Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH

MAKAM RADEN GAGAR MANIK


(TUNDUNG MUNGSUH)

Nama Kelompok :

1. Ahmad Adzimul Latif (01)


2. Ananda Dwi Ariani (03)
3. Iga Silvana (18)
4. Mayyadatun Najwa Litsmadila (21)
5. Moh. Ridho Baichan Najihan (22)
6. Rania Ulima Trixie Hartanti (27)
7. Siti Maulayana (28)
8. Tanya Sahara Salsabila (29)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanyalah milik Allah Swt. Kepadanya kita memuji dan bersyukur, memohon
pertolongan dan ampunan. Kepadanya pula kita memohon perlindungan dari keburukan diri dan syaiton yang
selalu menghembuskan kebatilan. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah Swt, maka tak seorang pun
dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan olehnya maka tak seorang pun dapat memberi petunjuk
kepadanya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat, juga
pada orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnahnya.

Dengan rahmat dan pertolongannya Alhamdulillah makalah yang berjudul Sejarah Makam Raden Gagar
Manik (Tundung Mungsuh) ini dapat diselesaikan dengan baik. Banyak sekali kekurangan kami sebagai
penyusun makalah ini, baik menyangkut isi atau yang lainnya. Mudah-mudahan semua itu dapat menjadikan
cambuk bagi kami agar lebih meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang.

Tuban, Januari 2022

Penyusun

MAKAM
RADEN GAGAR MANIK
(TUNDUNG MUNGSUH)

Makam Pangeran Gagar Manik Putra Sunan Seda Krapyak, Sultan Mataram menceritakan bahwa Raden
Gagarmanik memiliki sahabat yang bernama Empu Supa, seorang pembuat keris-keris sakti yang berkat
keahliannya itu ia sangat terkenal sampai di Kerajaan Mataram.Empu Supa dipercaya membuat keris
Sengkelat yang dianggap pusaka bertuah. Raden Gagarmanik disebut sebagai Pangeran Tundung mungsuh
karena kesaktiannya untuk mengembalikan musuh dari arah utara Jawa yang akan menyerang Kabupaten
Tuban. Makam ini juga dianggap keramat, sehingga setiap tahun juga diadakan haul sebagaimana makam-
makam suci lainnya.

Hampir tak ada seorangpun dari warga Kabupaten Tuban yang tidak mengetahui Makam Pangeran Gagar
Manik. Bahkan makam yang lebih dikenal dengan nama Tundung Mungsuh ini telah dikenal oleh ribuan
orang dari luar Kabupaten Tuban. Konon, makam tempat bersemayam Panglima Perang kerajaan Mataram
Ngayogyakarta Hadiningrat yang sempat menjadi murid salah seorang Wali di Tuban ini, masih menyimpan
“karomah” luar biasa. Bukan hanya orang-orang di sekitaran Tuban semisal Lamongan, Bojonegoro dan
Rembang yang menziarahi makam ini. Peziaran bahkan datang dari luar pulau seperti Kalimantan dan
Sumatera.

Namun ketenaran nama itu sangat bertolak belakang dengan kondisi real makam yang menempati sebuah
tanjung di Dusun Klamber, Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang tersebut. Air laut telah memakan sebagian
besar area situs makam itu. Air laut mencapai fondasi cungkup makam.Bahkan fondasi mushala yang berada
persis di sisi timur makam terlihat bengkah terhantam ombak laut. ” Sekarang ini sudah agak lumayan setelah
puluhan bis beton pemberian seorang peziarah di pasang sebagai penghalang ombak. Beberapa bulan lalu
sepertiga fondasi mushala sudah menggantung,” terang Mbah Mochtar (56), salah seorang Juru Kunci makam
itu.

Menurut Mbah Mokhtar, separoh lebih dari makam yang ada di tempat itu telah hilang terseret air laut
pasang. Bahkan makam Pangeran Gagar Manik yang diyakini sebagai tokoh utama dan paling berpengaruh di
situs itu, kata Mbah Mokhtar, saat ini sudah berada di tengah laut, 250 meter dari lokasi cungkup saat ini.
Untuk menjaga agar situs Tundung Mungsuh masih lestari, terpaksa dibuatkan makam dan cungkup baru.
Namun tampaknya cungkup baru itu-pun sebentar lagi akan lenyap termakan gelombang laut pasang.

