Anda di halaman 1dari 19

PERJUANGAN MELALUI

JALAN DIPLOMASI
KONTAK AWAL
INDONESIA – BELANDA
• Tanggal 1 November 1945,
pemerintah RI mengeluarkan
maklumat isinya : “menghendaki
pengakuan dari Inggris dan
Belanda kemerdekaan RI”.
• Inggris mengirimkan Sir
Archibald Clark Kerr untuk
menjadi penengah.
• Pihak Belanda menunjuk Dr.
H.J. van Mook sebagai
wakilnya.
• Perundingan dimulai pada
tanggal 10 Pebruari 1946.
PERNYATAAN POLITIK VAN MOOK
Van Mook menyampaikan pernyataan,
mengulangi pidato Ratu Belanda, 7 Desember
1942. Isi pokoknya :
1. Indonesia akan dijadikan negara
persemakmuran berbentuk federasi yang
memiliki pemerintahan sendiri di dalam
lingkungan Kerajaan Nederland;
2. Masalah dalam negeri diurus oleh
Indonesia, urusan luar negeri oleh
Belanda;
3. Sebelum akan dibentuk pemerintahan
peralihan selama 10 tahun;
4. Indonesia akan dimasukkan sebagai
anggota PBB.
KABINET SYAHRIR I JATUH
• Pihak Indonesia belum memberikan
pernyataan balasan.
• Sementara itu Persatuan Perjuangan
melakukan oposisi terhadap Kabinet
Syahrir.
• Menurut mereka bahwa perundingan
hanya dapat dilakukan atas dasar
pengakuan 100 % terhadap RI.
• Sidang KNIP di Solo, tanggal 28
Pebruari – 2 Maret 1946 mayoritas
suara menetang kebijakan Perdana
Menteri Syahrir.
• Karena kuatnya oposisi, maka syahrir
menyerahkan kembali mandatnya
kepada presiden.
NOTA BALASAN
KABINET SYAHRIR II
Tetapi Presiden Sukarno kembali menunjuk Sutan Syahrir
menjadi perdana menteri. Kabinet Syahrir II terbentuk 12
Maret 1946. Kabinet ini yang menyusun usul balasan,
diantaranya :
1. Republik Indonesia harus diakui sebagai negara
yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia –
Belanda;
2. Federasi Indonesia-Belanda dilaksanakan
dalam masa tertentu dan mengenai urusan luar
negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu
badan federasi yang terdiri atas orang Indonesia dan
Belanda;
3. Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia dan
jika perlu diganti dengan Tentara Republik Indonesia;
4. Selama perundingan berlangsung semua aksi militer
harus dihentikan.
BALASAN VAN MOOK DAN SYAHRIR
Pihak Belanda tidak dapat menerima usulan
balasan pemerintah RI tersebut.
Bahkan van Mook mengutarakan bahwa RI
hanya sebagai wakil Jawa saja dalam rangka
pembentukan negara serikat (federal).
Pada tanggal 27 Maret 1946 Sutan Syahrir
memberikan jawaban, sebagai berikut :
1. Supaya Belanda mengakui kedaulatan de
facto RI atas Jawa dan Sumatera;
2. Supaya RI dan Belanda bekerjasama
membentuk RIS;
3. Republik Indonesia Serikat bersama
dengan Nederland, Suriname, Curacao
menjadi peserta dalam suatu ikatan
kenegaraan Belanda.
PERUNDINGAN HOOGE VELUWE
• Dengan usulan balasan RI itu, kedua belah pihak
telah saling mendekati.
• Dengan perantaraan Clark Kerr diadakan
perundingan di Hooge Veluwe (Belanda).
• Ternyata pihak Belanda menolak konsep
perundingan Syahrir – van Mook – Clark Kerr di
Jakarta.
• Utamanya mengenai pengakuan de facto RI atas
Jawa dan Sumatera.
• Belanda hanya bersedia mengakui kedaulatan RI
atas Jawa dan Madura, setelah dikurangi daerah
yang diduduki oleh Belanda.
• Sedangkan RI menjadi bagian dari Kerajaan
Belanda.
• Maka Perundingan Hooge Veluwe (14 – 25 April
1946) gagal.
REAKSI TERHADAP STRATEGI DIPLOMASI

