UNDANG-UNDANG RI TENTANG
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
1. Mengapa Perlu Dilakukan Penyempurnaan UU
No.17/1999
a. Penyelenggaraan ibadah haji kurun waktu tahun 2000 s/d
2005 dinilai masih kurang memenuhi aspirasi reformasi
karena adanya beberapa kendala;
b. Perlunya pemisahan secara tegas antara regulator dan
operator;
c. Perlunya menciptakan sistem penyelenggaraan haji yang
profesional dan adil (kuota, sanksi, pelayanan, dll);
d. Perlunya pengelolaan dana haji yang lebih transparan dan
akuntabel;
e. Perlunya peningkatan citra dan martabat bangsa Indonesia di
mata bangsa lain bagi jemaah haji dan umrah di Tanah Suci;
2. Pokok-Pokok Penyelenggaraan Ibadah Haji Sesuai
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
a. Penyelenggaraan ibadah haji sebagai tugas Nasional menjadi tanggaung
jawab Pemerintah, yang dikoordinasikan oleh Menteri Agama (9
Kementerian)
b. Pemerintah sebagai penyelenggara dengan tetap melibatkan masyarakat
disamping sebagai regulator. Sedangkan pengawasan dilakukan oleh
lembaga independen yaitu KPHI
c. Organisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji ada 2 sistem:
• Permanen Sistem
• Non Permanen Sistem
d. Penyelenggaraan Ibadah haji terbagi dalam 3 kegiatan besar: Pembinaan,
Pelayanan dan Perlindungan
e. Asas penyelenggaraan ibadah haji: adil, profesional, akuntabel, dengan
prinsip nirlaba, sistem, manajemen SDM baik.
f. Pengelolalan DAU yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.
g. BPIH
• Ditetapkan oleh Presiden setelah memperoleh persetujuan DRP RI.
Lanjutan
• BPIH di administrasikan sesuai peraturan perundang-
undangan, diperiksa oleh BPK, dan dilaporkan kepada
Presiden dan DPR RI
• Neraca BPIH dilaporkan kepada masyarakat
h. Pengawasan Haji oleh DPR RI, DPD RI, KPK dan KPHI
i. Penetapan Kuota
• Kuota berdasarkan MoU antara Menteri Agama RI dengan
Menteri Haji Arab Saudi
• Kuota provinsi ditetapkan oleh Menteri Agama, dan Gubernur
dapat membagi kuota provinsi menjadi kuota Kab/Kota
j. Pendaftaran dengan prinsip “First Come First Served”
Lanjutan
k. Bimbingan haji diarahkan kepada kemandirian jemaah
dan mendahulukan sahnya ibadah
l. Petugas haji harus profesional dan dedikatif yang
direkrut secara terbuka
m. Seluruh jemaah haji memperoleh pemondokan,
transportasi, katering dan pelayanan kesehatan yang
memenuhi standar kelayakan
n. Kewajiban pemerintah dan hak jamaah diatur dalam
Undang-Undang
o. Penyewaan pemondokan sesuai dengan Taklimatul
Hajj Pemerintah Arab Saudi
Lanjutan
p. Transportasi udara sesuai dengan kelaikan dan
spesifikasi Kementerian Perhubungan.
q. Transportasi dari domisili jemaah ke embarkasi PP
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
r. Pelayanan Kesehatan dilaksanakan secara preventif
dan kuratif serta menghindarkan dampak penularan
dari suatu penyakit.
s. Pelaksanaan penyelenggaraan haji sesuai Siklus
perhajian.
3. Penyelenggaraan Ibadah Haji ke Depan
a. Benar-benar menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
penyelenggaraan ibadah haji dan berpedoman SOP untuk seluruh
jenis pelayanan haji sesuai dengan kaidah yang berlaku, sehingga
kinerja pemerintah dapat diketahui dengan pasti, termasuk untuk
tolok ukur pengawasan dan pengendalian haji.
b. Melakukan pengelolaan dana haji yang lebih profesional,
transparan, dan akuntabel melalui pembentukan badan/lembaga
tersendiri. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
(Ditjen PHU) dapat memfokuskan kegiatan pelayanan ibadah haji,
tidak melakukan pengelolaan dana haji.
c. Melakukan penyewaan pemondokan jangka panjang di Makkah.
