NIM : 2001006
Seorang mahasiswa usia 22 tahun datang kepoli umum dengan keluhan utama demam
hingga mengigil. Pasien mengatakan demam sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan tambahan saat dikaji, pasien mengatakan muntah, nyeri pada persendian,
sakit kepala, dan sariawan sudah 1 bulan tidak sembuh. Dokter menginstruksikan
Perawat untuk melakukan pemeriksaan fisik, didapatkan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening pada axila dan adanya ruam di kulit. Dokter curiga pasien
terinfeksi virus HIV dan melakukan pengkajian lebih lanjut. Pasien mengatakan
selama kuliah di Yogyakarta, pasien sering melakukan hubungan seks bebas sejak 2
tahun yang lalu dengan berganti pasangan. Hasil pemeriksaan laboratorium dengan
jenis pemeriksaan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) didapatkan hasil
HIV positif. Dokter merencanakan langkah dan jenis terapi pengobatan yang akan
dijalani pasien.
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan tuliskan teori terkait sistem limpatik dan
kekebalan tubuh, antara lain :
A. Struktur limfatik
B. Nonspecific defenses
C. Antibody-Mediated Immunity
D. Cell-Mediated Immunity
E. Reaksi penolakan transfuse
A. STRUKTUR LIMFATIK
Sistem Limfatik sistem yang terdiri dari pembuluh, sel, dan organ
yang membawa kelebihan cairan insterstisial ke dalam aliran darah dan filter
patogen dari darah.
2. Mengangkut lipid
Pembuluh limfa mengangkut lipid dan vitamin yg larut dlm lipid (A,
D, E, dan K) yang diserap oleh saluran gastrointestinal ke dalam darah
3. Menghasilkan respon imun
Struktur Limfatik
Pembuluh ini juga struktur satu arah, seperti pembuluh darah dalam sistem
pembuluh darah, mereka memiliki katup yang mencegah getah bening mengalir ke
belakang. Setelah melewati kapiler getah bening, cairan dimasukkan ke dalam
pembuluh limfatik aferen dan kemudian mengalir ke kelenjar getah bening, organ
yang kecil, bulat diseluruh tubuh. Simpul yang menyaring limbah dari cairan, yang
disebut limfosit membunuh virus atau bakteri yang ditemukan di dalamnya. Kegiatan
limfosit inilah yang menyebabkan kelenjar getah bening menjadi bengkak ketika
seseorang sakit, kondisi sering disebut sebagai “kelenjar bengkak”.
Setelah getah bening telah disaring oleh kelenjari getah bening itu masuk ke
dalam pembuluh eferen. Pembuluh getah bening ini datang bersama-sama dalam
kelompok besar kadang-kadang disebut sebagai jugular trunk. Mereka mengeringkan
cairan yang disaring menjadi slah satu dari dua saluran getah bening, yang ialah
pembuluh limfatik sangat besar.
Saluran toraks ialah yang tersebar dari pembuluh ini dalam tubuh manusia dan
bertanggung jawab untuk menguras sebagian besar getah bening tubuh, sedangkan
yang lebih kecil saluran limfatik kanan hanya menguras getah bening dari sisi kanan
atas tubuh. Dan setelah melewatu saluran limfatik, cairan memasuki pembuluh yang
dikenal sebagai vena subklavia yang mentransportasi kembali ke sistem peredaran
darah.
B. Nonspecific defenses
Pertahanan pertama tubuh yang paling luar dan tugasnya melindungi agar antigen
tidak masuk ke dalam tubuh. Contohnya, kulit dan membran mukosa atau selaput
lendir. Seperti membran mukosa adalah kelenjar yang menghasilkan sekresi berupa
lendir. Membran mukosa melapisi beberapa organ dalam seperti paru-paru, saluran
pencernaan, serta beberapa bagian tubuh yang terpapar lingkungan luar seperti
telinga, kelopak mata, dan lubang hidung. Air mata juga termasuk kedalam
pertahanan nonspesifik eksternal karena air mata membuang segala macam partikel
asing yang masuk ke mata.
Pertahanan kedua tubuh. Maksudnya, sistem ini akan bekerja jika ada antigen yang
berhasil masuk ke dalam tubuh. Pertahanan ini berupa sel darah putih, sel pembunuh
alami, dan peradangan. Sel darah putih di sini terdiri dari neutrofil, monosit, dan
eosinofil. Sel pembunuh alami bertugas untuk membunuh sel-sel yang terinfeksi.
Karena sel-sel ini bisa langsung bereaksi untuk membunuh sel yang terinfeksi tanpa
harus melakukan aktivasi, makanya disebut sel pembunuh alami atau sel NK (natural
killer). Sedangkan peradangan merupakan tanggapan atau respon tubuh terhadap
antigen yang masuk ke dalam tubuh. Peradangan dapat dicirikan dengan adanya
pembengkakan, demam, bisul maupun gatal-gatal.
C. Antibody-Mediated Immunity
Antibodi adalah protein imunoglobulin. Ada lima jenis antibodi seperti IgA, IgG,
IgM, IgE dan IgD. IgG adalah jenis antibodi yang paling melimpah. Antibodi
berkurang setelah mereka menonaktifkan antigen. Namun, limfosit B menghasilkan
sel memori ketika mereka menemukan antigen. Sel-sel memori ini menghasilkan sel
plasma dan antibodi dengan cepat dan intens ketika kita terpapar antigen yang sama
untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, kekebalan yang dimediasi antibodi memberikan
kekebalan jangka panjang untuk antigen spesifik.
D. Cell-Mediated Immunity
Imunitas yang dimediasi sel adalah jenis respons imun primer yang beroperasi
di tubuh kita. Imunitas yang dimediasi sel tidak menginduksi produksi antibodi. Ini
terjadi melalui pelepasan berbagai sitokin dan aktivasi fagosit. Kekebalan yang
dimediasi sel bekerja melawan patogen intraseluler seperti virus dan bakteri. Setelah
patogen memasuki sel dan menginfeksinya, kekebalan yang dimediasi antibodi tidak
dapat mengidentifikasinya. Oleh karena itu, respon imun yang dimediasi sel berperan
dan membunuh sel yang terinfeksi sebelum multiplikasi patogen di dalam sel.
Limfosit T adalah sel imun utama yang melakukan imunitas yang dimediasi
sel. Sel T naif mengaktifkan dan mengubahnya menjadi sel T efektor setelah
menemukan sel antigen-presenting (APC). Sel T penolong melepaskan sitokin yang
membantu sel T teraktivasi untuk mengikat kompleks antigen MHC sel yang
terinfeksi dan membedakan sel T menjadi sel T sitotoksik. Sel T sitotoksik kemudian
menginduksi sel yang terinfeksi untuk menjalani apoptosis atau lisis sel. Selain itu,
sitokin merekrut sel pembunuh alami dan fagosit untuk menghancurkan sel yang
terinfeksi. Dengan cara ini, kekebalan yang dimediasi sel merespons infeksi virus,
penolakan graft, peradangan kronis dan kekebalan tumor
Reaksi transfusi adalah semua kejadian ikutan yang terjadi karena transfusi
darah. Setiap respon negatif terhadap komponen transfusi darah dianggap sebagai
reaksi transfusi. Kebanyakan reaksi transfusi terjadi dalam waktu 15 menit di awal
pemberian transfusi karena itu pemantauan ketat tanda-tanda dan status vital dapat
mencegah reaksi yang lebih parah. Reaksi transfusi membutuhkan pengenalan gejala
yang cepat, penyelidikan laboratorium, dan manajemen klinis. Jika diduga terjadi
reaksi transfusi selama pemberian darah, penanganan pertama yang paling aman
adalah menghentikan transfusi dan menjaga jalur intravena terbuka dengan infus
cairan natrium klorida 0,9% (normal saline). Sebelum dilakukan transfuse, informasi
pada label darah dan identitas pasien harus disesuaikan, hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa unit darah diberikan kepada pasien tepat.
Secara umum reaksi transfusi dapat dibagi dalam beberapa cara, yaitu menurut jenis
dan waktu terjadinya. Berdasarkan jenisnya, reaksi transfusi dibagi menjadi reaksi
imunologi dan reaksi non imunologi, reaksi infeksius dan non infeksius. Berdasarkan
waktu terjadinya, reaksi transfusi dibedakan menjadi reaksi akut dan reaksi lambat.
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi, reaksi lambat terjadi antara 24 jam sampai 2 minggu setelah transfusi.
Kebanyakan reaksi terjadi pada awal atau selama transfusi.