• Ketika Kabinet Syahrir I jatuh,


Persatuan Perjuangan (PP) yang
berhaluan kiri, mengharapkan Tan
malaka sebagai perdana menteri.
• Namun Presiden kembali menunjuk
Syahrir karena lebih menghendaki
strategi diplomasi.
• Sedangkan Tan Malaka lebih
memilih menghendaki konfrontasi
total.
• PP terus melakukan oposisi
terhadap Kabinet Syahrir II.
• Maka pemerintah mulai mencurigai
kelompok Tan Malaka ini.
KONFERENSI MALINO (15 – 25 JULI 1946)
• Tanggal 17 maret 1946 tokoh-tokoh PP
ditangkap, seperti : Tan Malaka, Sukarni,
Abikusno Tjokrosujoso, Chairul Saleh,
Muh. Yamin, Suprapto dan
Wondoamiseno.
• Tanggal 4 Juni 1946, peranan PP
digantikan oleh Konsentrasi Nasional
yang mendukung kebijakan pemerintah.
• Pergolakan dalam politik ini,
dimanfaatkan oleh Belanda untuk
melakukan tekanan politik dan militer
terhadap RI.
• Dengan cara mengadakan Konferensi
Malino (15 – 25 Juli 1946), untuk
membentuk “negara-negara bagian” di
daerah yang dikuasai Sekutu.
PERJANJIAN LINGGARJATI
• Pihak Inggris kembali mengutus Lord
Killearn untuk menjadi penengah.
• Sementara itu Kabinet Syahrir III, yang
terbentuk 2 Oktober 1946, kembali
melanjutkan perundingan.
• Pihak RI dipimpin oleh dr. Sudarsono,
Jenderal Sudirman, Jenderal Urip
Sumoharjo.
• Pihak Belanda diwakili oleh Komisi
Jenderal yang dipimpin oleh Prof.
Schermerhorn.
• Perundingan pendahuluan ini dilakukan
di Jakarta tanggal 7 Oktober 1946.
PERJANJIAN LINGGARJATI
Perundingan dilanjutkan di Linggarjati, selatan
Cirebon, tanggal 10 November 1946.
Hasil perundingan diumumkan pada tanggal 15
November 1946, antara lain :
1. Belanda mengakui secara de facto RI
dengan wilayah meliputi Sumatera, Jawa
dan Madura.
2. Belanda sudah harus meninggalkan daerah
de facto paling lambat 1 Januari 1949.
3. Pemerintah RI dan Belanda bersama
membentuk sebuah negara federasi yang
dinamai Negara Indonesia Serikat.
4. Pemerintah RIS akan bekerjasama dengan
pemerintah Belanda membentuk Uni
Indonesia – Belanda.
SESUDAH PERUNDINGAN
◙ Perbedaan tafsiran isi naskah persetujuan
Linggarjati, menjadi pangkal perselisihan.
◙ Lebih-lebih setelah pihak Belanda melanggar
gencatan senjata.
◙ Maka tanggal 27 Mei 1947 pihak Belanda melalui
misi Idenburg, menyampaikan nota yang harus
dijawab dalam waktu 2 minggu. Isi nya :
1. Membentuk pemerintahan peralihan bersama;
2. Hendaknya diadakan Garis Demiliterisasi;
3. Perlunya sebagian AD, AL dan AU Kerajaan
Hindia Belanda tinggal di Indonesia;
4. Perlunya pembentukan alat kepolisian yang
dapat melindungi kepentingan dalam dan luar
negeri;
5. Mengenai masalah perekonomian, perlu
diawasi bersama.
NOTA BALASAN RI
Tanggal 8 Juni 1947 RI menyampaikan nota
balasan. Isinya antara lain :
1. Dalam masalah politik Pemerintah RI
menyetujui pembentukan Negara
Indonesia Timur, walaupun tidak selaras
dengan Perjanjian Linggarjati.
2. Dalam bidang militer pemerintah RI
menyetujui demiliterisasi antara daerah
demarkasi kedua belah pihak. Keamanan
dalam zone Bebas Militer tersebut akan
diserahkan kepada polisi.
3. Mengenai pertahanan Indonesia Serikat
harus dilakukan oleh tentara nasional
masing-masing, sehingga gendarmerie
(pertahanan bersama) ditolak.
KABINET SYAHRIR JATUH

• Nota balasan yang disampaikan oleh Syahrir tersebut


dianggap terlalu lemah.
• Akibatnya semakin banyak partai-partai dalam KNIP yang
menetangnya, bahkan partainya sendiri juga melepaskan
dukungan.
• Akhirnya Kabinet Syahrir menyerahkan kembali
mandatnya kepada presiden.
AGRESI MILITER BELANDA I
21 JULI 1947
• Karena adanya perbedaan
penafsiran terhadap isi Perjanjian
Linggarjati, pihak Belanda
melanjutkan aksinya dengan
melakukan Agresi Militer, 21 Juli
1947 pukul 00.00.
• Dalam waktu singkat Belanda
berhasil menerobos garis
pertahanan TNI.
• Kekuatan TNI dengan organisasi
dan peralatan yang sederhana tidak
mampu menahan pukulan musuh
yang serba modern.
CAMPUR TANGAN PBB
• Keterlibatan PBB dalam masalah RI-
Belanda ini dimulai dari usulan utusan
Republik Sosialis Ukraina, 21 Januari
1946.
• Agresi Militer Belanda, malah
menimbulkan reaksi dari berbagai
penjuru dunia.
• India dan Australia mengajukan
permohonan agar masalah RI dan
Belanda segera dibicarakan dalam
sidang Dewan Keamanan PBB.
• Usulan tersebut diterima, sehingga 31
Juli 1947 masalah Indonesia-Belanda
masuk ke sidang Dewan Keamanan.
• Sehingga posisi Indonesia semakin kuat.
KOMISI KONSULER PBB
• Tanggal 1 Agustus 1947 PBB
mengeluarkan seruan gencatan senjata
dan mencari penyelesaian secara damai.
• Pengawasan gencatan senjata ini
dilakukan oleh Komisi Konsuler,
diketuai oleh konsul jenderal Amerika, Dr.
Walter Foote dan beranggotakan Cina,
Belgia, Perancis dan Inggris.
• Dalam laporan kepada DK PBB, Komisi
itu menyatakan sesudah 4 Agustus 1947,
Belanda masih melakukan gerakan militer.
Sedangkan pihak RI menolak garis
demarkasi yang dituntut oleh Belanda.
• Maka perintah gencatan senjata tidak
memuaskan untuk mengurangi jumlah
korban.
KOMISI TIGA NEGARA
• Duta Keliling Ri di PBB, Sutan Syahrir
meminta kepada DK untuk membentuk
badan arbitrase (penengah).
• DK PBB setuju usul Amerika untuk
membentuk komisi jasa-jasa baik (Good
Will Commission) yang kemudian
dikenal sebagai Komisi Tiga Negara
(KTN).
• Pemerintah RI memilih Australia,
Belanda memilih Belgia, kedua negara
itu memilih Amerika Serikat sebagai
anggota ketiga.
• Australia menunjuk Richard C. Kirby,
sebagai wakilnya. Belgia menunjuk Paul
van Zeeland, Sedangkan Amerika
Serikat menunjuk Dr. Frank B. Graham.

Anda mungkin juga menyukai