebih jauh dari jarak lurus
Qarnulmanazil ke Makkah yang cuma 56,5km
 Bagi orang yang datang ke
Makkah melalui udara,
sebagian ulama’ berpen-
dapat bahwa bandar udara
KAAIA Jeddah dapat
dijadikan Miqat Makani
berdasarkan pendapat
Imam Ishak dalam kitab al-
Muhaddab dan sarahnya
oleh Imam Nawawi yang
menjelaskan bolehnya
mengambil Miqat dari
mana saja asal mencukupi
dua markalah dari Makkah.
Selain itu, berdasarkan
fatwa syekh Mahmud bin
Zaid, ketua Syariah Negara
Qatar fatwa Iman Mustafa
Al-Zarqa, Abdullah Al-
JEMAAH MENGAMBIL MIQAT Syakakir, dan Fatwa MUI
GELOMBANG II DI AIRPORT JEDDAH tahun 1980 yang diku-
kuhkan kembali tahun
1981. Jadi miqat di airport
Jeddah dibolehkan sebagai
miqat Makani dan sah.
Miqat Makani dari Jeddah
Bagi orang yang datang ke Makkah melalui udara, sebagian ulama
berpendapat bahwa Bandara Udara King Abdul Aziz Internasional (Jeddah)
dapat dijadikan sebagai miqat makani berdasarkan pendapat Imam Ishak
dalam kitab al-Muhaddzzab dan Syarahnya oleh Imam Nawawi yang
menjelaskan bolehnya mengambil miqat dari mana saja asal mencukupi 2
(dua) marhalah dari Makkah.

ِ‫حابنَا لَ ِز َمهِ أ َ ْن‬ َِ ‫ص‬ْ َ ‫ت َو ِالَ َحا َذاهِ فَقَا َِل أ‬


ِِ ‫احيَ ٍِة َولَ ِْم يَم َِّر ِب ِِم ْيقَا‬ِ َ‫ن ن‬ ِْ ‫( َوأ َ َّما) ِإ َذا أَتَى ِم‬
‫عِْنهِ فِي ت َ ْو ِق ْي ِت ِِه‬
َ ِ‫ى للا‬ َِ ‫ارا ِب ِف ْع ِِل ع َم َِر َر ِض‬ ً َ‫ن َمك َِّةَ اِ ْع ِتِب‬ِْ ‫ن ِم‬ِِ ‫علَى َم ْر َحلَت َ ْي‬َ ‫ي ْح ِر َِم‬
ٍِ ‫َذاتَِ ِع ْر‬
.‫ق‬
Selain itu, berdasarkan Fatwa Syekh Mahmud bin Zaid, Ketua Mahkamah
Syari'ah Negara Qatar, Fatwa Imam Mustafa al-Zarqa, Abdullah al-Sakakir,
dan Fatwa MUI juga membolehkan Jeddah sebagai miqat makani.

Jemaah haji yang melakukan dua miqat memenuhi ihramnya dari miqat
kedua tanpa membayar dam.
IHRAM
Pelaksanaan Ihram:

A. Diawali dengan mandi sunat.


B. Memakai wangi-wangian pada tubuhnya.
C. Memotong kuku dan merapikan jenggot
D. Memakai kain ihram yang berwarna putih

HADIS NABI saw.

“Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, pakaian


apa yang harus dihindari oleh orang yang sedang ihram?’ Beliau menjawab,
‘Janganlah ia memakai celana, baju, sorban, tidak juga pakaian yang
terkena minyak za’faron dan wars (sejenis biji-bijian pewarna alami) dan
hendaklah seseorang di antara kamu ber-ihram dengan memakai kain dan
selendang serta memakai sandal. Jika ia tidak mendapatkan sandal, maka
pakailah sepatu (tetapi) potonglah hingga sampai batas mata kaki” (HR.
Baihaqi dari Ibn Umar).
Untuk wanita diperbolehkan memakai pakaian apa saja
yang diperbolehkan oleh syari’at ketika keluar rumah.

‫ب‬
ِ ‫الثيَا‬ ِ ‫س ِم َن‬ ُ َ‫ ا ْل ُم ْح ِر َمةُ ت َ ْلب‬: ‫ت‬
ِ َ‫ع ْن َها قَال‬ ‫ع َْن عَا ِئشَةَ َر ِض َى ه‬
َ ُ‫َّللا‬
‫ان َوالَ تَتَبَ ْرقَ ُع َوالَ ت َلَث ه ُم‬ٌ ‫س أ َ ْو َز ْعفَ َر‬ ٌ ‫سهُ َو ْر‬‫َما شَا َءتْ ِإاله ث َ ْوبًا َم ه‬
. ْ‫علَى َو ْج ِه َها ِإ ْن شَا َءت‬َ ‫ب‬ َ ‫س ُد ُل الث ه ْو‬
ْ َ ‫َوت‬
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wanita muhrim memakai dari
pakaian apa saja yang dia kehendaki kecuali pakaian yang terkena wars
(tanaman kuning yang dipakai untuk mewarnai kain) atau za’faran, dan tidak
boleh memakai burqu’ (sesuatu yang dipakai menutupi wajah sehingga
hampir menutup mata), tidak menutup mulut, dan menjulurkan kain di atas
wajahnya jika dia menginginkan”. (HR. Al Baihaqi dan dishahihkan di dalam
kitab Irwa Al Ghalil, 4/212)
E. Shalat sunat Ihram 2 rakaat

F. Niat Ihram (umrah atau haji, atau haji


dan umrah sekaligus) di Miqat

ُ ‫ت اْلعُ ْم َرةَ َوأ َ ْح َر ْم‬


.‫ت ِب َها ِهللِ تَعَالَى‬ ُ ‫نَ َو ْي‬
“Aku niat umrah dengan berihram
karena Allah ta ‘ala. “
‫لَبه ْي َك اَللّٰ ُه هم َح ًّجا‬
“Aku sambut panggilanMu ya Allah untuk berhaji”

‫نويت الحج وأحرمت به هلل تعالى‬


“Aku niat haji dengan berihram karena Allah ta’ala”
IHRAM HAJI / UMRAH

Menurut ketentuan Manasik, niat ihram wajib dilaksanakan


di Miqat. Jika melewati Miqat tanpa niat Ihram maka harus
menempuh cara :

A. Kembali ke Miqat semula yang telah dilaluinya


B. Berihram di tempat ia teringat, tidak perlu kembali ke
Miqat tetapi wajib membayar dam.
C. Mengambil Miqat yang lebih dekat (bila melewati Bir Ali
tanpa niat, dapat berniat di daerah Rabigh).

Jika kembali ke Miqat setelah niat ihram maka menurut


Imam Malik sah ihramnya dan tidak dikenakan dam
asalkan belum melaksanakan salah satu kegiatan
ibadah umrah atau haji.
Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali tetap dikenakan Dam
baik kembali ke Miqat semula atau tidak (Al Majmu’ syarah
Mutazab Jilid 7 hal. 68 – 69 ).

