Serangan tiba-tiba angkatan udara Jepang terhadap Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941 menyebabkan meluasnya perang dunia II sampai ke Asia Timur Raya atau pasifik, yang pada waktu itu Jepang sedang berperang melawan sekutu termasuk Belanda. Dengan adanya perang dunia II memberikan akibat bagi rakyat Indonesia, dimana dampak positifnya yaitu imperialisme Belanda di Indonesia berakhir dan lepas sudah penderitaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Sedangkan dampak negatifnya, bangsa Indonesia memasuki penderitaan baru yaitu cengkraman penjajahan Jepang. Awal kedatangan Jepang ke Indonesia disambut dengan baik serta gembira oleh rakyat Indonesia, karena Jepang berusaha menarik simpati rakyat dengan mengumandangkan propaganda yang menyebut dirinya sebagai saudara tua bagi Indonesia dan kedatangan Jepang ke Indonesia adalah untuk membantu membebaskan rakyat Indonesia dari jajahan Belanda dan mengusirnya, sekaligus menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Jepang pun memberitahukan kepada rakyat Indonesia bahwasanya Belanda merupakan musuh dari Jepang termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Sebab bagi pemerintah Jepang dalam masa perang itu hanya ada dua pihak yaitu kawan dan lawan. Sebagai saudara tua, kedatangannya di Indonesia harus dipandang sebagai pelindung dan pemimpin yang akan mendatangkan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya (Jepang mengajak Indonesia bersama-sama dalam membentuk kemakmuran). Sehingga strategi yang dipergunakan Jepang dapat meyakinkan rakyat Indonesia. Pemerintah Jepang memulai pendudukannya dengan memperlihatkan sikap yang cukup manis dan berbagai janji-janji untuk lebih menarik simpati rakyat. Jepang melancarkan propaganda, bahwa jepang akan mendukung kemerdekaan Indonesia. Propaganda itu disiarkan oleh radio jepang, yang disebut Nippon Hoso Kyoku. Pada stasiun itu dibentuk seksi indonesia, yang khusus mengadakan penyiaran bagi bangsa Indonesia. Siaran-siaran itu didahului oleh lagu Indonesia Raya. Jepang mengaku sebagai Saudara Tua yang hendak memperbaiki nasib bangsa Indonesia dan membebaskannya dari penjajahan Belanda. Pada mulanya, penduduk dibiarkan mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dinas propaganda Jepang, yang disebut sendenbu menganjurkan agar rakyat Indonesia memberi dukungan sepenuhnya kepada “saudara tua” untuk memenangkan “perang suci” dan membangun kemakmuran bersama di Asia Timur Raya, yang disebut Dai Toa. Jepang menjadi pemimpin bangsa Asia dengan semboyan: NIPPON CAHAYA ASIA - NIPPON PEMIMPIN ASIA - NIPPON PELINDUNG ASIA. Semboyan itu digambarkan dengan lambang “Tiga A”. Pada awalnya rakyat masih dibolehkan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi disamping menggunakan bahasa Jepang. Bendera Merah Putih boleh dikibarkan berdampingan dengan Bendera Jepang Hinomaru. Begitu juga lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang yaitu Kimigayo. Tetapi pada tanggal 20 maret 1992, baru sebelas hari setelah Belanda menyerah, penguasa Jepang sudah melarang dikibarkan bendera merah putih dan dilarang menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dan disinilah Jepang memulai kebijakan dengan mempergunakan kelicikannya yang mampu membuat rakyat Indonesia dikelabui. 1. Kebijakan di Bidang Pemerintahan Memasuki Pemerintahan Indonesia secara pelan-pelan, pada awalnya rakyat masih dibolehkan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi disamping menggunakan bahasa Jepang. Bendera Merah Putih boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru. Begitu juga lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang yaitu Kimigayo. Namun ini hanya pada awal pendudukan Jepang saja selama dua minggu berkuasa. Selanjutnya, Jepang melarang dikibarkannya bendera merah putih. 2. Kebijakan di Bidang Pendidikan Pada awal menjelang kedatangan invansi militer Jepang masuk ke Indonesia, ada sebuah sekolah rakyat 3 tahun dan 6 tahun yang diasuh oleh pihak swasta. Sekolah yang diasuh oleh pihak swasta ini merupakan sekolah pada masa Belanda. Ketika Jepang masuk mereka menemukan sekolah swasta ini dan tetap berjalan. Pemerintah Jepang mengambil alih semua sekolah tersebut. Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi/perbedaan yang diterapkan Belanda. Pada pemerintahan Jepang, siapa saja boleh mengenyam/merasakan pendidikan. Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang pun juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Pelajaran utamanya yang paling intensif sekali diajarkan kepada anak-anak sekolah adalah setiap pagi sebelum memasuki kelas selalu diadakan upacara bendera megibarkan bendera Jepang dan penghormatan kearah matahari terbit. Setelah upacara selesai disambung dengan gerak badan yang disebut dengan Taiso. Disamping Taiso juga diharuskan bagi semua siswa melaksanakan lari berbaris sepanjang kampung yang pada waktu itu disebut Jajiasi. Kemudian pelajaran berupa adu kekuatan juga diberikan seperti Sumo, yakni jenis permainan dorong menorong dengan tangan yang dibatasi oleh suatu lingkaran. Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Untuk menanamkan semangat patriotisme dihati rakyat dalam hal menyanjung Perang Asia Timur Raya, Pemerintah Jepang menciptakan lagu khusus tentang keberanian seorang Heiho yang diberinya judul Amat Heiho. Ceritanya menyerang sekutu sampai harus rela tewas demi kejayaan negara Jepang. Hal ini dapat dipahami, pendidikan yang diberikan Jepang pada rakyat pribumi semata-semata hanya untuk kepentingan Jepang tanpa memikirkan kemajuan pendidikan rakyat pribumi karena melalui pendidikan, Pemerintahan Jepang mulai memasukkan rasa simpati kepada rakyat, terutama dalam mengenyam pendidikan yang di zaman Belanda untuk masuk sekolah rakyat saja sangat susah hanya orang tertentu saja yang diperbolehkan untuk sekolah. Sedangkan Jepang sebaliknya. Namun tujuan sebenarnya adalah untuk menjepangkan rakyat Indonesia dan rasa kecintaan kepada Jepang. 3. Kebijakan di Bidang Politik Pada masa pendudukan Jepang semua partai politik rakyat pribumi dibubarkan dan dihapuskan, surat kabar dihentikan keberadaannya serta dilarang untuk menerbitkannya dan harus digantikan dengan koran Jepang- Indonesia. Pemerintah Jepang melarang rakyat pribumi untuk menghentikan semua bentuk perkumpulan dan Jepang akan mengendalikan seluruh organisasi nasional dan dalam bidang politik pemerintahan. Pada masa pendudukan Jepang terjadilah perubahan di bidang politik pemerintahan yakni adanya perubahan yang mendasar dalam sistem hukum. Dengan diberlakukannya pemerintahan militer sementara waktu dan jabatan Gubernur Jenderal dihapuskan diganti oleh tentara Jepang. 4. Kebijakan Jepang membentuk berbagai Organisasi sekaligus kebijakan di Bidang Militer Masa pendudukan Jepang partai politik dibubarkan dan dibentuk perkumpulan atau organisasi, yaitu: a) Gerakan 3A, dengan isinya Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia. Yang dipimpin oleh Syamsuddin. Tujuannya didirikan untuk menanamkan kepercayaan kepada rakyat bahwa Jepang adalah pembela Indonesia. b) MIAI (Majlis Islam A'la Indonsia), organisasi ini masih tetap berjalan karena masih diperbolehkan Jepang karena tidak termasuk kedalam partai politik.Pemimpinnya KH.Masmansyur. c) PUTERA (Pusat tenaga rakyat), dibentuk pada 1 Maret 1943 yang dipimpin oleh empat serangkai yaitu, Ir.Soekarno, Moh.Hatta, KH.Dewantara dan KH.Masmansyur. Tujuannya dibentuk untuk memberikan pembelaan kepada Jepang. Tetapi bagi tokoh-tokoh Indonesia justru untuk membina kader-kader bangsa dan menggembleng mental rakyat agar mampu berjuang menuju kemerdekaan. d) Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sang In), Chuo Sang In dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Perdana Menteri Jenderal Hideki Tojo. Ketuanya adalah Ir. Soekarno sedangkan wakilnya adalah R.M.A.A Koesoemo Oetojo dan dr. Boentaran Martoatmojo. Tugas badan ini adalah memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah Jepang dalam mengambil keputusan. e) PETA (Pembela Tanah Air), pada tanggal 3 Oktober 1943 Jepang membentuk barisan sukarela yang disebut Pembela Tanah Air yang disingkat PETA. Peta ini terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia yang dilatih sebagai prajurit di bawah pengawasan opsir-opsir Jepang. Namun kemudian Peta inilah yang kemudian menjadi inti dari Tentara Nasional Indonesia pada zaman Revolusi Kemerdekaan. f) Jawa Hokokai (Gerakan kebaktian Jawa), dibentuk pada tahun 1944 karena semakin memanasnya perang Asia Pasifik dan memiliki tiga dasar yaitu, mengorbankan diri,mempertebal persaudaran dan melaksanakan tugas untuk Jepang. 5. Kebijakan di Bidang Militer Pengerahan pemuda Jepang menyadari perlunya bantuan penduduk setempat dalam rangka mempertahankan kedudukannya di kawasan Asia. Pada bulan April 1943, pemerintah militer Jepang secara intensif mulai mengorganisir barisan pemuda. Barisan pemuda ini berciri semi militer maupun militer. Tujuan Jepang adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar mampu mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan pasukan Sekutu. Berbagai barisan pemuda yang berbentuk semi militer, antara lain Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan. 6. Kebijakan di Bidang Agama Kebijakan Jepang terlihat ketika memasuki Indonesia dengan janji- janji yang membuat rakyat Indonesia begitu yakin atas tindakan-tindakannya yang sama sekali membuat rakyat tidak pernah mengira Indonesia akan menjadi jajahannya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang dominan beragama Islam. Awal masuknya Jepang ke Indonesia,yang juga pernah masuk ke Aceh dan merupakan pusat dari agama Islam. Awal pendudukan Jepang diIndonesia khususnya Aceh ini, memberikan harapan kebahagiaan rakyat Aceh yang akan menghormati agama Islam. Namun pada kenyataannya, setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia semua janji yang diucapkan diingkarinya dan mulai bersikap keras.Harapan rakyat terhadap Jepang yang semula bersemi mulai sirna. Tidak ada lagi harapan bahwa Jepang akan menjadi pembela rakyat dan pelindung agama Islam. 7. Kebijakan di Bidang Sosial-Budaya Kebijakan ini melalui penyerahan hasil panen berupa padi rakyat secara paksa, penyerahan ini tentulah menyengsarakan rakyat. Disebabkan keinginan Jepang bukan sekedar permintaan tapi merupakan tuntutan yang harus dipenuhi masyarakat. Akibatnya banyak yang menderita kelaparan, rakyat menderita kemiskinan, menurunnya kesehatan masyarakat, keadaan sosial semakin memburuk, dalam hal pakaian rakyat terpaksa memakai baju dari goni, sehingga banyak berjangkit penyakit kulit, serta angka kematian semakin meningkat. 8. Kebijakan di Bidang Ekonomi Jepang menggunakan cara untuk dapat memenuhi kebutuhan perang dan industrinya, dengan eksploitasi terhadap sumber daya alam Indonesia. Hal ini berupa ekploitasi bidang hasil pertanian, perkebunan, hutan, bahan tambang dll. Hasil kurasannya ini hanya untuk keuntungan dan kepentingan Jepang sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Dampaknya dari eksploitasi besar-besaran ini merugikan bangsa Indonesia dan kesengsaraan berupa kekurangan sandang, pangan. Pemerintah Jepang pun mengawasi kegiatan perekonomian pada sisa-sisa barang perdagangan, sekaligus memonopoli. Mengawasi perkebunan dan setiap hasilnya harus diserahkan kepada Jepang. Jadi SDA dan masyarakatnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan perang. Sehingga rakyat Indonesia mengalami kelemahan fisik dan kekurangan material. Selain memeras hasil bumi Jepang juga mengerahkan tenaga rakyat yang dilatarbelakangi oleh terdesaknya Jepang dalam Perang Dunia ke II melawan tentara sekutu dan Jepang sudah pasti memerlukan banyak sarana dan prasarana untuk itu. Maka dipergunakanlah tenaga manusia untuk melakukan kerja paksa (tanpa dibayar) yang dikenal dengan sebutan Romusha. Romusha merupakan kerja paksa yang dikerahkan Jepang dengan tujuan untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan Jepang serta objek-objek vitalnya, seperti membangun jalan, lapangan terbang, goa-goa untuk tempat persembunyian, benteng-benteng, kubu pertahanan dan rel kereta api. Selain itu rakyat Indonesia juga diperintahkan untuk membangun jalan raya sejauh 70km bahkan lebih dari 150km. Untuk memperoleh tenaga kasar dalam romusha ini dikumpulkanlah kaum-kaum pria di desa-desa tanpa diketahui darimana mereka harus dipekerjakannya. Banyak juga rakyat dipulau Jawa dikirim keluar Jawa yaitu ke Aceh, Maluku, Sulawesi bahkan ke luar negeri seperti ke Malaysia, Myanmar dan Muang Thai. Semua pekerjaan ini menelan korban jiwa yang tidak sedikit,korban yang gugur pun lebih banyak karena selain diserang wabah busung lapar dan terjangkit penyakit malaria. Menghadapi penderitaan itu, rakyat tidak berani mengeluarkan keluhannya, karena takut diketahui oleh polisi rahasia jepang yang disebut kompeitai yang terkenal kejam. Pada akhirnya terjadilah perlawanan rakyat Indonesia terhadap jepang, karena tentara pendudukan Jepang telah menginjak norma-norma masyarakat yang telah menyebabkan penderitaan lahir batin bangsa Indonesia.