Anda di halaman 1dari 8

“SAUDARA TUA”

ANTARA LAWAN DAN KAWAN


02/02/2015

Disusun oleh

Rizka Hayu Fhatliyah

XI IPA 2

SMA NEGERI 2 KRAKATAU STEEL CILEGON

Tahun Ajaran 2014-2015


Serangan tiba-tiba angkatan udara Jepang terhadap Pearl Harbour pada
tanggal 7 Desember 1941 menyebabkan meluasnya perang dunia II sampai ke Asia
Timur Raya atau pasifik, yang pada waktu itu Jepang sedang berperang melawan
sekutu termasuk Belanda. Dengan adanya perang dunia II memberikan akibat bagi
rakyat Indonesia, dimana dampak positifnya yaitu imperialisme Belanda di Indonesia
berakhir dan lepas sudah penderitaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Sedangkan
dampak negatifnya, bangsa Indonesia memasuki penderitaan baru yaitu cengkraman
penjajahan Jepang.
Awal kedatangan Jepang ke Indonesia disambut dengan baik serta gembira
oleh rakyat Indonesia, karena Jepang berusaha menarik simpati rakyat dengan
mengumandangkan propaganda yang menyebut dirinya sebagai saudara tua bagi
Indonesia dan kedatangan Jepang ke Indonesia adalah untuk membantu
membebaskan rakyat Indonesia dari jajahan Belanda dan mengusirnya, sekaligus
menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Jepang pun memberitahukan kepada rakyat
Indonesia bahwasanya Belanda merupakan musuh dari Jepang termasuk Inggris dan
Amerika Serikat. Sebab bagi pemerintah Jepang dalam masa perang itu hanya ada
dua pihak yaitu kawan dan lawan.
Sebagai saudara tua, kedatangannya di Indonesia harus dipandang sebagai
pelindung dan pemimpin yang akan mendatangkan kemakmuran bersama di Asia
Timur Raya (Jepang mengajak Indonesia bersama-sama dalam membentuk
kemakmuran). Sehingga strategi yang dipergunakan Jepang dapat meyakinkan rakyat
Indonesia. Pemerintah Jepang memulai pendudukannya dengan memperlihatkan
sikap yang cukup manis dan berbagai janji-janji untuk lebih menarik simpati rakyat.
Jepang melancarkan propaganda, bahwa jepang akan mendukung kemerdekaan
Indonesia. Propaganda itu disiarkan oleh radio jepang, yang disebut Nippon Hoso
Kyoku. Pada stasiun itu dibentuk seksi indonesia, yang khusus mengadakan
penyiaran bagi bangsa Indonesia. Siaran-siaran itu didahului oleh lagu Indonesia
Raya.
Jepang mengaku sebagai Saudara Tua yang hendak memperbaiki nasib bangsa
Indonesia dan membebaskannya dari penjajahan Belanda. Pada mulanya, penduduk
dibiarkan mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dinas propaganda Jepang, yang disebut sendenbu menganjurkan agar rakyat
Indonesia memberi dukungan sepenuhnya kepada “saudara tua” untuk memenangkan
“perang suci” dan membangun kemakmuran bersama di Asia Timur Raya, yang
disebut Dai Toa. Jepang menjadi pemimpin bangsa Asia dengan semboyan: NIPPON
CAHAYA ASIA - NIPPON PEMIMPIN ASIA - NIPPON PELINDUNG ASIA.
Semboyan itu digambarkan dengan lambang “Tiga A”.
Pada awalnya rakyat masih dibolehkan menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi disamping menggunakan bahasa Jepang. Bendera Merah Putih
boleh dikibarkan berdampingan dengan Bendera Jepang Hinomaru. Begitu juga lagu
Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang yaitu
Kimigayo. Tetapi pada tanggal 20 maret 1992, baru sebelas hari setelah Belanda
menyerah, penguasa Jepang sudah melarang dikibarkan bendera merah putih dan
dilarang menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dan disinilah Jepang memulai kebijakan
dengan mempergunakan kelicikannya yang mampu membuat rakyat Indonesia