Penyewaan jangka panjang akan memberikan jaminan dan
kepastian perolehan pemondokan haji yang standar, juga akan
memudahkan pengaturan penempatannya.
Lanjutan
d. Melakukan penguatan organisasi penyelenggaraan haji di
Arab Saudi sesuai beban kerja melalui pembentukan satuan
kerja tersendiri ”Kantor Misi Haji Indonesia” di bawah
koordinasi Konsulat Jenderal RI Jeddah.
e. Pembentukan jemaah haji mandiri, baik kemandirian dalam
manasik/ibadah maupun pengetahuan perjalanan haji,
untuk itu perlu penyempurnaan sistem bimbingan manasik di
tanah air.
f. Pelayanan haji di Arab Saudi membutuhkan petugas haji
yang profesional dan dedikatif, untuk itu perlu perubahan
kebijakan dan sistem rekruitmen dan organisasi petugas haji
(petugas semi permanen yang rekruitmennya bekerjasama
dengan perguruan tinggi Islam.
4. Peraturan Perundangan Tahun 2010
a. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota KPHI.
b. Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2010 tentang Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431H/2010M.
c. Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran Jemaah Haji.
d. Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun
1431H/2010M.
Lanjutan
1. Biaya jasa angkutan jamaah haji yang Jeddah – Madinah SR. 97,5
tiba melalui Bandara KAIA Jeddah Madinah – Makkah SR. 127,5
atau Pelabuhan Jeddah dan ingin
berziarah ke Madinah sebelum haji. Makkah – Masyair SR. 180
Makkah – Jeddah SR. 30
Jumlah SR. 435
2. Biaya jasa angkutan jammah haji yang Jeddah – Makkah SR. 30
tiba melalui Bandara KAIA Jeddah
Makkah – Masyair - SR. 97,5
atau Pelabuhan Jeddah dan ingin
Makkah
berziarah ke Madinah sesudah haji.
Makkah – Madinah SR. 127,5
Madinah – Jeddah SR. 180
Jumlah SR. 435
G. Peraturan-Peraturan dan Beberapa Petunjuk Teknis Sistem
Perumahan Haji
I. PERATURAN PERUMAHAN HAJI
Pasal 1 :
Muassasah Thawwafah di Makkah dan Muassasah Adilla
di Madinah bertindak membantu jamaah haji atau
perwakilan mereka untuk memilih tempat yang sesuai dan
memungkinkan mereka untuk menyewanya.
Pasal 2 :
Para pemilik atau penyewa rumah harus menyampaikan
data-data perumahan yang ingin disewakan pada musim haji
ke pihak Muassasah, dengan mengisi keterangan sebagai
berikut :
a. Letak rumah dan alamat lengkap;
b. Jenis bangunan;
c. Jumlah lantai dan kamar di setiap lantai;
d. Daftar isi (peralatan-peralatan) rumah;
e. Melampirkan, photocopy surat izin penyewaan yang
dikeluarkan oleh Panitia Pengawas Perumahan (Lajnah al-
Kasf ‘an al-Munazil) dengan masa berlaku tahun
penyewaan;
f. Melampirkan photocopy surat kontrak antara pihak yang
menyewa dengan pihak yang menyewakan;
g. Melampirkan photocopy surat kuasa (shak wakalah al-
syar’iyyah) jika penyewaan dilakukan dengan cara
perwakilan.
Pasal 3 :
Penyewaan dilakukan oleh pemilik asli
perumahan atau wakil resminya untuk masa
penyewaan setahun penuh.
Pasal 9 :
Harga sewa rumah ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara pihak pemilik/penyewa dengan
pihak jamaah haji perwakilan mereka, disesuaikan
dengan kondisi penawaran dan permintaan yang ada.
II. BEBERAPA PETUNJUK TEKNIS SISTEM PERUMAHAN
JAMAAH HAJI
1. Tidak diperbolehkan menempatkan jamaah haji
kecuali di perumahan-perumahan yang memenuhi
standar-standar teknis perumahan, ciri-ciri umum
kelayakan, syarat-syarat keamanan, keselamatan
dan kesehatan.
2. Membentuk panitia pusat baik di Makkah maupun
di Madinah yang dinamai dengan “Panitia
Perumahan” yang bertugas menangani seluruh
perumahan-perumahan jamaah haji sesuai dengan
wewenang yang ada dan mengacu pada peraturan
tentang perumahan jamaah haji.
SYARAT-SYARAT PERUMAHAN JAMAAH HAJI
1. Luas tempat bagi setiap jamaah haji berukuran paling kurang
3 m2 (tiga meter persegi) di Makkah, dan 4 m2 (empat meter
persegi) di Madinah. Ruang terbuka, ruang dapur dan lorong
koridor rumah tidak dapat dipergunakan sebagai tempat
tinggal jamaah haji.
2. Menyedikan sebuah water cooler elektrik disetiap
perumahan, lengkap dengan gelas plastic/kertas yang
dibutuhkan jika setiap lantai memiliki lebih dari flat, maka
jumlah water cooler harus disesuaikan.
3. Melengkapi setiap kamar dengan alat pendingin (AC,
disesuaikan dengan luas ruangan kamar yang ada).
4. Menyediakan tempat sampah plastik ukuran kecil di setiap
kamar dan ukuran besar tertutup di setiap flat, dilengkapi
dengan kantong-kantong sampah plastik yang dibutuhkan.
5. Mematuhi ketentuan kapasitas jumlah penghuni dan menuliskan di setiap
kamar jumlah penghuninya disesuaikan dengan izin yang diberikan oleh
Panitia Perumahan.
6. Flat, ruang dapur, toilet, koridor, tangga dan ventilasi rumah. Selama 24 jam
harus selalu dalam keadaan bersih.
7. Setiap flat harus tersedia sebuah alat (tabung) pemadam kebakaran
berukuran berat 5 kg, dan berukuran berat minimal 8 kg di setiap pintu
masuk gedung (perumahan) serta alat-alat keselamatan lainnya
sebagaimana ditetapkan oleh Kantor Pertahanan Sipil.
8. Setiap flat harus tersedia dapur yang di dalamnya terdapat tempat untuk
mencuci dan kipas penyedot udara/asap. Saluran-saluran air di dapur harus
berfungsi dengan baik dan tidak bocor.
9. Jendela-jendela kamar dan toilet harus tertutup dengan kawat penjaring
nyamuk agar serangga tidak masuk.
10. Toilet-toilet harus bersih dan mempunyai ventilasi yang baik dengan alat
siram kloset yang dapat difungsikan. Bagi perumahan-perumahan rakyat
(al-masakin al-sya’biyyah) maka harus disesuaikan dengan standar teknis
dan syarat-syarat kelayakan yang berlaku.
11. Tersedianya lampu dan alat penerangan yang cukup di seluruh bagian
gedung.
12. Kabel-kabel listrik dalam gedung harus tertutup dalam pipa khusus.
III. PENUTUP
• Undang-undang RI tentang haji mengatur prinsip-
prinsip dalam penyelenggaraan ibadah haji
Indonesia. Contoh pasal 34 “Penunjukan pelaksana
transportasi jamaah haji dilakukan oleh Menteri
dengan memperhatikan aspek keamanan,
keselamatan, kenyamanan dan efesiensi”. Ini bukan
berarti penetapan angkutan jamaah haji Indonesia
dari Indonesia ke Arab Saudi tidak boleh dilelang.
• Taklimattul Hajj lebih rinci (semacam juklak)