Di sepanjang tempat itu memang tidak terlihat adanya sea wall atau tanggul penahan gelombang laut
permanen. Sea wall yang ada hanya berupa tumpukan batu dan sand bag setinggi satu meter. Itu pun
kondisinya sudah porak-poranda karena tidak mampu menahan gempuran gelombang yang kadang sampai
setinggi tiga meter. Mbah Mokhtar berharap Pemerintah setempat mempedulikan peninggalan sejarah
tersebut, agar generasi memandang tidak kehilangan rantai sejarah bangsanya sendiri. “ Selama ini kami ya
swadaya. Bis beton yang kami buat tanggul di samping mushala itu hasil dari sumbangan pengunjung yang
peduli. Dari Pemerintah belum ada,” keluh Mbah Mokhtar.

Sasmito (51), juru kunci lainnya, membenarkan. Beberapa waktu lalu area sebelah barat yang agak landai
sudah termakan air laut. Dibantu sejumlah warga desa setempat dan pengunjung, Sasmito dan tiga juru kunci
lainnya bergotong royong mengurugnya dengan pasir, sehingga akses jalan masuk ke makam kembali bisa
dilewati.

Menurut Sasmito, situs makam Tundung Mungsuh tersebut merupakan salah satu situs makam yang
perlu dijaga kelestariannya karena berkait langsung dengan sejarah Kadipaten Tuban. Di tempat tersebut
bersemayam salah seorang Senopati dari Mataram, Pangeran Gagar Manik,yang konon sempat menjadi murid
Syaikh Ibarahim Ash-Shamarqandy atau Ibrahim Asmoro, kakek Sunan Bonang. Dinamakan Tundung
Mungsuh di tempat itulah tentara Mataram yang hendak menyerbu Tuban bisa diusir. Gagar Manik, panglima
pasukan penyerang tersebut konon berkhianat dan malah membela prajurit Tuban, mengingat ia pernah
berguru pada Syaikh Ibrahim Ash-Shamarqandy. Ia pun kemudian memilih tempat itu sebagai tempat
mukimnya hingga ajal.

Sasmito mengaku setiap harinya 30-40 orang berziarah ke situs makam tersebut. Para peziarah itu,
katanya, malah kebanyakan orang dari luar Tuban. Sasmito tidak tahu persis berapa pendapatan yang
diperoleh dari pengunjung. Sebab, menurut pengakuannya, kotak tempat para pengunjung memasukkan uang
sebagai “amal jariyah” bukan menjadi wewenangnya. Ia sendiri mengaku bekerja sebagai salah satu juru
kunci di makam tersebut tanpa upah pasti. Di makam itu ada empat juru kunci yang bertugas merawat dan
membimbing para peziarah.

Juru Kunci lain, Gojali (46), mengatakan, paling banyak isi kotak amal tersebut Rp 500 ribu. Itu pun
katanya, tidak bisa dipastikan setiap hari mendapat pemasukan sebesar itu. “ Rata-rata ya Rp 150 ribu. Malah
yang sering ya nggak ada isinya, wong tidak ada kewajiban pengunjung mengisi kotak amal tersebut,” kata
Gojali. Dari pendapatan kotak amal tersebutlah empat juru kunci itu mengelola makam Tundung Mungsuh.
Beruntung apabila ada pengunjung yang memberi lebih lantaran merasa telah terkabulkan hajatnya. Namun
para juru kunci itu mengaku lebih senang apabila sumbangan yang berikan para peziarah berupa material
untuk perbaikan situs makam.

Situs makam Tundung Mungsuh sendiri tidak tercatat sebagai salah satu situs yang perlu dilindungi oleh
pihak berwenang di Pemerintahan. Gagar Manik sendiri malah jarang disebut dalam kisah-kisah legenda
Kabupaten Tuban. Alasannya, tokoh Gagar Manik bukanlah figur penting dalam sejarah. Makamnya pun
tidak termasuk salah satu makam yang menjadi tujuan wisata spiritual. Hanya para pengunjung yang memiliki
hajat tertentu yang berziarah dan melakukan ritual di tempat tersebut. Dan celakanya, banyak diantara
pengunjung yang memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan keliru.

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai