L M N O P Q R S T U V
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
W X Y Z Contoh : PRAMUKA = 16 18 1 13 21 11 1
23 24 25 26
d. Sandi Udang :
Sandi yang kata-katanya terbalik
Contoh : TUNAS KELAPA = SANUT APALEK
e. Sandi Kotak I
f. Sandi Kotak II
D. TALI-TEMALI
1. Pengertian
Keterampilan tali temali dibedakan menjadi 2
Simpul : Hubungan antara tali dengan tali
Ikatan : Hubungan tali dengan benda lain, contohnya : batu, tongkat,
atau
kayu
2. Jenis-jenis
Jenis-jenis simpul
Simpul-simpul yang paling sering digunakan
Hidup : Sekali tarik bisa lepas
Mati : Tidak bisa lepas dengan sekali tarikan
Pangkal : Ujungnya diikat bersilangan dan tidak bertemu
Jangkar : Ujungnya diikat sejajar dan bertemu
Jenis simpul lainnya
Simpul Ujung Tali
Simpul Anyam
Simpul Anyam Berganda
Simpul Erat
Simpul Kembar
Simpul Tambat
Simpul Penarik
Simpul Gulung
Simpul Kursi
Simpul Tiang Berganda
Simpul Tarik
Simpul Laso
E. SEMAPHORE
Semaphore adalah suatu cara untuk mengirim dan menerima berita dengan
menggunakan bendera, dayung, batang, tangan kosong atau dengan sarung tangan.
Informasi yang didapat dibaca melalui posisi bendera atau tangan. Namun kini yang
umumnya digunakan adalah bendera, yang dinamakan bendera semaphore.
Pengiriman sandi melalui bendera semaphore ini menggunakan dua bendera, yang
masing-masing bendera tersebut berukuran 45 cm x 45 cm. Bentuk bendera yang
persegi merupakan penggabungan dua buah segitiga sama kaki yang berbeda warna.
Warna yang digunakan sebenarnya bisa bermacam-macam, namun yang lazim
digunakan adalah warna merah dan kuning, dimana letak warna merah selalu berada
dekat tangkai bendera. Pada awal abad ke 19, semaphore digunakan dalam
komunikasi kelautan.
Berikut ini adalah simbol-simbol dalam semaphore yang diartikan menjadi huruf dan
angka. Untuk membuat sandi angka, sebelum memulai sandi maka harus diawali
dengan sandi “Nomor” dan jika ingin kembali membuat sandi huruf maka harus
membuat sinyal “J” Beberapa sandi lainnya yang biasa digunakan dalam semaphore
adalah
1. U-R : berita siap dimulai
2. K : siap menerima berita
3. E (8 kali) : error / ada kesalahan
4. I-N-I : ulangi
5. A-R : berita selesai
6. R : dapat menerima dengan baik
7. A-S : tunggu
8. M-K : geser kanan
9. M-L : geser kiri
F. TENDA
1. Pengertian Tenda Pramuka
Tenda adalah tempat pelindung yang terdiri dari lembaran kain atau bahan
lainnya menutupi yang melekat pada kerangka tiang atau menempel pada tali
pendukung. Tenda Pramuka atau tenda regu dipilih dalam berkemah karena
mampu menampung orang dalam kapasitas banyak. Tenda regu mampu
menampung satu regu Pramuka, antara 8 sampai 10 orang anggota.
2. Fungsi tenda
Tenda pramuka dirancang untuk berlindung dan dapat bertahan dari iklim atau
cuaca yang ekstrem, seperti di pegunungan atau hutan.
3. Bagian-bagian Tenda
Tenda terdiri dari 3 komponen utama yaitu:
a. Frame sebagai rangka pembentuk tenda
b. Tenda lapisan dasar
c. Flysheet melindungi dari rembesan air (kedap air)
Ada pula pelengkap/penunjang tenda yaitu:
a. Pasak untuk menjaga tenda tetap berdiri kuat dan tidak mudah roboh
b. Tali untuk menghubungkan pasak dengan flysheet (terlebih jika ukuran
flysheet tidak menutupi seluruh bagian tenda)
4. Bentuk-bentuk Tenda
a. Tenda Dome
Bentuk tenda Dome yaitu setengah lingkaran. endirian tenda Dome cukup
mudah dan praktis. Biasanya, tiang-tiang penyangga sudah tersedia dalam
paket pembelian tenda serta mudah dalam penyimpanananya, karena gampang
dilipat. Cara mendirikan tenda ini adalah dengan memasang stick/fiber ke
dalam tempatnya masing-masing dan tenda sudah berdiri dan siap dihuni.
b. Tenda Induk
Tenda induk biasanya digunakan untuk Posko tim SAR atau POLRI, Posko
Bencana Alam dan posko kegiatan lainnya. Tenda jenis ini biasanya berukuran
sangat besar, sehingga mampu menampung lebih banyak orang. Cara
mendirikannya tinggal memasukkan stick pada tempatnya, mendirikan
tendanya, selanjutnya memasang patok dan tenda siap digunakan.
c. Tenda Segitiga/Kerucut
Pada Tenda Segitiga/Kerucut biasanya tidak disertai dengan peralatan, seperti
adanya fiber atau tiang yang dapat dilipat. Cara mendirikan Tenda
Segitiga/Kerucut yaitu dengan cara mengikat (memberikan patok) tiap
sudutnya yang kemudian pada ujung bagian atap (atas) diikat dan dikaitkan
pada ranting atau pohon yang kuat dan siap dihuni.
d. Tenda Bivak
Tenda Bivak merupakan tenda darurat yang hanya terbuat dari selembar kain
saja. Selain terbuat dari kain, tenda Bivak juga ada yang terbuat dari plastik.
Ukuran dari lembaran kain tidak memiliki panduan khusus, bebas dan dalam
ukuran yang beraneka ragam. Untuk mendirikan tenda Bivak, biasanya akan
membutuhkan dua batang pohon sejajar yang akan difungsikan sebagai tiang
penyangga untuk menggantung sebuah tali).
5. Mendirikan Tenda
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan disiapkan sebelum mendirikan tenda
Pramuka sebagai berikut.
a. Cari lahan yang cukup luas dan lapang
b. Sediakan minimal 2 tiang (lebih banyak lebih baik).
c. Siapkan patok minimal 8 buah
d. Sediakan tambang pramuka secukupnya
e. Gunakan simpul pangkal dan ikatan palang atau ikatan silang
Berikut ini cara mendirikan tenda yang benar dan baik dalam kegiatan berkemah
pramuka.
a. Periksa, bersihkan, dan amankan terlebih dahulu area yang akan dipasangi tenda.
b. Persiapan perlengkapan dan peralatan untuk memasang tenda.
c. Buka lembaran tenda untuk mengetahui besarnya dan tentukan arah dan sudut
tenda.
d. Pasang tiang tenda sesuai posisinya, yaitu pada sudut-sudut tenda yang
bersangkutan.
e. Tancapkan patok-patok pada tiap sudut tenda dan pintu tenda.
f. Setelah menegakan tiang tongkat, ikatkan tali pada patok yang sudah tertancap di
tanah.
g. Pasang pendukung tenda, seperti, lampu, pagar, dan gerbang.
G. TRIAGE
1. PENGERTIAN DARI TRIAGE
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi
selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.
Proses triage meliputi tahap pre-hospital / lapangan dan hospital atau pusat
pelayanan kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas
pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus
menerus karena status triase pasien dapat berubah. Metode yang digunakan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau system triage Penuntun Lapangan
START (Simple Triage And Rapid Transportation). Petugas lapangan memberikan
penilaian pasien untuk memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah memerlukan transport segera, serta
melakukan tindakan pertolongan primer dan stabilisasi_darurat.
