Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. A

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Tanggal lahir : 25 Maret 1959

• Usia : 62 tahun 8 bulan 14 hari

• Alamat : Purwakarta

• Tanggal masuk : 06 Desember 2020

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Muntah darah

Anamnesis Khusus

Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak 1 hari yang lalu. Muntah darah

sebnayak 2x dan berwarna merah agak kehitaman. Keluhan disertai pusing, mual, dan lemas

badan. Keluhan juga disertai batuk sejak 1 minggu yang lalu dan demam sejak 2 minggu

yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-)

Diabetes melitus (-)

Pernah muntah darah 1x pada saat 3 bulan yang lalu namun tidak berobat.

1
Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


• Kesadaran : Composmentis
• Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 139/62
 Nadi : 78 bpm
 Respirasi : 22x/menit
 Suhu : 37.3 C
 Spo2 : 99%

• Kepala

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya

pupil (+/+), pupil bulat, isokor, 3mm/3mm.

Hidung : deviasi septum (-/-), PCH (-/-), sekret (-/-)

Telinga : normal, simetris, sekret (-/-)

Mulut : bibir kering, perioral sianosis (-), mukosa buccal basah

• Leher : tidak teraba pembesaran kgb, JVP tidak meningkat

• Thoraks :

Paru : Inspeksi : pergerakan dada simetris kanan=kiri, retraksi (-)

Palpasi : pengembangan paru simetris kanan=kiri

Perkusi : ka=ki sonor

Auskultasi : VBS ka=ki (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-),

2
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis terletak di ICS IV midclavicular line

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : S1 S2 murni, regular, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen : Cembung, BU (+), ascites (+), caput medusa (-)

• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, sianosis perifer (-),

edema tungkai (-/-)

• Status Motorik : 5/5/5/5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium
Tanggal 06/12/2021

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Hematologi Rutin
Hemoglobin 3.5 g/dL 10.7-14.7
Hematokrit 12.0 % 32-39
Leukosit 4.8 5.5-15.5
Eritrosit 1.73 4-5.2
Trombosit 103 217-497
MCV 69 fL 74-86
MCH 20.2 pg 26-31
MCHC 29.2 g/dL 33.2-37.0
Hitung Jenis Lekosit
Basophil 0% 0-1
Eosinophil 0% 1-5
Batang 0% 3-6
Segmen 64 % 25-60
Limfosit 28 % 25-50
Monosit 8% 1-6
Kimia
Gula Darah Sewaktu 136 mg/dL 65-100
Ureum 27 mg/dL 10-50
Creatinine 1.16 mg/dL 0.6-1.2

Tanggal 07/12/21

3
Serologi
HBs Ag Rapid Reaktif Non-reaktif

Tanggal 08/12/21

Kimia
SGOT 31 U/L < 37
SGPT 15 U/L < 40

Foto Rontgen Thorax


Tanggal 60/12/2021
Cor membesar
Sinuses dan diafragma normal
Pulmo:
Hillus normal
Corakan paru bertambah
Tak tampak opasitas inhomogen
Kranialisasi (-)
Kesan:
Kardiomegali tanpa bendungan paru
Tak tampak pneumonia

Foto USG Upper Abdomen

Tanggal 09/12/2021

Hepatobiller:

Hepar lobus kiri sedikit membesar, permukaan hepar irregular, tekstur parenchim

inhomogen kasar. Tidak tampak nodul/massa. V porta dan V hepatica tak melebar.

Ductus biliaris intrra dan extra hepatal tak melebar, tak tampak batu. Tampak koleksi

cairan bebas di sekitar hepar.

4
Kd empedu: besar normal, dinding menebal, tampak 2 buah lesi hyperechoic dengan

acustic shadow, terbesar berukuran lk. 0.97 cm

Kesan:

Sirosis hepatis disertai splenomegaly dan ascites


Cholelithiasis ( 2 buah, terbesar lk. 0.97 cm )

5
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Sirosis hepatis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan

penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang

terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis

hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.

SH merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hepar progresif yang ditandai dengan adanya

distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodul regenerative.

Gambaran morfologi : perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular

intrahepatik dan pembuluh darah hepar aferen (vena porta dan arteri hepatik) dan eferen

(vena hepatik)

Epidemiologi

- Penyebab kematian ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker pada usia 45-46

tahun

- Laki : perempuan = 1,6 : 1

- Rata-rata usia : 30-59 tahun

- Puncak usia : 40-49 tahun

- Indonesia : Akibat hep. B : 21,2-46,9%. Akibat hep. C : 38,7-73,9%

6
Etiologi

Klasifikasi
 Berdasarkan klinis dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Sirosis Hati Kompensata; yang ditandai belum adanya gejala klinis yang nyata

2. Sirosis Hati Dekompensata; yang ditandai dengan gejala dan tanda klinis yang sangat

jelas

 Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis yaitu:

1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati

mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular

besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi

makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

7
2. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,

mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya

ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Diagnosis
Paling sering asimptomatik. Pada stadium kompensata sempurna kadang sangat sulit

menegakkan diagnosis SH bisa dibantu dengan pemeriksaan laboratorium, serologi atau

biokimia, radiologi. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala

dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk SH

8
Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya

Tatalaksana

1. Sirosis Kompensata

• Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi

progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,

diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati

dihentikan penggunaannya.

• Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik

• Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi

utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari

selama satu bulan

9
• Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama

4-6 bulan

• Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali

seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan

• Pada pasien sirosis hati terkornpensasi dapat diberikan protein 1,O-1,2 g/kgBB/hari,

sedangkan bila disertai malnutrisi dengan asupan tidak adekuat diberikan 1,5 g/

kgBB/hari.

2. Sirosis Dekompensata

 Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan

pemberian spironolakton dengan dosis 100- 200 mg sehari. Respon diuretic bisa

dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1

kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa

dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid

bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.

Komplikasi

1. Hipertensi Portal

HP adalah peningkatan Hepatic Venous Pressure Gradient (HVPG) >5 mmHg. Bila

gradien tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena porta dan inferior vena cava)

>10-12 mmHg

2. Ascites

Hipoalbuminemia akibat disfungsi hepar dan disfungsi ginjal yang mengakibatkan

akumulasi cairan pada peritoneal

10
- Tatalaksana :

- Tirah baring

- Diet rendah garam (5,2 gram atau 90 mmal/hari)

- Bila tidak berhasil maka dikombinasikan dengan spironolakton 100-200mg/hari

- Respon diuretik dapat dinilai dengan BB yang menurun 0,5kg/hari tanpa edema dan

1kg/hari dengan edema

- Kombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40mg/hari, dosis maks. 160mg/hari

- Pengeluaran cairan ascites 4-6 L perlu diberi albumin

3. Varices Gastroesofagus

Dapat ditegakkan dengan esofagogastroduodenoskopi. Pencegahan agar tidak terjadi

perdarahan VE yaitu dengan obat golongan β-blocker (propanolol) maupun ligasi

varices. Jika terjadi perdarahan maka resusitasi cairan kristaloid/koloid pengganti

darah

4. Peritonitis Bacterial Spontan

- Banyak terjadi akibat infeksi cairan ascites

- Bakteri penyebab SBP : E. coli, Streptococcus viridans, Staphylococcus amerius

- Diagnosis SBP dapat ditegakkan dengan sampel cairan ascites mengandung neutrofil

>250m m3

- Tatalaksana : obat golongan sefalosforin generasi 2 atau sefotaksim 2gr IV 3x1

selama 5 hari

5. Enselopati Hepatikum

11
- Faktor risiko : infeksi, perdarahan, ketidakseimbangan elektrolit, dan kondisi

hiperammonia

- Tatalaksana : laktulose, neomisin (antibiotik yang tidak diabsorbsi mukosa usus)

untuk mencegah EH

6. Sindroma Hepatorenal

- Ditemukan pada SH tahap akhir

- SHR tipe 1 : gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan kreatinin clearance

bermakna selama 1-2 minggu

- SHR tipe 2 : penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin,

prognosis lebih baik

- Tatalaksana : transplantasi hepar

Prognosis:

Tergantung pada sebab dan penanganan etiologic yang mendasari penyakit. Beberapa

system skoring dapat digunakan untuk menilai keparahan SH dan menetukkan

prognosisnya. System skoring ini anatara lain skor CTP (Child Turcotte Pugh) dan

MELD (Model end stage liver disease), yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan

rencana transplantasi hati.

12
• CTP-A (5-6 poin), penyakit terkompensasi baik, angka bertahan hidup tahun 1 dan 2

yaitu 100% dan 85%

• CTP-B (7-9 poin) angka bertahan hidup tahun 1 dan 2 yaitu 81% dan 60%

• CTP-C (10-15 poin) angka bertahan hidup tahun 1 dan 2 yaitu 45% dan 35%

13

Anda mungkin juga menyukai