Anda di halaman 1dari 28

KLINIK MATA DR SJAMSU (KMDS)

MEDICAL STAFF BY LAW


PERAWAT RAWAT JALAN

(Logo KMDS)

Disusun oleh:
STAF PERAWAT RAWAT JALAN KMDS

KLINIK MATA DR SJAMSU


SURABAYA
2022
A. Deskripsi
1. Definisi Perawat
Definisi keperwatan telah muncul sejak era Florence Nightingale yang
mengindikasikan tema dasar seperti sehat-sakit dan perawatan. Nightingale dalam
Lewis et al (2014) menyebutkan bahwa keperawatan yaitu menempatkan pasien
dalam kondisi terbaik. Sedangkan definisi menurut Henderson dalam Lewis et al
(2014) menjelaskan bahwa keperawatan adalah suatu profesi yang memiliki fungsi
unik berupa membantu pasien baik dalam kondisi sehat maupun sakit, berkontribusi
dalam aktivitas yang bertujuan mendukung kesehatan pasien, masa pemulihan,
perawatan paliatif (meninggal dalam damai), memandirikan pasien sesuai
kemampuan, kehendak, dan pengetahuan pasien.
American Nurses Association (ANA) pada tahun 1980 (dalam Lewis et al,
2014) mendefinisikan keperawatan sebagai profesi yang mampu mendiagnosis dan
memberikan perawatan terhadap respons manusia terhadap masalah kesehatan yang
bersifat aktual dan potensial. Sebagai contoh, perawat yang merawat pasien dengan
fraktur akan berfokus pada respons kemungkinan mengenai imobilitas, nyeri, dan
menurunnya fungsi independen pasien dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Definisi keperawatan ANA yang telah diterima secara luas telah ditegaskan
pada tahun 2010 dalam ANA’s Nursing: A Social Policy Statement yang
merefleksikan evolusi keperawatan yang berkelanjutan. ANA dalam Lewis et al
(2014) menjelaskan bahwa keperawatan adalah perlindungan, promosi, dan
optimalisasi kesehatan yang memiliki kemampuan untuk melakukan pencegahan
terhadap suatu penyakit dan cedera, pengurangan penderitaan melalui diagnosis
keperawatan dan penanganan terhadap respons manusia serta advokasi pada
perawatan individu, keluarga, komunitas, dan populasi.
2. Definisi Perawat Rawat Jalan
Perawat rawat jalan adalah praktik keperawatan yang berfokus pada perawatan
kesehatan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Perawat rawat jalan
melakukan perawatan primer dan khusus, bedah, dan perawatan yang memerlukan
diagnostik non-akut serta penerapan telehealth (American Academy of Ambulatory
Care Nursing, 2022).

2
Pada masa sebelumnya, pasien lebih aktif dalam melakukan inisiasi untuk
menghubungi perawatan rawat jalan. Tetapi pada era informasi 4.0 telah terjadi
perubahan berupa adanya inisiasi dari kedua belah pihak antara pasien dan perawat
rawat jalan untuk memaksimalkan kesejahteraan pasien. Perawat rawat jalan
memiliki peran dalam berkolaborasi dan bekerja sama dengan konsumen kesehatan
atau klien dan profesi kesehatan lainnya. Kolaborasi dan kerja sama tersebut
bertujuan agar tercapainya kemudahan akses informasi dan perawatan bagi klien
secara mudah dan berkelanjutan (American Academy of Ambulatory Care Nursing,
2022).
Perawat rawat jalan memberikan pelayanan dengan jumlah besar dan dalam
waktu yang singkat serta menghadapi berbagai masalah yang tidak dapat diprediksi.
Pelayanan yang diberikan oleh perawat rawat jalan dapat beruba kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dan tindakan independen. Perawat rawat jalan menangani
kesehatan pasien, penyakit akut, penyakit kronis, kecacatan, dan memenuhi
kebutuhan pada pasien terminal (American Academy of Ambulatory Care Nursing,
2022).

B. Kualifikasi
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (RI) menjelaskan jenis atau kualifikasi
perawat di Indonesia dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.38 Tahun
2014 tentang Keperawatan. Pada Bab II Pasal 3 dijelaskan bahwa:
(1) Jenis Perawat terdiri atas:
a. Perawat Vokasi; dan
b. Perawat Profesi
(2) Perawat Vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
Perawat yang melaksanakan Praktik Keperawatan yang mempunyai
kemampuan teknis Keperawatan dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan.
(3) Perawat Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Ners; dan
b. Ners spesialis

3
(4) Ners sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan Perawat lulusan
program profesi Keperawatan yang mempunyai keahlian khusus dalam Asuhan
Keperawatan.
(5) Ners spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan Perawat
lulusan program spesialis Keperawatan yang mempunyai keahlian khusus
dalam Asuhan Keperawatan

C. Tingkat Keahlian
Benner (dalam Murray, Sundin, & Cope, 2019) memaparkan bagaimana
seorang perawat memperoleh keterampilannya dalam kerangka konsep berikut ini:

Memiliki kemampuan intusi yang baik di


Expert setiap situasi

Merasakan situasi secara menyeluruh dan telah


Proficient belajar mengenai prediksi/ekspektasi terhadap
situasi tertentu
Pengalaman kerja 2-3 tahun, bekerja secara
Competent efisien, koordinasi, dan percaya diri

Advanced Tindakan keperawatan secara mendasar, kurang


beginner pengalaman, membutuhkan dukungan

Tidak memiliki pengalaman, belum mampu


Novice melakukan penilaian secara baik

Gambar 1 Kerangka Konsep Teori Benner


Sumber: Murray, Sundin, & Cope, 2019)

Ozdemir (2019) menjelaskan lebih detail mengenai aplikasi dari kerangka


konsep teori Benner pada setiap level. Pada masing-masing level tersebut
mencerminkan bagaimana keterampilan perawat dalam melakukan praktik
keperawatan.
1. Novice
Novice atau dikenal sebagai pemula adalah tahapan dimana mahasiswa
keperawatan atau perawat pemula mempelajari domain khusus, fakta-fakta, fitur
atau tindakan yang berkaitan dengan pengetahuan teoritis. Kemudian pengetahuan
teoritis yang telah dipekajari tersebut dihubungkan atau diaplikasikan melalui

4
keterampilan dan implementasi. Perawat pemula melakukan implementasi yang
terbatas atau dibatasi serta pelaksanaannya berada di bawah pengawasan atau
bimbingan. Meskipun perawat pemula mempelajari dan melakukan pelaksanaan
asuhan keperawatan individu melalui pendidikan, proses pengembangannya
membutuhkan periode waktu tertentu (Ozdemir, 2019).
Perawat pemula atau mahasiswa keperawatan memiliki pengalaman praktik
yang terbatas mengenai perawatan pasien di rumah sakit sebelum mahasiswa
keperawatan tersebut lulus. Perawat pemula seringkali mengalami kesulitan untuk
melaksanakan keterampilannya pada pasien yang memiliki bermacam-macam
gejala. Salah satu alasan perawat pemula mengalami kesulitan karena perawat
tersebut hanya terbiasa melakukan keterampilannya dengan manekin atau boneka
peraga dan jarang melakukannya secara langsung kepada pasien (Ozdemir, 2019).
Mahasiswa keperawatan biasanya bergantung pada rencana asuhan
keperawatan dari buku teks tanpa melakukan implementasi secara langsung.
Mereka cenderung menghubungkan pengetahuan teoritis ke praktik klinis tanpa
disertai proses berpikir kritis. Sehingga pengetahuan teoritis dan proses berpikir
kritis perlu diaplikasikan ke pasien untuk proses pengembangan secara professional
(Ozdemir, 2019).
Adanya panduan dan edukasi dari pendidik baik pendidik akademik maupun
klinis memfasilitasi mahasiswa keperawatan untuk mengembangkan keterampilan
dan pengetahuannya. Mahasiswa keperawatan dapat memperoleh budaya kerja dan
ekspektasi dari suatu unit di rumah sakit. Perawat pemula atau mahasiswa
keperawatan harus diberikan bantuan atau supervise guna pengintegrasian asuhan
keperawatan individu kepada pasien. Pendidik harus memberikan tanggungjawab
kepada perawat pemula untuk merencanakan dan mengimplementasikan perawatan
kepada pasien yang membutuhkan (Ozdemir, 2019).
2. Advanced Beginner
Perawat pada level advanced beginner atau pemula tingkat lanjut memiliki
pengalaman bekerja selama 6 bulan atau kurang dan telah memiliki kemampuan
untuk mengidentifikasi secara umum tentang kondisi karakteristik pasien. Perawat
pemula tingkat lanjut terkadang memiliki kesulitan dalam memahami kondisi
pasien secara holistik karena perawat tersebut belum memiliki pengalaman yang

5
cukup untuk memperluas pandangan mereka terhadap riwayat masa lalu pasien dan
ekspektasi di masa depan. Pada umumnya, perawat pemula tingkat lanjut
menerapkan praktik keperawatan sebagai rutinitas dan berorientasi pada tugas
dalam pengalaman pekerjaan pertama mereka (Ozdemir, 2019).
Perawat pemula tingkat lanjut hanya dapat berfokus pada satu aspek dalam
praktiknya seperti nilai-nilai, keyakinan, perilaku, kondisi emosional pasien,
persepsi, dsb. Meskipun secara umum perawat tersebut melihat bahwa asuhan
keperawatan yang mereka lakukan berorientasi pada tugas yang harus dikerjakan,
mereka dapat mulai memahami dan termasuk dalam suatu proses pembelajaran.
King dan Clark (dalam Ozdemir, 2019) menjelaskan bahwa perawat tingkat lanjut
berfokus pada tugas rutin dan memonitor atau observasi klinis tanpa menilai
keadaan emosi atau psikis pasien.
Perawat pemula tingkat lanjut cenderung bekerja di lingkungan klinis tanpa
pengembangan praktik keperawatan individu. Pada tahun pertama bekerja, perawat
pemula tingkat lanjut menginternalisasi filosofi keperawatan, nilai-nilai
keperawatan dan kode etik keperawatan dalam asuhan keperawatan individu untuk
dikembangkan melalui pengalaman selama bekerja. Perawat pada level ini belum
mampu melihat gambaran secara umum atau “big picture” yang melibatkan semua
dimensi dalam praktik keperawatan. Manajemen pada pasien dengan masalah yang
kompleks, tingginya beban kerja, dan peningkatan tanggung jawab secara cepat dan
tiba-tiba dapat menjadi suatu stressor bagi perawat pemula tingkat lanjut. Perawat
pemula tingkat lanjut mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan secara
mandiri dan dalam implementasinya. Ketika perawat pada level ini melakukan
modifikasi intervensi, mereka cenderung merasa cemas dan stres akibat adanya
perubahan kebutuhan kesehatan pada pasien (Ozdemir, 2019).
Adanya percobaan dan kegagalan (trial and error) dapat menjadikan suatu
pelajaran bagi perawat sehingga bermanfaat bagi praktik keperawatan di masa
depan. Dukungan dari perawat yang lebih ahli atau kolega yang lebih
berpengalaman merupakan hal yang sangat penting. Perawat pemula tingkat lanjut
mampu meningkatkan kognitif, psikomotor, dan kemampuan emosional dengan
cara berinteraksi dan adanya dukungan dari perawat professional lainnya. Selain
itu, faktor manajemen rumah sakit juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam

6
memberikan orientasi atau pelatihan bagi perawat agar bisa beradaptasi dengan
lingkungan dan budaya kerja (Ozdemir, 2019).
3. Competent
Perawat pada level ketiga yaitu level kompeten. Pada level ini perawat memiliki
pengalaman selama 1 hingga 2 tahun memiliki kemampuan manajemen yang
berbeda dengan perawat pemula tingkat lanjut. Meskipun mereka percaya diri dan
memiliki kemampuan dalam menduga kondisi pasien dalam fase pemulihan,
perawat pada level ini belum memiliki kecepatan dan fleksibilitas yang cukup.
Perawat level kompeten memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara
progresif dalam memprioritaskan dan penanganan kegawatdaruratan (Ozdemir,
2019).
Perawat level kompeten memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
memprediksi suatu masalah kesehatan yang sering terjadi secara cepat dan
penentuan maupun modifikasi intervensi yang dibutuhkan. Perawat pada level ini
memiliki kecemasan yang lebih rendah ketika mereka belajar sekaligus melakukan
perawatan tanpa membuat suatu kesalahan. Program yang sering dilakukan
meliputi magang dan pelatihan, residensi, dan sebagai trainer atau mentor untuk
menjaga dan meningkatkan kompetensi. Evaluasi teradap kompetensi perawat
mengenai pemberian asuhan keperawatan sangatlah penting dalam pengembangan
praktik keperawatan. Perawat juga perlu mengikuti suatu pelatihan dan ujian untuk
memvalidasi pengetehuan dan kemampuan yang lebih spesifik (Ozdemir, 2019).
Perawat level kompeten mulai berkembang dan mengambil suatu tanggung
jawab secara mandiri dengan efektif. Perawat kompeten mampu memberikan suatu
umpan balik yang bersifat instruktif untuk pengetahuan dan praktik asuhan
keperawatan bagi perawat pemula dan pemula tingkat lanjut sebagai suatu
pembelajaran. Meskipun perawat kompeten mampu mendesain dan memberikan
suatu program pendidikan kepada perawat yang kurang memiliki pengalaman,
perawat kompeten juga masih perlu belajar mengenai literatur berdasarkan evidence
based nursing. Apabila perawat mampu melakukan suatu penelitian dan
mempresentasikan hasilnya melalui suatu konferensi atau publikasi, maka perawat
tersebut mampu berkontribusi pada tambahan literature ilmiah keperawatan
(Ozdemir, 2019).

7
4. Proficient
Perawat pada level proficient atau mahir adalah perawat yang telah bekerja
selama 3 tahun atau lebih. Perawat mahir mampu memberikan suatu informasi
mengenai tuntutan oleh pasien dengan baik. Perawat pada level ini memiliki
kemampuan analisis yang bagus dan mampu mengatasi berbagai situasi klinis pada
pasien maupun keadaan krisis. Benner (dalam Ozdemir, 2019) mengatakan bahwa
perawat mahir mampu menjadi suatu pemimpin dalam pengambilan keputusan
klinis dan memiliki rasa emosional secara responsif terhadap pasien yang memiliki
keluhan atau ketidaknyamanan.
Perawat proficient melihat suatu aspek-aspek secara keseluruhan dan tidak
berfokus pada satu aspek saja. Mereka mengimplementasikan asuhan keperawatan
berdasarkan tanggungjawab, pemikiran kritis, kebijaksanaan etik, dan adanya
dorongan untuk aksi nyata. Respons emosional dan suasan hati yang ditunjukkan
oleh perawat mahir terhadap kondisi pasien memungkinkan pasien untuk
merasakan persepsi perawat sehingga timbul adanya umpan balik dan pencapaian
tujuan perawatan. Meskipiun perawat mahir berpengalaman dalam memberikan
asuhan keperawatan, mereka tetap harus melakukan pembaruan pengetahuan dan
mengembangkan kualitas praktik perawatan dengan cara menghadiri pertemuan
ilmiah, membaca jurnal keperawatan, menhadiri atau mengikuti suatu projek atau
program penelitian baik tingkat nasional dan internasional (Ozdemir, 2019).
Perawat mahir mampu menjadi seorang mentor, pelatih, dan/atau pendidik bagi
perawat pemula, pemula tingkat lanjut, dan perawat kompeten. Perawat mahir harus
menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku-perilaku yang mampu memberikan
dampak positif sebagai seorang pemimpin. Perawat mahir diharapkan mampu
mempengaruhi perawat di bawah levelnya untuk meningkatkan atau
mengembangkan asuhan keperawatan. Adanya pendidikan atau pelatihan yang
diberikan oleh perawat mahir kepada mahasiswa keperawatan atau perawat yang
kurang berpengalaman mampu mengenalkan dan memberikan suatu gambaran
kebutuhan perawatan pasien dan implementasinya yang dilandasi dengan filosofi
keperawatan. Perawat mahir mampu membuat suatu perubahan kebijakan
kesehatan dan dalam lingkup organisasi yang secara efektif meningkatkan
pemberian pelayanan keperawatan (Benner et al dalam Ozdemir, 2019).

8
5. Expert
Perawat ahli atau pakar memiliki kemampuan dalam merespons suatu masalah
secara otomatis guna melakukan pengambilan keputusan yang lebih baik daripada
perwat mahir. Perawat ahli melakukan pengambilan keputusan klinis secara kritis
melalui kemampuan intuitif atau kombinasi antara teknikal dan keterampilan
eksistensial guna menemukan solusi yang inovatif. Perawat ahli memiliki
pandangan yang luas, kemampuan merasakan akan kebutuhan di bidang pelayanan
kesehatan serta kemampuan yang dimiliki pasien (Benner et al dalam Ozdemir
2019).
Perawat ahli yang memiliki pendidikan yang tinggi serta pengalaman. Kedua
faktor tersebut memberikan suatu kemampuan observasi, prediksi maupun intuisi
yang tajam dalam pemberian asuhan keperawatan. Keahlian dalam bidang
keperawatan dapat mempengaruhi penilaian klinis dan kualitas perawatan. Perawat
ahli juga mampu mengembangkan implementasi asuhan keperawatan dalam
konteks menguji dan memperbaiki teori serta pengetahuan praktik. Konseling yang
dilakukan oleh perawat ahli merupakan suatu hal yang penting dan belum tentu
mampu diberikan oleh perawat mahir karena kurangnya pengalaman. Konseling
tersebut menggunakan pemikiran kritis dan peninjauan terhadap nilai-nilai etik
selama praktiknya (Benner et al dalam Ozdemir 2019).
Perawat ahli mampu menciptakan suatu sistem kurikulum yang komprehensif
atau program pelatihan bagi perawat yang memiliki level di bawahnya. Selain
menciptakan suatu kurikulum maupun program pendidikan dan pelatihan, perawat
ahli juga mengevaluasi hasil dari sistem pembelajaran dan pelatihan yang telah
dibentuk tersebut (Thomas & Kellgren dalam Ozdemir, 2019). Karena keahliannya
dalam wawasan dan analisa secara mendalam mengenai intervensi keperawatan,
perawat ahli mampu menciptakan suatu teori keperawatan, model, dan penelitian
yang menggunakan filosofi holistic dan kemanusiaan sebagai pendekatannya
(Benner et al dalam Ozdemir, 2019).
Wawasan dan pencapaian dari perawat ahli merupakan hal yang sangat penting
sebagai faktor penentu suatu kebijakan kesehatan baik dalam tingkat nasional
maupun internasional. Perawat ahli memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk
mengintegrasikan perkembangan teknologi baru ke dalam suatu praktik asuhan

9
keperawatan. Semua ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang dikuasai
oleh perawat ahli dapat dijadikan suatu panduan dan bahan edukasi bagi perawat
yang memiliki level di bawah perawat ahli (Ozdemir, 2019).

D. Kewenangan Klinis
Menteri Kesehatan RI telah mengatur kewenangan klinis perawat dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang

Paragraf 1
Umum

Pasal 16
Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, perawat bertugass sebagai:
a. pemberi Asuhan Keperawatan
b. penyuluh dan konselor bagi Klien
c. pengelola Pelayanan Keperawatan;
d. peneliti Keperawatan;
e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
f. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

Pasal 17
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf a di bidang upaya kesehatan perorangan, Perawat
berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan tindakan Keperawatan;

10
e. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f. melakukan rujukan;
g. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan
j. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep
tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas

Pasal 18
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang
upaya kesehatan perorangan, Perawat Profesi memiliki wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a sampai dengan huruf j.
(2) Dalam melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, Perawat Profesi melakukan pengkajian dasar
dan lanjutan secara menyeluruh.
(3) Dalam menetapkan diagnosis Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 huruf b, Perawat Profesi berwenang menegakkan diagnosis Keperawatan.

Pasal 19
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang
upaya kesehatan perorangan, Perawat Vokasi memiliki wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf i kecuali
konseling.
(2) Dalam melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, Perawat Vokasi melakukan pengkajian dasar
secara menyeluruh.

Pasal 20
Penyuluhan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf i dilakukan
dalam rangka memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

11
Pasal 21
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf a di bidang upaya kesehatan masyarakat,
Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat
keluarga dan kelompok masyarakat;
b. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;
c. membantu penemuan kasus penyakit;
d. merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
e. melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
f. melakukan rujukan kasus;
g. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
h. melakukan pemberdayaan masyarakat;
i. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
j. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;
k. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
l. mengelola kasus; dan
m. melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif.
(2) Perawat Profesi memiliki wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a sampai dengan huruf m.
(3) Perawat Vokasi memiliki wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terbatas pada tingkat keluarga, huruf c, huruf e, huruf g, huruf j, huruf k
kecuali konseling, dan huruf m.
(4) Perawat Vokasi melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e dan huruf g di tingkat keluarga.
(5) Penyuluhan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k dilakukan
dalam rangka memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Pasal 22
(1) Pelaksanaan kewenangan Keperawatan komplementer dan alternatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf m hanya dapat
dilaksanakan oleh Perawat yang memiliki kompetensi Keperawatan

12
komplementer dan alternatif yang diperoleh melalui pendidikan Keperawatan
dan/atau pelatihan.
(2) Pelaksanaan kewenangan Keperawatan komplementer dan alternatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjadi Pelayanan Keperawatan
yang utama dan tidak dilakukan secara terus menerus.
(3) Pelaksanaan kewenangan Keperawatan komplementer dan alternatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berfungsi sebagai pelengkap.
(4) Kewenangan Keperawatan komplementer dan alternatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan selain tempat
praktik mandiri Perawat hanya dapat dilaksanakan setelah dilakukan
kredensialing oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) Kewenangan Keperawatan komplementer dan alternatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang dilakukan di tempat praktik mandiri Perawat dilaksanakan
setelah dilakukan kredensialing oleh dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
dengan mengacu pada kurikulum pendidikan Keperawatan komplementer dan
alternatif dan/atau modul pelatihan komplementer.

Pasal 23
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan
keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
d. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
e. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
(2) Perawat Profesi memiliki wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a sampai dengan huruf e.
(3) Perawat Vokasi memiliki wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terbatas di tingkat individu, huruf d, dan huruf e kecuali konseling.

13
Pasal 24
(1) Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan;
dan
c. mengelola kasus.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh
Perawat Profesi.

Pasal 25
(1) Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, Perawat berwenang:
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin
pimpinan; dan
c. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perawat Profesi memiliki wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a sampai dengan huruf c.
(3) Perawat Vokasi memiliki wewenang membantu peneliti Keperawatan sebagai
anggota tim penelitian.

Pasal 26
Ners Spesialis memiliki wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal
21 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, dan Pasal 25 ayat (2) yang dilaksanakan
sesuai dengan kompetensi ners spesialisasinya.

Pasal 27
Tugas sebagai pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf e dilaksanakan berdasarkan:

14
a. pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis dari dokter dan
evaluasi pelaksanaannya; atau
b. dalam rangka pelaksanaan program pemerintah

Pasal 28
(1) Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis dari dokter
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a dapat berupa pelimpahan
wewenang delegatif atau mandat.
(2) Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.
(3) Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan
medis di bawah pengawasan tenaga medis yang melimpahkan wewenang.
(4) Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan
medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh tenaga medis kepada
Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
(5) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat diberikan kepada Perawat Profesi atau Perawat Vokasi terlatih.
(6) Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kompetensinya.
(7) Jenis tindakan medis dalam pelimpahan wewenang secara mandat meliputi
tindakan:
a. memberikan terapi parenteral;
b. menjahit luka; dan
c. tindakan medis lainnya sesuai dengan kompetensi Perawat.
(8) Jenis tindakan medis dalam pelimpahan wewenang secara delegatif meliputi
tindakan:
a. memasang infus;
b. menyuntik;
c. imunisasi dasar; dan
d. tindakan medis lainnya yang dilakukan sesuai dengan kompetensi Perawat.

15
(9) Jenis tindakan medis lainnya dalam pelimpahan wewenang secara mandat atau
delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c dan ayat (8) huruf d
ditetapkan oleh:
a. pimpinan rumah sakit bagi pelimpahan wewenang yang dilakukan dari
tenaga medis di rumah sakit atas usulan komite medik dan komite
keperawatan; dan
b. kepala dinas kesehatan Pemerintah Daerah kabupaten/kota bagi pelimpahan
wewenang yang dilakukan dari tenaga medis di pusat kesehatan masyarakat
dan/atau klinik atas usul kepala pusat kesehatan masyarakat dan/atau
pimpinan klinik.
(10) Dalam hal di rumah sakit belum terbentuk komite medik atau komite
keperawatan, penetapan jenis tindakan medis lainnya dilakukan oleh pimpinan
rumah sakit berdasarkan usulan pejabat yang membidangi Keperawatan dan
pejabat yang membidangi pelayanan medik di rumah sakit.

Pasal 29
(1) Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dalam rangka
pelaksanaan program pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
b diberikan kepada Perawat yang telah mengikuti pelatihan atau orientasi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan
wewenang dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 30
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f merupakan penugasan
pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medis
dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat bertugas.

16
(2) Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Perawat dengan memperhatikan kompetensi
Perawat dan telah mengikuti orientasi dan/atau pelatihan.
(3) Orientasi dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh kepala dinas kesehatan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(4) Dalam menyelenggarakan orientasi dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat melibatkan
Organisasi Profesi dan/atau organisasi profesi terkait.
(5) Dalam rangka sebagai pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perawat memiliki wewenang:
a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat
tenaga medis;
b. merujuk Klien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat
tenaga kefarmasian.
(6) Pelaksanaan pelayanan Asuhan Keperawatan dan pelayanan kesehatan lainnya
dalam rangka pelimpahan wewenang berdasarkan penugasan pemerintah hanya
dapat:
a. dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah; atau
b. dilakukan oleh Perawat di daerah yang tidak terdapat Fasilitas Pelayanan
Kesehatan milik Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(7) Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan keadaan tidak adanya Fasilitas Pelayanan
Kesehatan milik Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota.

Pasal 31
(1) Dalam hal tidak ada Perawat Profesi di suatu daerah, Perawat Vokasi
berwenang menyelenggarakan Praktik Keperawatan dengan kewenangan
Perawat Profesi setelah mendapatkan kesesuaian kompetensi.

17
(2) Keadaan tidak ada Perawat Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Kesesuaian kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui pelatihan
dan/atau pengembangan kompetensi.
(4) Pelatihan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Perawat Vokasi setelah mendapat surat tugas yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota.

Pasal 32
Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 telah terdapat tenaga
medis dan/atau tenaga kefarmasian, wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (5) tidak berlaku.

E. Etika
1. Konsep Kode Etik Keperawatan
a. Pengertian
American Nurses Association (dalam Gaines, 2021) mengatakan bahwa kode
etik keperawatan yaitu suatu pedoman tentang tanggungjawab perawat yang
dilaksanakan seara konsisten. Kode etik juga dapat diartikan sebagai suatu panduan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dengan memperhatikan
dan berpegang teguh pada kewajiban etik profesi. Secara umum, etika adalah
prinsip-prinsip moral yang menentukan bagaimana seseorang akan berperilaku.
Sedangkan dalam konteks keperawatan berarti suatu prinsip moral atau nilai-nilai
etika dalam memberikan pelayanan keperawatan.
b. Tujuan Kode Etik Keperawatan
Hasyim (dalam Utami, 2016) berpendapat bahwa kode etik memiliki tujuan
dasar yaitu perawat menjunjung tinggi martabat manusia. Adapun beberapa tujuan
kode etik keperawatan yaitu:

18
1) Kode etik keperawatan memberikan landasan bagi perawat dalam mengatur
hubungan baik antara perawat dengan sejawat, klien, masyarakat, profesi, baik
profesi sendiri maupun dengan profesi lainnya.
2) Kode etik keperawatan memberikan standar dalam pemecahan masalah dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
3) Kode etik keperawatan mendukung profesi perawat apabila anggotanya
dilakukan tidak adil baik oleh institusi maupun oleh masyarakat.
4) Kode etik keperawatan adalah dasar penyusunan kurikulum kependidikan
khususnya di bidang keperawatan agar mahasiswa keperawatan dapat
berperilaku secara professional.
Kode etik keperawatan berguna bagi perawat dalam menunjukkan sikap
professional kepada masyarakat.
c. Kode Etik Keperawatan di Indonesia
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (dalam Utami, 2016) telah menyusun
kode etik keperawatan yang dapat diterapkan di Indonesia.
1) Perawat dan Klien
Adapun kode etik perawat dengan klien yaitu:
a) Perawat menghargai perbedaan lien dari segi kebangsaan, kesukuan, warna
kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, kedudukan sosial, dan agama yang
dianut klien.
b) Perawat memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan nilai budaya,
adat istiadat, dan kebebasan beragama klien.
c) Perawat memiliki tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan kepada
klien yang membutuhkan.
d) Perawat merahasiakan segala informasi klien dan hanya boleh diungkap apabila
berhubungan dengan yang berwenang atau ketentuan hukum.
2) Perawat dan Praktik
Adapun kode etik perawat terhadap praktik yaitu:
a) Perawat senantiasa meningkatkan kompetensinya di bidang keperawatan
b) Perawat menjaga kualitas mutu pelayanan, kejujuran, dan menerapkan
pengatahuan serta keterampilan kepada klien yang membutuhkan.

19
c) Perawat membuat keputusan berdasarkan informasi yang tepat dan akurat,
mempertimbangan tingkat pengetahuan subjek yang diberikan konsultasi,
mempertimbangkan kemampuan orang yang diberikan delegasi, serta menilai
kemampuan diri sendiri ketika menerima delegasi dari sejawat.
d) Perawat menjunjung tinggi dan menjaga nama baik organisasi profesi
keperawatan dengan berperilaku secara professional.
3) Perawat dan Masyarakat
Adapaun kode etik perawat dengan masyarakat yaitu:
a) Perawat bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat.
b) Perawat memprakarsai promosi kesehatan dan pencegahan penyakit di
masyarakat.
c) Perawat menjalin hubungan baik dengan masyarakat.
d) Perawat bersama masyarakat bersama-sama memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat.
4) Perawat dan Teman Sejawat
Kode etik perawat terhadap teman sejawat yaitu:
a) Perawat menjaga hubungan baik dengan teman seprofesi dan dari profesi lain,
menjaga lingkungan kerja yang harmonis serta bersama-sama meraih tujuan
pelayanan yang diberikan.
b) Perawat melindungi klien dari tindakan yang tidak kompeten, tidak etis, dan
tidak legal secara ketentuan hukum.
5) Perawat dan Profesi
Adapun kode etik perawat dengan Profesi Keperawata yaitu:
a) Perawat selalu aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan pengembangan
profesi keperawatan.
b) Perawat bergotong royong dalam pembangunan dan pemeliharaan lingkungan
kerja yang kondusif guna mencapai pelayanan keperawatan yang berkualitas.
2. Prinsip Etik Keperawatan
Perawat dalam menjalankan tugasnya memerlukan suatu prinsip agar asuhan
keperawatan yang diberikan tidak melanggar kaidah, nilai, atau norma yang
berlaku. Profesi keperawatan memiliki prinsip-prinsip etik yang sifatnya memenuhi
kepedulian atau caring, baik itu kepada pasien, keluarga, teman sejawat, organisasi

20
atau institusi, atau kepada komunitas. Relasi yang dijalin oleh perawat tersebut
mengutamakan saling menghargai dan tidak ada subjek yang mendominasi. Jika
terdapat salah satu subjek yang mendominasi dalam interaksi tersebut, maka akan
berisiko timbulnya masalah etik. Munculnya masalah etik ini dapat mempengaruhi
nilai-nilai kepedulian perawat (Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang,
2017).
a. Empat Prinsip Utama
Profesi keperawatan memiliki prinsip kepedulian yang berbentuk dalam 4
unsur. Keempat unsur tersebut yaitu respect to others, compassion, advocacy, dan
intimacy.
1) Respect to others
Unsur atau prinsip ini bertujuan menghargai subjek yang berelasi dengan
perawat itu sendiri. Perawat dapat berinteraksi dengan berbagai subjek di pelayanan
kesehatan, seperti pasien , keluarga, perawat lain, profesi lain, dsb. Ketika perawat
menjalin suatu interaksi dengan subjek-subjek tersebut, perawat harus
menghargainya. Sebagai contoh, perawat selalu mengenalkan dirinya kepada
pasien setiap bertugas. Perawat juga dapat memberitahu kepada pasien bahwa
perawat tersebut yang akan merawat pada jam kerja/shift tersebut. Ketika akan
mengakhiri jam kerja, perqawat dapat berpamitan kepada pasien dan
menyampaikan untuk jam kerja selanjutnya akan digantikan oleh teman perawat
lainnya. Tindakan yang terkadang bersifat kecil tersebut dapat menimbulkan suatu
nilai bahwa perawat benar-benar menghargai pasien (Komite Keperawatan RSJ
Prof.HB. Saanin Padang, 2017).
2) Compassion
Compassion dapat diartikan sebagai rasa iba atau kasih sayang kepada pasien
yang dirawat. Kasih sayang ini dapat diwujudkan dalam tindakan pemberian asuhan
keperawatan. Tentu saja sebelum memberikan perawatan yang holistik, perawat
perlu mengenal pasien terlebih dahulu pasien, mengetahui wajah, dan mengkaji
keluhan. Setelah mengenali wajah pasien dan keluhan yang dirasakan, rasa iba
tesebut dapat muncul (Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang, 2017).

21
3) Advocacy
Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam melakukan pembelaan
dan/atau perlindungan kepada pasien. Jaminan perlindungan dari setiap tindakan
medis yang diberikan kepada pasien harus dilakukan oleh setiap perawat. Sebagai
contoh, pasien aan dilakukan suatu tindakan berupa Electro Conclusive Therapy
(ECT), perawat berkewajiban memberikan penjelasan secara detail tentang
tindakan terrsebut, atau pemberian informed consent. Sehingga baik pasien maupun
keluarga dapat mengerti dan memahami dengan jelas. Dengan adanya peran
advokat ini mencegah dari tindakan malpraktik serta kesalahan pemberian asuhan
keperawatan (Telaumbanua, 2019).
Peran advokasi ini juga dapat dilakukan oleh perawatan dengan selalu
memastikan kemanan setiap tindakan yang akan dilakukan. Perawat perlu teliti
terhadap pasien yang akan dilakukan, jenis tindakan, komplikasi yang dapat
muncul, efek baik dan buruknya tindakan tersebut, dosis obat, cara pemberian obat,
dsb. Semua tindakan yang dilakukan haruslah dilakukan sesuai kompetensi yang
dimiliki oleh perawat (Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang, 2017).
4) Intimacy
Intimacy atau keintiman, keakraban, dan kedekatan antara perawat dengan
pasien. Intimacy ini dapat dijalin dari perkenalan ketika penerimaan pasien baru,
memperkenalkan diri, proses pengkajian, pemberian intervensi, serta berbagai
kontak yang terjadi antara perawat dan pasien. Pengawasan oleh perawat terhadap
pasien akan membentuk suatu kedekatan dan memaksimalkan asuhan keperawatan
yang diberikan. Kedekatan ini akan berakhir ketika pasien selesai perawatannya
atau pasien meninggal dunia (Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang,
2017).
b. Prinsip Kaidah Bioetik Dasar
Selain beberapa bentuk kepedulian yang telah dijelaskan sebelumnbya, profesi
keperawatan juga memiliki 4 prinsip yang perlu dilaksanakan dalam pelayanan
kesehatan. Keempat prinsip keperawatan ini juga disebut sebagai Kaidah Bioetik
Dasar (KBD) yang pelaksanaannya juga digunakan oleh profesi kedokteran dalam
tindakan invasif (Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang, 2017).

22
1) Autonomy
Prinsip otonomi merupakan suatu prinsip yang dilakukan dengan cara
memberikan hak setiap pasien dalam menentukan suatu perawatan yang akan
dijalaninya. Otonomi juga dapat diartikan sebagai kebebasan pasien dalam
pengambilan keputusan, apakah ooasien bersedia atau tidak jika akan dilakukan
tindakan sedemikian rupa. Sebagai advokat dari pasien, perawat memerlukan
semua informasi tindakan yang akan dilakukan, mengedukasi pasien, dan
memberikan beberapa pilihan yang dapat dipilih oleh pasien guna mengetahui jenis
tindakan apa yang tepat bagi pasien. informasi-informasi seperti risiko, manfaat,
serta komplikasi yang mungkin terjadi juga perlu disampaikan agar prinsip otonomi
dapat berjalan dengan baik (Gaines, 2021).
Terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan kesediaan atau tidaknya
pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan. Beberapa faktor tersebut dapat
berupa jenis tindakan, budaya, umur, jenis kelamin, orientasi seksual, kesehatan
secara umum, dan sistem dukungan sosial (Gaines, 2021).
2) Beneficence
Beneficence dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang berbuat baik seperti
keramahan atau tindakan yang memberikan suatu kebaikan bagi pasien. American
Nurse Association menyebut prinsip ini sebagai suatu tindakan yang dituntun oleh
rasa kasih sayang kepada pasien (Gaines, 2021).
3) Justice
Prinsip keadilan harus muncul di setiap elemen perawatan serta keputusan
medis dan keperawatan. Perawat harus peduli kepada semua pasien tanpa
memandang latar belakang pendidikan, finansial, ras, agama, jenis kelamin, atau
orientasi seksual. (Gaines, 2021).
4) Non-maleficence
Prinsip non-maleficence merupakan suatu prinsip yang bertujuan untuk tidak
melakukan sesuatu yang merugikan bagi pasien. Prinsip ini merupakan prinsip yang
sangat dikenal dan merupakan prinsip utama dari kode etik keperawatan. Secara
lebih spesifik, prinsip ini dilakukan dengan menseleksi semua intervensi dan
perawatan yang akan diberikan agar meminimalisir terjadinya tindakan yang

23
merugikan bagi pasien. Sehingga harapan dari prinsip ini yaitu dapat memberikan
hasil yang maksimal dan menguntungkan bagi pasien (Gaines, 2021).
c. Prinsip Dokumentasi
Perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan memerlukan suatu
dokumentasi. Dokumentasi ini sebagai suatu jaminan kepada pasien mengenai
segala intervensi yang telah dilakukan. Tujuan dari dokumentasi ini guna
pemenuhan prinsip kemanusiaan. PPNI menyebutkan prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1) Veracity
Veracity adalah memberikan informasi secara jujur dan sesuai fakta atau tidak
direkayasa oleh perawat (AIPNI, 2019). Prinsip ini dapat diartikan sebagai
penjelasan yang lengkap atas informasi kesehatan yang harus diberikan kepada
pasien. Informasi tersebut harus akurat agar pasien pasien memperoleh suatu
pemahaman. Akan tetapi jika pihak keluarga menginginkan pasien tidak
mengetahui tentang informasi tersebut karena keluarga khawatir bahwa pasien
belum siap menerimanya, maka keluarga memiliki hak atas pasien. Hak yang
dimiliki oleh keluarga atas pasien tersebut disebut heteronomy (Komite
Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang, 2017).
2) Privacy
Prinsip privasi merupakan prinsip yang menjaga privasi pasien khususnya
ketika melakukan suatu tindakan. Privasi pasien merupakan suatu wujud
perlindungan yang diberikan oleh perawat. Perlindungan ini berlaku ketika pasien
dalam keadaan sadar, tidak sadar, maupun pasien yang sudah meninggal dunia
(Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang, 2017).
3) Confidentiality
Prinsip confidentiality yaitu prinsip yang bertujuan untuk menjaga segala
informasi pasien dan keluarga. Informasi tersebut tidak boleh diketahui oleh orang
lain yang tidak berkepentingan dan hanya diboleh diungkap ketika dimintai
penjelasan di sidang pengadilan hukum (AIPNI, 2019).
4) Fidelity
Fidelity merupakan prinsip kesetiaan perawat terhadap pasien (AIPNI, 2019).
PPNI menjelaskan bahwa prinsip ini juga bermakna semua informasi yang
disampaikan perawat dapat dipercayai kebenarannya. Perawat harus jujur dan

24
berdasarkan hasil pengkajian dan pemeriksaan yang sebenar-benarnya dalam
menyampaikan informasi. Sehingga informasi tersebut daoat dipercaya. Adanya
kepercayaan tersebut akan meningkatkan suatu hubungan relasi yang baik antara
perawat dan pasien (Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang, 2017).
3. Nilai-Nilai Etik Keperawatan
College of Nurses of Ontario (2019) menhidentifikasi bahwa terdapat beberapa
nilai-nilai etik keperawatan. Nilai-nilai etik keperawatan tersebut teridentifikasi
mampu memberikan asuhan keperawatan yang optimal, diantaranya yaitu:
a. Kesejahteraan Klien (Client’s Wellbeing)
College of Nurses of Ontario (2019) menjelaskan bahwa kesejahteraan klien
merupakan suatu nilai yang sangat penting dalam asuhan keperawatan.
Mempromosikan kesejahteraan klien berarti memfasilitasi segala sesuatu yang
berhubungan dengan kesehatn pasien, serta mencegah dan menjauhkan klien dari
sesuatu/kondisi yang berbahaya. Terkadang perawat menemui suatu kondisi
dimana perawat mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan. Ketika
menghadapi situasi tersebut, perawat harus mampu membedakan dan
mengidentifikasi antara pandangan perawat dan pandangan pasien. Perawat perlu
melihat suatu keadaan dari sudut pandang klien agar nilai etik kesejahteraan dapat
tercapai.
b. Autonomi atau Pilihan Klien
College of Nurses of Ontario (2019) mengatakan bahwa pilihan klien
merupakan suatu autonomi dimana pasien memiliki hak dalam menentukan apakah
pasien bersedia atau menolak untuk diberikan suatu interensi. Perawat perlu
menghargai dan menghormati keputusan klien, pilihan yang dipilih oleh klien
merupakan suatu konteks kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki
oleh klien. Dengan memberikan segala informasi secara tepat dan akurat kepada
klien, klien dapat menentukan apa yang terbaik bagi mereka.
c. Privasi dan Kerahasiaan
Privasi merupakan suatu batasan-batasan bagi seseorang untuk mengetahui
segala sesuatu, baik itu privasi anggota tuuh, pembicaraan, fungsi tubuh, atau suatu
objek yang berhubungan langsung dengan orang tersebut. Setiap orang memiliki
keyakinan dan nilai yang berbeda-beda mengenai privasi. Terkadang perawat perlu

25
mengkaji nilai-nilai privasi dari seorang klien. Perawat wajib memberikan suatu
pelayanan yang menghargai martabat dan privasi klien. Ketika perawat mengetahui
aspek-aspek privasi dari klien, maka perawat dilarang mengganggu privasi tersebut
(College of Nurses of Ontario, 2019).
Kerahasiaan berarti perawat menjaga segala informasi pribadi dari klien. Segala
informasi yang berkaitan dengan kondisi fisik, psikologis, kesehatan sosial dan
informasi lainnya yang berhubungan dengan klien adalah suatu hal yang bersifat
rahasia. Meskipun demikian, klien juga memberikan izin bagi perawat untuk
membagikan suatu informasi kepada orang lain khususnya dalam lingkup tim
keperawatan maupun tenaga kesehatan yang merawat klien (College of Nurses of
Ontario, 2019).
d. Menghargai (Respect)
Menghargai merupakan salah satu nilai etik keperawatan yang dilakukan oleh
perawat kepada kliennya. Perawat perlu menghargai, melindungi dan
memperlakukan pasien dengan baik sesuai norma dan nilai yang berlaku. Nilai etik
menghargai ini juga termasuk mempertimbangkan kualitas hidup pasien. Seorang
perawat perlu memahami diri sendiri atau keyakinannya dalam berhubungan
dengan orang lain. Ketika perawat mampu mengenali diri sendiri, perawat
diharapkan mampu memahami dan menghargai orang lain. Strategi dalam
menghadapi konflik nilai antara perawat dan pasien juga perlu diperhatikan.
Dengan adanya konflik nilai tersebut dapat mempengaruhi kualitas pelayanan dan
nilai etik menghargai pasien tidak akan tercapai dengan baik (College of Nurses of
Ontario, 2019).
e. Komitmen
Perawat memiliki kewajiban dalam menjaga komitmen sebagai salah satu nilai
etik dalam profesi keperawatan. Menjaga suatu komitmen berarti menepati janji,
menjadi sosok yang jujur, menjalankan tugas-tugas baik tersirat maupun yang nyata
kepada klien, kepada diri sendiri, kepada profesi, kepada sejawat, dan dengan
lingkungan praktik itu sendiri (College of Nurses of Ontario, 2019).
Perawat sebagai suatu profesi yang memiliki organisasi profesi memiliki suatu
nilai-nilai etik dalam memberikan asuhan keperawatan. Salah satunya yaitu
memberikan jaminan keselamatan pasien, perawatan yang efektif dan

26
memperhatikan kode etik, prinsip etik, dan nilai etik. Ketika seorang perawat
menjalankan praktiknya sesuai standar yang ada, perawatan yang bersifat empati
dan peduli dapat tercapai. Bentuk dari komitmen kepada klien juga dapat
diwujudkan berupa menghargai keluarga pasien (College of Nurses of Ontario,
2019).
f. Kejujuran
Truthfullness adalah kejujuran, atau keadaan yang sebenarnya. Kejujuran
berarti perawat selalu berbicara dan berperilaku tanpa adanya maksud untuk
berbohong. Kejujuran juga dapat diartikan sebagai penyediaan informasi secara
factual kepada pasien. Perkataan atau perilaku yang lalai oleh perawat merupakan
suatu bentuk perilaku yang menyimpang dari kejujuran. Perawat dan tenaga
kesehatan lainnya pada zaman dahulu meyakini bahwa suatu informasi buruk tidak
boleh disampaikan kepada pasien. Tenaga kesehatan pada zaman dahulu percaya
bahwa dengan menyampaikan informasi secara detail termasuk prognosis yang
buruk dapat memperburuk keadaan. Akan tetapi perkembangan yang ada saat ini
bahwa perawat dan keluarga memiliki hak untuk mengetahui kondisi kesehatan
pasien secara detail. Kejujuran merupakan suatu kunci dalam membangun
kepercayaan dan hubungan yang terapeutik antara perawat dan pasien (College of
Nurses of Ontario, 2019)..
g. Keadilan (Fairness)
Fairness atau keadilan berarti mengalokasikan sumber-sumber perawatan
kesehatan secara objektif yang dilandasi oleh kondisi kesehatan pasien. Suatu
keputusan mengenai hak pasien yang memiliki kondisi tertentu untuk menerima
perawatan yang tepat dapat bervariasi. Perawat dapat mempertimbangkan bahwa
semua klien memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perawatan terlepas dari
jenis kebutuhan perawatan dari masing-masing klien. Perawat juga dapat
memprioritaskan kebutuhan pasien yang memiliki kondisi kegawatdaruratan atau
kritis. Perawat diharapkan juga mampu menilai bahwa intervensi tertentu akan lebih
bermanfaat bagi pasien tertentu pula. Nilai etik keadilan ini tergantung dalam
konteks atau kondisi yang bermacam-macam. Dengan demikian, perawat perlu
memiliki kemampuan berpikir kritis dalam memberikan pelayanan yang adil
kepada pasien (College of Nurses of Ontario, 2019).

27
DAFTAR PUSTAKA

AIPNI. (2019). siNersi Hadirkan Sukses Uji Kompetensi Ners Indonesia: Edisi R.
Jakarta: Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia.
American Academy of Ambulatory Care Nursing. (2022). What is Ambulatory
Care Nursing. Diakses dari https://www.aaacn.org/practice-
resources/what-ambulatory-care-nursing
College of Nurses of Ontario. (2019). Ethics. Diakses dari
https://www.cno.org/globalassets/docs/prac/41034_ethics.pdf.
Gaines, K. (2021). What is the Nursing Code of Ethics?. Diakses dari
https://nurse.org/education/nursing-code-of-ethics/.
Komite Keperawatan RSJ Prof.HB. Saanin Padang. (2017). Buku Standar Kode
Etik Keperawatan Tahun 2017-2020. Padang: RS Jiwa Prof. HB. Saanin
Padang.
Lewis et al. (2014). Management-Surgical Nursing: Assessment and Management
of Clinical Problems. Canada: Elsevier.
Murray, M., Sundin, D., & Cope, V. (2019). Benner’s model and Duchscher’s
theory: Providing the framework for understanding new graduate nurses’
transition to practice. Nurse Education in Practice, 34, 199–
203. doi:10.1016/j.nepr.2018.12.003
Ozdemir, N. G. (2019). The Development of Nurses’ Individualized Care
Perceptions and Practices: Benner’s Novice to Expert Model Perspective.
International Journal of Caring Sciences, 12(2), 1279–1285.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.26 Tahun 2019 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan
Telaumbanua, H.T.N. (2019). Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien dalam
Pemberian Asuhan Keperawatan di Pelayanan Kesehatan. Universitas
Sumatera Utara. Diakses dari https://osf.io/njwr2/download/?format=pdf.
Utami, N.W. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta:
Kemenkes RI.

28

Anda mungkin juga menyukai