Pada tahap rumah sakit, triage dapat juga dilakukan walaupun agak berbeda
dengan triage lapangan. Dengan tenaga dan peralatan yang lebih memadai, tenaga
medis dapat melakukan tindakan sesuai dengan kedaruratan penderita dan
berdasarkan etika profesi. Saat menilai pasien, secara bersamaan juga dilakukan
tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan
menstabilkan pasien berkurang.
2. Simple Triage / Triage Sederhana / Triage inisial
START, sebagai cara triage lapangan yang berprinsip pada sederhana dan
kecepatan, dapat dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih. Dalam
memilah pasien, petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi
selama kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan menggunakan berbagai
alat berwarna, seperti bendera, kain, atau isolasi.
Metode triage START (Simple Triage And Rapid Treatment) tetap
mengutamakan/berdasarkan prinsip ABC. Perlu diingat bahwa saat melakukan
triage jangan melakukan terapi/tindakan, orang yang melakukan triage hanya
memberikan tanda berupa kartu berwarna (merah, kuning, hijau dan hitam) ke
setiap korban.
a. Hitam : pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memungkinkan
untuk resusitasi. Tidak memerlukan perhatian.
b. Merah : pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan
transport segera.
Misalnya :
1) gagal nafas
2) cedera torako-abdominal
3) cedera kepala atau maksilo-fasial berat
4) shok atau perdarahan berat
5) luka bakar berat
c. Kuning : pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam
waktu dekat.
Dapat ditunda hingga beberapa jam. Misalnya :
1) cedera abdomen tanpa shok,
2) cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3) fraktura mayor tanpa syok
4) cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan kesadaran
5) luka bakar ringan
d. Hijau : cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi segera. Misalnya :
1) cedera jaringan lunak,
2) fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3) cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
4) gawat darurat psikologis
3. Advanced Triage / Triage lanjutan
Pasien dengan harapan hidup yang kecil dengan tersedianya peralatan dan
tenaga medis yang lebih lengkap diharapkan dapat ditingkatkan harapan hidupnya.
Namun apabila tenaga medis dan perlengkapan tidak dapat memenuhi kebutuhan
dari pasien, misalnya pada bencana yang melibatkan banyak korban, tenaga medis
dapat memutuskan untuk lebih memberikan perhatian pada pasien dengan cedera
berat yang harapan hidupnya lebih besar sesuai dengan etika profesional. Hal inilah
yang menjadi tujuan dari triage lanjutan.
Pemantauan pada triage lanjutan dapat menggunakan Revised Trauma Score
(RVT) atau Injury Severity Score (ISS). RVT menggunakan parameter kesadaran
(GCS), tekanan darah sistolik (dapat menggunakan per palpasi untuk mempercepat
pantauan), dan frekuensi pernapasan.
Skor :
12 : delayed
11 : urgent, dapat ditunda
4-10 : immediate, memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin
0-3 : morgue, cedera serius yang tidak lagi memerlukan tindakan
darurat
ISS menggunakan parameter 3 bagian tubuh.
A : wajah, leher, kepala
B : toraks, abdomen
C : ekstremitas, jaringan lunak, kulit
tiap parameter diberi skor 0 – 5 yaitu :
1. cedera ringan
2. cedera sedang
3. cedera serius
4. cedera berat
5. kritis
Hasil skoring tersebut kemudian dikuadratkan dan dijumlahkan.
ISS = A2 + B2 + C2
Hasil lebih dari 15 dianggap sebagai politrauma. Hasil dari perhitungan ISS ini
digunakan sebagai perbandingan dalam penentuan prioritas penatalaksanaan pasien
massal. Ada beberapa variasi dari penggunaan triage seperti di atas, pada beberapa
kondisi atau di beberapa negara. Misalnya di medan perang, seringkali dilakukan
reversed triage, dimana yang diprioritaskan adalah korban dengan luka paling ringan
yang membutuhkanpertolongan sehingga korban dapat segera kembali ke medan
perang. Di beberapa negara terdapat pedoman lain dalam penentuan triage, namun
intinya tetap sama. Misalnya di Jerman, tidak seluruh trauma amputasi mayor
dianggap ditandai dengan kartu merah. Trauma amputasi lengan bawah, setelah
ditangani pendarahannya, dapat dianggap sebagai kartu kuning dan kemudian
ditransfer ke rumah sakit. Kadang kala pembagian triage pun menggunakan 4 macam
warna.