dikelabui.
1. Kebijakan di Bidang Pemerintahan
Memasuki Pemerintahan Indonesia secara pelan-pelan, pada awalnya
rakyat masih dibolehkan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi disamping menggunakan bahasa Jepang. Bendera Merah Putih boleh
dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru. Begitu juga lagu
Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang yaitu
Kimigayo. Namun ini hanya pada awal pendudukan Jepang saja selama dua
minggu berkuasa. Selanjutnya, Jepang melarang dikibarkannya bendera merah
putih.
2. Kebijakan di Bidang Pendidikan
Pada awal menjelang kedatangan invansi militer Jepang masuk ke
Indonesia, ada sebuah sekolah rakyat 3 tahun dan 6 tahun yang diasuh oleh
pihak swasta. Sekolah yang diasuh oleh pihak swasta ini merupakan sekolah
pada masa Belanda. Ketika Jepang masuk mereka menemukan sekolah swasta
ini dan tetap berjalan. Pemerintah Jepang mengambil alih semua sekolah
tersebut. Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan
adalah menghilangkan diskriminasi/perbedaan yang diterapkan Belanda. Pada
pemerintahan Jepang, siapa saja boleh mengenyam/merasakan pendidikan.
Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal.
Jepang pun juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya
yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Pelajaran utamanya yang
paling intensif sekali diajarkan kepada anak-anak sekolah adalah setiap pagi
sebelum memasuki kelas selalu diadakan upacara bendera megibarkan
bendera Jepang dan penghormatan kearah matahari terbit. Setelah upacara
selesai disambung dengan gerak badan yang disebut dengan Taiso. Disamping
Taiso juga diharuskan bagi semua siswa melaksanakan lari berbaris sepanjang
kampung yang pada waktu itu disebut Jajiasi. Kemudian pelajaran berupa adu
kekuatan juga diberikan seperti Sumo, yakni jenis permainan dorong
menorong dengan tangan yang dibatasi oleh suatu lingkaran. Satu hal yang
melemahkan dari aspek pendidikan adalah sistem pengajaran dan kurikulum
disesuaikan untuk kepentingan perang. Untuk menanamkan semangat
patriotisme dihati rakyat dalam hal menyanjung Perang Asia Timur Raya,
Pemerintah Jepang menciptakan lagu khusus tentang keberanian seorang
Heiho yang diberinya judul Amat Heiho. Ceritanya menyerang sekutu sampai
harus rela tewas demi kejayaan negara Jepang. Hal ini dapat dipahami,
pendidikan yang diberikan Jepang pada rakyat pribumi semata-semata hanya
untuk kepentingan Jepang tanpa memikirkan kemajuan pendidikan rakyat
pribumi karena melalui pendidikan, Pemerintahan Jepang mulai memasukkan
rasa simpati kepada rakyat, terutama dalam mengenyam pendidikan yang di
zaman Belanda untuk masuk sekolah rakyat saja sangat susah hanya orang
tertentu saja yang diperbolehkan untuk sekolah. Sedangkan Jepang
sebaliknya. Namun tujuan sebenarnya adalah untuk menjepangkan rakyat
Indonesia dan rasa kecintaan kepada Jepang.
3. Kebijakan di Bidang Politik
Pada masa pendudukan Jepang semua partai politik rakyat pribumi
dibubarkan dan dihapuskan, surat kabar dihentikan keberadaannya serta
dilarang untuk menerbitkannya dan harus digantikan dengan koran Jepang-
Indonesia. Pemerintah Jepang melarang rakyat pribumi untuk menghentikan
semua bentuk perkumpulan dan Jepang akan mengendalikan seluruh
organisasi nasional dan dalam bidang politik pemerintahan. Pada masa
pendudukan Jepang terjadilah perubahan di bidang politik pemerintahan yakni
adanya perubahan yang mendasar dalam sistem hukum. Dengan
diberlakukannya pemerintahan militer sementara waktu dan jabatan Gubernur
Jenderal dihapuskan diganti oleh tentara Jepang.
4. Kebijakan Jepang membentuk berbagai Organisasi sekaligus kebijakan di
Bidang Militer
Masa pendudukan Jepang partai politik dibubarkan dan dibentuk
perkumpulan atau organisasi, yaitu:
a) Gerakan 3A, dengan isinya Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung
Asia, Nippon Pemimpin Asia. Yang dipimpin oleh Syamsuddin.
Tujuannya didirikan untuk menanamkan kepercayaan kepada rakyat
bahwa Jepang adalah pembela Indonesia.
b) MIAI (Majlis Islam A'la Indonsia), organisasi ini masih tetap berjalan
karena masih diperbolehkan Jepang karena tidak termasuk kedalam
partai politik.Pemimpinnya KH.Masmansyur.
c) PUTERA (Pusat tenaga rakyat), dibentuk pada 1 Maret 1943 yang
dipimpin oleh empat serangkai yaitu, Ir.Soekarno, Moh.Hatta,
KH.Dewantara dan KH.Masmansyur. Tujuannya dibentuk untuk
memberikan pembelaan kepada Jepang. Tetapi bagi tokoh-tokoh
Indonesia justru untuk membina kader-kader bangsa dan
menggembleng mental rakyat agar mampu berjuang menuju
kemerdekaan.
d) Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sang In), Chuo Sang In dibentuk
pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Perdana Menteri Jenderal
Hideki Tojo. Ketuanya adalah Ir. Soekarno sedangkan wakilnya
adalah R.M.A.A Koesoemo Oetojo dan dr. Boentaran Martoatmojo.
Tugas badan ini adalah memberi masukan dan pertimbangan kepada
pemerintah Jepang dalam mengambil keputusan.
e) PETA (Pembela Tanah Air), pada tanggal 3 Oktober 1943 Jepang
membentuk barisan sukarela yang disebut Pembela Tanah Air yang
disingkat PETA. Peta ini terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia yang
dilatih sebagai prajurit di bawah pengawasan opsir-opsir Jepang.
Namun kemudian Peta inilah yang kemudian menjadi inti dari Tentara
Nasional Indonesia pada zaman Revolusi Kemerdekaan.
f) Jawa Hokokai (Gerakan kebaktian Jawa), dibentuk pada tahun 1944
karena semakin memanasnya perang Asia Pasifik dan memiliki tiga
dasar yaitu, mengorbankan diri,mempertebal persaudaran dan
melaksanakan tugas untuk Jepang.
5. Kebijakan di Bidang Militer
Pengerahan pemuda Jepang menyadari perlunya bantuan penduduk
setempat dalam rangka mempertahankan kedudukannya di kawasan Asia.
Pada bulan April 1943, pemerintah militer Jepang secara intensif mulai
mengorganisir barisan pemuda. Barisan pemuda ini berciri semi militer
maupun militer. Tujuan Jepang adalah untuk mendidik dan melatih para
pemuda agar mampu mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan
pasukan Sekutu. Berbagai barisan pemuda yang berbentuk semi militer, antara
lain Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan.
6. Kebijakan di Bidang Agama
Kebijakan Jepang terlihat ketika memasuki Indonesia dengan janji-
janji yang membuat rakyat Indonesia begitu yakin atas tindakan-tindakannya
yang sama sekali membuat rakyat tidak pernah mengira Indonesia akan
menjadi jajahannya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
dominan beragama Islam. Awal masuknya Jepang ke Indonesia,yang juga
pernah masuk ke Aceh dan merupakan pusat dari agama Islam. Awal
pendudukan Jepang diIndonesia khususnya Aceh ini, memberikan harapan
kebahagiaan rakyat Aceh yang akan menghormati agama Islam. Namun pada
kenyataannya, setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia semua janji yang
diucapkan diingkarinya dan mulai bersikap keras.Harapan rakyat terhadap
Jepang yang semula bersemi mulai sirna. Tidak ada lagi harapan bahwa
Jepang akan menjadi pembela rakyat dan pelindung agama Islam.
7. Kebijakan di Bidang Sosial-Budaya
Kebijakan ini melalui penyerahan hasil panen berupa padi rakyat
secara paksa, penyerahan ini tentulah menyengsarakan rakyat. Disebabkan
keinginan Jepang bukan sekedar permintaan tapi merupakan tuntutan yang
harus dipenuhi masyarakat. Akibatnya banyak yang menderita kelaparan,
rakyat menderita kemiskinan, menurunnya kesehatan masyarakat, keadaan
sosial semakin memburuk, dalam hal pakaian rakyat terpaksa memakai baju
dari goni, sehingga banyak berjangkit penyakit kulit, serta angka kematian
semakin meningkat.
8. Kebijakan di Bidang Ekonomi
Jepang menggunakan cara untuk dapat memenuhi kebutuhan perang
dan industrinya, dengan eksploitasi terhadap sumber daya alam Indonesia. Hal
ini berupa ekploitasi bidang hasil pertanian, perkebunan, hutan, bahan
tambang dll. Hasil kurasannya ini hanya untuk keuntungan dan kepentingan
Jepang sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Dampaknya dari
eksploitasi besar-besaran ini merugikan bangsa Indonesia dan kesengsaraan
berupa kekurangan sandang, pangan. Pemerintah Jepang pun mengawasi
kegiatan perekonomian pada sisa-sisa barang perdagangan, sekaligus
memonopoli. Mengawasi perkebunan dan setiap hasilnya harus diserahkan
kepada Jepang. Jadi SDA dan masyarakatnya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan perang. Sehingga rakyat Indonesia mengalami kelemahan fisik dan
kekurangan material.
Selain memeras hasil bumi Jepang juga mengerahkan tenaga rakyat yang
dilatarbelakangi oleh terdesaknya Jepang dalam Perang Dunia ke II melawan tentara
sekutu dan Jepang sudah pasti memerlukan banyak sarana dan prasarana untuk itu.
Maka dipergunakanlah tenaga manusia untuk melakukan kerja paksa (tanpa dibayar)
yang dikenal dengan sebutan Romusha. Romusha merupakan kerja paksa yang
dikerahkan Jepang dengan tujuan untuk membangun sarana dan prasarana
kepentingan Jepang serta objek-objek vitalnya, seperti membangun jalan, lapangan
terbang, goa-goa untuk tempat persembunyian, benteng-benteng, kubu pertahanan
dan rel kereta api.
Selain itu rakyat Indonesia juga diperintahkan untuk membangun jalan raya
sejauh 70km bahkan lebih dari 150km. Untuk memperoleh tenaga kasar dalam
romusha ini dikumpulkanlah kaum-kaum pria di desa-desa tanpa diketahui darimana
mereka harus dipekerjakannya. Banyak juga rakyat dipulau Jawa dikirim keluar Jawa
yaitu ke Aceh, Maluku, Sulawesi bahkan ke luar negeri seperti ke Malaysia,
Myanmar dan Muang Thai. Semua pekerjaan ini menelan korban jiwa yang tidak
sedikit,korban yang gugur pun lebih banyak karena selain diserang wabah busung
lapar dan terjangkit penyakit malaria.
Menghadapi penderitaan itu, rakyat tidak berani mengeluarkan keluhannya,
karena takut diketahui oleh polisi rahasia jepang yang disebut kompeitai yang
terkenal kejam. Pada akhirnya terjadilah perlawanan rakyat Indonesia terhadap
jepang, karena tentara pendudukan Jepang telah menginjak norma-norma masyarakat
yang telah menyebabkan penderitaan lahir batin bangsa Indonesia.

http://wartasejarah.blogspot.com/2014/06/kebijakan-jepang-dalam-bidang.html
http://www.seputarpendidikan.com/2014/02/propaganda-jepang-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai