1. Memilih Guru
Sebaiknya, penuntut ilmu itu hendaknya memilih ilmu yang lebih baik, dan ilmu
yang sedang dibutuhkan dalam urusan agamanya, kemudian ilmu itu dibutuhkan
dimasa-masa mendatang.
hendaknya ia memprioritaskan pada ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan
dalilnya, karena keimanan secara taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui dalilnya), meskipun sah menurut kita tapi berdosa, karena tidak
berusaha mengkaji dalilnya.
hindarilah perdebatan yang merajalela sesudah kepergian ulama besar, karena
perdebatan itu dapat menjauhkan para pelajar dalam memahami fiqih, menyia-
nyiakan umur, mengeraskan hati dan menimbulkan permusuhan dan termasuk
sebagian dari tanda-tanda kiamat. juga dapat menjadikan terputusnya ilmu,
khususnya ilmu fiqih. hal ini telah diterangkan dalam hadits:
Adapun dalam memilih guru sebaiknya memilih orang yang lebih alim
(pandai), wara’ (menjaga harga diri) dan lebih tua. sebagaimana saat Abu
Hanifah mwmilih Imam Hammad bi Sulaiman sebagai gurunya setelah emlalui
pertimbangan dan pemikiran. ia berkata ‘saya mendapatkan beliau itu, adalah
seorang guru yang tertua, berpengalaman dan senior, rajin dan teliti, sosial dan
penyabar’. katanya pula ‘saya memutuskan untuk memilih Imam Hammad bin
Sulaiman . ternyata saya dapat berkembang’. “
Imam Abu Hanifah berkata “saya pernah menjumpai seorang ulama
yang cerdik dan bijaksana dari Samarkandi, ia telah berkata “seorang
bermusyawarah denganku dalam menuntut ilmu sementara ia sendiri
sudah punya niatan untuk belajar mencari ilmu ke daerah Bukhara”.
demikian seorang pelajar perlu bermusyawarah denganku dalam menuntut
segala hal. karena sesungguhnya Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW.
untuk bermusyawarah dalam segala hal, padahal tak seorang lebih cerdas
darinya, sekalipun demikian beliau tetap diperintah untuk bermusyawarah
dengan para sahabat dalam hal apa saja, sampai urusan kebutuhan rumah.
Sayyidina Ali Karamallaahu wajhah berkata :” tidak akan mengalami
kehancuran seorang yang telah bermusyawarah”. ada pendapat lagi:” ada
orang yang sempurna, setengah orang dan tidak tergolong orang. orang yang
sempurna adalah orang yang mempunyai pendapat yang benar dan mau
bermusyawarah . setengah orang adalah orang yang mempunyai pendapat yang
benar tetapi tidak mau bermusyawarah. atau mau bermusyawarah tetapi tidak
mempunyai pendapat yang benar sedangkan orang yag tidak tergolong orang
adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai pendapat yag benar dan sama
sekali tidak mau bermusyawarah”. Ja’far Ash Shadiq pernah berkata kepada
Sofyan Ats Tsauri : “musyawarahkanlah masalahmu dengan orang yang takut
pada Allah ta’ala”.menuntut ilmu merupakan perkara yang luhur dan rumit,
maka musyawarah merupakan hal yang sangat penting dan wajib
Al-Hakim berkata :”jika kamu pergi ke Bukhara janganlah kamu tergesa-gesa
berguru dengan guru-guru yang ada disana. tinggallah terlebih dahulu selama
dua bulan sehingga kamu mengadakan pertimbangan dan memilih guru yang
tepat, karena bila kamu pergi kepada seorang yang alim dan memulai belajar
kepadanya, bisa jadi kamu tidak tertarik kepada cara mengajarnya, kamu akan
pergi meninggalkannya dan pergi kepada orang lain, maka tidak akan
mendapatkan berkah dalam belajar. Maka berpikirlah masak-masak selama dua
bulan itu untuk memilih guru, dan mintalah saran kepada orang-orang yang
dipandang perlu, sehingga kamu tidak akan berpindah-pindah. setelah kamu
berhasil memperoleh seorang guru, barulah kamu menghadap dan minta
pelajaran langsung kepadanya, agar kamu memperoleh keberkahan dan
kesuksesan dalam belajar, sehingga ilmu yang kamu peroleh banyak
bermanfaat”.
ketahuilah bahwa ketabahan dan kesabaran merupakan unsur terpenting dalam
segala hal. namun sangat sedikit yang mau melakukannya. sebagaimana
dikatakan dalam syair.
setiap orang bercita-cita agar dapat mencapai derajat yang tinggi tetapi jarang
orang yang dapat bertahan dalam mencapainya.
2. Ketabahan
ada ungkapan ” keberanian adalah kesabaran sesaat”
maka sebainya penuntut ilmu tetap tabah dan sabar pada seorang guru dan satu
kitab, sehingga tidak akan meninggalkannya agar dapat berhasil dengan
sempurna. dan tidak beralih dari sesuatu bidang ilmu ke bidang yang lain sbelum
benar-benar memahaminya dengan yakin. juga tidak berpindah dari suatu daerah
ke daerah lain tanpa sesuatu yang memaksa. karena bila semua iu tidak
diindahkan, maka hanya akan membuang-buang umur, merepotkan hati, menyia-
nyiakan waktu dan menyakitkan guru.
sebaiknya seorang penuntut ilmu juga bersabar mengendalikan apa yang
diingini. seorang penyair mengatakan :
“sesungguhnya hawa nafsu itu keadaannya remeh dan hina. barangsiapa yang
kalah dengan desakan hawa nafsu, berarti ia terdesak kehinaan”
penuntut ilmu hendaklah tetap sabar dalam menghadapi berbagai cobaan dan
bencana. ada sebuah ungkapan “gedung-gedung yang menyimpan cita-cita luhur
itu terletak diatas timbunnya cobaan dan bencana”
saya pernah dibacakan sya’ir Sayyidina Ali bin Abi Tholib Karamallahu
Wajhah:
ingatlah kamu tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan kecuali dengan enam
perkara yang akan kujelaskan kepadamu secara ringkas. yaitu : kecerdasan,
minat yang besar, kesabaran, bekal yang cukup, petunjuk guru dan waktu yang
lama.
3. Memilih Teman
adapun memilih teman, maka pilihlah yang rajin, wira’i (memelihara diri dari
yang haram). bertabi’at benar dan saling pengertian. jauhilah teman yang malas,
suka nganggur, banyak bicara, suka ngobrol, perusak dan tukang fitnah. pernah
didengarkan sebuat syair:
bila kamu akan mengetahui keadaan seseorang kamu tidak usah bertanya
kepadanya tapi cukuplah kamu lihat temannya, sebab dengan dengan teman ia
dapat ikut.
bila temannya orang jahat, maka hindarilah segera. bila temannya orang yang
baik, maka bersahabatlah dengannya, niscaya kamu akan mendapat petunjuk.
sebuah syair lain dikatakan:
janganlah kamu bersahabat dengan pemalas dalam segala prilakunya. banyak
orang baik yang rusak karena ulah orang lain.
menjalarnya orang jahat kepada orang baik itu cepat sekali, bagaikan
padamnya bara api yang diletakkan diatas abu.
Nabi Saw. bersabda: “setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan
kesucian islam, kecuali jika kedua orangtuannya menjadikannya Yahudi,
Nasrani atau Majusi”. (al-Hadits)
sesunggunya teman yang buruk lebih berbahaya daripada ular berbisa. Demi
Allah Dzat Yang Maha Benar dan Maha Suci
sesungguhnya teman yang buruk mengantar menuju neraka Jahim.
sesungguhnya teman yang baik mengantar menuju syurga Na’im
jika kamu menuntut ilmu dari ahlinya atau ingin mengetahui karakter seseorang
dari jauh, maka cukuplah kamu lihat dan kamu ketahui temannya, sebagaimana
kamu mengetahui nama yang ada di permukaan.
ANALISIS