oleh :
Zahra Safira Aulia
NIM. L1C016040
oleh :
Zahra Safira Aulia
NIM. L1C016040
disetujui tanggal
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Jenderal Soedirman
ii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
ABSTRAK............................................................................................................ ix
ABSTRACT ......................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3. Tujuan ........................................................................................................... 4
1.4. Manfaat ......................................................................................................... 4
iii
4.2.3. Kemampuan Hutan Mangrove untuk Menyerap Karbon ................. 39
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 42
LAMPIRAN ........................................................................................................ 47
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 61
RIWAYAT HIDUP SINGKAT ......................................................................... 63
iv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Spesifikasi Citra Sentinel 2A. .................................................................. 10
2. Alat Penelitian. .......................................................................................... 13
3. Bahan Penelitian. ...................................................................................... 13
4. Rumus Alometri untuk Estimasi Biomassa Mangrove. ...................... 19
5. Uji Akurasi menggunakan Table Confusion Matrix. .......................... 31
6. Nilai LAI Lapang dan LAI berdasarkan Citra Sentinel - 2A. ............. 33
7. Estimasi Kandungan Biomassa Mangrove. .......................................... 37
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Prosedur Penelitian. ............................................................................... 15
2. Table Confusion Matrix......................................................................... 21
3. Peta Lokasi Penelitian............................................................................ 23
4. Luasan Hutan Mangrove di Segara Anakan pada Tahun 2019. ..... 25
5. Kerapatan Hutan Mangrove di Segara Anakan pada Tahun 2019. 28
6. Regresi Linier Indeks NDVI. ................................................................ 30
7. Kerapatan Tajuk Kategori Jarang. ....................................................... 32
8. Nilai LAI Lapang dan LAI berdasar Citra Sentinel-2A. ................... 34
9. Nilai LAI Citra Sentinel-2A dan Biomassa Lapang. ......................... 36
10. Nilai Biomassa Sentinel – 2A dan Biomassa Lapang. ....................... 38
11. Potensi Mangrove sebagai Penyerap Karbon. ................................... 39
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Spesies Mangrove dan Ukuran Diameter. ..................................... 47
2. Nilai Kerapatan Berdasarkan Data Lapang. .................................. 56
3. Pengambilan Data Persentase Penutupan. .................................... 58
4. Pengambilan Data di Lapang. ......................................................... 59
vii
KATA PENGANTAR
Kelautan Strata Satu (S1) di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Jenderal Soedirman.
Penulisan dan pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari pihak - pihak
lain yang membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Penulis menyadari bahwa hasil yang dicapai dalam penulisan
penelitian ini masih banyak kekurangan dan belum maksimal. Oleh karena itu,
dapat memberi manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa
Penulis
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
x
I. PENDAHULUAN
lingkungan utama yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia saat ini. Global
Ramlan (2002) mengatakan bahwa CO2 merupakan satu diantara gas - gas lain
penyimpan CO2.
(CO2) yang ada di udara melalui pemanfaatan CO2 dalam proses fotosintesis
pohon tersebut dapat mengikat CO2 dari udara. Hal ini diakibatkan karena
sebagian karbon akan berubah menjadi energi yang digunakan untuk proses
fotosintesis dan sebagian lagi akan masuk dalam struktur tumbuhan dan
menjadi bagian dari tumbuhan yang tersimpan pada batang, akar, ranting dan
selalu digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Arief
Arifin, 2003). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Donato et al.,
(2011) diketahui bahwa hutan mangrove per hektar dapat menyimpan tiga
1
sampai empat kali lebih banyak karbon dibandingkan hutan tropis lainnya di
dunia.
membayar kepada negara berhutan tropis yang memiliki hutan. Maka dari itu,
Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk berperan dalam Carbon
Treding.
secara geografis, laguna Segara Anakan ini terletak pada koordinat 7° 35’ - 7° 50’
Lintang Selatan dan 108° 45’ - 109° 03’ Bujur Timur (BPS, 2010). Kondisi luasan
dan kerapatan mangrove di Segara Anakan, Cilacap semakin menurun hal ini
sesuai dengan penelitian Parwati (2011) yang mengatakan bahwa kondisi luasan
dan kerapatan mangrove pada tahun 1994 - 2000 terus mengalami penurunan,
banyaknya konversi penggunaan lahan dari penutup lahan yang satu menjadi
2
Penginderaan jarak jauh telah lama digunakan dalam bidang kelautan dan
berkembang saat ini dapat digunakan sebagai salah satu metode estimasi potensi
mangrove sebagai perangkap karbon karena unggul dari segi biaya, cakupan
area yang luas dan biaya yang lebih murah jika dibandingkan melalui survei
biota perairan, maka dari itu perlu dilakukan perhitungan luasan dan kerapatan
hutan mangrove guna menjaga hutan agar tetap lestari. Hutan mangrove juga
waktu dan biaya yang besar. Hal ini disebabkan karena kawasan hutan
mangrove yang sangat luas dan memiliki medan yang sulit, sehingga
terkendala dari waktu, tenaga dan biaya. Berdasarkan hal tersebut, adapun
3
1.3. Tujuan
adalah :
1.4. Manfaat
data citra Sentinel 2A. Serta dapat digunakan sebagai dasar informasi untuk
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mangrove
tropis. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang
ekstrim, habitatnya tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai
dengan kondisi tanah berlumpur (Bismark et al., 2008). Menurut Alongi (2009)
telah ditemukan sebanyak 9 ordo, 20 famili, 27 genus dan kurang lebih 70 spesies
tropis dan pesisir subtropis. Karena ekosistem ini selalu tergenang dengan air
laut, mangrove tidak hanya harus beradaptasi dengan suhu tinggi dan
kelembaban udara relatif yang rendah, tetapi juga dengan konsentrasi garam
Berbagai cara adaptasi yang telah dilakukan yaitu dengan fitur seperti akar
udara, vivipary, eksklusi garam dan sekresi garam sehingga dapat bertahan
yaitu mencapai lebih dari 5,1 juta ha dan mewakili 33,5% dari total luasan hutan
5
Indonesia (hampir 60 persen dari total Asia Tenggara) (Giesen et al., 2006).
Yulianti et al., (2013) mengatakan bahwa salah satu ekosistem mangrove yang
menjadi ciri khas di Pulau Jawa adalah ekosistem mangrove yang berada di
sosial (Bachdim et al., 2018). Secara ekologis hutan mangrove berfungsi sebagai
sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang tinggal sekitar mangrove.
Secara fisik hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai
dari gelombang besar, angin kencang dan badai serta dapat melindungi pantai
dari abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut dan memerangkap
on Climate Change (IPCC) (2003) sampai akhir tahun 1980 emisi karbon di dunia
adalah sebesar 117 ± 35 G ton C (82-152 G ton C). Hal tersebut diakibatkan karena
pembakaran fosil berupa bahan bakar minyak dan batubara, alih fungsi hutan,
dan pembakaran hutan. Untuk mengatasi masalah tersebut peran hutan sebagai
6
penyerap CO2 harus ditingkatkan melalui sistem pengelolaan hutan (Brown et
al., 1996).
fungsi yang sangat penting sebagaimana hutan lainnya yaitu sebagai penyerap
dan penyimpan karbon (C). Hutan mangrove berperan dalam upaya mitigasi
penyimpan karbon (C) (Bismark et al., 2008). Hutan mangrove dapat menyimpan
lebih dari tiga kali rata-rata penyimpanan karbon per hektar oleh hutan tropis
karbon untuk setiap jenis vegetasi mangrove akan berbeda satu dengan yang
lainnya, hal tersebut dipengaruhi oleh massa jenis kayu. Semakin tinggi massa
besar. Selama pohon atau tegakan itu hidup, maka proses penyerapan karbon
7
2.1.3. Deforestasi dan Degradasi Hutan Mangrove
dari total mangrove di dunia (Spalding et al., 1997). Namun saat ini luasan
penurunan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian
unik yang mana berada di antara wilayah daratan dan lautan merupakan potensi
ketersediaan oksigen.
bahwa luasan hutan mangrove di Segara Anakan pada tahun 2000 memiliki luas
sebesar 9716 ha dan pada tahun 2015 sebesar 8910 ha. Hal ini berarti dapat
perubahan tata guna lahan, polusi dan tingginya sedimentasi hingga terbentuk
daratan-daratan baru.
pada Juni 2015. Citra satelit ini memiliki nilai spasial tinggi yaitu 10 hingga 60 m.
permukaan terestrial global dan perairan pesisir. Citra satelit ini menawarkan
kombinasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari cakupan global sistematis
daratan dan pesisir, melakukan putaran kembali lima hari di bawah kondisi
pengamatan yang sama, memiliki nilai spasial tinggi dan bidang pandang yang
ketinggian 786 km pada pukul 10:30. Waktu ini dipilih sebagai waktu terbaik
cocok. Hal ini juga selaras dengan satelit serupa lainnya seperti Landsat (Gascon
et al., 2017).
mulai dari 0,433 μm hingga 2,19 μm yang terdiri dari saluran cahaya
9
tampak, inframerah dekat dan gelombang pendek inframerah. Satelit ini
digunakan dalam pemetaan vegetasi hal ini karena keberadaan dua kanal baru
dalam spektrum red edge dengan panjang gelombang 0.705 dan 0.740 μm (Clerici
et al., 2017). Pada Tabel 1 dapat dilihat spesifikasi citra Sentinel 2A.
mengenai luas dan kondisi ekosistem mangrove merupakan hal penting bagi
dan selalu tergenang serta sering berada di wilayah yang sulit diakses sehingga
dilakukan dan membutuhkan waktu serta biaya yang besar. Untuk mengatasi
10
masalah ini, diperlukan alat pemantauan dan pemetaan jangka panjang yang
Pemetaan mangrove merupakan salah satu tugas yang paling rumit dalam
dan dipengaruhi oleh beberapa parameter lainnya. Dalam data optik, spektrum
piksel daun, batang, cabang mangrove, lumpur yang mendasarinya, tanah dan
mangrove, vigor, umur dan musim, serta jenis tanah dan kekeruhan serta
kualitas air. Parameter lain yang mempengaruhi sinyal spektral yaitu geometri
tanaman dan daun, (Leaf Area Index) LAI, kepadatan tegakan dan kondisi
komposit gelombang tampak yang ada pada kanal 4, 3 dan 2. Komposit warna
ini menekankan kontras dan batas antara hutan mangrove dan tutupan lahan
lainnya. Mangrove tampak merah tua dibandingkan dengan merah cerah dari
(Litton et al., 2007). Tutupan kanopi yang tinggi dan biomassa telah
11
menunjukkan adanya hubungan erat dengan banyaknya spesies di lapangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijayadi (2017) citra satelit digital
Anakan pada tahun 2015 sebesar 262,47 ton/ha untuk nilai biomassa dengan
nilai cadangan karbon sebesar 123,36 ton/ha dan nilai R2 sebesar 67,2%.
12
III. MATERI DAN METODE
3.1.1. Alat
3.1.2. Bahan
13
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
metode pengolahan data citra satelit dan metode survei lapang. Pada
pengolahan citra satelit, citra yang digunakan adalah Sentinel 2A rekaman bulan
Agustus 2019. Hasil dari pengolahan data citra tersebut digunakan untuk
Survei lapang dilakukan untuk mengambil data diameter pohon mangrove dan
kerapatan tajuk di lokasi penelitian. Teknik yang digunakan saat survei lapang
14
3.2.1. Prosedur Penelitian
Citra Sentinel Pengukuran Data Penutupan
2A Diameter Batang Kanopi
Uji Akurasi
Uji Statistik
15
3.2.2. Pengolahan Citra Pra Survei
1. Koreksi Radiometrik
mengurangi gangguan yang timbul oleh kesalahan sistem optik pada sensor dan
subtraction.
2. Pemotongan Citra
3. Masking
Jika daratan dan perairan tidak dipisahkan maka akan mengganggu interpretasi
16
5. Perhitungan Luasan Mangrove
Formula NDVI didasarkan pada reflektansi dari objek penginderaan jauh dalam
saluran spektrum merah dan inframerah dekat. Nilai NDVI mempunyai rentang
nilai dari -1 sampai 1. Adapun rumus dari Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) yaitu :
NDVI = (NIR-RED)/(NIR+RED)
Keterangan :
Leaf Area Index (LAI) merupakan luas daun yang diproyeksikan pada
bidang datar setiap unit luas permukaan tanah yang tertutupi kanopi pohon.
korelasi yang baik dengan NDVI. Pengukuran nilai LAI citra dilakukan dengan
membangun model antara nilai NDVI dengan nilai LAI yang diperoleh di
lapang.
17
8. Perhitungan Nilai Biomassa
menggunakan data nilai LAI citra dengan nilai biomassa yang diperoleh di
didasarkan pada pengolahan data pra survey. Penentuan titik-titik sampel plot
diameter batang pohon setinggi dada (diameter at breast height) dan mengambil
menggunakan pita meter (Imiliyana, et al., 2011). Stok karbon diestimasi dari
18
3.2.4. Perhitungan Data Pasca Survei
1. Perhitungan Biomassa
atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat
kering per satuan luas (Brown, 1997). Perhitungan biomassa suatu pohon dapat
suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu
tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Bismark et al., 2008).
melalui biomassa pohon. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa 46%
dari biomassa ialah karbon. Sehingga data biomassa yang diperoleh dikalikan
dengan 0,46 untuk mendapatkan estimasi stok karbonnya. Sehingga stok karbon
C = W x 0,46
19
Keterangan :
Nilai serapan CO2 memiliki nilai yang berbeda – beda pada setiap jenis pohon.
Nilai serapan CO2 pada suatu pohon dapat dihitung dengan menggunakan
bmr CO2
Serapan CO2 = ( ) x stok karbon
bmr C
Keterangan :
vegetasi maka kandungan karbon akan semakin besar dan begitu juga
sebaliknya. Laju fotosintesis pada area vegetasi yang lebih rapat juga semakin
tinggi sehingga laju perubahan CO2 menjadi biomassa semakin cepat pada area
20
4. Uji Akurasi
penyimpangan nilai LAI dari citra satelit dengan data di lapangan. Uji akurasi
serta RMSE (Root Mean Square Error) untuk melihat penyimpangan nilai LAI citra
j = rows Rows
(reference) Total
1 2 k n1+
i = Rows 1 n11 n12 n1k n1+
(classification) 2 n21 n22 n2k n2+
k nk1 nk2 nkk nk+
Column n+1 n+2 n+1 N
Total n + j
Menurut Congalton dan Green (1999) dari tabel confousion matrix dan
(overall accuracy) dimana ini adalah prosentase jumlah obyek yang sesuai dari
keseluruhan obyek hasil klasifikasi (hasil dari citra satelit) dan data referensi
21
Uji RMSE merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai
aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang
𝐸−𝑂 2
Σ( )
𝑅𝑀𝑆𝐸 = 𝑂 𝑥 100%
𝑛
Keterangan :
E = nilai dugaan
O = nilai aktual
22
3.3. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2019 – Maret 2020. Dimana
dilakukan pada bulan Januari dan Analisa data dilakukan pada bulan Januari
2019 – Maret 2020. Survei lapang dilakukan di kawasan hutan mangrove Segara
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
antara nilai serapan karbon dengan nilai LAI menggunakan analisis model
23
bebas mampu menjelaskan variabel terikat, dimana yang menjadi variabel bebas
adalah nilai LAI yang digunakan dan yang menjadi variabel terikat adalah nilai
(Tika, 2005):
Y = a + bx
Keterangan:
b = koefisien regresi
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
diperoleh total luasan sebesar 5481,64 ha (Gambar 4). Adapun jenis mangrove
gymnorrhiza.
25
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa mangrove di Segara Anakan,
Cilacap hidup dan tumbuh disepanjang garis sungai. Hal ini dikarenakan
ekosistem yang berada pada zona diantara darat dan laut. Sehingga mangrove
membutuhkan pasokan dari air asin dan air tawar untuk tetap bertahan hidup.
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (1999)
disebabkan oleh habitatnya yang labil dan berlumpur, luapan air tawar dari
sungai- sungai dan aliran air laut yang masuk merupakan faktor utama yang
intertidal dicirikan oleh faktor lingkungan yang sangat bervariasi, seperti suhu,
optimal pada lingkungan pesisir yang mempunyai muara sungai besar dan delta
dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak. Hal ini
struktur dan fungsi mangrove. Pada lokasi yang memiliki gelombang dan arus
kawasan yang memilik gelombang dan arus yang cukup rendah sehingga
26
Luasan hutan mangrove di Segara Anakan mengalami penurunan secara
Ardli et al., (2018) diperoleh hasil bahwa pada tahun 1978 luasan hutan mangrove
seluas 17090,1 ha, tahun 1987 seluas 15827,6 ha, tahun 1998 seluas 10938,3 ha dan
pada tahun 2016 seluas 9237,8 ha. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ismail et al., (2018) pada tahun 2016 luasan hutan mangrove di Segara Anakan,
Cilacap seluas 6.126,28 ha. Penurunan luasan hutan mangrove yang secara terus
Penurunan ini disebabkan oleh beberapa aspek, salah satunya yaitu peningkatan
lahan yang lain, penebangan secara liar (illegal logging) serta polusi dan
luasan hutan mangrove, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ellison and Farnsworth (1996) bahwa limbah kimia, industri dan perkotaan
27
4.1.2. Kerapatan Mangrove
kali ulangan dengan lokasi yang berbeda. Klasifikasi dibagi menjadi tiga kategori
yaitu jarang, sedang dan lebat. Berdasarkan 30 titik stasiun yang diambil,
rentang nilai piksel antara 0,48 – 0,84. Kemudian dibagi menjadi tiga kategori
yaitu kategori jarang, sedang dan lebat. Kategori jarang memiliki nilai 0,48 – 0,60,
kategori sedang memiliki nilai 0,61 – 0,73, kategori lebat memiliki nilai 0,74 – 0,84.
Gambar 5.
28
Berdasarkan pada Gambar 5 diketahui bahwa nilai kerapatan mangrove di
Segara Anakan yang dianalisis menggunakan NDVI memiliki nilai yang sangat
luasan sebesar 706,92 ha. Pada kerapatan sedang digambarkan dengan warna
kuning dengan luasan sebesar 2526,80 ha. Pada kerapatan lebat digambarkan
dengan warna merah dengan luasan sebesar 2848,60 ha. Sehingga pada tahun
2019 nilai kerapatan mangrove kategori lebat lebih banyak dari kategori sedang
dan jarang.
kerapatan yang lebat dibandingkan dengan lokasi yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena pada area tersebut memiliki kondisi lingkungan yang cocok
yang dilakukan oleh Hilmi., et al (2015) bahwa area Segara Anakan bagian timur
memiliki kisaran salinitas 4.47 – 17 ppt, pH air 7, DO berkisar antara 3 – 5.4 mg/l
kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mangrove hal ini diperkuat dengan
daerah estuaria dengan tingkat salinitas antara 10 - 30 ppt. Selain itu, hutan
kerapatan yang jarang dan sedang. Hal ini dikarenakan hutan mangrove Segara
29
Anakan pada bagian tengah dan barat memperoleh tekanan yang sangat besar
menggunakan regresi linier. Hasil model regresi linier yang dihasilkan oleh
0,003x + 0,5168 (Gambar 6) dengan nilai R sebesar 0,85 dan r sebesar 0,92. Hasil
adanya hubungan yang kuat, yang berarti bahwa semakin besar nilai NDVI
0,9
0,8
0,7
Nilai Indeks Vegetasi
0,6
y = 0,003x + 0,5168
0,5
R² = 0,8539
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Nilai Persentase Kerapatan Tajuk (%)
30
Pemetaan kerapatan mangrove menggunakan citra satelit Sentinel - 2A
Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan table confusion matrix atau matrik
Jarang 5 0 0 100
Sedang 1 8 0 88,88
Lebat 2 1 13 81,25
Producer Accuracy (%) 62,5 88,88 100
Overall Accuracy (%) 86,92
Data lapang yang digunakan untuk uji akurasi yaitu sebanyak 30 data. Dari
30 data terdapat 26 data yang terklasifikasi secara benar dan 4 data yang tidak
terklasifikasi secara benar. Nilai user accuracy pada kategori jarang sebesar 100%,
pada kategori sedang sebesar 88.88% dan pada kategori lebat sebesar 81,25%.
Sedangkan nilai producer accuracy pada kategori jarang sebesar 62,5%, pada
kategori sedang sebesar 88,88% dan pada kategori rapat sebesar 100%. Sehingga
diperoleh nilai overall accuracy sebesar 86,92%. Hasil uji akurasi tersebut
termasuk memenuhi standar nilai uji akurasi karena memiliki nilai ≥ 70%
Berdasarkan data lapang terdapat lima data pada kategori kerapatan jarang
31
terklasifikasikan menjadi kerapatan jarang dan dua data terklasifikasikan
menjadi kerapatan lebat pada NDVI. Hal ini dikarenakan pada ketiga titik yang
tidak terklasifikasi secara benar tersebut lokasinya banyak ditumbuhi oleh Nypha
(Gambar 7).
terklasifikasikan menjadi kerapatan lebat pada NDVI. Hal ini dikarenakan pada
satu titik tersebut lokasinya banyak ditumbuhi oleh Nypha. Adanya kesalahan
ini diduga diakibatkan karena indeks vegetasi NDVI adalah indeks yang
menggambarkan tingkat kehijauan dari suatu tanaman secara general dan tidak
mangrove dengan kondisi perairan yang tenang dan input air tawar yang tinggi
(Hamilton dan Murphy, 1988). Kitamura et al., (1997) menjelaskan bahwa Nypha
tumbuh di sepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut dan
32
4.2. Potensi Hutan Mangrove sebagai Perangkap Karbon
Pengambilan data LAI dilakukan pada 15 titik stasiun dan pada masing –
masing stasiun diambil empat foto. Kemudian data foto yang diperoleh
nilai indeks vegetasi dengan nilai LAI yang diperoleh di lapangan. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al., (2005) bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara nilai NDVI dan LAI. Adapun nilai perhitungan
LAI berdasarkan data lapang dan LAI berdasarkan citra Sentinel - 2A yang
Tabel 6. Nilai LAI Lapang dan LAI berdasarkan Citra Sentinel - 2A.
33
Berdasarkan data pada Tabel 6 untuk mengetahui hubungan antara
pengukuran LAI lapang dan LAI berdasarkan data citra satelit dilakukan analisis
100
90 y = 0,7799x + 13,684
R² = 0,8347
80
70
LAI Lapang (%)
60
50
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100
LAI Berdasarkan Data Citra Sentinel - 2A (%)
Gambar 8. Hubungan Nilai LAI Lapang dan LAI berdasar Citra Sentinel-2A.
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa hasil model regresi linier yang
dihasilkan oleh data LAI lapang terhadap LAI berdasarkan data citra Sentinel –
2A adalah Y = 0.7799x + 13.684 dengan nilai R2 sebesar 0,83 dan r sebesar 0,91.
hubungan yang kuat, yang berarti bahwa semakin besar nilai LAI lapang maka
semakin besar pula nilai LAI berdasarkan data citra Sentinel – 2A. Adapun nilai
RMSE yang diperoleh dari nilai LAI lapang dan LAI berdasarkan data citra
Sentinel – 2A yaitu sebesar 0,01 hal ini berarti data tersebut memiliki nilai yang
34
Leaf Area Index didefinisikan sebagai luas daun yang diproyeksikan per unit
luas tanah (Ross, 1981 dalam Quan Wang, 2005). Berdasarkan perhitungan yang
yang sangat kuat dengan nilai LAI. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wang et al., (2005) bahwa terdapat hubungan yang sangat
baik antara NDVI dan LAI, hubungan NDVI dan LAI dapat bervariasi baik
fenologis pohon dan sebagai respons terhadap variasi temporal dari kondisi
lingkungan.
biomassa pada suatu pohon hal ini dikarenakan adanya hubungan antara
Kato, 2005). Nilai dari biomassa daun mangrove dapat diperkirakan dari
kepadatan kayu dan diameter batang (Komiyama, Poungparn, dan Kato 2005).
Dengan demikian, biomassa daun memiliki korelasi yang kuat dengan biomassa
cabang, batang atau akar. Maka dari itu, LAI juga memiliki korelasi yang kuat
dengan biomassa pohon dan cadangan karbon hal ini dikarenakan LAI
merupakan bagian dari biomassa daun. Sehingga hasil dari pengukuran nilai
35
4.2.2. Estimasi Cadangan Karbon
menggunakan angka konversi, yaitu 46% dari total nilai biomassa. Perhitungan
persamaan antara nilai LAI yang diperoleh dari citra Sentinel – 2A dengan nilai
400
R² = 0,8614
300
250
200
(kg)
150
100
50
0
0 20 40 60 80 100
LAI berdasarkan Data Citra Sentinel 2A (%)
dengan nilai R2 sebesar 0,86 dan r sebesar 0,93. Hasil dari korelasi tersebut
yang kuat, yang berarti bahwa semakin besar nilai LAI maka semakin besar pula
36
nilai biomassa mangrove. Sehingga dari regresi tersebut digunakan untuk
mencari nilai biomassa total hutan mangrove di Segara Anakan, Cilacap dengan
yang diperoleh dari citra Sentinel – 2A. Untuk mengetahui akurasi antara kedua
data tersebut dilakukan analisis regresi linear (Gambar 10). Dari hasil analisis
diperoleh nilai R2 sebesar 0,86 dan r sebesar 0,93. Hasil tersebut menunjukkan
adanya hubungan positif yang menyatakan adanya hubungan yang kuat antara
bahwa semakin besar nilai biomassa yang diperoleh menggunakan Citra Sentinel
– 2A maka semakin besar pula nilai biomassa yang diperoleh dari pengukuran
langsung di lapangan.
37
350
250
200
(kg)
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Nilai Biomassa berdasar Citra Sentinel - 2A (kg)
Cilacap sebesar 14096,60 ton atau 2,57 ton/ha. Besarnya nilai biomassa
dipengaruhi oleh besarnya nilai diameter pohon. Semakin besar diameter pohon
biomasa hutan juga ditentukan oleh diameter, tinggi, berat jenis kayu, kerapatan,
38
4.2.3. Kemampuan Hutan Mangrove untuk Menyerap Karbon
dengan 3,76. Nilai 3,76 diperoleh dari hasil pembagian antara nilai berat molekul
relative CO2 (44) dengan nilai berat molekul relative C (12). Sehingga diperoleh
memiliki kemampuan menyerap karbon yang berbeda - beda. Hal ini terlihat
39
dari piksel yang memiliki warna hitam memiliki kemampuan menyerap karbon
kurang dari 0,126 ton, piksel dengan warna hijau memiliki kemampuan
menyerap karbon sebesar 0,127 – 0,274 ton, piksel dengan warna kuning
memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 0,275 – 0,456 dan piksel dengan
bebrapa faktor, salah satunya yaitu besarnya diameter batang pohon. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Windarni et al., (2018) bahwa
CO2 yang diserap pohon tersebut. Tumbuhan mampu menyerap CO2 dari udara
CO2 dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi untuk proses fisiologi
tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan menjadi bagian
dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada batang, akar, ranting dan
(tingkat tiang, pancang, dan semai) mempunyai potensi besar dalam menyerap
dan mengurangi kadar karbondioksida di udara. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
pada pohon muda proses pertumbuhan relatif cepat dibanding dengan pohon
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
sedang memiliki luasan sebesar 2526,8 ha, pada kerapatan lebat memiliki
5.2. Saran
Kawasan Segara Anakan, Cilacap yang terus menurun setiap tahunnya. Maka
Kawasan Segara Anakan, Cilacap. Selain itu diperlukan studi lanjut untuk
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Drusch, M., Carlier, S., Colin, O., Fernandez, V., Gascon, F., Hoersch, B., Isola,
C., Laberinti, P., Martimort, P. 2012. Sentinel-2: ESA’s Optical High-
Resolution Mission for GMES Operational Services. Remote Sens Environ,
120 : 25–36.
Dwininta, A. C., Hartono. 2017. Perubahan Hutan Mangrove Tahun 2000-2015
di Segara Anakan Kab. Cilacap Jawa Tengah menggunakan Citra
Landsat 7 Etm+ Dan 8 Oli. Jurnal Bumi Indonesia, 6 (1) : 1-10.
Ellison, A. M dan Farnsworthm, E. J. 1996. Spatial and temporal variability in
growth of Rhizophora mangle saplings on coral cays: links with variation
in insolation, herbivory, and local sedimentation rate. Journal Ecology, 84
: 717–731.
Ferran Gascon, Catherine Bouzinac, Olivier Thépaut, Mathieu Jung. 2017.
Copernicus Sentinel-2A Calibration and Products Validation Status.
Remote Sens, 9 (584) : 2 – 81.
Fihri, B., Calvyn, F. A., Sondak, Janny D., Kusen. 2018. Estimasi Penyerapan
Karbon Hutan Mangrove Bahowo Kelurahan Tongkaina Kecamatan
Bunaken. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1 (1) : 8 – 13.
Frananda, H., Hartono, Jatmiko, R.H. 2015. Komparasi Indeks Vegetasi Untuk
Estimasi Stok Karbon Hutan Mangrove Kawasan Segoro Anak Pada
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi, Jawa Timur.
Majalah Ilmiah Globe, 17 (2) : 113-123.
Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre – ICRAF,
SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia.
Hamilton, L. S., & Murphy, D. H. 1988. Use and management of Nipa palm
(Nypa fruticans, arecaceae): a review. Economic Botany, 42 (2) : 206–213.
Heriyanto, N. M., & Subiandono, E. 2012. Komposisi Dan Struktur Tegakan,
Biomasa, dan Potensi Kandungan Karbon Hutan Mangrove Di Taman
Nasional Alas Purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 9 (1) :
23 -32.
Heumann, B. W. 2011. Satellite Remote Sensing Of Mangrove Forests: Recent
Advances And Future Opportunities. Progress in Physical Geography, 35
(1) : 87–108.
Hilmi, E., Siregar, A. S., Febryanni, L., Novaliani, R., Amir, S. A., Syakti, A. D.
2015. Struktur Komunitas, Zonasi dan Keanekaragaman Hayati Vegetasi
Mangrove di Segara Anakan Cilacap. Omni Akuatika, 11 (2) : 20 – 32.
Indriyanto. 2007. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta : 1 – 210. ISBN 979-
526-253-X.
Ismail, Sulistiono, Haryadi S, Madduppa H. 2018. Condition and mangrove
density in Segara Anakan, Cilacap Regency, Central Java Province,
Indonesia. Aquaculture, Aquarium, Conservation, Legislation-Bioflux, 11 (4):
1055−1068.
43
Karminarsih Emi. 2007. Pemanfaatan Ekosistem Mangrove bagi Minimasi
Dampak Bencana di Wilayah Pesisir. JMHT, 13 (3) : 182 – 187.
Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of mangroves
in Indonesia : Bali and Lombok. Ministry of Indonesia and JICA, Jakarta.
Kovacs, J. M, Verdugo, F. F, Wang, Aspden. 2004. Estimating leaf area index of
a degraded mangrove forest using high spatial resolution satellite data.
Aquatic Botany, 80 : 13-22.
Komiyama, A., S. Poungparn, and S. Kato. 2005. Common Allometric Equations
for Estimating the Tree Weight of Mangroves. Journal of Tropical Ecology,
21 : 471–477.
Komiyama, A., Ong, J. E., Poungparn, S. 2008. Allometry, Biomass, And
Productivity Of Mangrove Forests: A Review. Aquatic Botany, 89 : 128-
137.
Kuenzer Claudia, Andrea Bluemel, Steffen Gebhardt, Tuan Vo Quoc and Stefan
Dech. 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote
Sens, 3 : 878-928.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mnagrove. IPB Press : IPB. ISBN : 978-979-
493-341-1.
Landsberg JJ, Waring RH. 1997. A generalised model of forest productivity
using simplified concepts of radiation-use efficiency, carbon balance and
partitioning. Forest Ecology and Management, 95 : 209-228.
Murdiyarso Daniel, Joko Purbopuspito, J. Boone Kau_man, MatthewW.Warren,
Sigit D. Sasmito, Daniel C. Donato, Solichin Manuri, Haruni Krisnawati,
Sartji Taberima dan Sofyan Kurnianto. The potential of Indonesian
mangrove forests for global climate change mitigation. 2015. Nature
Climate Changes. Macmillan Publishers Limited. 1 – 4.
Nicola Clerici, Cesar Augusto & Juan Manuel Posada. 2017. Fusion of Sentinel-
1A and Sentinel-2A data for land cover mapping: a case study in the
lower Magdalena region, Colombia. Journal of Maps, 13 (2) : 718 – 726.
Ong, J. E., Gong, W. K., & Wong, C. H. 2004. Allometry and partitioning of the
Mangrove, Rhizophora 44piculate. Forest Ecology and Management, 188 (1-
3), 395 –4 08.
Parwati, E. 2001. Analisis Inderaja dalam Evaluasi Turunnya Kualitas
Lingkungan (Studi Kasus Perairan Segara Anakan, Cilacap). Tesis.
Universitas Indonesia.
Patria, A. D, Adrianto L, Kusumastanto T, Kamal M. M, Dahuri R. 2014. Analisis
Emergy aktivitas nelayan skala kecil di Kabupaten Cilacap. Perikanan dan
Kelautan, 19 (01) : 23-35.
44
Pratama, I.G.M.Y., Karang, I.W.G.A., Suteja, Y. 2019. Distribusi Spasial
Kerapatan Mangrove Menggunakan Citra Sentinel-2A di Tahura Ngurah
Rai Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5 (2) : 192-202.
Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT. Grasindo : Jakarta.
Ramadhani, Y. R. 2015. Kajian Unmaned Aerial Vehicle (UAV) unutk Pemetaan
Sumberdaya Pesisir dan Laut Pulau Kecil. Tesis. Program Pasca Sarjana.
Universitas Indonesia.
Ramlan Mohammad. 2002. Pemanasan Global (Global Warming). Jurnal Teknologi
Lingkungan, 3 (1) : 30-32.
Risdiyanto I, Setiawan R. 2007. Metode neraca energi untuk perhitungan indeks
luas daun menggunakan data citra satelit multi spektral. Agromet
Indonesia, 21 (2) : 27-38.
Ristiara, L., Hilmanto, R., Duryat. 2017. Estimasi Karbon Tersimpan Pada Hutan
Rakyat di Pekon Kelungu Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari, 5
(1) : 128 – 138.
Senoaji, G dan Hidayat, M. F. 2016. Peranan Ekosistem Mangrove di Pesisir
Kota Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan Global Melalui Penyimpanan
Karbon. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23 (3) : 327-333.
Siregar, C.A., dan Dharmawan. 2009. Biomassa Karbon Pada Hutan Tanaman
Mangrove. Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Spalding, M., Blasco, F., Field, C. 1997. World Mangrove Atlas. West Yorkshire :
The International Society for Mangroves Ecosystems. The Worlds
Conservation Monitoring Centre, The International Timber
Organization.
Susilowati, A. Distribusi Jenis-jenis Flora Penyusun Hutan Mangrove di Segara
Anakan Cilacap. BioSMART, 1 (2) : 28-33.
Temilola, E. F, Marc, S., Robert, A., Washington-Allen, Herman, H. S, Shugart.
Landscape-scale extent, height, biomass, and carbon estimation of
Mozambique’s mangrove forests with Landsat ETM+ and Shuttle Radar
Topography Mission elevation data. Journal Of Geophysical Research, 113 :
1 – 13.
Thomas N, Lucas R, Bunting P, Hardy A, Rosenqvist A, Simard M. 2017.
Distribution and drivers of global mangrove forest change 1996–2010.
PLoS ONE, 12 (6).
Tika, M.P. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Wang, Q., Adiku, S., Tenhunen, J., Granier, A. 2005. On the relationship of
NDVI with leaf area index in a deciduous forest site. Remote Sensing of
Environment, 94 : 244–255.
Wijayadi Suli Angga. 2017. Analisis Cadangan Karbon pada Vegetasi Mangrove
di Segara Anakan Kabupaten Cilacap Menggunakan Citra Satelit SPOT 6.
Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
45
Windarni, C., Setiawan, A., Rusita. 2018. Estimasi Karbon Tersimpan pada
Hutan Mangrove di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari, 6 (1) : 66—7.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis Spesies Mangrove dan Ukuran Diameter pada Setiap Stasiun.
47
No Spesies Mangrove Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Avicennia marina 23,5 7,48
Avicennia marina 31 9,87
Avicennia marina 17 5,41
Ceriops tagal 16 5,10
Rhizophora mucronata 21 6,69
Avicennia marina 20 6,37
Avicennia marina 21 6,69
Avicennia marina 20 6,37
4 Avicennia marina 26 8,28
Aegiceras corniculatum 22 7,01
Avicennia marina 21 6,69
Avicennia marina 22 7,01
Avicennia marina 24 7,64
Avicennia marina 21 6,69
Avicennia marina 10 3,18
Avicennia marina 8 2,55
Avicennia marina 9 2,87
5 Avicennia marina 21 6,69
Avicennia marina 18 5,73
Rhizophora mucronata 26 8,28
Rhizophora mucronata 16 5,10
Rhizophora mucronata 18 5,73
Rhizophora mucronata 18 5,73
Rhizophora mucronata 16 5,10
Rhizophora mucronata 19 6,05
6 Aegiceras corniculatum 17 5,41
Aegiceras corniculatum 21 6,69
Avicennia marina 26 8,28
Aegiceras corniculatum 23 7,32
Aegiceras corniculatum 27 8,60
Aegiceras corniculatum 24 7,64
Aegiceras corniculatum 25 7,96
Aegiceras corniculatum 21 6,69
Aegiceras corniculatum 17 5,41
7 Avicennia marina 30,5 9,71
Avicennia marina 27 8,60
Avicennia marina 24 7,64
Avicennia marina 30 9,55
Aegiceras corniculatum 31 9,87
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Aegiceras corniculatum 12 3,82
Aegiceras corniculatum 9 2,87
Aegiceras corniculatum 9 2,87
Aegiceras corniculatum 8,5 2,71
48
No Spesies Mangrove Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Aegiceras corniculatum 11 3,50
8 Rhizophora mucronata 16 5,10
Aegiceras corniculatum 20 6,37
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 22 7,01
Rhizophora apiculata 24 7,64
Aegiceras corniculatum 23 7,32
Aegiceras corniculatum 19 6,05
Aegiceras corniculatum 17 5,41
Aegiceras corniculatum 23 7,32
Rhizophora apiculata 16 5,10
Rhizophora apiculata 28 8,92
9 Rhizophora apiculata 16 5,10
Rhizophora apiculata 17 5,41
Rhizophora apiculata 22 7,01
Rhizophora apiculata 21 6,69
Rhizophora apiculata 22 7,01
Rhizophora apiculata 16 5,10
Rhizophora apiculata 8 2,55
Rhizophora apiculata 10 3,18
10 Avicennia marina 16 5,10
Avicennia marina 17 5,41
Avicennia marina 16 5,10
11 Avicennia marina 34 10,83
Aegiceras corniculatum 14 4,46
Avicennia marina 45 14,33
Avicennia marina 44 1401
Sonneratia alba 20 6,37
Avicennia marina 32 10,19
Avicennia marina 16 5,10
Avicennia marina 18 5,73
Avicennia marina 14 4,46
Avicennia marina 12 3,82
Avicennia marina 34 10,83
12 Sonneratia alba 25 7,96
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Avicennia marina 32 10,19
Avicennia marina 20 6,37
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Aegiceras corniculatum 25 7,96
Aegiceras corniculatum 21 6,69
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Avicennia marina 22 7,01
Aegiceras corniculatum 21 6,69
49
No Spesies Mangrove Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Avicennia marina 21 6,69
Aegiceras corniculatum 28 8,92
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Avicennia marina 16 5,10
13 Rhizophora mucronata 38 12,10
Rhizophora mucronata 16 5,10
Rhizophora mucronata 21 6,69
14 Avicennia marina 44 14,01
Avicennia marina 34 10,83
Avicennia marina 36 11,46
15 Bruguiera gymnorrhiza 22 7,01
Bruguiera gymnorrhiza 24 7,64
Bruguiera gymnorrhiza 26 8,28
Bruguiera gymnorrhiza 23 7,32
Bruguiera gymnorrhiza 26 8,28
Bruguiera gymnorrhiza 28 8,92
Bruguiera gymnorrhiza 25 7,96
Bruguiera gymnorrhiza 29 9,24
Bruguiera gymnorrhiza 26 8,28
Bruguiera gymnorrhiza 29,5 9,39
Bruguiera gymnorrhiza 29 9,24
Bruguiera gymnorrhiza 17 5,41
Bruguiera gymnorrhiza 23 7,32
Bruguiera gymnorrhiza 12 3,82
Bruguiera gymnorrhiza 8 2,55
Bruguiera gymnorrhiza 11 3,50
Bruguiera gymnorrhiza 15 4,78
Bruguiera gymnorrhiza 10,5 3,34
16 Bruguiera gymnorrhiza 17 5,41
Bruguiera gymnorrhiza 22 7,01
Bruguiera gymnorrhiza 17,5 5,57
Bruguiera gymnorrhiza 25 7,96
Bruguiera gymnorrhiza 27 8,60
Bruguiera gymnorrhiza 25 7,96
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 23 7,32
Bruguiera gymnorrhiza 24 7,64
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 18,5 5,89
Bruguiera gymnorrhiza 19 6,05
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 22 7,01
50
No Nama Spesies Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Bruguiera gymnorrhiza 24 7,64
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
17 Rhizophora mucronata 35 11,15
Rhizophora mucronata 17 5,41
Rhizophora mucronata 20 6,37
Rhizophora mucronata 21 6,69
Rhizophora mucronata 31 9,87
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 25 7,96
Bruguiera gymnorrhiza 27 8,60
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
Bruguiera gymnorrhiza 22 7,01
Bruguiera gymnorrhiza 29 9,24
Bruguiera gymnorrhiza 17 5,41
Bruguiera gymnorrhiza 8 2,55
Bruguiera gymnorrhiza 7,5 2,39
Bruguiera gymnorrhiza 13,5 4,30
18 Rhizophora mucronata 24 7,64
Bruguiera gymnorrhiza 17 5,41
Bruguiera gymnorrhiza 20 6,37
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 19 6,05
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
Bruguiera gymnorrhiza 32 10,19
Bruguiera gymnorrhiza 35 11,15
Bruguiera gymnorrhiza 19 6,05
Bruguiera gymnorrhiza 24 7,64
Bruguiera gymnorrhiza 22 7,01
Bruguiera gymnorrhiza 22 7,01
Bruguiera gymnorrhiza 14,5 4,62
Bruguiera gymnorrhiza 10 3,18
Bruguiera gymnorrhiza 15 4,78
Rhizophora mucronata 24 7,64
19 Sonneratia alba 18 5,73
Sonneratia alba 16 5,10
Sonneratia alba 17 5,41
Sonneratia alba 16 5,10
20 Rhizophora mucronata 17 5,41
Rhizophora mucronata 16 5,10
Rhizophora mucronata 16 5,10
Rhizophora mucronata 18 5,73
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 12 3,82
51
No Nama Spesies Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Aegiceras corniculatum 8 2,55
Aegiceras corniculatum 10 3,18
Aegiceras corniculatum 12 3,82
21 Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 17 5,41
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 20 6,37
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 17 5,41
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 20 6,37
22 Rhizophora mucronata 30 9,55
Rhizophora mucronata 38 12,10
Rhizophora mucronata 40 12,74
Rhizophora mucronata 25 7,96
Rhizophora mucronata 29 9,24
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 17 5,41
Aegiceras corniculatum 18 5,73
Aegiceras corniculatum 20 6,37
Aegiceras corniculatum 17 5,41
Aegiceras corniculatum 21 6,69
Aegiceras corniculatum 24 7,64
Aegiceras corniculatum 17 5,41
Rhizophora mucronata 18 5,73
23 Bruguiera gymnorrhiza 26 8,28
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 36 11,46
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 26 8,28
Bruguiera gymnorrhiza 37 11,78
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
Avicennia marina 20 6,37
Avicennia marina 22 7,01
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 21 6,69
Bruguiera gymnorrhiza 21,5 6,85
24 Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 18 5,73
52
No Nama Spesies Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Aegiceras corniculatum 20 6,37
Sonneratia alba 17 5,41
Sonneratia alba 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 16 5,10
Bruguiera gymnorrhiza 18 5,73
Bruguiera gymnorrhiza 24 7,64
Avicennia marina 17 5,41
Avicennia marina 16 5,10
Avicennia marina 17 5,41
Avicennia marina 16 5,10
Avicennia marina 16,5 5,25
Avicennia marina 17 5,41
25 Rhizophora apiculata 31 9,87
Rhizophora apiculata 35 11,15
Rhizophora apiculata 22 7,01
Rhizophora apiculata 29 9,24
Rhizophora apiculata 38 12,10
Avicennia marina 26 8,28
Avicennia marina 24 7,64
Avicennia marina 37 11,78
Aegiceras corniculatum 20 6,37
Aegiceras corniculatum 21 6,69
Aegiceras corniculatum 36 11,46
Aegiceras corniculatum 16 5,10
Aegiceras corniculatum 12 3,82
Aegiceras corniculatum 10 3,18
Aegiceras corniculatum 13 4,14
26 Rhizophora apiculata 40 12,74
Rhizophora apiculata 38 12,10
Rhizophora apiculata 44 14,01
Rhizophora apiculata 42 13,38
Rhizophora apiculata 25 7,96
Rhizophora apiculata 26 8,28
Rhizophora apiculata 28 8,92
Avicennia marina 28 8,92
Avicennia marina 34 10,83
Avicennia marina 42 13,38
Avicennia marina 14,5 4,62
Avicennia marina 13 4,14
Avicennia marina 9 2,87
Avicennia marina 10 3,18
Avicennia marina 9,5 3,03
Avicennia marina 14 4,46
53
No Nama Spesies Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
27 Avicennia marina 32 10,19
Avicennia marina 36 11,46
Avicennia marina 35 11,15
Avicennia marina 35 11,15
Avicennia marina 29 9,24
Avicennia marina 26 8,28
Avicennia marina 32 10,19
Rhizophora apiculata 26 8,28
Rhizophora apiculata 23 7,32
Rhizophora apiculata 22 7,01
Rhizophora apiculata 13 4,14
Rhizophora apiculata 14,5 4,62
Rhizophora apiculata 9 2,87
Rhizophora apiculata 8,5 2,71
Rhizophora apiculata 11,5 3,66
Rhizophora apiculata 8 2,55
28 Rhizophora apiculata 26 8,28
Rhizophora apiculata 27 8,60
Rhizophora apiculata 20 6,37
Rhizophora apiculata 36 11,46
Rhizophora apiculata 18 5,73
Rhizophora apiculata 27 8,60
Rhizophora apiculata 21 6,69
Rhizophora apiculata 16 5,10
Rhizophora apiculata 15 4,78
Rhizophora apiculata 14 4,46
Rhizophora apiculata 13 4,14
Rhizophora apiculata 10 3,18
29 Rhizophora apiculata 36 11,46
Rhizophora apiculata 17 5,41
Rhizophora apiculata 25 7,96
Rhizophora apiculata 22 7,01
Rhizophora apiculata 25 7,96
Rhizophora apiculata 18 5,73
Rhizophora apiculata 36 11,46
Rhizophora apiculata 9 2,87
Rhizophora apiculata 10 3,18
Rhizophora apiculata 12 3,82
30 Rhizophora apiculata 36 11,46
Rhizophora apiculata 34 10,83
Rhizophora apiculata 37 11,78
Rhizophora apiculata 32 10,19
Rhizophora apiculata 40 12,74
Rhizophora apiculata 39 12,42
54
No Nama Spesies Keliling (cm) Diameter (cm)
Stasiun
Rhizophora apiculata 45 14,33
Rhizophora apiculata 43 13,69
Rhizophora apiculata 38 12,10
Rhizophora apiculata 32 10,19
Rhizophora apiculata 32 10,19
Rhizophora apiculata 16 5,10
Rhizophora apiculata 18 5,73
Rhizophora apiculata 20 6,37
Rhizophora apiculata 21 6,69
Rhizophora apiculata 17 5,41
Rhizophora apiculata 21 6,69
Rhizophora apiculata 10 3,18
Rhizophora apiculata 7 2,23
Rhizophora apiculata 6 1,91
55
Lampiran 2. Nilai Kerapatan Berdasarkan Data Lapang.
56
No Nama Spesies Jumlah Nilai Kerapatan
Stasiun Pohon (pohon / ha)
22 Rhizophora mucronata 10
1600
Aegiceras corniculatum 6
23 Bruguiera gymnorrhiza 10
Avicennia marina 1200
2
24 Avicennia marina 4
Bruguiera gymnorrhiza 6
1500
Aegiceras corniculatum 3
Sonneratia alba 2
25 Rhizophora apiculata 5
Avicennia marina 3 1500
Aegiceras corniculatum 7
26 Rhizophora apiculata 7
1600
Avicennia marina 9
27 Rhizophora apiculata 7
1600
Avicennia marina 9
28 Rhizophora apiculata 12 1200
29 Rhizophora apiculata 10 1000
30 Rhizophora apiculata 20 2000
57
Lampiran 3. Pengambilan Data Persentase Penutupan.
58
Lampiran 4. Pengambilan Data di Lapang.
59
Peletakan Transek di Lokasi Sampling.
60
UCAPAN TERIMA KASIH
61
Hidayat Jamalul Ihsan, Anisa Nur Khurotaayun, Ilma, Ella Enjelia, Fauzi Tri
Hastono selaku sahabat penulis yang selalu memberika dukungan dan
motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir.
10. Keluarga besar Ilmu Kelautan 2016 (Kraken) yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah menjadi rumah kedua penulis selama di Purwokerto.
11. Keluarga besar FAME Club dan HIMAKEL yang telah menjadi rumah kedua
penulis selama berkuliah di UNSOED.
62
RIWAYAT HIDUP SINGKAT
63