MERUBAH NIAT

Merubah niat dari Haji ke Umrah atau sebaliknya


diperbolehkan dan tidak disyaratkan kembali ke Miqat.
َِّ‫سلَّ َمِالَِنَ ْذكرِ ِإال‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َِ ‫ِو‬ َ ِ‫صلَّىِللا‬ َ ِ‫للا‬
ِ ِ‫ِرس ْو ِل‬َِ ‫ َخ َر ْجنَاِ َم َع‬:ِْ‫ع ْن َهاِقَالَت‬
َ ِ‫يِللا‬
َ ‫ِر ِض‬ َ َ‫ع َْنِعَائِشَة‬
ًِ‫ ا ِْجعَل ْو َهاِع ْم َرة‬:‫ص َحاِِب ِِه‬ ْ َ ‫سلَّ َمِل‬
َ ‫ِو‬َ َ‫علَ ْيه‬ َِ ِ‫ فَلَ َّماِقَد ِْمتِ َمكَّةَِِقَا َلِالنَّ ِبيِللا‬...ِِ‫ِباْل َح ِّج‬
َ ِ‫صلَّىِللا‬
)‫(متفقِعليه‬
Artinya:
Aisyah ra. berkata: "Kami keluar bersama Rasulullah SAW. (menuju
Makkah) kami tidak menyebut (niat) kecuali untuk haji. Ketika kami
telah sampai di Makkah Nabi bersabda kepada sahabatnya.
Jadikanlah niatnya dengan niat umrah". (HR. Bukhari dan Muslim).
MEMAKAI WANGI-WANIAN SETELAH BERIHRAM

A. Para Ulama sepakat bahwa setelah berihram, haram memakai


wangi-wangian (baik di badan maupun pada pakaian ihram).
B. Menurut Madzhab Syafii dan Hambali, boleh mandi dengan
menggunakan sabun mandi.
C. Menurut Madzhab Maliki boleh mandi hanya untuk
mendinginkan badan bukan untuk membersihkan.
D. Sedangkan menurut Madzhab Hanafi tidak dibolehkan.

‫ وكذا قصد شمه عند الحنابلة ويكره عند‬،‫تحريم مس الطيب باإلتفاق‬


،‫ وتحريم االدهان بالزيوت مطلقا عند أبي حنيفة والمالكية‬.‫غيرهم‬
‫ دون غير المطيب ودهن الشعر‬،‫وبالدهن المطيب عند الحنابلة‬
‫ ويجوز اإلغتسال‬.‫والرأس فقط مطلقا عند الشافعية ولو بغير مطيب‬
‫ وال يجوز بالصابون ونحوه‬.‫ولو بالصابون عند الشافعية والحنابلة‬
‫ ويغتسل عند المالكية لتبرد ال للتنظيف (الفقه اإلسالمي‬.‫عند الحنفية‬
)239 ‫ ص‬3 ‫ ج‬،‫وأدلته‬
A. Bagi Laki-laki ada dua pendapat:

 Boleh menutup muka (Madzhab Syafi’i, salah satu


riwayat Ahmad bin Hambal)
 Tidak boleh menutup muka (Madzhab Hanafi, Maliki
dari salah satu riwayat Ahmad bin Hambal)

B. Bagi Wanita jika tidak menimbulkan fitnah sebaiknya


tidak menutup muka, tetapi jika menimbulkan fitnah dan
khawatir akan jatuh sakit karena debu maka menutup
muka diperbolehkan (Al-Mughni Fiqhil Haji wal Umrah hal
118 s/d 120).
PELANGGARAN IHRAM
(BERSETUBUH SEBELUM TAHALLUL AWAL)

- Apabila suami-istri melakukan pelanggaran ihram


yaitu bersetubuh sebelum tahallul awal maka
batal hajinya dan wajib membayar Dam kifarat
menyembelih seekor unta atau sapi atau 7 ekor
kambing
- Apabila pelanggaran tersebut dilakukan setelah
tahallul awal, hajinya tidak batal tetapi wajib
membayar dam seekor kambing. (al-Mughni fi
Fiqhil Haj wal Umrah)
TALBIYAH

Lafadz talbiyah yang masyhur sebagaimana lafadz talbiyah yang


diucapkan oleh Rasulullah SAW :

‫الن ْع َمةَ لَ َك‬


ِ ‫ش ِر ْي َك لَ َك لَبه ْي َك ا هِن ا ْل َح ْم َد َو‬
َ َ‫ لَبه ْي َك ال‬،‫لَبه ْي َك اَلل ُه هم لَبه ْي َك‬
‫َوا ْل ُم ْل َك الَش َِر ْي َك لَ َك‬
A. Hukum Talbiyah

 Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah membaca


talbiyah wajib walaupun hanya satu kali dalam ihram haji
atau ihram umrah. Bagi yang meninggalkan dikenakan
denda.
 Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibn Hambal
hukum membaca talbiyah adalah sunat.
Lanjutan.....
B. Waktu Membaca Talbiyah :

 Talbiyah dibaca setelah niat ihram dari miqat


 Seseorang yang ihram umrah disunnahkan membaca talbiyah
hingga berakhirnya tahallul
 Seseorang yang berihram haji talbiyahnya berakhir apabila
telah melaksanakan salah satu dari tiga amalan setelah wukuf
yaitu melontar jamrah, thawaf ifadhah-sa’i dan menggunting
rambut
Seseorang yang mendahulukan melontar jamrah ‘aqabah,
talbiyahnya berakhir setelah lontaran pertama, bagi yang
mendahulukan thawaf ifadhah, talbiyahnya berakhir setelah
putaran pertama thawafnya, sedangkan yang mendahulukan
menggunting rambut, talbiyahnya berakhir setelah
pengguntingan selesai.

C. Talbiyah dapat saja dibaca sebagai zikir sebelum sampai miqat


(sebelum ihram) dan tidak disertai dengan niat haji atau umrah, maka
tidak berfungsi sebagai sebagai ikrar ihram.
THAWAF

A. Thawaf Umrah, Thawaf


Qudum, Thawaf Ifadhah,
Thawaf Sunat dan Thawaf
Wada.

B. Syarat sahnya thawaf:


1. Suci dari hadas besar
dan kecil
2. Dimulai dan diakhiri di
rukun Hajar Aswad
3. Dilaksanakan sebanyak
7 kali putaran
4. Di dalam Masjidil
Haram
Lanjutan.....

C. Jika ragu hitungan putaran thawaf, ambillah hitungan yang


lebih sedikit.
D. Posisi Baitullah berada di sebelah kiri
E. Membaca doa Thawaf
F. Shalat sunat Thawaf
G. Muwalat (tidak terputus)
Dalam pelaksanaan Thawaf, muwalat 5. . merupakan syarat
menurut mazhab Maliki dan Hambali. Sedangkan menurut
mazhab Syafi’I dan Hanafi, muwalat dalam Thawaf adalah
sunat.
H. Shalat Sunat Thawaf
Jika tidak mungkin dilaksanakan di belakang Maqam
Ibrahim dapat dilaksanakan dimana saja di Masjidil Haram
atau di tanah Haram bahkan bagi yang lupa dapat
melaksanakan di tanah air sebagai qadha.
(Al-Mughni fi Fighil Haji Wal Umrah hal. 204).
HUKUM THAWAF IFADHAH

A. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambal waktu


awal Thawaf Ifadah adalah lewat tengah malam Nahr
tanggal 10 Dzulhijjah, sedangkan akhir waktu Thawaf
Ifadah tidak terbatas dan tidak ada ikhtilaf dikalangan
para ulama.

B. Menurut Imam Hanafi dimulai setelah terbit fajar pada


hari Nahr.

C. Menurut Imam Malik dimulai sesudah terbit matahari


pada hari Nahr.
BADAL THAWAF IFADHAH
Pada dasarnya thawaf ifadhah adalah rukun haji yang tidak boleh
dibadalkan. Tetapi menurut Imam Syihabuddin ar-Ramli, boleh dilakukan
badal thawaf ifadhah dengan syarat orang yang dibadalkan dalam kondisi
ma'dhub (orang sakit berat yang secara medis tidak mungkin sembuh)
dan harus segera meninggalkan Makkah. Sebagaimana pendapat ulama
berikut:

A. Atha’ bin Abi Rabah:

ِ ‫لى اَنَّهِ ي َط‬


‫اف‬ َِ ‫ي ِ َوي ْج ِزئهِ قَا َِل َواَ ْج َمع ْوا‬
َِ ‫ع‬ َِّ ‫َلىِ اَنَّهِ ي َطافِ ِبال‬
ِِّ ِ‫صب‬ َ ‫ِر ا َ ْج َمع ْوا ع‬ِِ ‫قَا َِل ا ْبنِ الم ْنذ‬
ِْ ‫ستَأ ْ ِجرِ َم‬
ِ‫ن يَط ْوف‬ ِْ ‫ن (ِاَ َحده َما) َه َذا ( َوالثَّا ِن‬
ْ َ ‫ي) ي‬ ِِ َ‫ع َطاء فَعَ ْنهِ قَ ْوال‬
َ َّ‫ض َوي ْج ِزئهِ ِإ ِال‬ِ ِ ‫ِباْل َم ِر ْي‬
)8/60 ‫ ج‬,‫ع ْنهِ (المجموع‬ َ
Artinya: Ibnu Munzir berkata, para fuqaha sepakat (ijma’) boleh membantu anak
kecil untuk melakukan thawaf sendiri dan sah tawafnya dan mereka juga sepakat
boleh membantu orang sakit untuk melakukan thawaf sendiri dan sah tawafnya,
kecuali Atha’ ibn Abi Rabah, menurutnya ada dua pendapat: Boleh membantu
mereka untuk thawaf sendiri dan ia boleh juga membayar orang lain untuk
melakukan tawafnya (badal).
B. Fatwa al-Ramli:

ِْ‫ارِ َم ْعضوبًاِِِبش َْر ِط ِهِفَ َهل‬ َ ‫ص‬َ ِ‫ىِمص َْرِ َمث َ ًالِث َّم‬
ِِ َ‫ِو َجا َءِإل‬ َ ‫ِاإلفَا‬
َ ‫ض ِة‬ ِ ‫اف‬ َ ‫جِت َ َر َكِ َط َو‬
ٍ ِّ ‫(سئِ َِل) ع َْنِ َحا‬
ِ‫اب) ِبأَنَّه‬
َِ ‫بِ؟ِ(فَأ َ َج‬ ٍ ‫اج‬ َ ‫ِم ْنِر ْك ٍنِأ َ ْو‬
ِ ‫ِو‬ َِ ِ‫افِأَ ْوِ ِفي‬
ِ ‫غ ْي ِر ِه‬ َّ ‫يبِ ِفيِ َه َذاِال‬
ِ ‫ط َو‬ َ ‫ست َ ِن‬ ْ َ‫يَجوزِلَهِأ َ ْنِي‬
َ ِ ْ ‫علَ ْي ِهِل َ َّن‬
ِ‫يعِالنس ِكِفَ ِفيِِبَ ْع ِض ِه‬ ِ ‫ِاإلنَابَةِإ َِذاِأَ ْج َزأَتْ ِ ِفيِ َج ِم‬ َ ِ‫يَجوزِلَهِ َذ ِل َكِبَلِْيَ ِجب‬
)409 .‫ ص‬,2 .‫ ج‬,‫أَ ْولَى(فتاوى الرملى‬

Artinya: Imam al-Ramli ditanya tentang seseorang yang menunaikan haji


meninggalkan thawaf ifadhah, dan dia pulang ke Mesir misalnya,
kemudian kondisinya menjadi lemah. Apakah baginya boleh mewakilkan
tawaf atau amalan lain baik rukun maupun wajib haji? Lalu ia menjawab:
Sesungguhnya orang tersebut boleh mewakilkan thawafnya kepada orang
lain, dan bahkan wajib. Karena jika membadalkan seluruh manasik haji
dibolehkan, maka membadalkan sebagian itu lebih utama.
C. Fatwa al-Azhar dengan mengutip pendapat Atha’ bin Abi Rabah:

ِِّ ‫اإلنَاِبَ ِِة فِى ا ْل َح‬


ِ‫ج‬ ِ ‫علَى‬
َ ‫سا‬
ً ‫اف قِيَا‬
ِِ ‫ط َو‬َّ ‫اح ي ِج ْيزِ ال ِنِِّيَابَ ِةَ فِى ال‬ٍِ َ‫ن أ َ ِبى َرب‬ ِِ ‫اك قَ ْولِ ِلعَ َط‬
ِِ ‫اء ْب‬ َِ َ‫َوهن‬
,9 .‫ ج‬,‫ب أ َ ْولَى (فتاوى األزهار‬ ِِ ‫ن بَا‬ ِْ ‫جائِ َزةِ ِم‬
َِ ‫اجبَا ِت ِِه‬ِ ‫ضِ أ َ ْركَانِ ِِه َو َو‬ِ ‫ فَا ْ ِإلنَابَةِ فِى بَ ْع‬،‫ك ِلِّ ِه‬
.)337 .‫ص‬
Artinya: Di sana (dalam masalah badal thawaf Ifadhah) terdapat pendapatnya Atha’ bin Abi
Rabah yang membolehkan badal thawaf dengan diqiaskan pada badal amalan haji secara
keseluruhan. Maka badal sebagian dari rukun dan wajib haji adalah boleh dan lebih utama.

D. Fatwa Jadul Hak:

ِ‫ َولَ ِْم ي ْم ِك ْن َها ا ْلبَقَاءِ فِى َمك َِّةَ ِإلَى ِح ْي ِن‬،‫ض ِة‬ ِِ ‫يَج ْوزِ ِل ْل َم ْرأ َ ِِة ِإ َذا فَ َجأ َ َها ا ْل َح ْيضِ قَ ْب َِل َط َو‬
َ ‫اف اْ ِإلفَا‬
،‫س ِه‬ ِ ‫ن نَ ْف‬ َِ ‫ع ْن َها بَ ْع َِد َط َوا ِف ِِه‬
ِْ ‫ع‬ َ ‫ف‬ َِ ‫ن يَط ْو‬ِْ َ‫علَى أ‬ َ ‫اف‬ ِِ ‫ط َو‬ َّ ‫غ ْير َها فِى َه َذا ال‬ َ ‫ب‬َِ ‫ن تَنِ ْي‬ ِْ َ‫ا ْن ِق َطا ِع ِِه أ‬
‫ستَ ْع ِِم َِل د ََوا ًِء ِل َو ْق ِف ِِه‬
ْ َ‫ن ت‬ِْ َ‫ أَ ِْو أ‬،‫ع ْن َها نَا ِئبًا م َؤ ِ ِّديًا َط َوافَ َِها ِبك ِ ِِّل شر ْو ِط ِه‬
َ ‫اف‬
َِ ‫ط َو‬ َّ ‫ي ال‬ َِ ‫ن يَ ْن ِو‬ ِْ َ‫َوأ‬
.)205 .‫ ص‬,1 .‫ ج‬,‫ف (فتاوى األزهار‬ َِ ‫س َِل َوتَط ْو‬ ِ َ‫َوتَ ْغت‬
Artinya: Bagi perempuan yang tiba-tiba haid sebelum melakukan thawaf ifadhah dan ia tidak
mungkin tinggal di Makkah sampai waktu berhentinya haid, maka ia boleh mewakilkan
thawafnya kepada orang lain, setelah orang tersebut melakukan thawaf untuk dirinya sendiri.
Orang tersebut niat thawaf untuknya (perempuan) mewakili secara langsung thawafnya
dengan segala syaratnya. Atau perempuan itu minum obat agar haidnya segera berhenti,
kemudian mandi dan melaksanakan thawaf.
THAWAF IFADHAH BAGI WANITA HAID / NIFAS

Jika akan segera pulang ke Tanah Air maka :

- Segera bersuci atau mandi dan membalut kemaluannya,


lalu melaksanakan thawaf sekalipun setelah thawaf darah
keluar lagi.

- Menurut Ibnu Qayyim dan Ibnu Taimiyah yang


bersangkutan tidak dikenakan dam tetapi mazhab Hanafi
berpendapat wajib membayar dalam 1 unta atau 7 ekor
kambing, dan dalam riwayat lain cukup membayar 1 ekor
kambing.
THAWAF DALAM ‘IDDAH

A. Wanita dalam ‘Iddah karena suaminya wafat tidak


diperkenankan keluar untuk melaksanakan haji.
B. Sebagian ulama ‘salaf membolehkan seorang wanita
yang dalam masa ‘Iddah untuk melaksanakan haji atau
umrah.
Hal ini pernah dilakukan Aisyah dengan saudaranya
Umi Kulsum, berangkat ke Makkah melaksanakan Umrah
dalam keadaan ‘Iddah karena Umi Kulsum baru saja
ditinggal suaminya. (AL-MUMKIN FI FIQLIL HAJI, hal 26)
PAKAIAN IHRAM WANITA

Yaitu pakaian/busana muslimah yang menutup semua anggota


badannya kecuali wajah/muka dan kedua telapak tangan harus terbuka.
Namun demikian menurut Imam Syafi’I dan Ahmad bin Hambal boleh
menutup muka (dengan cadar) jika khawatir timbul fitnah. Sedangkan
Abu Hanifah dan Malik menyatakan tidak boleh menutup muka.
(Ibid, hal 118)

MEMAKAI WANGI-WANGIAN / BERSOLEK


DALAM KEADAAN IHRAM

Semua ulama Madzhab sepakat bahwa seseorang yang


sedang Ihram harus menghindari dari memakai wangi-
wangian, bahkan Imam Nawawi menyatakan ‘haram bagi
orang yang sedang Ihram’.
THAWAF WADA’

A. Yang diwajibkan Thawaf Wada’ adalah :

- Setiap orang/jemaah yang akan kembali ke Tanah Air (mazhab Syafi’i).


- Orang yang tinggalnya diluar Miqat setiap akan meninggalkan tanah
haram harus Thawaf Wada’ (mazhab Hanafi).
- Bagi orang yang akan keluar dari tanah haram sunat melaksanakan
Thawaf Wada’ termasuk jamaah haji/umrah (mazhab Maliki).

B. Waktu Pelaksanaan Thawaf Wada’ :


- Setelah selesai seluruh rangkaian kegiatan haji dan hendak
meninggalkan Makkah.
- Menurut Abu Hanifah seseorang yang telah Thawaf Wada’ kemudian
tinggal di Makkah selama satu bulan atau lebih maka Thawafnya sah
dan tidak perlu mengulang lagi.
(Al-Mughni fi Fighil Hajj wal Umrah hal. 173 – 176 ).
Doa minum air zam-zam

‫شفَا ًء ِم ْن ك ُِل‬ ِ ‫ َو ِر ْزقًا َوا‬،‫سأَلُ َك ِع ْل ًما نَافِعًا‬


ِ ‫ َو‬،‫سعًا‬ ْ َ ‫اَلله ُه هم ِإنِ ْي أ‬
‫اح ِمي َن‬
ِ ‫الر‬‫سقَم ِب َر ْح َم ِت َك يَاأ َ ْر َح َم ه‬ َ ‫دَاء َو‬
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang
bermanfaat, rizki yang luas dan kesembuhan dari segala penyakit
dan kepedihan dengan rahmatMu ya Allah, Tuhan Yang Maha
Pengasih”
SA’I

A. Dilaksanakan setelah Thawaf, dimulai dari bukit Safa


dan berakhir di bukit Marwah.

DIREKTORAT PEMBINAAN HAJI DAN


UMRAH
B. Diantara 2 (dua) pilar hijau/lampu hijau disunatkan berlari-
lari kecil bagi laki-laki.

C. Tidak ada Sa’i sunat


D. Syarat Sahnya Sa’i

 Didahului dengan Thawaf


 Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit
Marwah
 Memotong/memutus setiap perjalanan antara Safa
dan Marwah
 Menyempurnakan tujuh kali perjalanan
 Dilaksanakan di tempat Sa’i.

E. Menurut mazhab Hanafi jemaah haji yang melaksanakan Sa’i


hanya empat perjalanan atau tidak melaksanakan Sa’i hajinya
sah tapi wajib membayar dam. Tetapi kalau hanya
melaksanakan satu perjalanan, dua perjalanan atau tiga
perjalanan maka wajib membayar fidyah setiap perjalanan
satu Sho’. Karena Sa’i menurut mazhab Hanafi termasuk
Wajib Haji bukan Rukun Haji.
TAHALLUL (ditandai dengan menggunting rambut)

A. Dapat dilaksanakan di bukit


Marwah atau di pondokan.

B. Bagi laki-laki dapat meng-


gunting atau mencukur
rambut

C. Bagi wanita cukup meng-


gunting rambut saja.
MENCUKUR /MENGGUNTING RAMBUT

A. Mazhab Syafi’i, boleh mendahulukan mencukur/


menggunting rambut sebelum melontar dan tidak
dikenakan Dam.
B. Sedangkan Imam Malik dan Imam Ahmad menyatakan
wajib membayar Dam jika mendahului mencukur sebelum
melontar jumrah.
C. Pelaksanaan mencukur/menggunting rambut:
- Mazhab Hanafi dan Maliki wajib dilaksanakan pada
hari Nahar/Tasyriq di Tanah Haram kalau tidak
dikenakan Dam.
- Mazhab Syafi’i dan Hambali pelaksanaan cukur/
gunting rambut tidak dikaitkan dengan waktu dan
tempat.
(Al Mughni Fi fiqhil Haji wal Umrah, 295 – 296).
WUKUF (‫عرفة‬ ‫)الحج‬
A. Berangkat menuju Arafah tanggal 8 Dzulhijjah dengan niat haji
bagi haji tamattu
B. Menempati kemah di Arafah yang telah ditentukan.
C. Pelaksanaan Wukuf tanggal 9 Dzulhijjah dari ba’da Zuhur sampai
dengan sebelum terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.

:‫سله َم قَا َل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلهى هللا‬ ُ ‫ َر‬:‫ع ْب ِد هللاِ قَا َل‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫ع َْن ُجبَ ْي ِر ْب ِن‬
)‫ال َح ُّج ع ََرفَةُ فَ َم ْن أَد َْر َك ع ََرفَةَ فَقَ ْد أ َ ْد َر َك اْل َح هج (متفق عليه‬
“Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam
bersabda: Haji itu Arafah, barang siapa mendapatkan (wukuf) di Arafah,
maka ia mendapatkan haji .” (H. R. al-Bukhari Muslim)

D. Amalan ibadah selama Wukuf: berdoa, membaca al-Quran, Tahlil


dan Istighfar serta berzikir.
E. Waktu Wukuf :

 Menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Syafi’I


wukuf dimulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9
Dzulhijjah sampai dengan terbit fajar tanggal 10
Dzulhijjah.
 Menurut Ahmad bin Hambal, dimulai sejak terbit fajar
tanggal 9 Dzulhijjah sampai dengan tanggal 10
Dzulhijah.

F. Kadar lamanya Wukuf :


 Menurut mazhab Maliki, mendapati sebagian siang dan
sebagian malam adalah rukun.
 Menurut mazhab Syafi’i, mendapati sebagaian siang dan
sebagian malam adalah sunat (Al Fiqh A’lal Madzahibil
Arba’ah).
 Menurut Mazhab Hanafi dan Hambali wajib mendapati
sebagian siang dan sebagian malam
Lanjutan.....

G. Meninggalkan arafah menuju muzdalifah setelah


shalat jama taqdim qasar magrib dan isya.

H. Wukufnya seseorang yang sedang pingsan atau


ayan tidak sah menurut Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad, sedang menurut Abu Hanifah dan Imam
Malik sah Wukufnya.
MABIT DI MUZDALIFAH

A. Dilaksanakan pada tanggal 10


Dzulhijjah (malam hari).

B. Berzikir dan mencari batu


kerikil sebanyak 49/70.
C. Mabit di Muzdalifah dan Mina menurut Imam Malik,
Syafi’i dan Ahmad bin Hambal hukumnya wajib.
Sedangkan menurut Abu Hanifah hukumnya sunat.