4. Hasil Triage
a. pasien meninggal ditinggalkan di posisi dimana mereka ditemukan, sebaiknya
ditutup. Pada pemantauan START, seseorang dianggap meninggal bila tidak
bernapas setelah dilakukan pembersihan jalan napas dan percobaan napas
buatan.Simple triage mengidentifikasi pasien mana yang memerlukan tindakan
secepatnya. Di lapangan, triage juga melakukan penilaian prioritas untuk evakuasi
ke rumah sakit. Pada sistem START, pasien dievakuasi sebagai berikut :
1) Immediate atau prioritas 1 (merah), dievakuasi dengan menggunakan
ambulance dimana mereka memerlukan penanganan medis dalam waktu
kurang dari 1 jam. Pasien ini dalam keadaan kritis dan akan meninggal bila
tidak ditangani segera.
2) Delayed atau prioritas 2 (kuning), evakuasinya dapat ditunda hingga seluruh
prioritas 1 sudah dievakuasi. Pasien ini dalam kondisi stabil namun
memerlukan penanganan medis lebih lanjut.
3) Minor atau prioritas 3 (hijau), tidak dievakuasi sampai prioritas 1 dan 2
seluruhnya telah dievakuasi. Pasien ini biasanya tidak memerlukan penanganan
medis lebih lanjut setidaknya selama beberapa jam. Lanjutkan re-triage untuk
mencegah terlewatnya perburukan kondisi. Pasien ini dapat berjalan, dan
umumnya hanya memerlukan perawatan luka dan antiseptik.
5. Triage Sekunder (dalam rumah sakit)
Pada sistem triage lanjutan, triage sekunder dilakukan oleh paramedis atau
perawat terlatih di Instalasi Gawat Darurat rumah sakit selama terjadinya bencana.
Pasien dipilah menjadi 5 kelompok.
1) hitam / expectant : pasien dengan cedera berat yang dapat meninggal karena
cederanya, mungkin dalam beberapa jam atau hari selanjutnya. (luka bakar luas,
trauma berat, radiasi dosis letal), atau kemungkinan tidak dapat bertahan hidup
karena dalam krisis yang mengancam nyawa walaupun diberikan penanganan
medis (cardiac arrest, syok septik, cedera berat kepala atau dada). Pasien ini
sebaiknya dimasukkan dalam ruangan rawat dengan pemberian analgetik untuk
mengurangi penderitaan.
2) merah / immediate : pasien yang memerlukan tindakan bedah segera atau
tatalaksana lain untuk menyelamatkan nyawa, dan sebagai prioritas utama untuk
tim bedah atau ditransport ke rumah sakit yang lebih lengkap. Pasien ini dapat
bertahan hidup bila ditangani sesegera mungkin.
3) kuning / observation : kondisi pasien ini stabil sementara waktu namun
memerlukan pengawasan dari tenaga medis terlatih dan re-triage berkala serta
perawatan rumah sakit
4) hijau / wait (walking wounded) : pasien ini memerlukan perhatian dokter dalam
beberapa jam atau hari kemudian namun tidak darurat, dapat menunggu hingga
beberapa jam atau dianjurkan untuk pulang dan kembali ke rumah sakit keesokan
harinya (misal pada patah tulang sederhana, luka jaringan lunak multipel)
5) putih / dimiss (walking wounded) : pasien ini mengalami cedera ringan,
pengobatan P3K dan berobat jalan sudah cukup, peranan dokter disini tidak mutlak
diperlukan.