Anda di halaman 1dari 10

2.

Keluarga
Menjelaskan perubahan perkembangan dalam relasi orang tua-anak, orang tua
sebagai manager, serta perubahan sosial dalam keluarga

A. PERUBAHAN PERKEMBANGAN DALAM RELASI ORANG TUA-ANAK


Ketika anak-anak menuju masa kanak-kanak perrengahan dan akhir, orang tua
semakin sedikit menghabiskan waktu bersama mereka. Meskipun orang tua
meluamgkan lebih sedikit waktu dengan anak-anak di masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir dari pada di awal, orang tua tetap sangat penting dalam
kehidupan anak-anak mereka. Nilai yang di berikan oleh orang tua terhadap
pendidikan dapat memberikan perbedaan besar dalam prestasi anak di sekolah.
Orang tua tidak hanya memengaruhi prestasi sekolah anak-anak, namun juga orang
tua membuat keputusan tentang aktivitas anak-anak di luar sekolah.Partisipasi
anak-anak dalam aktivitas seperti olah raga,
musik dan aktivitas lainnva sangat dipengaruhi oleh sejauh mana orang tua
mendaftarkan dan mendukung partisipasi mereka.
Anak-anak tingkat sekolah dasar cederung menerima lebih sedikit hukuman fisik
daripada tingkat prasekolah. Alih-alih memukul atau memaksa, orang tua lebih
menyukai hukuman seperti mencabut fasilitas, menstimulasi penghargaan diri anak.
komentar yang ditujukan untuk meningkatkan rasa bersalah anak, dan pernyataan
Bahwa anak bertanggung jawab terhadap tindakannya.Di masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir, beberapa kendali dapat diransfer
dari orang tua ke anak. Proses in berlangsung secara bertahap, dan menghasilkan
ko-regulasi, alih-alihkendali hanya dari anak atau orang tua saja.

ORANG TUA SEBAGAI MANAJER


Orang tua herperan penting sebagai manajer bagi kesempatan-kesempatan yang
dimiliki anak-anak, seperti mengawasi perilaku mereka, dan juga sebagai inisiator
Sosial serta pengarah, ibu cenderung lebih berperan sebagai manajer dalam
pengasuhan dari pada ayah.
Diantara praktik manajemen keluarga yang paling penting dalam hal ini adalah
mempertahankan struktur dan organisasi lingkungan keluarga, seperti menciptakan
rutinitas mengerjakan pekerjaan rumah, tugas, waktu tidur dan sebagainya, serta
mengawasi prilaku anak secara efektif.

KELUARGA TIRI
Orang Tua membutuhkan waktu untuk mmenikah, memiliki anak, bercerai, dan
menikah kembali,
Akibatmya , ada lebih banyak anak-anak sekolah dasar dan sekolah lanjutan di
bandingkan anak-anak bayi alau prasekolah yang hidup bersama keluarga tiri.
Akhir akhir ini jumlah orang yang menikah kembali beserta anak anaknya terus
bertambah. Demikiam pula, jumlah perceraian di antara pasangan yang menikah
kembali mencapai 10 persen lebih besar di bandingkan jumlah perceraian di
pernikahan pertama. Sekitar setengah dari anak-anak yang orang tuanya bercerai
akan memiliki orang tua tiri setelah empat tahun bercerai.
Orang tua yang menikah kembali menghadapi sejumlah tugas unik. Pasangan harus
mendefinisikan dan memperkuat pernikahan mereka di waktu yang sama mereka
juga harus bernegoisasi kembali mengenai relasi dengan orang tua kandung serta
membina relasi antara orang tua tiri- anak tiri dan antarsaudara tiri

Tiga tipeumum dari struktur keluarga tiri adalah (1) ayah tiri, (2) ibu tiri. dan (3)
campuran
atau kompleks. Dalam keluarga dengan ayah tiri. biasanya ibu yang diserahi
Pengasuhan merelihara anak-anak, menikah kembali, memperkenalkan ayah tiri ke
dalam hidup anak-anak. Dalam keluarga dengan ilu tiri, biasanya ayah yang diserahi
pengasuhan memelihara anak-anak, menikah kembali memperkenalkan ibu tiri ke
dalam hidup anak-anak. Dalam keluarga tiri campuran atau kompleks. kedua orang
tua membesarkan anak-anak dari pernikalan sebelumnya dan mereka tinggal di
dalam keluarga tiri yang baru.

Dalam analisis longitudinal terbaru dari E. Mavis Hetherington (2006), anak-anak


dan remaja yang ringgal di keluarga tiri sederhana (ayah tiri atau ibu tiri) selama
Beberapa tahun telah menyesuaikan diri dengan lebin baik daripada di tahun-tahun
Pertama dan mulai berfungsi dengan baik dibandingkan dengon anak-anak dan
remaja
Di keluarga yang tidak bercerai namun berkonflik. dan juga keluarga tiri yang
kompleks lebih dari 75 persen reimaja di keluarga tiri Sederhana menjelaskan relasi
mereka dengan keluarga tirinya dengan "Akrab" atau sangar Akrab.
Hetheringiam (2006) menyimpulkan bahwa di keluarga tiri sederhana yang telah
lama berlangsung, remaja diuntungkan dengan kehadiran orang tua tiri dan sumber
daya yang diberikan oleh mereka.

Sering Kali anak-anak memiliki relasi yang lehih baik dengan orang tua yang
mereliharanya (Ibu di dalam keluarga dengan ayah tiri, ayah di dalam keluarga
dengan ibu tiri) dibandingkan dengan orang tua tiri.
Di samping itu, anak-anak dalam keluarga sederhana (ibu tiri, ayah tiri) sering kali
memperlihatkan penyesuaian yang lebih baik dibandingkan anak-anak lain dalam
keluarga yang kompleks (campuran) (tetheringion & Kelly, 2002). Seperti dalam
keluarga yang bercerai, anak-anak dalam keluarga tiri memperlihatkan
lebih banyak masalah penyesuaian dibandingkan anak-anak dalam keluarga yang
tidak bercerai (Hetheringion.Bridges. & Isabella, 1998; Hetheringion Er Kelly, 2002).
Masalah penyesuaian tersebut serupa dengan masalahyang ditemukan pada anak-
anak dari orang tua yang bercerai - masalah akademis dan penghargaan-diri rendah.

3. Kawan-kawan sebaya
Memgidentifikasi perubahan dalam relasi kawan-kawan sebaya di masa kanak-
kanak pertengahan dan akhir.
PERUBAHAN PERKEMBANGAN
ketika anak anak memasuki tahun tahun sekolah dasar. Hubungan timbal balik
menjadi hal yang penting dalam relasi dengan kawan kawan. Para peneliti
memperkirakan bahwa presentase waktu yang di gunakan di dalam interaksi sosial
dengan kawan kawan meningkat dari sekitar 10 persen di usia 2 tahun hingga 30
persen di masa kanak kanak pertengahan dan akhir. Dalam sebuah study klasik,
sebuah sekolah dasar umumnya mencakup sekitar 300 episode dengan kawan
kawan sebaya. Ketika anak-anak memasuki masa kanak kanak pertengahan dan
akhir, ukuran kelompok menjadi bertambah besar dan pemantauan dari orang
dewasa terhadap interaksi dengan kawan sebaya berkurang.

STATUS KAWAN SEBAYA


Pemeriksaan status sosiometrik dilakukan dengan cara meminta anak-anak
membuat
penilaian sejauh mana mereka menyukai atau tidak menyukai masing-masing
kawan
sekelasnya. Pemeriksaan ini juga bisa ditempuh dengan cara meminta anak-anak
untuk
merilih kawan-kawan yang poling mereka sukai dan paling tidak mereka sukai.
Para ahli perkembangan membedakan lima status kawan schaya (Wenizel Er Asher.
1995):
1. Anak-anak yang popular (popular children) sering kali dipilih sebagai sahabat
dan jarang tidak disukai oleh kawan sebayanya.
2. Anak yang rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih
secara positif maupun negatif oleh kawan sebayanya.
3. Anak yang diabaikan (neglected children) jarang dipilit sebagai sahabat namun
bukan karena tidak disukai oleh kawan sebayanya.
4. Anak yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagai sahabat oleh
seseorang dan secara aktif tidak disukai oleh kawan sebayanya.
5. Anak yang kontroversial (controversial children) sering dipilih sebagai kawan
terbaik seseorang namun umumnya tidak disukai oleh kawan sebayanya.

Anak-anak yang popular memiliki sejumlah keterampilan sosial yang membuat


mereka disukai. Anak-anak tersebut memberikan penguatan, mendengarkan secara
cermat, membina jalur komunikasi secara terbuka dengan kawan sebaya,
bahagia,mengendalikan emosi /emosi negatifnya. bertindak menurut caranya
sendiri, memperlihatkan antusiasme dan peduli pada orang lain, percaya diri tanpa
bersikap sombong. Sedangkan anak anak yang di tolak memikili masalah
penyelesaian diri yang serius.

John Coic (2004, hal 252-253) memberikan tiga alasan mengapa anak laki-laki
yang agresil dan ditolak kawan-kawan memiliki masalah dalam relasi sosialnya:
* "Pertama, anak laki-laki vang ditolak dan agresit cenderung lebih irapulsif dan
memiliki masalah dalam mempertahankan atensi. Akibatya, mereka cenderung
mengganggu akrivitas yang sedang berlangsung di kelas dan dalam kegiatan
kelompok.
* Kedua, anak laki-laki yang ditolak dan agresif cenderung lebih reaktif secara
emosi. Mereka lebih mudah marah dan mungkin lebih sulit tenang sesudahnya.
Karena hal ini mereka menjadi lebih mudah marah pada kawan sebayanya dan
menyerang secara verbal dan fisik
* Ketiga, anak-anak yang ditolak kurang memiliki keterampilan sosial
yangdiperlukan untuk berkawan dan mempertahankan relasi yang positif dengan
kawan sebaya

Bagaimana melatih anak -anak yang ditolak agar mereka dapat berinteraksi secara
lebih efektif? Anak-anak vang ditolak dapat diajarkan untuk menilai secara lebih
efektif, apakah kawan-kawannya momiliki intensi negatif.
Mereka dapat diminta melakukan bermain peran atau mendiskusikan situasi
hipotesis yang
menggambarkan pertemuan negatif dengan kawan-kawan; misalnya ketika kawan-
kawan menjegalnya, Dalam beberapa program, anak-anak disuruh untuk
mengamati
video mengenai interaksi kawan yang baik dan belajar dari apa vang relah mereka
lihat.

KOGNISI SOSIAL
Seorang anak laki-laki secara tidak sengaja tersandung dan menjatuhkan minuman
ringon dari tangan anak laki-laki lain. Anak laki-laki tersebut salah
menginterpretasikan
kejadian tersebut sebagai permusuhan, yang kemudian menggiringnya untuk
membalas secara agresif anak laki-laki yang tersandung itu. Setelah mengalami
kejadian semacam ini berulangkali, kawan sekelas anak laki-laki yang agresif
itumulai memandangnya
sebagai anak yang memiliki kebiasaan tidak baik. Kejadian ini mendemonstrasikan
pentingnya kognisi sosial (social cognition) – pemikiran mengenai hal-hal sosial,
seperti interpretasi dari anak laki-laki yang agresif itu mengenai peristiwa tadi
sebagai permusuhan dan persepsi kawan-kawan sekelas mengenai tingkah lakunya
yang tidak sesuai. Kognisi sosial anak-anak mengenai kawan sebaya menjadi
semakin penting untuk memahami relasi kawan sebaya di masa kanak-kanak
perengahan dan akhir. Salah satu vang menjadi minat khusus adalah cara anak-anak
memproses informasi mengenai relasi kawan sebaya dan pengetahuan sosial
mereka.Kenneth Dodge (1983) menyatakan bahwa anak-anak melalui lima langkah
dalam menginterpretasikan dunia sosial mereka. Mereka membaca kode/sandi
isyarat sosial, menginterpretasi, mencari respons
,memilih respons yang optimal dan bertindak.
Dodge menemukan bahwa anak laki-laki yang agresif cenderung memandang
Tindakan anak lain sebagai bermusuhan ketika intensi anak itu tidak jelas. Di
samping itu. ketika anak laki-laki agresif mencari isyaray-isyarat untuk menentukan
intensi kawan-kawanya, mereka berespons dengan lebih cepat. kurang efisien, dan
kurang reflektif dibandingkan anak-anak yang tidak agresif. Ini semua adalah
faktor-faktor sosial yang diyakini terlihat dalam konllik anak-anak. Pengetahuan
sosial juga melibatkan kemampuan anak-anak untuk berada bersama
kawan-kawan. Mereka perlu mengetahui tujuan yang hendak dicapai dalam situasi
yang jelas atau tidak jelas, bagaimana memulai dan membina ikatan sosial dan skrip
apa yang harus dikuri agar anak-anak lain dapat menjadi kawannya. Sebagai contoh,
sebagai bagian dari cara berteman adalah mengatakan hal hal baik, tanpa
memandang apa yang kawan lain lakukan atau katakan, akan membuat kawan
sebaya lebih menyukai anak itu.

BULLYING
cukup banyak siswa yang menjadi korban bullying. Berdasarkan hasil sebualt survei
yang melibatkan lebih dari 15.000 siswa dari kelas 6 hingga 10, ditemukan bahwa
hampir satu dari tiga siswa menyatakan bahwa mereka kadang atau sering kali
menjadi korban atau pelaku bullying.
Dalam studi ini, bullying diartikan sebagai perilaku verbal atau fisik yang
dimaksudkan untuk menyerang orang lain yang kurang kuat. salah satu tipe bullying
yang paling sering dilakukan adalah meremehkan penampilan atau perkataan.
Berdasarkan studi yang baru saja di jabarkan. Ternyata para siswa laki laki dan
sekolah dasar adalah yang paling sering mengalami bullying.
Di bandingkan anak anak lain pada umumnya.
Anak anak yang menjadi korban bullying lebih banyak mengatakan merasa kesepian
dan kesulitan berkawan. Sementara para pelaku bullying lebih banyak yang
memiliki ranking rendah serta terlibat dalam prilaku merokok dan minum alkohol.
Para peneliti menemukan bahwa anak anak yang cemas, secara sosial menarik diri,
dan agresif memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi korban
bullying. Anak-anak yang cemas dan secara sosial menarik diri cenderung menjadi
korban karena mereka tidak mengancam dan tidak balas dendam; anak-anak yang
agresif juga cenderung menjadi sasaran bullying karena tingkah laku mereka
mengganggu para pelaku bullying.
Konteks sosial memengaruhi bullying.
penelitian terbaru mengindikasi bahwa 70 hingga 80 persen korban bullying berada
di kelas yang sama. Dalam banyak kasus, pelaku bullying menyiksa korban untuk
mendapatkan status yang lebih tinggi di kelompok kawan sebaya dan pelaku
memerlukan orang lain untuk menyaksikan kekuasaannya.
Dalam salah satupenelitian, pelaku bullying hanya ditolak oleh kawan sebaya di
mana mereka dianggap menjadi ancaman dalam penelitian lain, pelaku bullying
saling berafiliasi atau dalam beberapa kasus memperiahankan posisi mereka dalam
kelompok kawan sebaya yang populer.
Bagaimanakah dampak bullying itu? Sebuah studi terbaru mengindikasikan bahwa
pelaku dan Korban bullying di masa remaja cenderung mengalami depresi dan
berniat bahkan mencoba bunuh diri dari pada yang tidak
terlibat dalam bullying.
Bullying telah dikaitkan dengan bunuh diri: Dalam sebuah kasus terbaru. seorang
anak usia 8 tahun melompat dari lantai 2 sebuah gedung.
dalam kasus lain di kota yang sama, seorang anak usia 13 tahun menggantung
dirinya: dan sekelompok remaja mengganggu seorang remaja
perempuan dengan kejam, hingga remaja perempuan itu bunuh diri Studi lainnva
mengungkapkan bahwa pelaku, korban, atau pelaku sekaligus korban bullying,
bermasalah terhadap kesehatannya (seperti sakit kepala, pusing, sulit ridur, dan
merasa cemas) daripada anak-anak yang tidak terlibat bullying.

SAHABAT
Mengapa persahabalam pada anah-anak merupakan hat yang penting? telah
mempelajari relasi dengan kawan kawan dan
Sahabat lebih dari tiga dekade. Baru baru ini ia menyimpukan bahwa sahabat dapar
menjadi sumber daya kognitif dan emosi dari masa kanak-kanak hingga tua. Sahabat
dapat meningkatkan penghargaan -diri dan rasa sejahtera.Secara lebih khusus,
persahaban anak-anak memiliki enam fungsi.
1. Pertemanan (Companionship). Persahabatan memungkinkan anak-anak memiliki
seorang mitra dan pasangan bermain yang dikenal, sescorang yang bersedia
meluangkan waktu bersama mereka dan bergabung dalam aktivitas kerja sama.
2. Stimulasi (Stimmlation). Persahabatan memungkinkan anak-anak memperoleh
informasi yang menarik, menggairahkan, dan mengasyikkan.
3. Dukungan fisik (Physical support). Sahabat memberi waktu, sumber daya. dari
bantuan.
4. Dukungan ego (Ego support). Sahabat memberikan dukungan. pengukuhan, dan
umpan-balik, yang dapat membantu anak-anak membina kesannya mengenai diri
sendiri sebagai individu yang kompeten, menarik. dan berharga.
5. Perbandingan sosial (Social comparison). Persahabatan memungkinkan anak
memperoleh informasi mengenai posisinya di antara anak lain dan apakah ia baik
baik saja.
6. Afeksj dan keakraban (Affection and intimacy) Persahabatan memmungkinkan
anak-anak menjalin relasi dengan orang lain secarahangat, dekat, dan percaya.
Keakraban dalam persahabatan (intimacy in friendship) memiliki ciri adanya
keterbukaan-diri (self-disclosure) dan berhagi (sharing) pikiran-pikiran pribadi.
Rise mengungkaptan bahwa persahabatan yang akrab, bisa jadi tidak muncul hingga
awal remaja.

4. SEKOLAH
mencirikan aspek sekolah dalam perkembangan anak-anak di masa kanak kanak
pertengahan dan akhir.

PENDEKATAN KONTEMPORER TERHADAP PEMBELAJARAN SISWA


pendekatan Konstruktivis dan Instruksi Langsung pendekatan konstruktivis
(constructive approach) adalah sebuah pendekatan yang berpusat padasiswa yang
mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam menyusun dan memahami
pengetahuannya melalui bimbingan dari guru. Menurut pandangan konstruktivis,
para guru sebaiknya tidak sekedar berusaha menyampaikan informasi kepada anak
anak Lebih dari itu, anak anak sebaiknya didorong umuk mengeksplorasi dunianya,
menemukan pengetahuan, berefleksi, dan berpikir secara kritis yang disertai
dengan pemantauan yang cermat dan bimbingan yang bermakna dari guru.
konstruktivisme menekankan kolaborasi - anak-anak saling bekerja sama ketika
berusaha mengetahui dan memahami. Scorang guru yang menggunakan filosofi
konstruktif instruksional tidak akan meminta anak-anak untuk
menghafalkan informasi: guru akan memberi mereka peluang untuk
mengonstruksikan pengetahuan dan pemahamanya secara bermakna sambil
membimbingnya
Sebaliknya. pendekatan instruksi langsung (direct instruction approach) adalah
pendekatan yang bersifat terstruktur, berorientasi pada guru, yang ditandai oleh
adanya pengarahan dan kendali dari guru, ekspektasi guru yang inggi terhadap
kemajuan para siswa. penggunaan waktu secara maksimum untuk tugas-lugas
akademis, serta usaha Untuk menjaga agar efeknegatif menjadi minimal. Tujuan
penting dari pendekatan
instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa.

Akuntabilitas.
Sejak tahun 1990-an. Pemerintah dan masyarakat AS di setiap level menuntut
akuntabilitas yang semakin besar dari sekolah-sekolah. Salah satu hasilnva
adalah tes yang diwajibkan oleh pemerintah untuk mengukur hal-hal yang telah
atau belum dipelajari oleh siswa.
Pendekatan ini menjadi kebijakan nasional pada
tahun 2002. ketika undang-undang mengenai No Child left Behind (NCLB)
diresmikan sepagai hukum.
Para pendukung program ini menyatakan bahwa standardisasi tes secara luas
akan memberikan sejumlah efek positif. efek-efek positif ini meliputi: meningkatnya
performa siswa; meningkatnva waktu pengajaran untuk subjek yang dites;
ekspektasi yang tinggi terhadap seluruh siswa; identifikasi terhadap sekolah,guru,
dan administrasi yang buruk; dan meningkatnya kepercayaan pada sekolah seiring
dengan meningkatya skor-skor tes.
Para kritikus berpendapat bahwa undang-undang NCLB akan lebih banyak
memberikan dampak buruk dibandingkan dampak positif.
Salahsatu kritik menekankan bahwa menggunakansebuah tes tunggal sebagai
indikator satu satunya untuk kemajuan dan kompetensi para siswaakan
memberikan gambaran yang sangat terbatas mengenai keterampilan para siswa.

STATUS SOSIOEKONOMI DAN ETNISITAS


Anak-anak yong berasal dari latar belakang etnik minoritas dan memiliki
penghasilan rendah, cenderung lebih mengalami kesulitan di sekolah.
Dibandingkan dengan anak-anak kulit putih dan berasal dari status sosial ekonomi
menengah. Mengapa? Para kritikus berpendapat bahwa sekolah tidak melayani
secara baik para siswa yang berasal dari etnik minoritas dan berpenghasilan rendah
untuk mengatasi hambatan-hambatan untuk berprestasi.

PENDIDIKAN PARA SISWA BERLATAR – BELAKANG PENGHASILAN RENDAH


Banyak anak yang hidup dalam kemiskinan
menghadapi masalah-masalah yang menghambat kegiatan belajarnya. Mereka
mungkin memiliki orang tua yang tidak menetapkan standar pendidikan yang tinggi,
orang tua yang tidak mampu mengajari membaca, atau orang tua yang tidak
memiliki cukup uang untuk membayar materi dan pengalaman pendidikan, seperti
buku dan perjalaman ke kebun binatang atau museum. Mereka mungkin
kekurangan gizi serta tinggal di daerah kumuh yang diwarnai oleh gaya hidup yang
penuh dengan kejahatan dan kekerasan. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa
lingkungan yang tidak mendukung (seperti lingkungan herpenghasilan rendalt alau
lingkat pengangguran yang tinggi) terkait dengan rendahnya konsistensi, stimulasi.
gaya pengasuhan yang menekankan hukuman Sehingga menjadikan anak yang
bermasalah dengan perilaku dan kemampuan verbal. Studi terbaru lainnya
mengungkapkan bahwa semakin lama anak anak berada dalam kemiskinan ,
semakin besar dampaknya terhadap perkembangan kognitif anak.
Di bandingkan dengan sekolah sekolah yang terletak di lingkungan berpenghasilan
lebih tinggi. Sekolah sekolah yang terletak di lingkungan berpenghasilan lebih
rendah cenderung memiliki lebih banyak siswa dengan prestasi rendah. Tingkat
kelulusan yang rendah, serta lebih sedikit siswa yang melanjutkan ke universitas.
Sekolah sekolah ini juga lebih banyak guru muda yang belum berpengalaman.
Mereka juga lebih banyak mendorong cara belajar dengan banyak menghafalkan.

ETNISITAS DI SEKOLAH
Lebih dari sepertiga para siswa afrika-amerika dan hampir sepertiga dari semua
siswa latin yang bersekolah di 47 sekolah negri terbesar di amerika serikat.
Sementara siswa kulit putih hanya 5% dan siswa asia-amerika 22%. Sebagian
sekolah sekolah di pusat kota ini masih terpencil, kurang memperoleh dana, dan
tidak memberikan kesempatan yang memadai bagi anak anak agar dapat belajar
secara efektif.

Pengalaman sekolah dari para siswa berbagai kelompok etnik juga bervariasi .
Dibandingkan dengan Dibandingkan para siswa kulit putih non-latin ataupun para
siswa Amerika dari Asia, para siswa afrika-Amerika dan Latin lebih sedikit yang
mengikuti program persiapan memasukin universitas. Para siswa afrika-amerika
lebih banyak mengikuti program remedial dan program khusus. Dibandingkan
kelompok minoritas lainnya, siswa asia-amerika cenderung mengikuti kegiatan
bertema matematika dan sains di sekolah menengah atas. Jumlah siswa
afrika-amerika yang di hukum dua kali lebih banyak di bandingkan siswa latin,
amerika asli, atau kulit putih.
Berikut beberapa strategi yang dapat di gunakan untuk meningkatkan relasi di
antara para siswa yang berasal dari berbagai macam etnik:
1. Aturlah susunan tempat duduk di kelas yang memungkinkan perbauran
2. Mendorong para siswa untuk memiliki kontak pribadi yang positif dengan
keragaman siswa lain
3. Mengurangi bias
4. Memandang sekolah dan komunitas sebagai tim
5. Menjadi seorang mediator budaya yang kompeten

PERBANDINGAN LINTAS BUDAYA


Dalam tiga dekade terakhir ini. cukup banyak
pemberitaan yang menyatakan bahwa prestasi anak-anak Amerika di bidang
matematika dan ilmu pengetahuan tergolong rendah (Educational Testing Service,
1992). Dalam sebuah perbandingan berskala besar terhadap prestasi matematika
dan sains pada siswa kelas 4 AS di tahuo 2007, rata-rata nilai matematika siswa
kelas 4 di AS lebih tinggi dari 23 negara dan lebih rendah dari 8 negara, dari
seluruhnya 35
negara (termasuk Asia dan Eropa) (Pusat Nasional Statistik Pendidikan, 2009).
Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai alasan perbedaan lintas budaya yang
besar ini. Steveson dan koleganya menghabiskan ribuan jam observasi kelas, serta
wawancara dan mensurvei guru, siswa dan orang tua. Mereka menemukan bahwa
guru-guru di asia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar
matematika dari pada guru-guru amerika.
Selain jumlah waktu yang lebih banyak dalam mengajar matematika, perbedaan
juga terjadi pada faktor orang tuanya. Orang tua di AS memiliki ekspetasi yang
rendah terhadap pendidikan dan prestasi anaknya di bandingkan orang tua di asia.
Para orang tua di AS meyakini bahwa kemampuan matematika merupakan faktor
bawaan, sedangkan orang tua di asia bahwa prestasi matematika anak anaknya
merupakan konsekuensi dari usaha dan latihan.
Terkait perbedaan antara orang tua di Asia dan AS mengenai usaha dan
kemampuan. Carol Dweek (2006) menggambarkan pentingnya pola pikir (mindset)
anak-anak. Yang di definisikan oleh dweek sebagai pandangan
kognitif yang dikembangkan oleh individo untuk dir mereka sendiri. Dweek
menyimpulkan bahwa individu memiliki satu dari dua pola pikir berkut:
(1) pola pikir tetap (fixed mindset). di mana individu berpikir bahwa
kemampuannya terukir di atas batu dan tidak dapat berubah; alau (2) pola
pikir berkembang (growth miniset), di mana individu meyakini baliva
kemampuannya dapat berubah dan meningkat melalui usaha yang keras.
Dweek (2006) berpendapat bahwa pola pikir akan memengaruhi apakah
seseorang menjadi optimistik atau pesimistik, tujuan mereka dan seberapa
Keras usaha mereka mencapai tujuan, serta apa yang akan dicapai. Deeck
mengatakan bahaa pola pikir mulai dibentuk di masa kanak-kanak ketika
anak-anak berinteraksi dengan
orang tua, guru, dan pelatih, di mana masing-masing orang tersehun juga memiliki
baik pola pikir retap atau pun berkembang. Dweek menggambarkan pola pikir
berkembang dari seorang guru kelas 2 di Chicago, Marva Collins. Tujuan Collins
adalah untuk mengubah pola pikir tetap dan apatis anak-anak menjadi pola pikir
berkembang.

Anda mungkin juga menyukai