Anda di halaman 1dari 15

Tol Laut

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Konsep Tol Laut Jokowi

Tol Laut adalah konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan oleh Presiden Joko
Widodo.[1] Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada
di nusantara. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat
diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok. Selain hal itu, pemerataan harga
Logistik setiap barang di seluruh wilayah Indonesia. Dikutip dari pidato Presiden Jokowi pada 5
April 2016, "Tol Laut untuk apa? Sekali lagi ini mobilitas manusia, mobilitas barang. Harga
transportasi yang lebih murah, biaya logistik yang lebih murah, dan akhirnya kita harapkan
harga-harga akan turun."
https://id.wikipedia.org/wiki/Tol_Laut

Kaji Tol Laut, Pro dan Kontra Terungkap


Kajian ini diawali dengan penjelasan definisi tol laut kepada para peserta. Sebab, tidak semua peserta
berasal dari FTK. "Kebanyakan mereka malah mengira tol laut adalah pembangunan jembatan. Padahal,
tol laut ini merupakan pengembangan transportasi dan logistik menggunakan kapal," ungkap Faisal
Rachman, Ketua Departemen Kajian Strategis (Kastrat) Himpunan Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan
(Himasiskal).
Usai penjelasan dari pihak Kastrat Himasiskal, sontak beberapa mahasiswa mulai mengangkat tangan
untuk mengajukan argumen mereka mengenai tol laut. Dari beberapa argumen tersebut, ternyata ada yang
pro dan ada yang kontra terhadap kebijakan tol laut ini.
Reza Eka contohnya. Ketua Departemen Kastrat Himpunan Mahasiswa Teknik Kelautan (Himatekla) ini
mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap tol laut. "Saya tidak setuju mengenai kebijakan ini karena
biayanya terlalu mahal. Seharusnya dana 60 triliun yang dianggarkan itu bisa digunakan untuk
pembangunan industri di kawasan Indonesia Timur," tegasnya.
Opini Reza ini diperkuat pula dengan pernyataan Bima Erza Zakaria, Ketua Himpunan Mahasiswa
Transportasi Laut. Menurut Bima, revitalisasi industri memang harus dilaksanakan terlebih dahulu. "Jika
industri sudah berkembang, maka jumlah permintaan barang akan meningkat sehingga bisa mewujudkan
kebijakan tol laut yang lebih baik," tambahnya.
Berbeda dengan Reza dan Bima, terdapat beberapa mahasiswa yang justru mendukung kebijakan tol laut
ini. Alasan mereka adalah dengan tol laut, maka ketersediaan barang di Indonesia akan merata sehingga
tidak akan ada lagi perbedaan harga barang yang cukup signifikan. Selain itu, tidak akan ada lagi istilah
transit ke Singapora terlebih dahulu jika ingin mengekspor barang ke Eropa.
Di akhir, berbagai tanggapan dan pendapat dalam kajian ini ternyata belum menemukan titik terang. Masih
ada yang pro dan kontra. Oleh karena itu, Faisal berencana ingin membuat kajian lanjutan dengan
mengundang dosen. "Tujuannya untuk membantu mencerahkan pikiran mahasiswa sesuai dengan
pandangan dosen. Karena Dosen pasti memiliki pengalaman yang lebih banyak," ujarnya.
Ia juga berharap, kajian ini bisa menjadi stimulus kepada para mahasiswa ITS untuk peduli dengan isu –
isu maritim. "Sudah sepatutnya isu tentang kemaritiman terus dikawal. Karena isu ini juga sangat sesuai
dengan visi ITS sebagai kampus maritim tertua di Indonesia," tegasnya. (pus/fin)
Berita Utama

https://www.its.ac.id/news/2014/10/03/kaji-tol-laut-pro-dan-kontra-terungkap/

Tol Laut Solusi Kesejahteraan Rakyat

Oleh: Eddy Cahyono S

Tenaga Ahli Kedeputian I Kantor Staf Presiden

“Kita telah lama memunggungi laut, samudera, selat, dan teluk. Sekarang saatnya kita
mengembalikan Jalesveva Jayamahe. Di laut kita jaya!"

(Pidato Joko Widodo dalam pengucapan sumpah sebagai Presiden RI 2014–2019, 20 Oktober
2014)

Jokowi telah memancangkan komitmen mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa


maritim, dengan memacu paradigma pembangunan maritim yang berkeadilan, yang
didedikasikan bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan pilihan strategi mengubah paradigma
pembangunan dari “Jawa-sentris” menjadi “Indonesia-sentris”.

Operasionalisasi kongkrit dari komitmen tersebut salah satunya ditempuh melalui


pengembangan Tol Laut, sebagai strategi menekan disparitas harga serta memeratakan
pembangunan ekonomi berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia serta peningkatan
konektivitas di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Pilihan strategi pengembangan Tol Laut sejatinya merupakan elaborasi dari pembangunan
inklusif, yang lebih mengedepankan keadilan ekonomi dengan memberikan fokus perhatian
lebih kepada wilayah Indonesia yang tertinggal terdepan dan terluar, agar dapat menikmati
harga-harga komoditas kebutuhan pokok dan lainnya relatif sama dengan yang dinikmati
oleh saudara-saudaranya di wilayah Indonesia lainnya.

Disamping itu, pengembangan Tol Laut juga sebagai pilihan cara untuk menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sekaligus menjadi anti-tesis dari paradigma
pembangunan eksklusif, yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata dengan
menafikan aspek pemerataan dan kesinambungan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Tol Laut sebagai salah satu program utama Presiden
Jokowi telah dicanangkan pada 4 November 2015, Program Tol Laut merupakan salah satu
pilar guna mendukung Indonesia menjadi negara poros maritim dunia dalam mewujudkan
visi Indonesia Hebat, sekaligus untuk menegaskan bahwa negara benar-benar hadir ke
seluruh daerah lewat kapal-kapal yang terjadwal rutin berlayar.

Tol Laut sebagai sebuah konsep dirancang untuk memperkuat jalur pelayaran yang ditujukan
bagi pemerataan pertumbuhan ke Indonesia bagian timur, menurunkan biaya logistik, juga
menjamin ketersediaan pokok strategis di seluruh wilayah Indonesia dengan harga relatif
sama sehingga kesejahteraan rakyat semakin merata.

Tol Laut memacu daya saing.

Sebuah studi yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan bahwa
biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari produk domestik bruto. Tingginya biaya
logistik tadi tidak hanya berdampak pada mahalnya barang-barang, namun juga menjadi salah
satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Di lingkup regional kondisi ini tentunya akan berdampak pada rendahnya daya saing
sislognas Indonesia, dimana berdasarkan survei World Bank, skor Indeks Kinerja Logistik
(Logistic Performance Index/LPI) Indonesia pada 2014 adalah 3,1 dengan peringkat 53.

Berdasarkan catatan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), biaya logistik
Indonesia pada 2014 sebesar 25,7% dari produksi atau nilai barang, sementara bila
dibandingkan dengan negara Asean lainnya, Indonesia masih jauh tertinggal. Pada 2014
biaya logistik Thailand 13,2%, Myanmar 13%, Singapura 8,1%, dan Vietnam 25%.

Program tol laut dirancang tidak hanya sekadar membangun konektivitas antara kawasan
Barat Indonesia dengan kawasan Timur Indonesia untuk kelancaran arus barang dan logistik
serta menekan biaya logistik saja. Namun Tol laut telah berkembang menjadi semacam
lokomotif bagi pembangunan di Indonesia, utamanya pembangunan di kawasan Indonesia
Timur.

Melalui program tol laut diharapkan akan dapat mempercepatat integrasi antara kawasan
pelabuhan dengan kawasan industri dan kawasan ekonomi, kawasan pertumbuhan ekonomi
serta kluster-kluster ekonomi untuk menopang kebutuhan akan arus barang dan logistik di
pelabuhan.

Tol laut juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara wilayah
Indonesia Barat dengan Indonesia Timur. Karena melalui program ini dikembangkan
kawasan industri atau kawasan ekonomi baru di sekitar pelabuhan utama maupun pelabuhan
pengumpul, agar terjadi keseimbangan pengangkutan barang.

Tol laut pada gilirannya akan mendorong berkembangnya kawasan-kawasan pertumbuhan


ekonomi yang baru. Setidaknya kehadiran tol laut akan melempangkan jalan suatu kawasan
yang akan dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada di kawasan itu, serta mendorong
ketersedian infrastruktur yang memadai.
Program Tol Laut ini merupakan bentuk terobosan Jokowi dalam mengatasi disparitas harga
dan kesenjangan pembangunan antara kawasan Timur Indonesia dengan kawasan Barat
Indonesia yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Tol laut secara bertahap telah terbukti berhasil menekan disparitas harga dengan terjadinya
penurunan harga kebutuhan pokok di wilayah timur Indonesia sekitar 20%-40%, disamping
itu juga terbukti mampu mendorong pemanfaatan potensi potensi ekonomi yang ada di
kawasan Timur serta membuka pasar baru untuk produk yang dihasilkan di kawasan
Indonesia Timur.

Evaluasi tahun 2018 terkait implementasi Tol Laut membawa secercah harapan akan
percepatan terwujudnya pembangunan inklusif yang berkeadilan, manfaat nyata telah
dirasakan rakyat Indonesia khususnya di wilayah timur, indikator sederhana dapat dicermati
dari telah terjadinya peningkatan mobilitas manusia, mobilitas barang, harga transportasi
yang lebih murah, biaya logistik yang lebih murah yang membawa manfaat turunnya harga-
harga diwilayah 3 T berkisar 20% sampai dengan 40%.

Harga semen di wilayah Wamena, Papua turun berkisar 35%, dari semula Rp 500.000 per
sak menjadi Rp 300.000 per sak. Daerah Wasior harga beras turun 4 %, semen 8 %, besi 10
% dan seng 9 %

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) dampak penurunan disparitas harga cukup terasa dibanding
Papua. Misalnya saja di Larantuka, penurunan harga kebutuhan pokok 5% hingga 15%,
disamping itu aktivitas ekonomi lokal mulai menggeliat dengan terjaminnya jalur transportasi
membawa produk ikan basah ke Surabaya, sementara di Rote NTT terjadi penurunan harga
kebutuhan pokok 6 % Hingga 13 %.

Pada tahun 2018 ini pemerintah Jokowi akan terus memacu pengembangan Program Tol
Laut dengan mengambil kebijakan strategis melalui penambahan trayek Tol Laut dari 13
menjadi 15 trayek, menambah 5 kapal ternak guna memastikan stabilisasi harga daging sapi,
serta mendistribusikan 100 kapal untuk mendukung program tol laut, dimana 50 di
antaranya merupakan kapal perintis yang juga disiapkan untuk kapal angkutan Lebaran.
Di samping itu juga sampai dengan tahun 2018 ini telah dilakukan pengembangan 5
pelabuhan utama (hub) dan 19 pelabuhan pengumpan (feeder), 162 pelabuhan perintis untuk
memastikan efesiensi jalur logistik barang-barang kebutuhan pokok, melalui transportasi laut
secara reguler menjangkau daerah-daerah terluar Indonesia guna menggeliatkan aktivitas
ekonomi regional.

Adanya Program Tol Laut dengan masifnya pengembangan pelabuhan perintis non komersil
dan pelabuhan peti kemas komersial secara perlahan tapi pasti juga telah membawa manfaat
nyata bagi meningkatnya aktivitas ekonomi lokal pada daerah-daerah yang dilalui, Dari
Pelabuhan Makassar pada tanggal 9 Maret 2018 telah dilakukan ekspor perdana Jagung
60.000 ton ke Philipina.

Berbagai dampak kebijakan strategis pengembangan Tol Laut merupakan indikasi awal yang
membuktikan bahwa perekonomian di daerah mulai bergerak naik. Ada pengiriman barang
yang berkelanjutan dan makin besar, distrisbusi barang dan jasa lancar dan harga bahan
kebutuhan pokok di masyarakat telah terkendali bahkan turun, dengan distribusi barang dan
jasa yang makin cepat dan tinggi, diharapkan akan bisa menekan biaya logistik nasional,
sekaligus menaikkan daya saing perekonomian lokal.

Kita tentunya berharap K/L dan pemerintah daerah dapat terus meningkatkan sinergitas
dalam mengembangkan hinterland dan kawasan industri berbasis produk unggulan daerah,
serta intermoda transportasi yang dapat mendukung berkembangnya perdagangan lokal guna
mengatasi masalah imbalance trade agar pengembangan Tol Laut dapat optimal tidak hanya
menekan disparitas harga, namun lebih jauh dapat mengkonversikan potensi ekonomi lokal,
agar memiliki nilai tambah dalam berkonstribusi memacu pembangunan inklusif, sebagai
jawaban terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara merata dan
berkeadilan. Semoga.

http://ksp.go.id/tol-laut-solusi-kesejahteraan-rakyat/
Dear Pak Jokowi, Program Tol Laut Masih
Banyak PR
EKONOMI
8 Desember 2018, 18:49:38 WIB

Ilustrasi (Dok. JawaPos.com)


JawaPos.com – Pembangunan infrastruktur Tol Laut merupakan realisasi dari janji
kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)
untuk memajukan maritim Indonesia. Keinginan itu didasari atas kemauan untuk
menghubungkan Indonesia yang merupakan negara kepulauan, serta
menggerakkan roda perekonomian secara efisien dan merata.

Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menilai


pembangunan tol laut saat ini sudah memberikan dampak positif bagi sejumlah
harga bahan pokok. Ia mengklaim sudah terjadi penurunan harga khususnya di
wilayah timur Indonesia.

“Tren penurunan harga ini harus dijaga, karena memang tol laut hanya memberikan
subsidi hanya pada angkutan lautnya, sedangkan barang setelah itu distribusikan
lagi ke end user melalui hinterland. Sehingga diperlukan kontrol untuk barang-
barang dari kapal tol laut, dari pelabuhan hingga ke masyarakat,” ujarnya kepada
JawaPos.com, Kamis (6/12).
Kendati harga kebutuhan pokok diklaim menurun, perbedaan harga antara Jawa dan
Papua masih besar. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional
menunjukkan, harga daging ayam di Kalimantan Utara, Papua dan Maluku sebesar
Rp 43.250, Nusa Tenggara Timur (NTT) Rp 49.350 per kilogram (kg).

Sementara itu, DKI Jakarta mencatat harga sebesar Rp 38.500 per kg dan Jawa
Barat sebesar Rp 35.400 per kg. Tidak hanya itu, harga minyak goreng juga tercatat
masih mahal di sejumlah wilayah. Seperti di Papua, harga minyak mencapai Rp
15.050 per liter, Kalimantan Timur Rp 16.400 per liter dan Maluku mencapai Rp
15.800 per liter. Sedangkan di Jawa Barat, harga minyak tercataat sebesar Rp
12.350 per liter dan DKI Jakarta Rp 12.950 per liter.

Kendati demikian, masih ada pekerjaan rumah (PR) lainnya yang harus diselesaikan
oleh Presiden Jokowi terhadap proyek Tol Laut. Salah satunya adalah meningkatkan
jumlah muatan kapal Tol Laut.

Pelni, misalnya. Sepanjang tahun berjalan ini, rata-rata okupansi (keberangkatan)


kapal Pelni di trayek tol laut mencapai sekitar 60 persen. Sementara untuk muatan
balik okupansi hanya menembus angka 6 persen.

Meski begitu, okupansi Pelni terbilang lebih baik ketimbang saat mulai merintis
trayek tol laut. Pada 2015, okupansi kapal Pelni sekitar 20-25 persen. Tahun-tahun
berikutnya, pelan-pelan meningkat, hingga akhirnya mencapai 90 persen pada 2017.

Sementara itu, data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat pada 2017,


realisasi muatan tol laut pada 2017 mencapai 212.865 ton, atau 41,2 persen dari
target 517.200 ton. Sementara realisasi muatan balik baru 20.274 ton.

“Untuk itu, pengembangan trayek tol laut harus diiringi dengan pengembangan
dikawasan timur untuk menunjang optimalisasi Tol Laut tadi,” kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ekonom Institute for Development of Economics
and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Ia menilai manajemen logistik di pelabuhan
harus diperbaiki.

“Ini disebabkan kurang pro aktifnya Pelni untuk gandeng pedagang lokal di sekitar
pelabuhan. Harusnya kapal yang bawa sapi waktu berangkat, pulangnya dia angkut
makanan ternak,” tuturnya.

“Kemudian frekuensi kapal tol laut juga masih kurang teratur. Masalah teknis
operasional yang harusnya selesai, sampai sekarang masih menghadapi persoalan
yang sama,” tambah Bhima.

Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf
Amin Johnny G Plate mengatakan, belum optimalnya penurunan harga logistik
disebabkan karena beberapa proyek pelabuhan masih tahap pembangunan. Ia
optimis harga sejumlah kebutuhan pokok dan barang akan turun jika proyeknya
rampung.

“Kalau yang belum dibangun itu masih mahal karena belum selelsai. Tidak bisa
dibangun seluruhnya selesai, tergantung ketersediaan dananya,” ungkapnya
Politisi NasDem ini menilai esensi dari pembangunan infrastruktur itu adalah
pembangunannya. Menurut dia, dampak dari infrastruktur tersebut tidak serta merta
langsung terasa.

“Yang paling penting itu jalur distribusinya dibangun dulu. Ini distribusinya banyak
yang tidak efisien dan terjadi inefisiensi. Misalnya ada pedagang perantra yang
mengambil untung lebih banyak dari harga petani atua peternak. Ada banyak faktor,”
jelas dia.

Selain itu, Johnny menegaskan jika dalam pembangunan infrastruktur, Presiden


Jokowi tidak tebang pilih. Ia berpendapat, seluruh infrastruktur baik darat, laut
maupun udara adalah hal penting yang tidak bisa diabaikan demi kemajuan bangsa
dan negara.

“Infrastruktur darat, laut, udara, itu seluruhnya. Infrastruktur dalam rangka


konektivitas nasional. Jadi semuanya penting,” pungkasnya.

https://www.jawapos.com/ekonomi/08/12/2018/dear-pak-jokowi-program-tol-laut-masih-banyak-
pr/

Menyorot Kembali Urgensi Tol Laut


29 Desember 2014 19:03 Diperbarui: 17 Juni 2015 14:14 1 0 1

Masih banyak diperbincangkan isu-isu masalah tol laut akhir-akhir ini. Ditambah dengan
dilantiknya mantan Gubernur DKI Jakarta ini menjadi Presiden RI yang mempunyai visi
untuk membangun tol laut. Bahkan mungkin masih banyak orang yang mengira bahwa tol
laut merupakan jalan tol diatas laut. “Tol laut merupakan jalur khusus lalu lintas kapal-kapal
besar pengangkut logistik” ujar Jokowi . Jokowi merencanakan tol laut ini nantinya bisa
digunakan kapal besar untuk pengangkut barang-barang logistik hingga keseluruh pelosok
Indonesia. Untuk kapal besar yang dimaksud berukuran 3000 TEUS* (twenty foot equivalent
units). Yaitu kapal yang berstandarisasi secara global untuk yang berkapasitas besar untuk
mengangkut barang-barang antar pulau.

Tol laut tersebut dibangun agar dapat menghemat biaya pengiriman dan menyamakan harga-
harga barang dengan di pulau jawa. Hal ini dikarenakan harga barang yang berada di luar
pulau jawa cenderung lebih mahal hingga berkali lipat dibanding harga barang di Jawa.
Seperti contohnya semen di jawa seharga 50 ribu sedangkan harga semen di papua bisa
berlipat ganda sampai 1 juta rupiah dikarenakan biaya transport yang mahal. Selain itu,
Menteri Kelautan Susi Pujiastuti berpendapat dengan adanya tol laut tentu akan menjadikan
Negara Indonesia menjadi poros maritim dunia dengan wilayah kepulauannya.

Namun faktanya di Indonesia itu masih belum cukup siap dengan adanya tol laut. Misalnya
Kapal 3000 TEUS hanya bisa bersandar di pelabuhan dengan kedalaman minimal 12 meter,
namun pelabuhan di Indonesia hanya berkisar 6-8 meter saja. Permasalahan yang lain yaitu
pada anggaran dana yang ada. Dapat dari mana dana untuk membeli kapal tersebut dan
membangun pelabuhan, apabila hanya dari APBN tentu saja dana tersebut masih akan sangat
kurang. Karena hanya 15% anggaran dana dari APBN yang akan diberikan untuk tol laut
tersebut. Dan saat ini kapal terbesar di Indonesia hanya berkapasitas 1700 TEUS. Kapal
dengan kapasitas tersebut akan sangat kurang efisien jika digunakan untuk mengangkut
barang logistik sekali jalan. Selain itu juga komoditas di Indonesia belum sepenuhnya merata.
Seperti halnya di Indonesia timur yang cenderung lebih minim komoditas disbanding dengan
di pulau jawa. Sehingga kapal tersebut berangkat penuh dan akan pulang hanya bermuatan
kosong.

Masyarakat perlu mengambil sikap kritis dan memberikan sejumlah saran serta tanggapan
terkait tol laut yang menjadi kebijakan pemerintah mendatang. Agar masyarakat lokal tidak
menjadi korban dari perilaku pembangunan yang kemungkinan tidak ramah lingkungan dan
sosial tersebut. Hal ini dikarenakan adanya beberapa pro dan kontra pandangan dengan
progam tol laut tersebut. Memang jika dilihat dari segi keuntungan adanya tol laut dapat
mempermudah pengiriman logistik, namun tentu saja progam ini masih mempunyai beberapa
kerugian yang bisa berdampak besar untuk kedepannya.

Banyak anggapan terhadap kerugian yang ditimbulkan dari tol laut tersebut. Kerugian yang
akan dirasakan yaitu terhadap ekosistem laut. Hal ini dikarenakan jika pelabuhan-pelabuhan
di Indonesia diperbesar maka bisa dipastikan akan merusak ekosistem di sekitar pesisir
tersebut. Tidak terkecuali hutan-hutan bakau ataupun mangrove disekitar pesisir yang
berfungsi sebagai pemecah ombak, kemungkinan besar akan terancam ekosistemnya.
Tentunya hal ini bisa saja mengakibatkan banjir maupun abrasi oleh air laut sewaktu-waktu.
Kapal-kapal tersebut juga membutuhkan kedalaman laut yang lebih, yang bisa merusak
terumbu–terumbu karang yang ada di jalur tol laut tersebut karena dangkalnya pelabuhan di
Indonesia. Sehingga akan berdampak pada komoditas ikan di Indonesia karena telah rusaknya
habitat mereka dan akan berpengaruh pada pendapatan para nelayan kecil di Indonesia.

Tanggapan kontra lain yang ditimbulkan tol laut yaitu pada masalah keamanan barang-barang
tersebut. Kurangnya tingkat keamanan laut di Indonesia tentu menjadi acuan tindak kriminal
seperti pembajakan kapal. Tidak terkecuali juga permasalahan sosial yang akan ditimbulkan
tol laut tersebut. Bilamana masyarakat yang akan menjadi targetnya kurang antusias dengan
hal tersebut dan justru tidak mau menerima perubahan tersebut.

Untuk tol laut tersebut akan dibangun di beberapa pelabuhan-pelabuhan yang berpotensi
untuk dikembangkan di Indonesia. Diantaranya Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Tanjung
Priok, Pelabuhan Palangkaraya, Pelabuhan Tanjung Perak, dan pelabuhan besar lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penduduk di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak, mereka
merasa kurang setuju dengan adanya tol laut, karena disamping akan menggangu
perekonomian mereka tentunya juga akan meningkatkan pencemaran lingkungan oleh kapal-
kapal besar tersebut. Dengan kata lain dapat dimungkinakan dengan adanya tol laut tersubut
akan menyebakan kurangnya kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya masyarakat pesisir tapi
juga seluruh rakyat Indonesia, karena 40% alur perdagangan melalui laut. Selain itu mereka
beranggapan dari pada menggunakan dana untuk hal yang masih pro dan kontra seperti itu
ada baiknya jika digunakan untuk memperbaiki atau mengembangkan perekonomian di
Indonesia terutama bagi pelabuhan-pelabuhan besar yang menjadi sarana penghubung
perdagangan antar wilayah maupun negara, sehingga perekonomian bisa meningkat.
Memang adanya tol laut sangat membantu transpot barang di Indonesia. Akan tetapi jika
direncanakan lebih matang lagi apakah nantinya pembangunan di Indonesia bisa
berkelanjutan (sustainable development). Karena pembangunan yang berkelanjutan harus
mempertimbangkan 3 pilar aspek yaitu aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial.
Aspek lingkungan yang berupa kelestarian terhadap lingkungan dengan adanya
pembangunan. Aspek ekonomi yang berpengaruhnya terhadap pendapatan dari pulau-pulau
yang menjadi tujuan tol laut. Dan Aspek sosial yang merupakan aspek pendukung untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tol laut tersebut. Maka ketiga hal tersebut
akan saling berpengaruh satu sama lain, sehingga aspek-aspek tersebut harus seimbang.
Apakah tol laut akan hanya menjadi isapan kata semata ataupun bisa direalisasikan tentunya
hal tersebut menjadi tanggung jawab kedepan bagi kita bersama.
https://www.kompasiana.com/rivan42/54f91a10a33311ed068b46ba/menyorot-kembali-urgensi-
tol-laut

Tol Laut, antara Logistik dan


Transportasi : 5.017
SISWANTO RUSDI- Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN)
A+ A-
SISWANTO RUSDI
Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN)

Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla
akhirnya mengucapkan sumpah sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-
2019 di hadapan sidang MPR RI. Bagi pemerhati dan pengamat kemaritiman yang
menarik dari prosesi pelantikan mereka berdua adalah pernyataannya bahwa “Kita
telah lama memunggungi laut, samudera, selat, dan teluk. Sekarang saatnya kita
mengembalikan semua sehingga tercapai Jalesveva Jayamahe kembali
membahana di laut kita jaya."

Dengan mengutip Bung Karno, Jokowi (begitu ia biasa dipanggil) lebih lanjut
mengatakan, “Untuk membangun Indonesia kuat, makmur, dan damai yakni
cakrawati samudera, diperlukan jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan
hempasan ombak yang menggulung.”

Singkat cerita, kemaritiman menjadi salah satu alas strategi penting bagi dia dalam
mewujudkan visinya menjadikan Indonesia Hebat. Komitmen yang kuat kepada
kemaritiman mantan wali kota Surakarta itu sudah terlihat ketika ia mengusung
gagasan tol laut saat kampanye pilpres lalu. Sejak diluncurkan, ide tentang tol laut
tersebut memantik pro dan kontra. Sampai saat ini pun masih saja menjadi buah
bibir publik, khususnya mereka yang bergelut di sektor kemaritiman.

Tetap hangatnya (baca: kontroversial) isu tersebut berangkat dari kondisi bahwa ia
sampai hari ini kita tidak memiliki blueprint resmi yang dikeluarkan oleh sang
presiden terpilih terkait gagasannya itu. Benar bahwa gagasan tol laut itu kini sudah
memiliki bentuk yang cukup jelas, tetapi ini lebih merupakan persepsi eksternal
terhadapnya. Apakah bentuk itu juga sebangun-seruang dengan yang ada dalam
pemikiran Presiden terpilih Joko Widodo, kita tidak tahu.

Karena itu, kita berharap besar kepada Jokowi agar sesegera mungkin menjelaskan
secara gamblang konsep tol laut yang ia gagas dalam masa kampanye pemilihan
presiden. Penjelasan itu nanti diharapkan akan menjadi tafsir paling otoritatif
terhadap tol laut dan bagian integral dari kebijakan nasional selama lima tahun ke
depan. Bisa jadi dari sisi legal-formal tol laut itu dituangkan dalam bentuk perpres,
keppres, dan sebagainya.

Dengan begini, kontroversi tol laut dapat diakhiri. Adapun penjelasan yang ditunggu
publik antara lain asal-usul istilah dan pendekatan teknis (technical approach). Ada
ungkapan what is a name? Apalah artinya sebuah nama, ia tidaklah penting. Mawar
tetaplah mawar walaupun mungkin ia diberi nama lain.

Namun, selalu ada cerita di balik sebuah nama. Tol laut disebut-sebut merupakan
sinonim dari konsep pendulum. Sementara bagi komunitas kemaritiman mondial
yang dimaksud dengan pendulum adalah “a set of sequential port calls from at least
two maritime ranges, commonly including a transoceanic service and structured as a
continuous loop.”

Pendulum pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan pelayaran Amerika Serikat


SeaLand pada 1962 dengan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan New York, Los
Angeles, dan Oakland melalui Terusan Panama. Ketika pulang, armada pendulum
ini menyinggahi San Juan, Puerto Rico. Kini Sea-Land tergabung dalam Maersk
Line. Apakah dengan mengusung tol laut ada upaya untuk memasukkan pelayaran
tersebut ke Indonesia? Ada kabar, kapal-kapal milik mereka yang berukuran 3.000
TEU tengah menganggur di Eropa.

Logistik vs Transportasi

Yang juga perlu dijelaskan oleh Jokowi adalah pendekatan teknis dalam
menjalankan gagasan tol lautnya. Ada dua pendekatan dalam hal ini yaitu
pendekatan logistik dan pendekatan transportasi. Mana yang dia lebih utamakan:
pendekatan logistik atau transportasi.

Saat ini dalam dinamika wacana tol laut yang berkembang pendekatan yang
dominan adalah pendekatan logistik. Pendekatan logistik ditandai dengan lebih
mengedepannya peran para middle man (forwarder) dibanding pengangkut atau
operator kapal. Selain para forwarder, pendekatan ini juga memberi tepat yang relatif
besar kepada pengelola pelabuhan. Lihatlah bagaimana sepak terjang mereka sejak
gagasan tol laut dimunculkan dalam kampanye pemilihan presiden.

Para middle man dan pengelola pelabuhan sontak mendukung gagasan tol laut,
padahal mereka tidak tahu apa yang diinginkan Jokowi. Mereka menguasai wacana
di media massa dengan keywords-nya “sistem logistik”, “pengembangan
pelabuhan”, dan sebagainya. Sang presiden terpilih sepertinya terjebak dalam
pusaran para pelaku pendekatan ini. Ia bertemu dan bicara dengan para forwarder
dan pengelola pelabuhan dan berkunjung ke sana.
Padahal, jika mengacu pada istilah tol laut, pendekatan yang sebaiknya diutamakan
adalah pendekatan transportasi. Layaknya tol di darat, di mana yang
menggunakannya tentulah mobil dan truk, tol laut yang menggunakannya adalah
kapal. Sayang, sejak muncul ke permukaan tol laut terkesan mengesampingkan
perusahaan pelayaran.

Dari pihak presiden terpilih juga tidak terdengar kabar bahwa dia bertemu pelaku
usaha pelayaran dan mendiskusikan tol laut. Kondisi asimetris tadi menyebabkan
sampai saat ini tol laut tidak memiliki gambaran terkait siapa yang akan
mengoperasikan kapal dengan kapasitas 3.000 TEU; BUMN-kah atau swastakah.
Insentif dan disinsentif seperti apa yang akan diberikan kepada operator kapal yang
bersedia mengisi slot yang tersedia nanti.

Tol laut tidak hanya terkait pengembangan pelabuhan atau pengumpulan dan
pengiriman (to forward) barang. Gagasan ini juga menyangkut kapal sebagai alat
angkut yang tugasnya mengunjungi pelabuhan yang telah dikembangkan dan
mengangkut barang yang telah dikumpulkan di sana.

Dalam bukunya, The Influence of Sea Power Upon History 1660- 1783 , Capt. A. T.
Mahan, seorang ahli strategi maritim terkenal mengatakan “...the necessity of a
navy, in the restricted sense of the word, springs, therefore, from the existence of a
peaceful shipping ...”.

Jadi, jangan tinggalkan pelayaran dalam wacana tol laut. Selamat mengemban
tugas untuk Anda berdua, Pak Jokowi dan Pak JK. Jalesveva Jayamahe.
https://nasional.sindonews.com/read/914026/18/tol-laut-antara-logistik-dan-transportasi-
1413962146

Duh! Program Tol Laut Dinilai


Belum Berhasil Turunkan
Harga, Apa Alasannya?
ant, Jurnalis · Jum'at 11 Agustus 2017 19:29 WIB
JAKARTA - Implementasi program tol laut yang digagas pemerintah dinilai
tidak efektif dalam menekan harga. Agar program tol laut berjalan sesuai tujuan
pemerintah, pengelolaan program ini dinilai akan lebih optimal jika diserahkan
kepada pelayaran swasta yang sudah lebih dahulu melayari pulau-pulau di
Indonesia.
“Biaya subsidi tol laut sangat besar, tetapi tidak efektif menekan harga di daerah-
daerah tujuan tol laut,” kata Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo, Jumat
(11/8/2017).
Menurutnya, pelayaran swasta sudah lebih dulu melayari daerah-daerah di seluruh
Indonesia dengan 14.000 kapal, sedangkan kapal tol laut baru 6 kapal. Artinya,
tanpa tol laut pun, distribusi barang sudah jalan. Dia mencontohkan di Papua yang
menjadi daerah tujuan tol laut. Sebelum program ini dijalankan, harga beras di
Papua pada waktu itu sudah Rp13.000 per kilogram.
“Saat kami berkunjung ke sana, sekarang setelah ada tol laut ke Papua, harga beras
malah lebih mahal. Kenapa bisa begitu? Ini membuktikan tol laut yang disubsidi
tidak berdampak ekonomi, tidak bisa menekan disparitas harga,” tuturnya.
Menurut Bambang, tidak adanya dampak pada penurunan harga barang karena tol
laut tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab
dalam melakukan stabilisasi harga barang seperti Bulog dan Pertani.
Yang memanfaatkan program ini justru pedagang yang menyesuaikan harga
dengan mekanisme pasar. Para pedagang ini tidak berkomitmen berdagang sesuai
regulasi, yakni tidak ada regulasi harga, distribusi, dan kualitas barang. Akhirnya,
harga barang-barang tetap tinggi.
Bambang menambahkan, meski konsep dan tujuannya bagus, untuk menekan
disparitas harga tidak cukup dengan memberikan subsidi terhadap kapal
pengangkut.
“Transportasi laut dikatakan sebagai penyebab disparitas harga selama ini itu
keliru, karena transportasi laut hanya berkontribusi 5% terhadap harga barang.
Sisanya yang paling banyak berkontribusi adalah biaya distribusi ke pedalaman.
Selama ini distribusi ke pedalaman menggunakan pesawat-pesawat perintis. Inilah
yang membuat mahal,” tuturnya.
Bambang memberikan saran, untuk menekan disparitas harga di pedalaman
Indonesia, bukan hanya tol yang diperhatikan. Di Indonesia, panjang jalan darat
keseluruhan mencapai 530.000 km, dan 60%-70% kondisinya rusak dan susah
dilalui kendaraan. Sedangkan jalan tol totalnya hanya 1.000 km. “Jika jalanan di
Indonesia diperbaiki, jalur darat akan terbantu sehingga distribusi barang berjalan
lancar. Dengan demikian dapat menekan disparitas harga,” kata dia.
Pemerintah sebaiknya menumbuhkan perekonomian daerah setempat, sehingga
bisa memberikan barang bawaan balik bagi kapal-kapal pengangkut barang saat ke
pedalaman. “Pemerintah tak perlu membuang-buang anggaran dengan tol laut,
berikan saja kepada swasta yang selama ini sudah menjalaninya,” ucap Bambang.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi Tetap Sarana dan Prasarana
Perhubungan KADIN Indonesia, Asmary Herry. Menurutnya, program tol laut
yang sudah berjalan 2 tahun belum dapat menekan disparitas harga. Harga barang
bukan hanya ditentukan ongkos freight (pengapalan), angkutan laut hanya salah
satu penentu harga.
“Memang biaya pengapalan sudah turun dengan tol laut, tetapi apakah harga
barang di daerah ikutan turun? Belum tentu,” ucapnya dengan tanda tanya.
Berdasarkan data salah satu perusahaan pelayaran nasional, ongkos freight Jakarta-
Papua, misalnya pada 2 tahun lalu Rp10 juta. Setelah ada tol laut menjadi Rp 5
juta.
"Apakah harga semen, misalnya di Papua ikut turun sesuai penurunan ongkos
freight," kata Asmary.
Dia menambahkan, tol laut dengan subsidi dari pemerintah dengan sistem sekarang
ini biayanya sangat besar, bisa dihemat dengan sinergi dengan swasta tentunya.
“Soal mekanisme penetapan swasta yang sudah lebih dulu melayari rute tersebut
ya diserahkan ke pemerintah,” tutur Asmary.
https://economy.okezone.com/read/2017/08/11/320/1754341/duh-program-tol-laut-dinilai-belum-
berhasil-turunkan-harga-apa-alasannya

Anda mungkin juga menyukai