Anda di halaman 1dari 10

Upaya Perlindungan terhadap Pelaku Usaha dan Konsumen

Pegadaian Syariah Ditinjau dari POJK Nomor


31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian
Rachmanto Dwi Nugroho1

Abstrak.. Di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi, jasa pegadaian dianggap sebagai
salah satu alternatif yang dapat memberikan solusi permasalahan keuangan bagi
masyarakat yang terdampak akibat adanya pandemi covid-19. Dalam kurun waktu
tahun 2020 s.d. 2021 dalam masa pandemi covid, bisnis gadai terpantau meningkat
selama masa penyebaran virus corona, khususnya terjadi pada gadai swasta untuk
objek gadai barang elektronik, seperti handphone, laptop, dan televisi. Salah satu
faktor penyebabnya adalah dalam situasi yang sulit saat ini masyarakat
membutuhkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bagi
mereka yang penghasilan menengah ke bawah atau harian. Dari data yang ada, saat
ini menunjukkan antusiasme masyarakat terhadap produk pegadaian berdasarkan
prinsip syariah meningkat dari tahun sebelumnya. Sebagai bagian dari sektor jasa
keuangan, penyelenggaraan usaha pegadaian baik konvensional maupun syariah
juga diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam hal ini, OJK telah
menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang
Usaha Pergadaian sebagai landasan hukum bagi OJK dalam mengawasi usaha
pergadaian di Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan usaha pergadaian yang
sehat, memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha pergadaian, dan
perlindungan kepada konsumen. Penelitian ini mengkaji upaya perlindungan
terhadap konsumen dan pelaku usaha berdasarkan prinsip syariah dalam
penyelenggaraan usaha pegadaian syariah. Metode pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan
untuk meneliti aturan perundang-undangan yang dalam hal ini adalah POJK Nomor
31/POJK.05/2016 tentang serta keterntuan pelaksanaannya, sedangkan pendekatan
konseptual juga digunakan untuk memahami konsep-konsep bentuk perlindungan
bagi konsumen dan pelaku usaha yang diatur dalam POJK tersebut.

Kata Kunci : Pegadaian Syariah, Perlindungan Pelaku Usaha, Perlindungan Konsumen.

Pendahuluan
Sebagaimana yang diketahui bersama dalam 2 (dua) tahun terakhir ini dunia tengah dilanda
bencana global akibat adanya penyebaran virus corona atau covid-19. Dampak dari bencana pandemi
tersebut sangat dirasakan oleh hampir seluruh manusia yang ada di muka bumi termasuk juga di
Indonesia. Selain dampak kesehatan, salah satu dampak yang cukup berat dirasakan bagi masyarakat

1 Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Ekononi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia. Email:
rachmantodwinugroho21@mhs.uinjkt.ac.id

1
adalah permasalahan ekonomi. Pandemi covid telah membuat perekonomian menjadi semakin sulit
terutama bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi, jasa
pegadaian dianggap sebagai salah satu alternatif yang dapat memberikan solusi permasalahan keuangan
bagi masyarakat yang terdampak akibat adanya pandemi covid-19.
Perkumpulan Perusahaan Gadai Indonesia (PPGI) menyampaikan bisnis gadai terpantau
meningkat selama masa penyebaran virus corona, khususnya terjadi pada gadai swasta untuk objek gadai
barang elektronik, seperti handphone, laptop, dan televisi. Salah satu faktor penyebabnya adalah dalam
situasi yang sulit saat ini masyarakat membutuhkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
terutama bagi mereka yang penghasilan menengah ke bawah atau harian. Tidak hanya gadai swasta,
volume gadai pada perusahaan gadai milik negara yaitu PT. Pegadaian (Persero) juga naik di tengah
pandemi ini.2 PT. Pegadaian (Persero) mencatat kenaikan nasabah sebesar 21,4% dari 15 juta orang pada
30 Juni 2020 menjadi 18 juta orang pada 30 Juni 2021. Penambahan nasabah ini, berdampak pada
peningkatan omzet bisnis gadai tumbuh 6,1% dari Rp 75,57 triliun menjadi Rp 80,18 triliun. Kenaikan
omzet tersebut, terdiri dari gadai konvensional naik 5,9% dari Rp 64,21 triliun menjadi Rp 67,98 triliun
dan gadai syariah naik 7,4% dari Rp 11,36 triliun menjadi Rp 12,2 triliun. Namun demikian, kinerja
bisnis yang tumbuh positif tersebut tidak serta merta berdampak positif terhadap kinerja keuangan.
Berdasarkan laporan keuangan PT. Pegadaian (Persero) dan Entitas Anak yang dipublikasikan pada
tanggal 10 Agustus 2021, perusahaan tersebut melaporkan jumlah aset per 30 Juni 2021 turun 0,9% dari
Rp 68,44 triliun per 30 Juni 2020 menjadi Rp.67,8 triliun per 30 Juni 2021. Sementara, pendapatan naik
tipis 2,9% dari 10,13 triliun menjadi Rp 10,43 triliun, sedangkan laba bersih turun 15% dari Rp 1,53
triliun menjadi Rp 1,3 triliun di semester I tahun ini. 3 Dari data tersebut, terlihat bahwa produk gadai
syariah yang ada pada PT. Pegadaian (Persero) mengalami kenaikan dibandingkan gadai konvensional.
Hal tersebut menunjukkan antusiasme masyarakat terhadap produk pegadaian berdasarkan prinsip
syariah meningkat dari tahun sebelumnya.
Sama halnya dengan kegiatan perbankan di Indonesia, sebagai bagian dari sektor jasa
keuangan, penyelenggaraan usaha pegadaian baik konvensional maupun syariah juga diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam hal ini, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian sebagai landasan hukum bagi OJK dalam
mengawasi usaha pergadaian di Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan usaha pergadaian yang

2 Ulf. Tren Bisnis Gadai Melompat di Tengah Pandemi Corona (Jakarta: Cnnindonesia.com, 2020)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200413201521-78-493200/tren-bisnis-gadai-melompat-di-tengah-
pandemi-corona
3 Feriawan Hidayat. Nasabah Pegadaian Bertambah 3 Juta Orang Selama Masa Pandemi (Jakarta: Beritasatu.com,

2021) https://www.beritasatu.com/ekonomi/812117/nasabah-pegadaian-bertambah-3-juta-orang-selama-masa-
pandemi

2
sehat, memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha pergadaian, dan perlindungan kepada konsumen.
Regulasi tersebut mengatur kegiatan usaha pegadaian secara umum baik konvensioal maupun syariah.
Oleh karena antara pegadaian konvensional dengan pegadaian syariah memiliki perbedaan prinsip dalam
menjalankan aktifitasnya, maka bentuk kepastian hukum bagi pelaku usaha serta perlindungan yang
diberikan kepada konsumen antara kedua jenis usaha pegadaian tersebut pun secara tidak langsung
terdapat perbedaan.

Review Kajian Terdahulu


Iskandar, 2016, dalam disertasi dengan judul “Gadai Syariah di Indonesia : Implementasi
Prinsip-Prinsip Syariah bagi Pengembangan Gadai Syariah yang Berkeadilan”. Dengan menggunakan
teori akad, maqashid, dan keadilan, penelitian ini berkesimpulan bahwa gadai syariah di Indonesia belum
sepenuhnya menjadi sistem gadai yang berkeadilan, karena lemahnya aturan hukum, sikap konsumen
yang adverse selection, dan lemahnya komitmen terhadap prinsip syariah, sehingga layanan gadai
syariah terkesan ekslusif. Untuk itu, diperlukan rekonstruksi sistem gadai syariah. Yaitu, dirnulai dengan
membentuk formal property system, sehingga memungkinkan rakyat kecil mendapatkan layanan gadai
syariah berbasis akad mudharabah, al-sharf atau gardhul hasan, ijarah, dan lain sebagainya.4
Hidayatulloh, 2016, dalam Jurnal Istinbath dengan judul “Perlindungan Hukum bagi Nasabah
dalam Akad Pembiayaan di Pegadaian Syariah”. Penelitian ini hendak menjawab beberapa persoalan
penerapan prinsip syariah dan perlindungan hukum bagi nasabah berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan perspektif fikih Pada akhirnya, penelitian ini mengemukakan bahwa operasional
pegadaian syariah di Indonesia telah sesuai dengan prinsip syariah dan perlindungan hukum bagi
nasabahnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Adapun dengan konsep
Himayah al-Mustahlik, Islam telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap perlindungan
hukum bagi nasabah sesuai dengan maqashid syariah.5
Iiz Izmuddin, 2016, dalam jurnal Islam Realitas dengan judul “Menata Regulasi Pegadaian
Syariah (Upaya Menerapkan al-Maqasid dan Meminimalkan Kesenjangan Sosial)”. Penelitian ini
betujuan ingin membuktikan bahwa Undang-undang atau Peraturan Pemerintah (Nomor 103 tahun
2000) yang berkaitan dengan pegadaian masih belum menyentuh sisi syariah, hal demikian dikarenakan

4 Iskandar. Gadai Syariah di Indonesia : Implementasi Prinsip-Prinsip Syariah bagi Pengembangan Gadai Syariah
yang Berkeadilan. (Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
2016)
5 Hidayatulloh. Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Akad Pembiayaan di Pegadaian Syariah. Istinbath:

Jurnal Hukum Islam IAIN Mataram Vol.15, No.1, (2016)

3
keberadaanya diperuntukan untuk tujuan bisnis belaka dan tidak menyentuh sisi sosialnya. Padahal
tujuan awal disyariatkannya akad al-rahn adalah untuk tujuan sosial. Perubahan tujuan transaksi dari
tujuan sosial merubah dengan transaksi bisnis akan berakibat pada masalah sosial. Metode penelitian
dengan kerangka teori Maqasid al-Shariah yang dilihat sisi hukum (Islam), etika, dan tauhid akan
dihubungkan dengan Fatwa No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, DSN-MUI No.26/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn Emas dan Fatwa DSN No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn tasjily
sebagai rujukan dari pelaksanaan teknis dalam melaksanakan produk Lembaga Pegadaian Syariah.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan Pegadaian Syariah hanya menyentuh sisi hukum saja,
namun sisi etika dan tauhid masih terabaikan, misalnya masalah keadilan dan kesenjangan sosial dan
tulisan ini menjelaskan bagaimana seharusnya peraturan-pertauran yang diterapkan lembaga sosial
sehingga penerapan al-rahn dapat diterapkan di jalurnya yaitu untuk mengurangi kesenjangan sosial-
ekonomi.6
Lastuti Abubakar dan Tri Handayani, 2017, dalam Jurnal Bina Mulia Hukum dengan judul
“Telaah Yuridis Perkembangan Regulasi dan Usaha Pergadaian sebagai Pranata Jaminan
Kebendaan”. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan regulasi pergadaian bertujuan menyediakan
akses pembiayaan untuk menciptakan iklusi keuangan dengan memperhatikan perlindungan hukum bagi
masyarakat. Perluasan objek gadai melalui gadai sertfikat tanah hanya dapat dilakukan berdasarkan
prinsip syariah melalui akad rahn tasjily. Diperlukan dukungan hukum, khususnya kedudukan surat
kuasa dalam eksekusi gadai sertifikat tanah.7
Maria Ulfa KN, 2019, dalam Jurnal Az Zarqa’ dengan judul “Analisis Kewenangan Gadai
Syariah Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/Pojk.05/2016 tentang Usaha
Pegadaian”. Penelitian ini menitik beratkan kepada analisis kewenanagan terhadap produk yang
ditawarkan oleh Pegadaian Syariah seperti Arrum Haji, Arrum BPKB, Amannah, Multi Pembayaran
Online, dan lain sebagainya berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/Pojk.05/2016
tentang Usaha Pegadaian.8
Sholihin Shobroni, 2020, dalam Jurnal Syntax Admiration dengan judul “Implementasi
Penerapan Perlindungan Konsumen dalam Gadai Syariah dan Gadai Konvensional”. Penelitian ini
bertujuan menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah
norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum. Hasilnya adalah

6 Iiz Izmuddin. Menata Regulasi Pegadaian Syariah (Upaya Menerapkan al-Maqasid dan Meminimalkan
Kesenjangan Sosial). Islam Realitas : Journal of Islamic & Social Studies IAIN Bukittinggi Vol.2, No.2, (2016)
7 Lastuti Abubakar dan Tri Handayani. Telaah Yuridis Perkembangan Regulasi dan Usaha Pergadaian sebagai

Pranata Jaminan Kebendaan. Jurnal Bina Mulia Hukum Universitas Padjajaran Bandung Vol.2, No.1, (2017)
8 Maria Ulfa KN. Analisis Kewenangan Gadai Syariah Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

31/Pojk.05/2016 tentang Usaha Pegadaian. Az Zarqa’: Jurnal Hukum Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vo.11, No.2 (2019)

4
penerapan hukum perlindungan konsumen yang ada di Indonesia dalam melindungi konsumen gadai
syariah dan gadai konvensional sudah sesuai dengan hukum perlindungan konsumen yaitu menurut
Undang- undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Komsumen pasal 1 ayat (1), dan Pasal 2 dan
penjelasannya mengamanatkan harus berpijak pada beberapa asas.9
Dari beberapa kajian atau penelitian terdahulu yang membahas mulai dari implementasi prinsip
syariah, kewenangan OJK berdasarkan POJK Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian
hingga perlindungan hukum terhadap konsumen dalam kegiatan pegadaian syariah, penulis menilai
bahwa belum ada yang membahas secara spesifik mengenai upaya perlindungan terhadap konsumen dan
pelaku usaha berdasarkan prinsip syariah dalam penyelenggaraan usaha pegadaian syariah ditinjau dari
POJK Nomor 31/POJK.05/2016.

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah Yuridis Normatif yakni mengkaji masalah dengan
cara diteliti dari segi ilmu hukum serta mengumpulkan bahan hukum dari berbagai sumber pustaka yang
kemudian dianalisis untuk memecahkan masalah hukum. Penelitian yuridis normatif dilakukan
berdasarkan data sekunder atau bahan pustaka berupa peraturan perundang-undangan atau ketentuan
hukum positif yang berlaku. Dalam hal ini berkaitan dengan tujuan penelitian yang berusaha
mendeskripsikan dan menganalisis tentang upaya perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha
berdasarkan prinsip syariah dalam penyelenggaraan usaha pegadaian syariah ditinjau dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian, maka dalam penelitian ini
metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach).10 Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk
meneliti aturan perundang-undangan yang dalam hal ini adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian serta keterntuan pelaksanaannya dan peraturan perundang-
undangan yang terkait lainnya. Selain itu pendekatan konseptual juga digunakan untuk memahami
konsep-konsep bentuk perlindungan bagi konsumen dan pelaku usaha yang diatur dalam POJK tersebut.

Hasil dan Pembahasan


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan untuk mendorong pertumbuhan
industri gadai swasta sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat yaitu POJK Nomor
31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian yang diterbitkan 29 Juli 2016. Latar belakang

9 Sholihin Shobroni. Implementasi Penerapan Perlindungan Konsumen dalam Gadai Syariah dan Gadai
Konvensional. Jurnal Syntax Admiration Cirebon Vol.1, No.6 (2020)
10 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005) hlm. 133

5
diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa keuangan (POJK) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Usaha
Pergadaian adalah guna memberikan landasan hukum agar memudahkan OJK dalam melakukan
pengawasan demi terciptanya perlindungan bagi konsumen dan kepastian usaha pegadaian terhadap
adanya kemudahan akses dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat menengah ke bawah dalam
bentuk usaha pegadaian.11
Peraturan tersebut berlaku tidak hanya bagi penyelenggara pegadaian yang bersifat
konvensional namun juga berlaku bagi penyelenggara usaha pegadaian syariah sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 1 yang menjelaskan mengenai definisi atau ruang lingkup Usaha Pergadaian yaitu
Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian pinjaman dengan jaminan barang
bergerak, jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya termasuk yang diselenggarakan berdasarkan
prinsip syariah. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 5 POJK Nomor 31/POJK.05/2016 menerangkan
Prinsip Syariah yang dimaksud adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan
kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Beberapa Fatwa
DSN-MUI yang terkait dengan usaha pergadaian syariah antara lain Fatwa DSN Nomor: 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn yang pada pokoknya mengatur mengenai akad utang piutang dengan
menahan barang sebagai jaminan atas hutang berdasarkan prinsip syariah, Fatwa DSN Nomor 26/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn Emas yang pada pokoknya mengatur mengenai akad utang piutang dengan
menahan barang berupa emas sebagai jaminan atas hutang berdasarkan prinsip syariah dan Fatwa DSN
Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Tasjily yang pada pokoknya mengatur jaminan dalam
bentuk barang atas utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada penerima jaminan
(murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya, sedangkan fisik barang jaminan tersebut (marhun) tetap
berada dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan (rahin).
Berlakunya POJK Usaha Pergadaian yang memberikan ruang bagi penyelenggaraan usaha
pegadaian berdasarkan prinsip syariah ini berimplikasi terhadap suatu sistem hukum pegadaian, yaitu
berlakunya lebih dari satu sistem hukum yang mengatur usaha pegadaian, yaitu konvensional dan
syariah, hal ini berarti telah terjadi dualisme sistem hukum usaha pegadaian, khususnya usaha Gadai.
Perbedaan mendasar dari ke dua sistem hukum gadai ini dapat dilihat dari landasan dan prinsip hukum
yang digunakan serta lingkup objek gadainya. Perbedaan ke dua sistem hukum gadai ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:12

11 Dan. Tingkatkan Perlindungan Nasabah Kelas Bawah, OJK Atur Ketentuan Pengawasan Pegadaian (Jakarta:
Hukumonline.com, 2017) https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58e378fa57c88/tingkatkan-perlindungan-
nasabah-kelas-bawah--ojk-atur-ketentuan-pengawasan-pegadaian/
12 Rahmad Kurniawan. Regulasi dan Implementasi Pegadaian Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit K-

Media, 2019) hlm.57-58

6
No. Pembeda Konvensional Syariah
1. Dasar Hukum 1) Pasal 1150-1160 1) POJK No.31/POJK.05/2016
KUHPerdata tentang Usaha Pergadaian
2) POJK No.31/POJK.05/2016 2) Fatwa DSN MUI No.
tentang Usaha Pergadaian 25/DSNMUI/III/2002 tentang
Rahn
3) Fatwa DSN MUI No.
26/DSNMUI/III/2002 tentang
Gadai Emas
4) Fatwa DSN MUI No.
68/DSNMUI/III/2008 tentang
Rahn Tasjily
2. Prinsip/Asas Tidak secara eksplisit diatur Prinsip syariah yaitu ketentuan
dalam POJK, namun berlaku hukum Islam berdasarkan Fatwa
prinsip umum yang diatur dalam dan/atau pernyataan kesesuaian
sektor jasa keuangan seperti syariah dari DSN-MUI. Memenuhi
prinsip kehatihatian dan prinsip prinsip keadilan (Adl), Keseimbangan
mengenal nasabah serta (Tawazun), kemaslahatan
prinsip/asas dalam perjanjian (Maslahah), dan universalisme
antara lain asas itikad baik, (Alamiyah). Tidak mengandung
keseimbangan dan kepatutan ketidakjelasan objek (Ghoror)
Spekulatif (Maysir) dan tambahan
(Riba)
3. Objek Gadai Barang bergerak (baik berwujud Barang (Bergerak maupun tidak
maupun tidak berwujud) bergerak)
Prinsip operasional pegadaian syaraiah pada pokoknya sama seperti lembaga keuangan syariah
lainnya yakni berasaskan prinsip syariah, yaitu kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur: 13
1. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil), antara lain dalam transaksi pertukaran
barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam
transaksi pinjam meminjam yang mensyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana
yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat
untung-untungan;
3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya,
atau tidak diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah;
4. Haram, yaitu transaksi yang obyeknya dilarang dalam syariah;
5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

13 Mardani. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2017) hlm.6

7
Adapun upaya perlindungan yang diberikan oleh POJK Nomor 31/POJK.05/2016 bagi para
pelaku usaha atau murtahin, dapat terlihat dalam ketentuan-ketentuan yang diatur di dalamnya. OJK
menetapkan bentuk badan hukum Perusahaan Pergadaian yaitu Perseroan Terbatas atau Koperasi. Dalam
hal Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 ayat (1) POJK Nomor 31/POJK.05/2016. Dalam Pasal 2 ayat (2) mengatur hal Perusahaan
Pergadaian berbentuk badan hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat dimiliki oleh negara
Republik Indonesia, pemerintah daerah, warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
Selanjutnya Pasal 3 menegaskan bahwa Perusahaan Pergadaian dilarang dimiliki baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya
dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing, kecuali kepemilikan langsung maupun tidak
langsung tersebut dilakukan melalui bursa efek. Selanjutnya, dalam Pasal 4 POJK Nomor
31/POJK.05/2016 ditetapkan jumlah modal minimal yang disetor pegadaian swasta Rp500 juta untuk
usaha lingkup kabupaten dan Rp2,5 miliar untuk usaha lingkup provinsi. Berkaitan dengan pendaftaran
dan Perizinan, OJK sendiri memberikan waktu dua tahun bagi pelaku jasa gadai swasta untuk
mengajukan izin usaha, sejak peraturan ini diundangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3)
POJK Nomor 31/POJK.05/2016. Beberapa syarat yang harus dipenuhi usaha gadai swasta untuk
mendapat izin dari OJK diantaranya memiliki ahli gadai, ahli taksir bersertifikat, serta tempat
penyimpanan yang memadai. Setelah mendapat izin, usaha gadai swasta akan memperoleh nomor
registrasi dari OJK. Adanya kualifikasi SDM yang dipersyaratkan tersebut akan memberikan manfaat
yang cukup baik tidak hanya bagi pelaku usaha, namun juga akan dirasakan bagi para konsumen karena
dengan adanya SDM yang berkualitas dari perusahaan gadai maka secara langsung akan berimplikasi
terhadap jasa atau layanan yang diberikan.
POJK tentang penyelenggaraan usaha jasa gadai swasta baik konvensional maupun syariah
diterbitkan dengan mengedepankan asas keterbukaan dan perlindungan bagi masyarakat. Dalam konteks
pengaturan terhadap usaha pergadaian syariah, meskipun di dalam PJOK Nomor 31/POJK.05/2016 tidak
mengatur besaran imbal jasa/imbal hasil bagi usaha jasa gadai syariah, namun melalui peraturan tersebut
OJK mewajibkan seluruh pelaku usaha gadai mencantumkan imbal jasa/imbal hasil yang dikenakan agar
masyarakat dapat leluasa memilih. Peraturan tersebut juga dirancang OJK untuk memberikan izin resmi
bagi pelaku jasa gadai swasta sehingga mereka tidak perlu lagi secara sembunyi-sembunyi melakukan
kegiatan usahanya. Melalui peraturan tersebut diharapkan usaha gadai swasta khususnya perusahaan
pergadaian syariah akan tumbuh sehingga memudahkan masyarakat atau pelaku usaha kecil dan
menengah (UKM) untuk mengakses lembaga-lembaga keuangan. Izin usaha yang diberikan oleh OJK,
akan memudahkan mitigasi masalah dalam sistem pengawasan, termasuk potensi jika jasa gadai
dimanfaatkan untuk pencucian uang. Selain melakukan pengawasan berdasarkan syarat pengajuan izin,

8
OJK juga mendorong pelaku jasa gadai melakukan prinsip pengenalan konsumen (Know Your
Customer) untuk memastikan pemahaman terhadap seseorang yang menggadaikan barang. 14
Selain memberikan perlindungan bagi pelaku usaha atau murtahin, upaya yang sama juga
diberikan bagi konsumen atau rahin ketika akan menggunakan jasa usaha pergadaian syariah. Dalam
Pasal 10 POJK Nomor 31/POJK.05/2016 juga secara tegas mengatur bagi Perusahaan Pergadaian yang
menjalankan seluruh kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib mencantumkan kata “Syariah”
setelah kata Gadai atau kata yang mencirikan kegiatan Gadai. Sehingga dengan adanya aturan tersebut,
akan lebih memudahkan masyarakat atau para konsumen dalam menentukan pilihan atau menemukan
jasa perusahaaan gadai syariah yang diinginkan. Selanjutnya mengenai pelaksanaan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah diatur dalam Pasal 13 ayat (4) POJK Nomor 31/POJK.05/2016 yang
mewajibkan menggunakan akad dengan ketentuan:
a. Memenuhi memenuhi prinsip keadilan (‘adl), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah)
dan universalisme (alamiyah);
b. Tidak tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm, risywah dan objek haram; dan
c. Tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan
kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Salah satu aturan pelaksanaan dari POJK Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian
adalah Surat Edaran OJK Nomor 53/SEOJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pergadaian Yang Menyelenggarakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam SEOJK
tersebut, diatur mengenai ketentuan keamanan dan keselamatan barang jaminan, persyaratan tempat
penyimpanan barang jaminan dan tempat penyimpanan jasa titipan barang berharga, nilai minimum
perbandingan uang pinjaman dan nilai taksiran barang jaminan serta tata cara pengembalian uang
kelebihan. Dengan adanya regulasi yang dibuat oleh OJK tersebut secara jelas terlihat adanya upaya-
upaya konkrit dalam memberikan perlindungan bagi para pengguna usaha pergadaian syariah di
Indonesia.

Kesimpulan
POJK Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian dan aturan pelaksanaannya berupa
SOJK Nomor 53/SEOJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pergadaian Yang
Menyelenggarakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah telah memberikan upaya perlindungan
bagi pelaku usaha dan konsumen dalam kegiatan pegadaian syariah. Adapun upaya perlindungan yang

14 Mohamad Agus Yozami. Peraturan OJK tentang Pegadaian Kedepankan Asas Keterbukaan (Jakarta:
Hukumonline.com, 2016) https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57f38fd441649/peraturan-ojk-tentang-
pegadaian-kedepankan-asas-keterbukaan

9
diberikan kepada pelaku usaha dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu bentuk badan hukum yang
dipersyaratkan, kepemilikan dan permodalan yang lebih memberikan perlindungan bagi pelaku usaha
dalam negeri. Berkaitan dengan pendaftaran dan perizinan, POJK Nomor 31/POJK.05/2016 juga
memberikan keleluasaan waktu dalam mengajukan izin usaha sejak peraturan tersebut dikeluarkan yaitu
paling lama 2 (dua) tahun. Adapun upaya perlindungan terhadap konsumen dari regulasi tersebut antara
lain memudahkan masyarakat atau para konsumen dalam menentukan pilihan atau menemukan jasa
perusahaaan gadai syariah yang diinginkan, menjamin pelaksanaan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah, menjamin keamanan dan keselamatan barang jaminan.

Daftar Pustaka
Dan. Tingkatkan Perlindungan Nasabah Kelas Bawah, OJK Atur Ketentuan Pengawasan Pegadaian (Jakarta:
Hukumonline.com, 2017) https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58e378fa57c88/tingkatkan-
perlindungan-nasabah-kelas-bawah--ojk-atur-ketentuan-pengawasan-pegadaian/
Feriawan Hidayat. Nasabah Pegadaian Bertambah 3 Juta Orang Selama Masa Pandemi (Jakarta: Beritasatu.com,
2021) https://www.beritasatu.com/ekonomi/812117/nasabah-pegadaian-bertambah-3-juta-orang-selama-
masa-pandemi
Hidayatulloh. Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Akad Pembiayaan di Pegadaian Syariah. Istinbath: Jurnal
Hukum Islam IAIN Mataram Vol.15, No.1, (2016)
Iiz Izmuddin. Menata Regulasi Pegadaian Syariah (Upaya Menerapkan al-Maqasid dan Meminimalkan
Kesenjangan Sosial). Islam Realitas : Journal of Islamic & Social Studies IAIN Bukittinggi Vol.2, No.2,
(2016)
Iskandar. Gadai Syariah di Indonesia : Implementasi Prinsip-Prinsip Syariah bagi Pengembangan Gadai Syariah
yang Berkeadilan. (Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2016)
Lastuti Abubakar dan Tri Handayani. Telaah Yuridis Perkembangan Regulasi dan Usaha Pergadaian sebagai
Pranata Jaminan Kebendaan. Jurnal Bina Mulia Hukum Universitas Padjajaran Bandung Vol.2, No.1, (2017)
Maria Ulfa KN. Analisis Kewenangan Gadai Syariah Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
31/Pojk.05/2016 tentang Usaha Pegadaian. Az Zarqa’: Jurnal Hukum Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Vo.11, No.2 (2019)
Mardani. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2017)
Mohamad Agus Yozami. Peraturan OJK tentang Pegadaian Kedepankan Asas Keterbukaan (Jakarta:
Hukumonline.com, 2016) https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57f38fd441649/peraturan-ojk-
tentang-pegadaian-kedepankan-asas-keterbukaan
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005)
Rahmad Kurniawan. Regulasi dan Implementasi Pegadaian Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit K-Media,
2019)
Sholihin Shobroni. Implementasi Penerapan Perlindungan Konsumen dalam Gadai Syariah dan Gadai
Konvensional. Jurnal Syntax Admiration Cirebon Vol.1, No.6 (2020)
Ulf. Tren Bisnis Gadai Melompat di Tengah Pandemi Corona (Jakarta: Cnnindonesia.com, 2020)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200413201521-78-493200/tren-bisnis-gadai-melompat-di-
tengah-pandemi-corona

10

Anda mungkin juga menyukai