D. Waktu Mabit di Muzdalifah dimulai setelah Maghrib


sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah.
Lanjutan.....

E. Kadar lamanya Mabit di Muzdalifah :

 Antara salat Maghrib dan Isya serta istirahat sejenak


walaupun keluar dari Muzdalifah sebelum lewat
tengah malam (Mazhab Maliki).

 Sesaat sebelum lewat tengah malam dan keluar dari


Muzdalifah harus setelah lewat tengah malam
(mazhab Syafi’i dan Hambali).

 Keluar dari Muzdalifah harus setelah shalat Subuh


tanggal 10 Dzulhijah (Mazhab Hanafi).
MABIT DI MINA

A. Mabit di Mina/perluasan Mina pada malam tanggal 11,


12 dan 13 Dzulhijjah

B. Amalan ibadah selama mabit di Mina: berdoa,


membaca al-Qur’an, Tahlil dan Istiqhfar serta berdzikir.
C. Waktu Mabit di Mina dimulai waktu Maghrib sampai
dengan terbit fajar. Akan tetapi kadar lamanya
mabit wajib mendapatkan sebagian besar waktu
malam (Mu’dhamullail) berbeda dengan mabit di
Muzdalifah yang cukup sesaat.
(Fiqih A’lalmadzahibil Arba’ah hal. 665).

D. Yang termasuk udzur syar’i (tidak mabit) dan tidak


dikenakan membayar Dam adalah orang yang
menjaga/mengurus orang sakit, orang yang sedang
sakit, orang yang khawatir akan jatuh sakit dan
orang yang menjaga harta karena takut hilang.
(Al Majmu’jidil 8 hal. 247).
Mabit di Perluasan Mina

Mabit di perluasan Mina adalah sah, berdasarkan dalil:

A. Al-Qur’an:
)6 :‫ست َ َط ْعت ِْم (التغابون‬ َِ ‫فَاتَّقوا‬
ْ ‫للا َما ا‬

Artinya: Bertakwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kemampuanmu


(QS. At-Taghabun: 6)

ْ ‫س َِر َو ِالَ ي ِريدِ ِبكمِ ا ْلع‬


)185 : ‫س َِر (البقرة‬ ْ ‫ّللا ِبكمِ ا ْلي‬
َِّ ِ‫ي ِريد‬

Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki


kesukaran bagimu (QS. Al-Baqarah: 185)

Melalui ayat di atas Allah menghendaki agar dalam pelaksanaan ajaran


syariat Islam, umat merasakan kemudahan dan keringanan, jangan
sampai menemukan kesulitan dan beban yang berat.
B. Mabit di perluasan Mina sah, karena dapat diqiyaskan/ilhaqkan
dengan shalat jum’ah sebagaimana pendapat Muhammad Ulaisi:

ِ‫يط ِب ِه‬
ِِ ‫ح‬ ِِ ‫ام ِِع ا ْلم‬
ِ ‫ج س َو ِِر ا ْل َج‬ َِ ‫ي َما ِزي َِد َخ ِار‬ ِْ َ‫ ( ِب َر ْحبَتِه) أ‬... ‫وم‬ ٍِ ‫ن َمأْم‬ ِْ ‫ص َّحتِْ) ا ْلجمعَةِ ِم‬ َ ‫( َو‬
‫ت َو َح َوا ِنيتَِ َِو ِالَ َح َِّد لَ َها‬ ٍِ ‫ن بيو‬ ِْ ‫الَ َحا ِئ ٍِل ِم‬
ِ ‫ام ِِع ِِب‬ ِ ‫ق مت َّ ِصلَ ٍِة) ِبا ْل َج‬ ٍِ ‫ب (طر‬ ِِ )‫ ( َِو‬... ‫سعَ ِت ِِه‬ ِ ‫ِلت َ ْو‬
ِ‫ع ْن َها ِب َح ْيث‬ َ ‫س ِج ِِد أَ ِْو ك َْو ِن ِِه م ْرتَِِفعًا‬ ْ ‫سا ِو َي ِةً ِل ْل َم‬
َِ ‫ن ك َْو ِن َها م‬ َِ ‫ق بَ ْي‬َِ ‫ن َو ِالَ فَ ْر‬ ِِ ‫َولَ ِْو َطالَتِْ ك َِميلَ ْي‬
‫ منح‬,‫ج (محمد عليسى‬ ٍِ ‫ع ْنهِ ِِب َح ْيثِ يَ ْن ِزلِ إلَ ْي ِِه ِم ْن َها ِبد ََر‬ َ ً‫ج أَ ِْو ك َْو ِن َها م ْرتَ ِفعَ ِة‬ ٍِ ‫صعَدِ إلَ ْي ِِه ِبد ََر‬ْ َ‫ي‬
)454 .‫ ص‬,2.‫ ج‬,‫الجليل‬

Artinya: Sah (hukumnya) salat jumat seorang ma`mum … (di halaman)


atau bangunan tambahan di luar pagar sekeliling masjid karena perluasan
… (dan) di (jalan-jalan yang bersambung) dengan masjid tanpa dipisah
oleh rumah atau toko, dan itu tanpa batas meskipun panjangnya
mencapai 2 mil. Tidak ada beda antara jalan-jalan tersebut sama rata
dengan masjid atau berada di ketinggian yang harus dicapai dengan
tingkatan tangga ketika naik atau turun.
C. Fatwa Abdullah bin Baz dan Ustaimin:

ِ‫ ِإ َذاِلَ ْم‬:‫از‬
ِْ َ‫للاِ ْب ِنِب‬
ِ ِ‫ع ْب ِد‬َ ِ‫عِْبدِاْلعَ ِز ْي ِزِ ْب ِن‬ َ ‫ِو‬َ ‫صا ِلحٍِالعث َ ْي ِم ْن‬ َ ِ‫َوقَ ْدِأ َ ْفتَىِم َح َّمدِ ْب ِن‬
َِ‫ِولَ ْوِ َخ ِارج‬َ ِ‫ِخيَ ِامِاْلح َجاج‬ ِ ‫يِمنَىِنَ َزل ْواِ ِع ْندَِأ َ ِخ ِرِ َخ ْي َم ٍِة ِم ْن‬ِ ِ‫يَ ِجد ْواِ َم َكانًاِف‬
ِ‫سقَ َط‬َِ ِ‫ فَ ِإ ْنِلَ ْمِت َ ِجد ْواِ َم َكانًا‬.‫سِت َ َط ْعت ِْم‬ َ ‫ فَاتَّق ْو‬:‫ِمنَىِ ِلقَ ْو ِل ِهِتَعَالَى‬
ْ ‫اِللاِ َماا‬ ِ ‫حد ْو ِد‬
)103 .‫ ص‬,‫علَ ْي َهاِ(فتاوى الحج و العمرة‬ َ ِ‫ئ‬ َ ‫ِم ْنهمِاْل َم ِب ْيت‬
َ َ‫ِوال‬
َ ‫ش ْي‬
Artinya: Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dan Abdul Aziz bin Baz
berfatwa, jika jamaah haji tidak mendapatkan tempat mabit di Mina
sehingga mereka ujung/akhir tenda walapun sudah keluar dari batas Mina,
maka gugurlah kewajiban mabit mereka dan bagi mereka tidak dikenakan
sangsi (dam).
MELONTAR JAMRAH (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)

A. Waktu melontar
diatur oleh
Muassasah/Maktab

B. Qobla Zawal

C. Ba’da Zawal

D. Malam Hari
E. Waktu Melontar Jumrah Aqobah :

 Lewat tengah malam tanggal 10 Dzulhijah dimulai


sampai dengan terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijah
(mazhab Syafi’i dan Hambali).
 Setelah terbit fajar sampai dengan akhir hari Tasyriq
tanggal 13 Dzulhijah (Abu Hanifah dan Imam Malik)

F. Waktu melontar jumrah Ula, Wushto dan Aqobah pada hari Tasyriq
(11, 12, 13 dzulhijjah) :

 Jumhur ulama mengatakan waktu melontar jumrah hari-hari


Tasyriq dimulai setelah tergelicir matahari.
 Menurut Atho dan Thawus (ulama dari golongan
thabi’in) melontar jumrah hari-hari Tasyriq dimulai
sebelum Zawal.
 Imam Rofi’i dan Imam Isnawi dalam mazhab Syafi’i
membolehkan melontar jumrah hari-hari Tasyriq sebelum
tergelincir matahari dan dapat dimulai sejak terbit fajar
(Bahsul Masail NU 1988).
BATU KERIKIL UNTUK MELONTAR JUMRAH

A. Sunat mengambil di Muzdalifah untuk melontar jumrah


Aqabah (7 batu kerikil).

B. Untuk melontar jumrah pada hari-hari Tasyrik lebih


utama mengambil batu kerikil di tempat lain (jumhur
ulama).

C. Makruh mengambil batu kerikil dari masjid, tempat


najis dan disekitar jamarat
(Fiqhul Ibadat Al Hajj hal. 131).
NAFAR AWAL DAN NAFAR TSANI

A. Nafar Awal
1. Dilaksanakan pada tanggal 12 Dzulhijah setelah melontar
jumrah dan sebelum terbenam matahari harus
meninggalkan Mina (jumhur ulama).
2. Menurut Abu Hanifah, setelah melontar jumrah tanggal
12 Dzulhijah boleh meninggalkan Mina sebelum fajar
tanggal 13 Dzulhijah.
3. Menurut Thawus boleh melontar dan meninggalkan
Mina tanggal 12 Dzulhijah sebelum Zawal.

B. Nafar Tsani
Meninggalkan Mina tanggal 13 Dzulhijah setelah melontar
jumrah dan akhir melontar jumrah tanggal 13 Dzulhijah
sampai dengan terbenam matahari.
Lanjutan...

 Abu Hanifah membolehkan melontar jumrah saat Nafar


tanggal 12 dan 13 sebelum matahari tergelincir.
 Tawaf ifadah dan Sa’i dilaksanakan setelah tiba di
Makkah (Tahallul Tsani).
DAM
Dam menurut bahasa berarti darah, sedang menurut istilah disebut hadyu, yaitu
menyembelih hewan di tanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji.

Sebab (illat) dikenakan Dam:

1. Dam Nusuk: karena ketentuan manasik dan bukan karena


pelanggaran, dikenakan bagi orang yang mengerjakan haji Tamattu’
atau Qiran.
2. Dam Isa’ah: pelanggaran terhadap ketentuan ibadah haji dan umrah
karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan, seperti tidak
berihram di Miqat, tidak mabit di Muzdalifah dll.
3. Dam Kifarat: pelanggaran terhadap ketentuan ibadah haji dan umrah
karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan selama ihram, seperti
membunuh hewan buruan, hubungan suami isteri sebelum tahallul
awal dll. Bagi jemaah yang melakukan hubungan suami isteri
sebelum tahallul awal, hajinya fasad/rusak tetapi harus diteruskan,
dikenakan kifarat dan masih berkewajiban melaksanakan tahun
berikutnya.
Lanjutan ...

Macam-macam Dam:

1. Dam tartib wa Taqdir (dilaksanakan secara tertib, tidak boleh memilih),


misalnya dam tamattu’ harus meyembelih seekor kambing, jika mampu tidak
boleh mengganti dengan puasa.

2. Dam tartib wa ta’dil (dilaksanakan dengan tertib dengan nilai yang


sebanding), misalnya menyembelih seekor onta, atau seekor sapi, atau 7
ekor kambing.

3. Dam takhyir wa taqdir (pelaksanaan dam yang boleh dipilih antara


meyembelih seekor kambing, puasa tiga hari, atau sedeqah makanan
sebanyak tiga sho’ untuk enam orang fakir miskin. Dam tersebut dikenakan
terhadap pelanggaran ihram (mencukur rambut, memotong kuku, memakai
wangi-wangian, memakai minyak rambut)

4. Dam takhyir wa ta’dil (pelaksanaan dam yang boleh dipilih dengan derajat
yang sama / boleh memilih mana yang disukai), seperti membunuh binatang
yang halal damnya menyembelih binatang ternak yang senilai.
HUKUM MEMAKAN DAGING DAM

A. Madzhab Hanafi, Hambali dan Maliki


membolehan memakan sebagian daging
Dam Tamattu’ dan Qiran kecuali Dam
Kifarat.

B. Madzhab Syafi’i melarang memakan daging


Dam baik Dam Tamattu’, Qiran maupun Dam
Kifarat.
(Fiqhul Ibadat Al Hajj, hal. 153)
KETENTUAN / SYARAT DAM BAGI HAJI TAMATTU’

A. Bukan Penduduk Makkah


B. Mendahulukan Umrah dari Haji
C. Umrahnya dilakukan dalam bulan haji
D. Tidak kembali ke Miqat haji (ketika ihram haji)
E. Ihram (niat) haji dan umrahnya untuk satu
orang.
Apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut maka haji
tamattu’ tidak dikenakan Dam. (al-Mughni fi fiqhil hajji
wal ‘umrah)
KETENTUAN SHALAT DI ARAFAH DAN MINA

a. Shalat di Arafah
Bagi pendatang wajib menjama’ dan qasar salat Dzuhur
dan Ashar dengan jama’ taqdim, shalat Magrib dan Isya
jama’ ta’khir di Muzdalifah. Sedangkan bagi penduduk
Makkah sunat menjama’ tidak mengqasar (Abu Hanifah).
Menurut Imam Malik dan Syafi’i sunat menjama’ dan
mengqasar kecuali penduduk Makkah. Bahkan Imam
Ahmad Bin Hambal mengatakan boleh di jama’ qashar dan
boleh tidak (Zawal).

b. Shalat di Mina
- Menurut jumhur ulama, sunat jama’ dan qashar.
- Menurut mazhab Hanafi, wajib jama’ dan qashar.
- Menurut mazhab Hambali hukumnya jawaz boleh di
jama’ qashar dan boleh tidak.
ZIARAH DAN SHALAT DI MASJIDIL HARAM/MASJID NABAWI

A. Makkah dan Madinah, dua kota suci yang masing-


masing memiliki kelebihan.

B. Menurut penjelasan hadis riwayat Bukhari dan Muslim,


Makkah menjadi Tanah Haram/Tanah Suci berkat do’a
dari Nabi Ibrahim dan Madinah menjadi Tanah Haram
berkat do’a Nabi Muhammad SAW.

‫ت ا ْل َم ِدينَةَ َك َما َح هر َم‬


ُ ‫ِإ هن ِإ ْب َرا ِهي َم َح هر َم َمكهةَ َو َدعَا لَ َها َو َح هر ْم‬
‫صا ِع َها ِمثْ َل َما َدعَا‬ َ ‫ت لَ َها فِي ُم ِد َها َو‬ ُ ‫ِإ ْب َرا ِهي ُم َمكهةَ َو َدع َْو‬
ْ ‫ اَللّٰ ُه هم‬:‫ َو ِف ْي ِر َوايَة‬.َ‫سالَم ِل َمكهة‬
‫اجعَ ْل ِبا ْل َم ِد ْينَ ِة‬ ‫علَ ْي ِه ال ه‬
َ ‫ِإ ْب َرا ِهي ُم‬
)‫ِض ْعفَى َما َجعَ ْلتَ ِب َمكهةَ ِم َن ا ْلبَ َر َك ِة (رواه البخاري ومسلم‬
C. Nilai/pahala Salat di Masjidil Haram 100.000 dibanding
masjid lainnya. Sedangkan di masjid Nabawi sekali salat
1000 palaha dibanding salat di masjid lain.

‫ وفى‬.‫إن التضعيف فى حرم مكة ال يختص بالمسجد بل يعم جميع الحرم‬


‫ وإنما يختص بالمسجد الذى‬،‫المدينة ال يعم حرمها بل وال المسجد كله‬
)788 ‫كان فى عهده صلى هللا عليه وسلم (األشباه والنظائر ص‬

“Pelipatgandaan (pahala) di Tanah Haram Makkah tidak khusus


untuk di Masjidil Haram saja, tetapi meliputi seluruh Tanah
Haram. Sedang di Madinah tidak mencakup seluruh Tanah
Haram Madinah, bahkan tidak meliputi seluruh bagian Masjid
Nabawi, tetapi khusus pada bagian masjid semasa Rasulullah
SAW.”
D. Ibadah Shalat Arbain

Mayoritas ulama sepakat, bahwa yang dimaksud dengan shalat


arbain di Masjid Nabawi adalah shalat fardu berjamaah bersama
dengan imam rawatib sebanyak 40 kali tanpa terputus.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW.:
" :‫سله َم أَنههُ قَا َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلهى هللا‬ َ ِ ‫ ع َِن النه ِبي‬،‫ع َْن أَنَ ِس ْب ِن َما ِلك‬
ُ‫ ُك ِتبَتْ لَه‬،ٌ‫ص َالة‬
َ ُ‫ َال يَفُوتُه‬،ً‫ص َالة‬ َ ‫ين‬ َ ‫س ِج ِدي أ َ ْربَ ِع‬
ْ ‫صلهى فِي َم‬َ ‫َم ْن‬
‫اق (رواه‬ ِ َ‫ئ ِم َن النِف‬ َ ‫ َوبَ ِر‬،‫ب‬ ِ ‫ َونَ َجاةٌ ِم َن ا ْلعَذَا‬،‫بَ َرا َءةٌ ِم َن النه ِار‬
)‫أحمد‬
Artinya:
Dari Anas bin Malik, dari Nabi SAW. bersabda: Barang siapa
shalat di masjidku 40 kali shalat tanpa terputus (maka ia) dicatat
sebagai orang terbebas dari api neraka, terbebas dari siksaan
dan terbebas dari kemunafikan" (H.R. Ahmad).
E. Kegiatan ibadah haji hampir seluruhnya di Makkah, namun kegiatan
ibadah di Madinah juga memiliki nilai pahala sebanding ibadah haji
dan umrah, sebagaimana Hadis Nabi yang menyatakan bahwa
shalat di masjid Quba pahalanya sama dengan ibadah umrah dan
salat di masjid Nabawi pahalanya sama dengan ibadah haji.

‫ط هه َر ِفي بَ ْي ِت ِه ث ُ هم اَتَى‬
َ َ ‫ َم ْن ت‬:‫قا َل النبي صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫ َو َم ْن َخ َر َج‬.‫َان لَهُ َكأ َ ْج ِر ع ُْم َرة‬
‫علَى‬ َ ‫صلهى فِ ْي ِه ك‬َ َ‫س ِج َد قُبَاء ف‬ ْ ‫َم‬
ُ
‫ط ْهر الَ يُ ِر ْي ُد إاله‬
‫َان ِب َم ْن ِزلَ ِة َح هجة (رواه البخاري فى‬ َ ُ‫س ِج ِدى َهذا َ ِلي‬
َ ‫صل َي ِف ْي ِه ك‬ ْ ‫َم‬
‫تاريخه‬
Umrah Berulang-Ulang Saat Haji
Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak mengapa melakukan umrah
berulang-ulang sepanjang memungkinkan, baik di musim haji atau di
bulan Ramadlan. Alasan yang dijadikan dasar oleh ulama yang
membolehkan umrah berulang-ulang ini adalah karena bagi orang-orang
yang jarak tempat tinggalnya amat jauh dari tanah suci (Makkah al-
Mukarramah) dan biayanya terbatas, mereka mungkin hanya bisa sekali
dapat melakukan haji dan umrah seumur hidupnya. Sedangkan waktu
senggang menunggu pelaksanaan ibadah haji masih lama, sehingga
sayang kalau tidak dimanfaatkan untuk melakukan umrah-umrah sunnah.

Abd al-Rahman al-Juzairi, dalam kitabnya al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-


Arba’ah mengemukakan:

َ َ‫اق ث َالَ ثَة َو َخال‬


‫ف‬ ِ َ‫ان ِباتِف‬
َ ‫ض‬ َ ‫ار ِم َن ا ْلعُ ْم َر ِة َوتَتَأ َ هك ُد فِ ْى‬
َ ‫ش ْه ِر َر َم‬ ُ َ ‫َب اْ ِإل ْكث‬ُ ‫َويُ ْند‬
ُ‫ا ْل َما ِل ِكيهة‬

Artinya: Dianjurkan memperbanyak atau mengulang-ulang ibadah umrah,


terutama di bulan Ramadlan sesuai dengan kesepakatan tiga imam
madzhab (Hanafi, Syafi’i dan Hanbali), kecuali Imam Maliki yang tidak
Jabir ra meriwayatkan bahwa suatu ketika ‘Aisyah ra meminta izin kepada
Rasulullah Saw untuk melakukan umrah setelah hajinya, karena pada saat
umrah sebelumnya ia batal karena kedatangan haid sebelum
melakukan thawaf. Walaupun ia ditanggung dapat dua pahala juga karena
telah melakukan haji dan umrah sekaligus sesuai saran Nabi Saw, tetapi
ia belum puas sebelum melakukan ibadah umrah tersendiri. Karena itu
setelah ia suci dan selesai thawaf haji, ia berkata kepada Rasulullah Saw:

‫الر ْح َم ِن ْب َن‬ َ ‫ق ِبا ْل َحجِ؟ فَأ َ َم َر‬


‫ع ْب َد ه‬ ُ ‫س ْو َل هللاِ أَت َ ْن َط ِلقُ ْو َن ِب َحج َوع ُْم َرة َوأ َ ْن َط ِل‬
ُ ‫يَا َر‬
‫أ َ ِب ْى بَ ْكر أ َ ْن يَ ْخ ُر َج َمعَ َها ِإلَى الت ه ْن ِع ْي ِم فَا ْعت َ َم َرتْ بَ ْع َد ا ْل َحجِ ِف ْى ِذى ا ْل ِح هج ِة (رواه‬
)‫البخارى‬
Artinya: “Wahai Rasulullah Saw, apakah mereka pergi menunaikan ibadah
haji dan umrah sedangkan aku hanya dapat ibadah haji saja? Rasulullah
Saw kemudian memerintahkan Abd al-Rahman bin Abu Bakar untuk
keluar menemani Aisyah pergi ke Tan’im, kemudian Aisyah pun
melakukan ibadah umrah setelah haji di musim haji itu”( HR. Al-Bukhari).
Berdasarkan hadis Aisyah riwayat al-Bukhari tersebut sebagian
ulama memahaminya bahwa sesungguhnya ibadah umrah itu boleh
dilakukan dua kali dalam satu tahun bahkan dua kali dalam satu
bulan. Hal ini memperkuat pendapat bolehnya melakukan umrah
berulang-ulang pada musim haji atau pada bulan suci Ramadlan.

Meski demikian, jamaah disarankan untuk menjaga kesehatan agar


pada saat wukuf serta rangkaian manasik lainnya, baik yang rukun
maupun yang wajib, kondisi kesehataannya tetap terjaga, terlebih
mengingat kondisi saat ini sangat menyulitkan, di mana jumlah
jemaah haji mencapai jutaan orang.
BADAL HAJI
Badal Haji atau menghajikan orang lain ada dua pendapat :

A. Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i dan Ahmad menyatakan bahwa


seseorang yang istitha'ah sebelum sakit harus dibadalkan hajinya (Abu
Muhammad Ibnu Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, (Kairo: Hajar al-
Thiba’ah, 1998 M), Juz V, hal. 119)
Dengan dasar hadits Rasulullah:

‫َاع قَالَتِْ يَا‬ ِْ ‫ام َرِأ َةِ ِم‬


ِِ ‫ن َخثْعَ َِم عَا َِم َح َّج ِِة ا ْل َود‬ ْ ِْ‫ع ْنه َما قَا َِل َجا َءت‬ َ ِ‫ي للا‬ َِ ‫اس َر ِض‬ ِ ٍ َّ‫عب‬ َ ‫ن‬ ِِ ‫َن ا ْب‬
ِِ ‫ع‬
ِْ َ‫ستَ ِط ْيعِ أ‬
‫ن‬ ْ َ‫يرا ِالَ ِي‬ َ ‫جِ أَد َْركَتِْ أَ ِبي‬
ً ‫ش ْي ًخا َك ِب‬ ِِّ ‫علَى ِعبَا ِد ِِه فِي ا ْل َح‬ ِِ َ‫ض ِة‬
َ ‫للا‬ َ ‫ن فَ ِري‬ َِّ ِ‫للا إ‬
ِِ ‫َرسو َِل‬
‫ع ْنهِ قَا َِل نَعَ ِْم (أخرجه مالك والشافعي‬ َ ‫ج‬ َِّ ِ‫ن أَح‬ ِْ َ‫ع ْنهِ أ‬
َ ‫ضى‬ َ ‫احلَ ِِة فَ َه ِْل ي ْق‬ َّ ‫علَى‬
ِ ‫الر‬ َ ‫ي‬ َِ ‫ستَ ِو‬ْ َ‫ي‬
)‫والشيخان‬

Artinya: Dan Ibnu Abbas radliallahu ‘anhu Sesungguhnya seorang perempuan dari
suku Khasam bertanya, wahai Rasulullah sesungguhnya Allah mewajibkan kepada
hamba-Nya untuk melaksanakan haji, sedangkan ayahku sudah sangat tua dan
tidak mampu naik kendaraan. Apakah saya boleh menghajikan dia? Rasulullah
menjawab: Ya" (HR. Malik, al-Syafi’i dan Bukhari Muslim)
B. Imam Malik berpendapat bahwa seseorang tidak dapat dibadalkan
haji, karena ibadah haji harus istitha'ah dengan diri sendiri bukan
istitha'ah dengan perantara orang lain (Abu Muhammad Ibnu
Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, (Kairo: Hajar al-Thiba’ah, 1998
M), Juz 5, hal. 120).

Berdasarkan hadits tersebut para Ulama berbeda pendapat tentang siapa


yang boleh dibadalkan haji, mengingat istitha'ah menjadi syarat wajibnya
haji. Apakah orang yang sudah tua renta, orang sakit yang sulit
diharapkan kesembuhannya termasuk mustathi' (mampu) apabila
mempunyai mubdil (orang yang membadalkan) (Muhyiddin al-Nawawi, al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzadzab, (Madinah: Maktabah Salafiyah, t. th), Juz.
7, hal. 100)
Hukum Melaksanakan Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Para ulama sepakat bahwa hukum bermalam di Mina pada hari tarwiyah
ini adalah sunnah, bukan wajib, sehingga jika jemaah haji tidak menginap
di Mina pada hari tarwiyah ini hajinya tetap sah dan tidak dikenakan dam
(Lihat juga Syaikh Muhyiddin al-Nawawi al-Syafi’i, al-Iidlah fi al-Manasik,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, h. 91).

Pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) jemaah haji disunnahkan untuk shalat 5


waktu (dzuhur, ashar, maghrib, Isya’ dan subuh) serta menginap di Mina,
sebelum kemudian bertolak menuju Arafah menjelang siang hari. Dalam
kitab karangan Ibn Qudamah, al-Mughni fi Fiqh al-Imam Ahmad bin
Hanbal, Beirut: Dar al-Fikr, 1405 H, Juz III, h. 431 disebutkan:

‫وجملة ذلك أن المستحب أن يخرج محرما من مكة يوم التروية فيصلي الظهر بمنى ثم‬
‫يقيم حتى يصلي بها الصلوات الخمس ويبيت بها لن النبي صلى للا عليه و سلم فعل‬
‫ذلك كما جاء في حديث جابر وهذا قول سفيان و مالك و الشافعي و إسحاق وأصحاب‬
.‫الرأي وال نعلم فيه مخالفا وليس ذلك واجبا في قولهم جميعا‬
Artinya: “Dianjurkan keluar Makkah dalam keadaan ihram pada hari
tarwiyah, lalu shalat dzuhur di Mina dan tinggal di sana hingga
melaksanakan 5shalat lima waktu dan menginap di sana, karena Nabi
SAW melaksanakan hal itu sebagaimana dalam hadits Jabir. Ini adalah
pendapat Sufyan, Malik, Syafi’I, Ishaq dan Ahli Ra’y. kami tidak melihat
ada yang (berpendapat) beda dalam hal ini, dan dalam pendapat mereka,
hal itu (mabit di Mina) bukanlah suatu kewajiban”.

Meski demikian, jemaah disarankan untuk menjaga kesehatan


agar pada saat wukuf serta rangkaian manasik lainnya, baik
yang rukun maupun yang wajib, kondisi kesehataannya tetap
terjaga, terlebih mengingat kondisi saat ini sangat
menyulitkan, di mana jumlah jemaah haji mencapai jutaan
orang.
A. Tidak diperbolehkan membuka kepalanya
B. Tidak mengeraskan suaranya ketika membaca Talbiah
C. Tidak Idtiba’ (tidak terbuka ketiaknya) ketika ihram, tidak lari-
lari kecil ketika Tawaf dan Sa’i
D. Tidak mencukur rambutnya ketika Tahallul kecuali
menggunting
E. Memakai pakaian berjahit dan bertangkup, memakai sepatu,
tidak memakai kaos tangan
F. Tidak diperbolehkan mendekat apalagi mencium Hajar Aswad
ketika dalam keadaan penuh sesak dengan kaum laki-laki
G. Dalam keadaan haid atau nifas tetap diperbolehkan
melakukan semua amalan haji kecuali Tawaf
H. Jika datang haid atau nifas setelah Tawaf Ifadah maka diberi
dispensasi (Rukhsah) tidak melakukan Tawaf Wada’
HIKMAH HAJI DAN UMRAH
1. Merupakah rukun Islam sebagai penurtup dan Penyempurna dari
keislaman seseorang di hadapan Tuhan.
2. Hikmahnya, hanya dapat diperoleh bagi yang melakanakan haji
sesuai tata urutan rukun dan wajib haji yang dilaksanakan;
3. Hikmah tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari2,
namun secara umum hikmah haji dapat membebaskan seseorang
dari dosa2 yang pernah diperbuatnya sehingga kembali ke fitrah
kesuciannya sebagaimana ia waktu dilahirkan. (Kayaumi
waladathu ummuhu)
4. Mengantarkan kepada kenikmatan surga.

َ ‫علَ ْي ِه َو‬
‫سله َم‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫قَا َل َر‬: ٌ‫ارة‬ َ ‫ا ْلعُ ْم َرةُ ِإلَى ا ْلعُ ْم َر ِة َكفه‬
‫س لَهُ َج َزا ٌء ِإاله ا ْل َجنهةُ (رواه‬َ ‫ِل َما بَ ْينَ ُه َما َوا ْل َح ُّج ا ْل َم ْب ُر ْو ُر لَ ْي‬
)‫البخاري و مسلم‬
‫الحجِالمبرورِليسِلهِجزاءِإالِالجنة‬
“Tidak ada balasan yang pantas bagi haji mabrur selain
surga”

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai