Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

(UNINDRA)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 1
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Mata Kuliah : Sejarah Politik dan Ekonomi*)
Hari/Tanggal : Sabtu, 4 Juni 2022
Waktu : 1X24 Jam EKSTENSI
Sifat Ujian : Take Home
Petunjuk

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar.


Tidak diperkenankan untuk copypaste jawaban temannya.
Jawaban disertai dengan sumber dan dibuat bodynote nya.
Gunakan sumber-sumber yang valid dari buku, jurnal,surat kabar dan hasil penelitian.
Perhatikan batas waktu pengumpulan lembar jawaban ujian.

SOAL

1. Buatlah essai mengenai tumbuh dan berkembangnya serta dinamika aktivitas perekonomian
pelabuhan-pelabuhan di Jawa (3 wilayah), Sumatera (1 wilayah), dan Nusantara bagian Timur
(1 wilayah)! Jelaskan masing-masing wilayah tidak boleh kurang dari 500 kata!
2. Buatlah essai mengenai kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh para Gubernur
Jenderal di Nusantara setelah keruntuhan VOC ! Jelaskan masing-masing kebijakan itu tidak
boleh kurang dari 500 kata!
3. Buatlah essai mengenai Tanam Paksa yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal van Den Bosch
dari awal terbentuknya, aturan-aturan yang ditetapkan, penyimpangannya yang terjadi,
pelaksanaan tanam paksa , dan dampaknya bagi masyarakat di Hindia Belanda (penjelasan
tidak boleh kurang dari 500 kata!) . Jelaskan pula satu wilayah di Hindia Belanda yang
terkena kebijakan tanam paksa tersebut (penjelasan tidak boleh kurang dari 500 kata!).

Selamat Mengerjakan
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
Jl. Nangka No. 58 C, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Telp. 021-7818718
Jln. Raya Tengah, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Telp.021-
87797409 Webiste: http///www.unindra.ac.id

Petunjuk:
1. Peserta Ujian mengerjakan pada template lembar jawaban yang sudah disediakan.
Tidak diperkenankan mengubah template yang sudah ada!
2. Nama file dibuat dengan format: NPM_Nama_Mata
Kuliah_Kelas. Contoh: 20201551234_Nur Fajar Absor_Filsafat Sejarah_R6B
3. Kirimkan file jawaban dalam bentuk pdf tersebut ke: email dosen atau media lain yg
disepakati dosen dengan mahasiswa ybs.

LEMBAR JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 1


NAMA : Adenito Tri Mulyana NO. HP AKTIF/WA : 088293826410

KELAS : Y6B HARI/TANGGAL : 4 Juni 2022

NPM : 201915500292 NAMA DOSEN : Nurbaity, M.Pd

MATA KULIAH : Sejarah Politik dan Ekonomi

1. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kontributor utama perekonomian nasional. Ekonomi pelabuhan di Provinsi Jawa
Timur belum dioptimalkan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari defisit neraca perdagangan
di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2011. Oleh karena itu kebijakan ekonomi pelabuhan dibutuhkan untuk mendorong
pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah
(1) mengidentifikasi sektor unggulan yang dapat meningkatkan aktivitas pelabuhan
(2) mengkaji peran pelabuhan dalam pembangunan perekonomian dan keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain
(3) menganalisis efisiensi pelabuhan-pelabuhan di Provinsi Jawa Timur
(4) menganalisis jaringan logistik optimal dari wilayah penyangga menuju pelabuhan
(5) mendesain kebijakan ekonomi pelabuhan di Jawa Timu Pelabuhan Tanjung Perak, Tanjung Wangi, Gresik, dan Tanjung
Tembaga dengan jaringan distribusi optimal adalah sebesar Rp 393,78 miliar/tahun. Hasil pemodelan dinamik kebijakan ekonomi
pelabuhan menunjukkan peningkatan komoditi ekspor unggulan mampu meningkatkan aktivitas bongkar muat rata-rata sebesar
2,34%. Kebijakan ini juga mampu meningkatkan nilai ekspor Jawa Timur sekitar 0,24% - 0,30 % yang berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,09%-0,11 %

Pelabuhan-pelabuhan umum yang diusahakan di Provinsi Aceh seperti Sabang, Malahayati, Lhokseumawe, dan Kuala Langsa
berada di jalur perdagangan internasional Selat Malaka, sehingga secara lokasi pelabuhan-pelabuhan tersebut strategis
untuk aktivitas ekspor impor. Pelabuhan Sabang, selain berada pada jalur internasional, juga merupakan pelabuhan alam dengan
kedalaman kolam mencapai 20 mLWS1, sehingga kapal-kapal besar bisa bersandar. Namun demikian, pendayagunaan
potensi pelabuhan yang berada di Provinsi Aceh belum maksimal (Dishubkomintel, 2013). Sebagian besar komoditas ekspor dari
sektor pertanian asal Provinsi Aceh selama ini diekspor melalui Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara. Provinsi Aceh
diperkirakan mengalami potensi kerugian ekonomi mencapai Rp14,435 miliar per tahun akibat transaksi ekspor melalui
pelabuhan di luar Provinsi Aceh (Anwar, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelabuhan-pelabuhan umum di Provinsi Aceh
belum dapat bersaing dengan pelabuhan di luar Provinsi Aceh. Meersman et al. (1997) menyatakan bahwa persaingan antar-
pelabuhan yang terjadi sebenarnya merupakan persaingan antara rantai logistik pelabuhan. Pemanfaatan pelabuhan luar Provinsi
Aceh juga berakibat pada rendahnya aktivitas bongkar muat pelabuhan-pelabuhan umum yang diusahakan di
Provinsi Aceh, sehingga pelabuhan diindikasikan belum berperan siginifikan terhadap perekonomian
daerah. Park dan Seo (2016) menyatakan bahwa pelabuhan barang akan berperan terhadap perekonomian lokal ketika arus
bongkar muat barang di pelabuhan tinggi. Pada tahun 2016, kontribusi pelayanan jasa kepelabuhanan hanya sebesar Rp150
juta atau 0,0012% dari total pendapatan asli daerah Provinsi Aceh (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi/PPID Aceh,
2016). Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan pelabuhan-pelabuhan di Provinsi Aceh. Pelabuhan-pelabuhan di Provinsi
Aceh tergolong pelabuhan kecil dan sedang dalam skala nasional. Tantangan yang dihadapi pelabuhan kecil dan sedang adalah
lebih kepada arus bongkar muat barang yang masih rendah serta belum terintegrasinya pelabuhan dengan sistem logistik yang
ada

Sejak tahun 2013, Pelabuhan Badas yang berada di Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa telah resmi beroperasi menjadi
pelabuhan petikemas. Penetapan tersebut dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Pulau Sumbawa dan sekitarnya.
Disamping itu, Pelabuhan Waingapu yang terletak di Pulau Sumba Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur juga
melayani aktivitas kapal kargo. Selain itu, Pelabuhan ini juga melayani aktivitas kapal penumpang melalui jalur tol laut.
Dalam rangka berupaya meningkatkan peran pelabuhan dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat setempat serta
peningkatan produktivitas dan efisiensi kedua pelabuhan tersebut, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut mengadakan perjanjian kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) pada kantor KSOP Kelas IV
Badas dan KSOP Kelas IV Waingapu dengan PT. Pelindo. Sumber : Buku Sejarah untuk Kelas 2 SMA, M. Habib Mustopo.

2.  Perdagangan menjadi salah satu faktor terbentuknya interaksi atau kerja sama antarbangsa di dunia. Bahkan perdagangan
internasional sudah terjadi selama ratusan tahun lalu. Indonesia menjadi salah satu wilayah strategis yang diinginkan oleh
negara-negara besar. Kebanyakan dari mereka karena tidak memiliki sumber daya alam atau sumber rempah-rempah yang
melimpah. VOC menjadi salah satu kongsi bentukan Belanda untuk menguasai rempah-rempah di Nusantara. Selama
menguasai Nusantara, banyak kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh VOC. Dilansir dari buku Diktat Perekonomian Indonesia
(2020), karya Reni Ria Armayani Hasibuan. VOC datang ke Nusantara untuk mengeruk kekayaan rempah-rempah serta
melakukan monopoli perdagangan. VOC paling gencar melakukan monopoli perdagangan di Maluku. Agar rencananya ini
berhasil, VOC telah menentukan sejumlah peraturan yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh rakyat Maluku, yakni: Rakyat
Maluku dilarang menjual rempah-rempah kepada pihak lain selain VOC. Jumlah tanaman rempah-rempah beserta lokasi
lahannya juga harus ditentukan oleh VOC. Dalam jurnal berjudul Masa Kolonial Belanda (1800-1825) karya Kardiyat
Wiharyanto, dituliskan jika VOC juga melakukan monopoli beras dan garam di beberapa daerah.
Hak ekstirpasi merupakan hak yang dimiliki VOC untuk menebang atau memusnahkan tanaman rempah-rempah saat hasil
produksinya melebihi ketentuan. Tujuan utama dari penerapan hak ekstirpasi ini adalah untuk mencegah harga rempah-rempah
merosot di pasaran. Kebijakan ini sangat merugikan rakyat karena tidak ada pemberlakukan sistem ganti rugi dan hanya
menguntungkan VOC.
Verplichte Leverantie atau penyerahan paksa merupakan kebijakan ekonomi VOC yang mengharuskan rakyat untuk
menyerahkan hasil buminya kepada VOC. Contoh hasil bumi yang harus diserahkan kepada VOC ialah lada, kayu, kapas, beras,
nila serta gula. Dalam kebijakan ini, VOC telah menetapkan harga tertentu untuk hasil bumi rakyat. Selain itu, kebijakan
ekonomi ini juga tidak memperbolehkan rakyat untuk menjual hasil buminya ke pihak lain, selain kepada VOC.
Contingenten merupakan kewajiban rakyat untuk membayar pajak sesuai dengan harga yang ditentukan VOC. Pembayaran pajak
ini menggunakan hasil bumi. Pembayaran ini juga dilakukan tanpa sistem ganti rugi. Tujuan utama dari penerapan contingenten
atau pajak sewa tanah adalah untuk menambah kas keuangan VOC. Kebijakan ini menambah penderitaan rakyat karena hasil
bumi yang diserahkan harus disesuaikan dengan yang ditentukan VOC.
VOC membuat dan menerapkan hak octroi atau hak istimewa. Tidak hanya memberatkan rakyat dengan membuat kebijakan
ekonomi yang merugikan, VOC juga membuat hak octroi. Berikut merupakan isi dari hak octroi milik VOC: Melakukan
monopoli perdagangan di sekitar wilayah Tanjung Harapan hingga Selat Magelhaens, termasuk wilayah Kepulauan Nusantara.
Membentuk angkatan perangnya sendiri Melakukan peperangan Mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Nusantara Memiliki
hak untuk memilih serta mengangkat pegawainya sendiri Memiliki hak untuk memerintah di negara jajahan.
VOC memiliki hak untuk menentukan areal lahan yang bisa digunakan untuk menanam rempah-rempah. Selain itu, VOC juga
berhak untuk menentukan tanaman rempah apa saja yang boleh ditanam. Kebijakan ini turut diikuti dengan kebijakan penyerahan
hasil bumi dan rempah-rempah kepada VOC sesuai dengan jumlah ketentuan.
Pelayaran Hongi merupakan kebijakan ekonomi VOC untuk mengawasi tindakan monopoli perdagangan rempah-rempah di
Maluku serta menghukum pelanggarnya. Selain itu, pelayaran hongi juga bertujuan untuk mencegah penyelundupan hasil bumi
ke pihak lain selain VOC. Pelayaran ini dilakukan dengan menggunakan perahu kora-kora atau perahu perang saat itu. Alasan
utama VOC menerapkan pelayaran hongi karena keterbatasan akses masuk ke Malaka yang mana merupakan daerah penghasil
rempah-rempah. Preangerstelsel merupakan kebijakan ekonomi milik VOC yang memaksa dan mewajibkan rakyat untuk
menanam kopi dan memberikan hasilnya ke VOC. Kebijakan ini dilakukan sekitar tahun 1720 di wilayah Parahyangan.
Preangerstelsel juga dikenal sebagai sistem tanam paksa kopi. Kebijakan ekonomi ini terus berjalan hingga 1916.
Sumber : Jurnal Masa Kolonial Belanda (1800 – 1825) Karya Kardiyat Wiharyanto
3. Sistem Tanam Paksa sendiri merupakan penggabungan antara sistem penyerahan wajib dengan sistem pajak tanah. Maka dapat
dilihat, inti dalam sistem tanam paksa terjadi pada kewajiban rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk barang, yaitu berupa
hasil tanaman pertanian dan bukan dalam bentuk uang seperti yang berlaku dalam sistem pajak. Produksi tanaman ekspor yang
berhasil dikumpulkan itu, diharapkan akan dapat dikirimkan ke negeri induk yang kemudian dipasarkan di pasaran dunia secara
luas baik di Eropa maupun Amerika. Pemasaran produksi tanaman ekspor di dunia itu akan mendatangkan keuntungan besar baik
kepada pemerintah maupun para pengusaha di Negeri Belanda.Latar Belakang Sistem Tanam Paksa Sistem Tanam Paksa
pertama kali dicetuskan oleh Van den Bosch, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia mendapatkan tugas untuk meningkatkan
produksi tanaman ekspor yang tidak dapat dicapai pada pemerintahan sebelumnya. Tugas ini sangat mendesak, karena keadaan
keuangan Negeri Belanda yang sangat parah. Negeri Belanda pada waktu itu memiliki beban hutang yang sangat besar yang tidak
dapat ditanggulangi sendiri sehingga mencari solusi di daerah jajahannya yaitu Indonesia. Gagasan pemecahan yang dicetuskan
oleh Van den Bosch adalah pengenalan sisten tanam paksa yang kemudian terkenal dengan nama Cultuurstelsel (Kartodirjo dan
Suryo, 1991: 53). Perlu diketahui, salah satu sebab utama dilaksanakannya kebijakan sistem tanam paksa adalah timbulnya
kesulitan ekonomi yang terjadi di negeri Belanda ketika Perang Napoleon serta isolasi ekonomi. Pada tahun 1830, keadaan baik
di Indonesia maupun luar negeri Belanda, sangat memburuk. Hutang yang semakin besar untuk menutupi biaya perang Belgia
dan perang Diponegoro. Maka untuk menghindari kebangkrutan, koloni Jawa diharapkan memberi hasil cukup untuk mengisi
kekosongan kas itu. Van den Bosh kemudian memusatkan politik kolonial pada produksi. Hal yang diperlukan ialah
menggunakan tenaga rakyat untuk penanaman hasil-hasil yang dapat dijual di pasaran dunia tidak secara bebas tetapi dengan
sistem paksa, jadi bukan sistem penanaman bebas atau kolonialisasi bagi bangsa Eropa
Sumber : (Poesponegoro & Notosusanto, 1993: 2-7) Masyarakat di Jawa 1830-1870”. Jurnal Agastya Vol. 6 No.2, 2016. Hlm. 19

Dampak Sosial Ekonomi Sistem Tanam Paksa Kebijakan Sistem Tanam Paksa di Indonesia terutama di Pulau Jawa memiliki
dampak yang cukup besar baik bagi masyarakat jawa dan belanda. Dalam perencanaannya sistem tanam paksa dalam peraturan
yang dibuat oleh Van den Bosch, mewajibkan kepada rakyat untuk menyerahkan “Landrento” (pajak/upeti) bukan dalam bentuk
uang melainkan dalam bentuk tenaga kerja tertentu untuk menanam tanaman ekspor yang laku di Eropa. Dalam kebijakan ini,
setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya 20% Tendi, “Perkembangan Sosio-Ekonomi dan Perkebunan Masyarakat
Kuningan 1830-1870”, Jurnal Dialetika Vol 2 No 1, 2017. Hlm. 45-46 Zulkarnain. “Kesengsaraan Masyarakat Jawa /
Culturstelsel (Kajian Sosial untuk ditanami. Kemudian hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga
yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Namun demikian, Sistem Tanam Paksa ini jauh
lebih keras dan kejam dibandingkan sistem monopoli VOC dikarenakan ada target pemasukan yang harus dibutuhkan oleh
pemerintah kolonial. Memang sejak tahun 1830, penerapan sistem tanam paksa telah dilakukan sebagai upaya dalam
menghidupkan kembali sistem eksploitasi dari masa VOC yang berupa penyerahan wajib dengan menanam tanaman tertentu dan
sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Kebijkan ini tentu memiliki dampat yang cukup besar bagi
rakyat Indonesia terutama di Pulau Jawa yang diwajibkan mengikuti sistem tanam paksa ini. Jika dilihat secara saksama maka
kita dapat menyimpulkan bahwa pihak belanda yang mendapatkan keuntungan dari pelaksanaan Ekonomi)”. Jurnal ISTORIA
Vol 2 No.1, 2011. Hlm. 30-33 Zulkarnain. “Serba Serbi Tanam Paksa”. Jurnal ISTORIA Vol. 8 No. 1, 2010. Hlm.32

Anda mungkin juga menyukai