Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322652888

Analisis Land equivalen ratio (LER) Tanaman Nilam (Pogostemon cablin


Benth) Dengan Sistem Polyculture Di Kebun Bantaran PTPN XII Kab. Blitar

Conference Paper · January 2018

CITATIONS READS

0 4,719

7 authors, including:

Adi Setiawan
Brawijaya University
14 PUBLICATIONS   17 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Insttitut Atsiri Project View project

Nestle View project

All content following this page was uploaded by Adi Setiawan on 23 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Analisis Land equivalen ratio (LER) Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)
Dengan Sistem Polyculture Di Kebun Bantaran PTPN XII Kab. Blitar

Adi Setiawan* dan Toto Himawan


Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang, 65145
*e-mail : adisetiawan@ub.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi pengunaan lahan dengan


menghitung produktifitas tanaman Nilam monokultur dan Nilam sistem Polyculture pada
pertumbuhan serta hasil Tanaman Jeruk, Pepaya dan Kacang merah. Sistem tanam
monokultur dengan sistem polyculture memiliki nilai Land Equivalent Ratio (LER) yang
berbeda dan hal tersebut mengindikasikan tingginya tingkat produktivitas lahan persatuan
waktu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Bantaran PTPN XII Kab. Blitar dengan Ketinggian
600-700 m dpl dan suhu harian berkisar 25-290C pada bulan April – Septemper 2015.
Perlakuan yang dilakukan analisis yaitu LER tanaman Nilam Monokultur (N), LER tanaman
Nilam dengan Jeruk Keprok (NJ), Nilam dengan Jeruk keprok dan Pepaya (NJP) dan Nilam,
Jeruk Keprok, Pepaya dan Kacang Merah (NJPK), Nilam Jeruk dan Kacang merah (NJK).
Data analisis LER selanjutnya diperbandingkan dengan Uji T dan didiskripsikan. Sistem
Polyculture perlakuan Jeruk Keprok Pepaya dan Kacang merah (NJPK) diketahui memiliki
nilai LER (Land Equivalent Ratio) yang tertinggi yaitu sebesar 1.78 dibandingkan dengan
Nilam Monokultur (N) dengan nilai 1, LER tanaman Nilam dengan Jeruk Keprok (NJ) 0.71,
Nilam dengan Jeruk keprok dan Pepaya (NJP) 1.21 dan Nilam dengan Jeruk keprok dan
Kacang Merah (NJK) 1.28. Efisiensi lahan lebih tinggi dengan kombinasi tanaman yang
berbeda baik jenis, kebutuhan nutrisi maupun penyinaran. System Polyculture selain
memberikan manfaat ekonomi juga memberikan manfaat ekologis.

Kata Kunci : Land equivalen ratio (LER), Monokultur, Polyculture, Nilam, Pogostemon cablin
B.

PENDAHULUAN
Minyak atsiri nilam memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Namun
demikian ada permasalahan harga yang berfluktuasi. Akibat tidak menentunya harga nilam
mengakibatkan para petani terkadang sulit bahkan tidak mau untuk menanam dalam skala
luas. Hal ini juga berdampak pada budidaya nilam di lapang yang dibiarkan tidak terawat.
Oleh karenanya untuk mengantisipasi kerugian usahataninya banyak petani nilam yang
mengunakan pola tanam campuran dengan tanaman lain. Tanam Nilam termasuk tanaman
C3 sehingga dapat di tanam pada kondisi ternaungi meski untuk pertumbuhan optimal dan
menghasilkan minyak yang baik, nilam perlu cukup sinar matahari. Tanaman nilam mampu
beradaptasi terhadap naungan, sehingga hal ini sangat memungkinkan petani melakukan
pola tanaman campuran baik dengan tanaman tahunan maupun semusim lainnya.
Budidaya nilam system polyculture dengan pola tanam campuran (mixeropping),
tumpangsari (intercropping), tumpang gilir (multiple cropping), budidaya lorong (alley
cropping) baik dengan tanaman semusim maupun dengan tanaman perkebunan. Pola
tanam tumpangsari merupakan suatu pola tanam dengan menanam lebih dari satu
jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang sama
(Anwar, 2012). Sistem tanam tersebut dianggap lebih menguntungkan baik dari segi
efisiensi pemanfaatan lahan, diversifikasi komoditas, kesuburan lahan maupun
pengendalian OPT selain itu pola tersebut berfungsi untuk meningkatkan produksi
pertanian, optimalisasi produktivitas lahan menjadi prioritas dalam pengembangan budidaya
pertanian (Direktorat Jendral Pangan dan Hortikultura, 1996). Satu dari bentuk dari
optimalisasi produktivitas lahan adalah dengan pola tanam polyculture. Polyculture adalah
penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada sebidang tanah dalam waktu yang sama
(Suwena, 2002). Pola tanam polyculture adalah pola tanam yang bertujuan untuk
memanfaatkan faktor produksi yang dimiliki petani secara optimal (diantaranya
keterbatasan : lahan, tenaga kerja, modal kerja), pemakaian pupuk dan pestisida lebih
efisien, mengurangi erosi, konservasi lahan, stabilitas biologi tanah dan mendapatkan
produksi total yang lebih besar dibandingkan penanaman secara monokultur (Tharir dan
Hadmadi, 1984).
Polyculture ialah salah satu bentuk dari program intensifikasi pertanian alternatif
yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal. Keuntungan pola tanam
polyculture selain diperoleh frekuensi panen lebih dari satu kali dalam setahun, juga
berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Pola tanam polyculture dalam implementasinya
harus dipilih dua atau lebih tanaman yang cocok sehingga mampu memanfaatkan ruang
dan waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif sekecil-kecilnya
(Safuan et al., 2008). Produktivitas tanaman polyculture lebih tinggi dengan keuntungan
panen antara 20 - 60% dibandingkan pola tanam monokultur (Francis, 1986). Untuk
mengevaluasi keuntungan atau kerugian yang ditimbulkan dari pola tanam polyculture
dengan monokultur dapat dihitung dari Land Equivalent Ratio (LER). Land Equivalent Ratio
(LER) ini menggambarkan suatu areal yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur
yang setara dengan satu ha produksi polyculture. Polyculture tanaman pangan/tanaman
lain yang memiliki potensi keuntungan di lahan tanaman tahunan yang belum menghasilkan
perlu dipertimbangkan sebagai alternatif pengembangan tanaman lain yang memiliki
potensi lebih menguntungkan (Prasetyo et al., 1997). Pada kondisi ini lahan masih terbuka
dan pemanfaatan cahaya menjadi sangat tidak efisien karena energi cahaya matahari
masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sistem tanam polyculture ialah bagian integral
dari kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi yang bertujuan untuk melipatgandakan hasil
dan memecahkan masalah kerusakan sumber daya alam atau memperbaiki lingkungan
hidup (Prasetyo, 2003). Tanaman Nilam akan lebih menguntungkan secara kualitas dan
kuantitas bila diantara barisan tanaman diselingi oleh beberapa tanaman yang bertajuk
rendah karena tanaman jarak pagar pada saat pertumbuhan tetap akan mendapatkan
pencahayaan penuh (Arivin et al., 2006). Pola tanam monokultur adalah sistem penanaman
satu jenis tanaman yang dilakukan sekali atau beberapa kali dalam setahun tergantung
jenis tanamannya.Tujuan Dari penelitian ini ialah untuk mengetahui efisiensi pengunaan
lahan dengan menghitung produktifitas tanaman Nilam monokultur dan Nilam sistem
Polyculture pada pertumbuhan serta hasil Tanaman jeruk, Pepaya dan Kacang merah.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di Kebun Bantaran, PTPN XII Kab. Blitar dengan Ketinggian
600-700 m dpl dan suhu harian berkisar 25-29 0C. Lahan yang digunakan seluas 1.5 ha
dengan luas petak analisis masing-masing memiliki area atau luasan 5x 20 m 2. Kombinasi
perlakuan disajikan pada Tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan
Kode Kombinasi Tanaman
N Nilam (Pogostemon cablin B)
NJ Nilam (Pogostemon cablin B) + Jeruk (Citrus reticulata)
Nilam (Pogostemon cablin B) + Jeruk (Citrus reticulata) + Kacang (Paseolus
NJKP
vulgaris) + Pepaya (Carica papaya)
Nilam (Pogostemon cablin B)+ Jeruk (Citrus reticulata) + Kacang (Paseolus
NJK
vulgaris)
NJP Nilam (Pogostemon cablin B) + Jeruk (Citrus reticulata) + Pepaya (Carica papaya)
Nilam di panen pada umur 6 Bulan, sedangkan Jeruk ialah tanaman tahunan yang
belum menghasilkan kemudian tanaman kacang merah yang ditanam selama 3 bulan serta
tanaman papaya yang sudah ditanam selama 2 tahun, tanaman papaya terus menghasilkan
setiap minggunya.
Penelitian menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan menghitung LER
dan membandingkanya dengan Uji T sederhana. Perhitungan Land Equivalent Ratio (LER)
untuk menentukan produktivitas lahan dan nilai efisiensi dari hasil penanaman secara
tumpangsari dibandingkan dengan monokultur.
Rumus untuk menghitung nilai LER

Mead, R., & Willey, R. W. (1980)


atau
YA YB
Land Equivalent Ratio LER = LA + LB = +
SA SB

YA = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari.


YB = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari.
SA = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur.
SB = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara monokultur
Mohammed (2012)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di Kebun bantaran PTPN XII tanaman yang dibudidayakan ialah Teh. Akan tetapi
PTPN XII memperbesar Divisi usahanya dengan menanam tanaman Jeruk keprok. Usia
mulai berbuah 4-6 tahun, sampai dengan saat ini tanaman utama ialah jeruk dengan jarak
tanaman 6x6 m, papaya 6x6 m, dibawah tajuk tanaman tersebut diisi tanaman kacang
merah dengan jarak tanam 20x40 cm dan Nilam dengan jarak 1x1 m. Pada petak lahan
yang lain berisi tanaman Nilam Monokulture. Tanaman Jeruk sejauh ini belum menghasilkan
sehingga tajuk dibawahnya berpotensi di tanami tanaman lain.

Analisis Land Equivalent Ratio (LER)


Analisis dilakukan dengan menghitung Nilai LER tanaman yang tertanam di kebun
bantaran. Sistem Polyculture yang ada cukup mewakili kondisi yang nyata di masyarakat.
Artinya Potensi tanaman dan lahan dioptimalkan untuk memperoleh hasil. Sistem
polyculture tersebut juga dilakukan di masyarakat untuk mengurangi kerugian akbat gagal
panen salah satu komoditi. Potensi hasil atau produktifitas diperbandingkan untuk
mengetahui nilai LER seperti hasil pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Land Equivalent Ratio (LER)


Total LER Polyculture ∑
Kode Kombinasi Tanaman
(Ypi/Ymi)
N Nilam 1,00
NJ Nilam + Jeruk 0.713
NJKP Nilam + Jeruk + Kacang + Pepaya 1.783
NJK Nilam + Jeruk + Kacang 1.283
NJP Nilam + Jeruk + Pepaya 1.213

Nilai LER dari Tanaman Nilam monoculture (N) sebesar 1,00 menunjukkan bahwa
100 % hasil keuntungan diperoleh ketika ditanam sebagai tanaman Monokultur. Data
tersebut mengambarkan produksi setiap luasan 1 ha tanaman Nilam, Nilam yang dihasilkan
0,347 kg/tanaman atau 3470 kg/ha. Sedangkan pada perlakuan kombinasi tanaman Nilam
dengan Jeruk (NJ) diperoleh LER 0.713 dengan kesimpulan setiap 1 ha luasan lahan maka
diperoleh hasil 71.3% dari 100% hasill pertaniannya. Hal ini karena efektifitas lahan pada
kombinasi ini kurang dari 1. Efektifitas lahan berkurang karena adanya tanaman jeruk yang
belum menghasilkan. Tanaman campuran memiliki kekurangan karena jumlah populasi
berkurang.

Gambar 1. Tanaman Nilam monoculture (N) usia 6 bulan

Nilai LER dari perlakuan kombinasi tanaman Nilam, Jeruk, Kacang dan Pepaya
(NJKP) sebesar 1.783 Tanaman yang memiliki potensi hasil sehingga memperoleh LER
1.783 ialah Nilam, Kancang dan Pepaya. Nilai LER 1.783 di artikan jika tanaman Nilam 1
atau 100% maka terdapat keuntungan 78.3% dari keuntungan Nilam. Potensi hasil yang
sangat baik dalam satu luasan lahan dihasilkan 78.3% lebih tinggi dibanding tanaman nilam
monokultur.
Gambar 2. Perlakuan kombinasi tanaman Nilam, Jeruk, Kacang dan Pepaya (NJKP)

Perlakuan tanaman dengan kombinasi Nilam, Jeruk dan Kacang (NJK) memiliki hasil
LER 1.283. kombinasi tanaman dimana terdapat 1 tanaman belum menghasilkan yaitu jeruk
dan 2 tanaman menghasilkan yaitu Nilam dan Kacang. Kombinasi tersebut masih
menghasilkan keuntungan sebesar 0.283 atau 28.3%. Arti dari 1.283 ialah ketika hasil
panen dalam satu luasan lahan ialah 1 atau 100% maka terdapat keuntungan lebih ketika
ketiga tanaman tersebut dikombinasikan. Keuntungnya sebesar 28.3%. Hal ini diartikan
lahan masuk dalam kategori efektif digunakan.

Gambar 3. Perlakuan tanaman dengan kombinasi Nilam, Jeruk dan Kacang (NJK)

Perlakuan yang terakhir ialah perlakuan kombinasi tanaman Nilam, Jeruk dan
Pepaya (NJP). Perlakuan tersebut memiliki Nilai LER sebesar 1.213. Kombinasi ini
sebenarnya hampir sama seberti perlakuan sebelumnya yaitu perlakuan tanaman dengan
kombinasi Nilam, Jeruk dan Kacang (NJK) dimana kombinasi tanaman tersebut terdapat 1
tanaman belum menghasilkan yaitu Jeruk dan 2 tanaman menghasilkan yaitu Nilam dan
Pepaya. Kombinasi tersebut masih menghasilkan keuntungan sebesar 0.213 atau 21.3%.
Makna 1.213 ialah ketika hasil panen dalam satu luasan lahan ialah 1 atau 100% maka
terdapat keuntungan lebih ketika ketiga tanaman tersebut dikombinasikan. Keuntungnya
sebesar 21.3%. Artinya lahan masuk dalam kategori efektif digunakan.
Gambar 4. Perlakuan kombinasi tanaman Nilam, Jeruk dan Pepaya (NJP)

Dari hasil tersebut masing-masing tanaman yang tidak ditanam secara monokultur
tidak memberikan hasil optimum, hal ini karena dengan semakin banyaknya populasi
tanaman dalam satu lahan, maka persaingan tanaman untuk mendapatkan hara dan faktor
pertumbuhan lainnya juga akan semakin tinggi. Kompetisi yang tinggi tidak jarang juga
dapat mengurangi hasil tanaman. Namun demikian terdapat keuntungan lain yaitu efektifitas
penggunan lahan dengan aplikasi kombinasi jenis tanaman yang berbeda. Hal tersebut
apabila dihitung secara terakumulasi menguntungkan dari aspek potensi keuntungan atau
hasil karena varian tanaman yang dipanen lebih banyak.
Sistem polyculture adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu
lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman ini bisa
dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi dalam satu tahun. Pemilihan
pola polyculture dipengaruhi oleh aspek lingkungan dan juga sosial ekonomi masyarakat
pelaku usaha tani. Aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah ketersiediaan air. Dari
sisi sosial ekonomi masyarakat, polyculture umunya ialah sistem tanam yang banyak
dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tujuan usaha taninya adalah untuk memenuhi
kebutuhan sendiri (subsisten). Pada sistem sosial yang demikian, terdapat kecenderugan
bahwa yang paling penting adalah tetap memperoleh hasil panen daripada mendapatkan
keuntungan secara ekonomi. Menanam lebih dari satu jenis tanaman menjadi semacam
penjamin untuk tetap mendapatkan hasil panen. Ketika salah satu komoditas tidak bisa
dipanen, maka masih ada komoditas yang lain yang bisa dipanen.
Efisiensi penggunaan lahan juga digunakan sebagai alasan untuk bertanam secara
polyculture. Pada komoditas tanaman yang jarak tanamnya renggang, masih ada ruang-
ruang kosong diantara baris pertanaman yang belum termanfaatkan. Polyculture ialah usaha
untuk memanfaatkan tanah-tanah kosong tersebut. Selain efisiensi penggunaan lahan dan
diperolehnya hasil panen yang beragam, pola tanam polyculture juga memiliki beberapa
keuntungan. Polyculture ialah usaha untuk mengurangi ledakan populasi organisme
pengganggu tanaman. Tanaman yang beragam dalam satu lahan membuat hama dan
penyakit tidak focus menyerang pada satu komoditas, akibatnya, organism pengganggu
akan mudah dikendalikan dan tidak mengalami ledakan. Polyculture apabila terdapat
tanaman legume seringkali mampu menambah kesuburan tanah secara alami sehingga
meningkatkan hasil komoditas utamanya. Nilai LER dalam colomn diagram disajikan pada
Gambar 5.
Nilai LER
2
LER 1,5
1 1,783022315
0,5 1 1,283022315 1,213402062
0,713402062
0
Nilam Tanaman Nilam + Jeruk Nilam + Jeruk Nilam + Jeruk
Nilam + Jeruk + Kacang + + Kacang + Pepaya
Pepaya
Komoditas

Gambar 5. Nilai LER masing-masing perlakuan dalam bentuk colomn diagram

Kombinasi tanaman Nilam, Jeruk, Kacang merah dan Pepaya memberikan manfaat
ekologis meliputi: Mencegah penguapan dan menjaga kelembaban tanah; menjaga
biodeversitas tanaman dalam sekala plot sehingga memberikan hubungan timbal balik
antara hama/penyakit dengan predator/musuh alami hasilnya mengurangi ledakan hama
dan penyakit. Sangat sesuai dengan kebutuhan nilam akan iklim mikro tanaman tersebut.
Meski tampak sederhana system polyculture menjadi keunggulan spesifik lokasi yang perlu
dipertahankan. Nilam memperoleh manfaat dari LCC selain menambat N juga memberikan
naungan yang sesuai. Menurut Fujita (1977) dalam Wargiono (2005) bahwa tumpang sari
antara tanaman legume dan non legume sangat cocok karena tanaman legume dapat
mengikat N bebas dari udara melalui rhizobiumpada bintil akarnya, 30% dari N fiksasi
tersebut disumbangkan kepada tanaman lain dalam system tumpang sari. Sesuai dengan
pernyataan Mimbar (1994) bahwa dalam pola tumpangsari lebih terjamin perolehan
keuntungan dibandingkan dengan penanaman tunggal. Thompson dan Kelly (1957 dalam
Silalahi, 1991) menyatakan bahwa sistem tumpangsari atau tanam ganda (intercropping)
dapat menekan biaya produksi karena lahan yang diusahakan dapat lebih efisien, disamping
itu kelebihan pupuk yang diberikan pada suatu tanaman dapat dimanfaatkan oleh tanaman
lain serta dapat menekan serangan hama dan penyakit tanaman, sehingga dapat
meningkatkan hasil.

KESIMPULAN

Kombinasi tanaman Nilam, Jeruk, Kacang merah dan Pepaya memberikan nilai tertinggi
diantara kombinasi tanaman lain dengan Nilai LER sebesar 1.783. Potensi hasil yang sangat
baik karena dalam satu luasan lahan dihasilkan 78.3% lebih tinggi di banding tanaman nilam
monokultur. System Polyculture selain memberikan manfaat ekonomi juga memberikan
manfaat ekologis. Efisiensi lahan ialah keuntungan dari system polyculture yang diterapkan
di PTPN XII kebun bantaran Kab. Blitar. Efisiensi lahan akan lebih tinggi dengan kombinasi
tanaman yang secara jenis tanaman, kebutuhan nutrisi maupun penyinaran berbeda.
Menanam lebih dari satu jenis tanaman menjadi semacam penjamin kepada petani untuk
tetap mendapatkan hasil panen, ketika salah satu komoditas tidak bisa dipanen, maka
masih ada komoditas yang lain yang bisa dipanen.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tim Tecknopark Atsiri, Tim PUREEA, LPPM
Universitas Brawijaya, PTPN XII Kebun Bantaran dan Pemerintah Kab. Blitar atas Dukungan
Moril dan Materiel.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Agroekoteknologi. Litbang Deptan. Surabaya

Arivin, A.R., Allererong, D. Mahmud, D. S, dan F. Isa. 2006. Karakteristik Faktor Iklim dan
Tanah pada Pertanaman jarak Pagar (Jatropha curcas) di desa Cikcusik Banten (in press)

Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Kebijakan pengembangan


tanaman benih langsung padi sawah. Makalah Seminar Nasional

Francis, C. A. 1986. Multiple Cropping System. Macmillan Publishing Company, New York.

Mead, R., & Willey, R. W. (1980). The concept of a ‘land equivalent ratio’and advantages in
yields from intercropping. Experimental Agriculture, 16(03), 217-228.

Mimbar, S.M. 1994. Pengaruh Pola Tanam Tumpangsari Ubi kayu Adira I dan Kedelai Orba
terhadap Retensi Polong dan Hasil Kedelai Orba. Lembaga Penelitian Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.

Mohammed, S. A. A. (2012). Assessing the Land Equivalent Ratio (LER) of two leguminous
pastures (Clitoria and Siratro) intercropping at various cultural practices and fencing at
Zalingei–Western Darfur State–Sudan. ARPN J. Sci Technol, 2, 1074-1080.

Prasetyo, Alnopri, Hermansyah, dan M. Taufik. 1997. Produksi tanaman perkebunan.


Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu (tidak dipublikasikan).

Prasetyo. 2003. Pengaruh pemupukan nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan tanaman
kapulaga sebagai tanaman sela pada dua umur tegakan sengon. Disertasi Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang (tidak dipublikasikan).

Safuan, L. O.,I. U. Warsono, G. Ayu, L. Prihastuti, S. Wahyuni, Hestin, E. Hernewa, Rudi,


Desyanti, Elis, M. Suwena. 2008. Pertanian terpadu suatu strategi untuk mewujudkan
pertanian berkelanjutan. Walhi Jawa Barat, Bandung.

Silalahi, F.H. 1991. Tumpangsari Ercis dan Kentang. Jurnal Hortikultura 1 (4): 18-22.

Suwena, M. 2002. Peningkatan produktivitas lahan dalam system pertanian akrab


lingkungan. Institut Pertanian Bogor.

Tharir, M dan Hadmadi. 1984. Populasi Gilir (Multiple Croping). Yasaguna, Jakarta.
Wargiono, J. 2005. Peluang pengembangan kacang tanah melalui sistem tumpang sari
dengan ubi kayu. http://www.Puslittan. Bogor.net. 3 Agustus 2008.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai