Keluarga
Menjelaskan perubahan perkembangan dalam relasi orang tua-anak, orang tua
sebagai manager, serta perubahan sosial dalam keluarga
KELUARGA TIRI
Orang Tua membutuhkan waktu untuk mmenikah, memiliki anak, bercerai, dan
menikah kembali,
Akibatmya , ada lebih banyak anak-anak sekolah dasar dan sekolah lanjutan di
bandingkan anak-anak bayi alau prasekolah yang hidup bersama keluarga tiri.
Akhir akhir ini jumlah orang yang menikah kembali beserta anak anaknya terus
bertambah. Demikiam pula, jumlah perceraian di antara pasangan yang menikah
kembali mencapai 10 persen lebih besar di bandingkan jumlah perceraian di
pernikahan pertama. Sekitar setengah dari anak-anak yang orang tuanya bercerai
akan memiliki orang tua tiri setelah empat tahun bercerai.
Orang tua yang menikah kembali menghadapi sejumlah tugas unik. Pasangan harus
mendefinisikan dan memperkuat pernikahan mereka di waktu yang sama mereka
juga harus bernegoisasi kembali mengenai relasi dengan orang tua kandung serta
membina relasi antara orang tua tiri- anak tiri dan antarsaudara tiri
Tiga tipeumum dari struktur keluarga tiri adalah (1) ayah tiri, (2) ibu tiri. dan (3)
campuran
atau kompleks. Dalam keluarga dengan ayah tiri. biasanya ibu yang diserahi
Pengasuhan merelihara anak-anak, menikah kembali, memperkenalkan ayah tiri ke
dalam hidup anak-anak. Dalam keluarga dengan ilu tiri, biasanya ayah yang diserahi
pengasuhan memelihara anak-anak, menikah kembali memperkenalkan ibu tiri ke
dalam hidup anak-anak. Dalam keluarga tiri campuran atau kompleks. kedua orang
tua membesarkan anak-anak dari pernikalan sebelumnya dan mereka tinggal di
dalam keluarga tiri yang baru.
Sering Kali anak-anak memiliki relasi yang lehih baik dengan orang tua yang
mereliharanya (Ibu di dalam keluarga dengan ayah tiri, ayah di dalam keluarga
dengan ibu tiri) dibandingkan dengan orang tua tiri.
Di samping itu, anak-anak dalam keluarga sederhana (ibu tiri, ayah tiri) sering kali
memperlihatkan penyesuaian yang lebih baik dibandingkan anak-anak lain dalam
keluarga yang kompleks (campuran) (tetheringion & Kelly, 2002). Seperti dalam
keluarga yang bercerai, anak-anak dalam keluarga tiri memperlihatkan
lebih banyak masalah penyesuaian dibandingkan anak-anak dalam keluarga yang
tidak bercerai (Hetheringion.Bridges. & Isabella, 1998; Hetheringion Er Kelly, 2002).
Masalah penyesuaian tersebut serupa dengan masalahyang ditemukan pada anak-
anak dari orang tua yang bercerai - masalah akademis dan penghargaan-diri rendah.
3. Kawan-kawan sebaya
Memgidentifikasi perubahan dalam relasi kawan-kawan sebaya di masa kanak-
kanak pertengahan dan akhir.
PERUBAHAN PERKEMBANGAN
ketika anak anak memasuki tahun tahun sekolah dasar. Hubungan timbal balik
menjadi hal yang penting dalam relasi dengan kawan kawan. Para peneliti
memperkirakan bahwa presentase waktu yang di gunakan di dalam interaksi sosial
dengan kawan kawan meningkat dari sekitar 10 persen di usia 2 tahun hingga 30
persen di masa kanak kanak pertengahan dan akhir. Dalam sebuah study klasik,
sebuah sekolah dasar umumnya mencakup sekitar 300 episode dengan kawan
kawan sebaya. Ketika anak-anak memasuki masa kanak kanak pertengahan dan
akhir, ukuran kelompok menjadi bertambah besar dan pemantauan dari orang
dewasa terhadap interaksi dengan kawan sebaya berkurang.
John Coic (2004, hal 252-253) memberikan tiga alasan mengapa anak laki-laki
yang agresil dan ditolak kawan-kawan memiliki masalah dalam relasi sosialnya:
* "Pertama, anak laki-laki vang ditolak dan agresit cenderung lebih irapulsif dan
memiliki masalah dalam mempertahankan atensi. Akibatya, mereka cenderung
mengganggu akrivitas yang sedang berlangsung di kelas dan dalam kegiatan
kelompok.
* Kedua, anak laki-laki yang ditolak dan agresif cenderung lebih reaktif secara
emosi. Mereka lebih mudah marah dan mungkin lebih sulit tenang sesudahnya.
Karena hal ini mereka menjadi lebih mudah marah pada kawan sebayanya dan
menyerang secara verbal dan fisik
* Ketiga, anak-anak yang ditolak kurang memiliki keterampilan sosial
yangdiperlukan untuk berkawan dan mempertahankan relasi yang positif dengan
kawan sebaya
Bagaimana melatih anak -anak yang ditolak agar mereka dapat berinteraksi secara
lebih efektif? Anak-anak vang ditolak dapat diajarkan untuk menilai secara lebih
efektif, apakah kawan-kawannya momiliki intensi negatif.
Mereka dapat diminta melakukan bermain peran atau mendiskusikan situasi
hipotesis yang
menggambarkan pertemuan negatif dengan kawan-kawan; misalnya ketika kawan-
kawan menjegalnya, Dalam beberapa program, anak-anak disuruh untuk
mengamati
video mengenai interaksi kawan yang baik dan belajar dari apa vang relah mereka
lihat.
KOGNISI SOSIAL
Seorang anak laki-laki secara tidak sengaja tersandung dan menjatuhkan minuman
ringon dari tangan anak laki-laki lain. Anak laki-laki tersebut salah
menginterpretasikan
kejadian tersebut sebagai permusuhan, yang kemudian menggiringnya untuk
membalas secara agresif anak laki-laki yang tersandung itu. Setelah mengalami
kejadian semacam ini berulangkali, kawan sekelas anak laki-laki yang agresif
itumulai memandangnya
sebagai anak yang memiliki kebiasaan tidak baik. Kejadian ini mendemonstrasikan
pentingnya kognisi sosial (social cognition) – pemikiran mengenai hal-hal sosial,
seperti interpretasi dari anak laki-laki yang agresif itu mengenai peristiwa tadi
sebagai permusuhan dan persepsi kawan-kawan sekelas mengenai tingkah lakunya
yang tidak sesuai. Kognisi sosial anak-anak mengenai kawan sebaya menjadi
semakin penting untuk memahami relasi kawan sebaya di masa kanak-kanak
perengahan dan akhir. Salah satu vang menjadi minat khusus adalah cara anak-anak
memproses informasi mengenai relasi kawan sebaya dan pengetahuan sosial
mereka.Kenneth Dodge (1983) menyatakan bahwa anak-anak melalui lima langkah
dalam menginterpretasikan dunia sosial mereka. Mereka membaca kode/sandi
isyarat sosial, menginterpretasi, mencari respons
,memilih respons yang optimal dan bertindak.
Dodge menemukan bahwa anak laki-laki yang agresif cenderung memandang
Tindakan anak lain sebagai bermusuhan ketika intensi anak itu tidak jelas. Di
samping itu. ketika anak laki-laki agresif mencari isyaray-isyarat untuk menentukan
intensi kawan-kawanya, mereka berespons dengan lebih cepat. kurang efisien, dan
kurang reflektif dibandingkan anak-anak yang tidak agresif. Ini semua adalah
faktor-faktor sosial yang diyakini terlihat dalam konllik anak-anak. Pengetahuan
sosial juga melibatkan kemampuan anak-anak untuk berada bersama
kawan-kawan. Mereka perlu mengetahui tujuan yang hendak dicapai dalam situasi
yang jelas atau tidak jelas, bagaimana memulai dan membina ikatan sosial dan skrip
apa yang harus dikuri agar anak-anak lain dapat menjadi kawannya. Sebagai contoh,
sebagai bagian dari cara berteman adalah mengatakan hal hal baik, tanpa
memandang apa yang kawan lain lakukan atau katakan, akan membuat kawan
sebaya lebih menyukai anak itu.
BULLYING
cukup banyak siswa yang menjadi korban bullying. Berdasarkan hasil sebualt survei
yang melibatkan lebih dari 15.000 siswa dari kelas 6 hingga 10, ditemukan bahwa
hampir satu dari tiga siswa menyatakan bahwa mereka kadang atau sering kali
menjadi korban atau pelaku bullying.
Dalam studi ini, bullying diartikan sebagai perilaku verbal atau fisik yang
dimaksudkan untuk menyerang orang lain yang kurang kuat. salah satu tipe bullying
yang paling sering dilakukan adalah meremehkan penampilan atau perkataan.
Berdasarkan studi yang baru saja di jabarkan. Ternyata para siswa laki laki dan
sekolah dasar adalah yang paling sering mengalami bullying.
Di bandingkan anak anak lain pada umumnya.
Anak anak yang menjadi korban bullying lebih banyak mengatakan merasa kesepian
dan kesulitan berkawan. Sementara para pelaku bullying lebih banyak yang
memiliki ranking rendah serta terlibat dalam prilaku merokok dan minum alkohol.
Para peneliti menemukan bahwa anak anak yang cemas, secara sosial menarik diri,
dan agresif memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi korban
bullying. Anak-anak yang cemas dan secara sosial menarik diri cenderung menjadi
korban karena mereka tidak mengancam dan tidak balas dendam; anak-anak yang
agresif juga cenderung menjadi sasaran bullying karena tingkah laku mereka
mengganggu para pelaku bullying.
Konteks sosial memengaruhi bullying.
penelitian terbaru mengindikasi bahwa 70 hingga 80 persen korban bullying berada
di kelas yang sama. Dalam banyak kasus, pelaku bullying menyiksa korban untuk
mendapatkan status yang lebih tinggi di kelompok kawan sebaya dan pelaku
memerlukan orang lain untuk menyaksikan kekuasaannya.
Dalam salah satupenelitian, pelaku bullying hanya ditolak oleh kawan sebaya di
mana mereka dianggap menjadi ancaman dalam penelitian lain, pelaku bullying
saling berafiliasi atau dalam beberapa kasus memperiahankan posisi mereka dalam
kelompok kawan sebaya yang populer.
Bagaimanakah dampak bullying itu? Sebuah studi terbaru mengindikasikan bahwa
pelaku dan Korban bullying di masa remaja cenderung mengalami depresi dan
berniat bahkan mencoba bunuh diri dari pada yang tidak
terlibat dalam bullying.
Bullying telah dikaitkan dengan bunuh diri: Dalam sebuah kasus terbaru. seorang
anak usia 8 tahun melompat dari lantai 2 sebuah gedung.
dalam kasus lain di kota yang sama, seorang anak usia 13 tahun menggantung
dirinya: dan sekelompok remaja mengganggu seorang remaja
perempuan dengan kejam, hingga remaja perempuan itu bunuh diri Studi lainnva
mengungkapkan bahwa pelaku, korban, atau pelaku sekaligus korban bullying,
bermasalah terhadap kesehatannya (seperti sakit kepala, pusing, sulit ridur, dan
merasa cemas) daripada anak-anak yang tidak terlibat bullying.
SAHABAT
Mengapa persahabalam pada anah-anak merupakan hat yang penting? telah
mempelajari relasi dengan kawan kawan dan
Sahabat lebih dari tiga dekade. Baru baru ini ia menyimpukan bahwa sahabat dapar
menjadi sumber daya kognitif dan emosi dari masa kanak-kanak hingga tua. Sahabat
dapat meningkatkan penghargaan -diri dan rasa sejahtera.Secara lebih khusus,
persahaban anak-anak memiliki enam fungsi.
1. Pertemanan (Companionship). Persahabatan memungkinkan anak-anak memiliki
seorang mitra dan pasangan bermain yang dikenal, sescorang yang bersedia
meluangkan waktu bersama mereka dan bergabung dalam aktivitas kerja sama.
2. Stimulasi (Stimmlation). Persahabatan memungkinkan anak-anak memperoleh
informasi yang menarik, menggairahkan, dan mengasyikkan.
3. Dukungan fisik (Physical support). Sahabat memberi waktu, sumber daya. dari
bantuan.
4. Dukungan ego (Ego support). Sahabat memberikan dukungan. pengukuhan, dan
umpan-balik, yang dapat membantu anak-anak membina kesannya mengenai diri
sendiri sebagai individu yang kompeten, menarik. dan berharga.
5. Perbandingan sosial (Social comparison). Persahabatan memungkinkan anak
memperoleh informasi mengenai posisinya di antara anak lain dan apakah ia baik
baik saja.
6. Afeksj dan keakraban (Affection and intimacy) Persahabatan memmungkinkan
anak-anak menjalin relasi dengan orang lain secarahangat, dekat, dan percaya.
Keakraban dalam persahabatan (intimacy in friendship) memiliki ciri adanya
keterbukaan-diri (self-disclosure) dan berhagi (sharing) pikiran-pikiran pribadi.
Rise mengungkaptan bahwa persahabatan yang akrab, bisa jadi tidak muncul hingga
awal remaja.
4. SEKOLAH
mencirikan aspek sekolah dalam perkembangan anak-anak di masa kanak kanak
pertengahan dan akhir.
Akuntabilitas.
Sejak tahun 1990-an. Pemerintah dan masyarakat AS di setiap level menuntut
akuntabilitas yang semakin besar dari sekolah-sekolah. Salah satu hasilnva
adalah tes yang diwajibkan oleh pemerintah untuk mengukur hal-hal yang telah
atau belum dipelajari oleh siswa.
Pendekatan ini menjadi kebijakan nasional pada
tahun 2002. ketika undang-undang mengenai No Child left Behind (NCLB)
diresmikan sepagai hukum.
Para pendukung program ini menyatakan bahwa standardisasi tes secara luas
akan memberikan sejumlah efek positif. efek-efek positif ini meliputi: meningkatnya
performa siswa; meningkatnva waktu pengajaran untuk subjek yang dites;
ekspektasi yang tinggi terhadap seluruh siswa; identifikasi terhadap sekolah,guru,
dan administrasi yang buruk; dan meningkatnya kepercayaan pada sekolah seiring
dengan meningkatya skor-skor tes.
Para kritikus berpendapat bahwa undang-undang NCLB akan lebih banyak
memberikan dampak buruk dibandingkan dampak positif.
Salahsatu kritik menekankan bahwa menggunakansebuah tes tunggal sebagai
indikator satu satunya untuk kemajuan dan kompetensi para siswaakan
memberikan gambaran yang sangat terbatas mengenai keterampilan para siswa.
ETNISITAS DI SEKOLAH
Lebih dari sepertiga para siswa afrika-amerika dan hampir sepertiga dari semua
siswa latin yang bersekolah di 47 sekolah negri terbesar di amerika serikat.
Sementara siswa kulit putih hanya 5% dan siswa asia-amerika 22%. Sebagian
sekolah sekolah di pusat kota ini masih terpencil, kurang memperoleh dana, dan
tidak memberikan kesempatan yang memadai bagi anak anak agar dapat belajar
secara efektif.
Pengalaman sekolah dari para siswa berbagai kelompok etnik juga bervariasi .
Dibandingkan dengan Dibandingkan para siswa kulit putih non-latin ataupun para
siswa Amerika dari Asia, para siswa afrika-Amerika dan Latin lebih sedikit yang
mengikuti program persiapan memasukin universitas. Para siswa afrika-amerika
lebih banyak mengikuti program remedial dan program khusus. Dibandingkan
kelompok minoritas lainnya, siswa asia-amerika cenderung mengikuti kegiatan
bertema matematika dan sains di sekolah menengah atas. Jumlah siswa
afrika-amerika yang di hukum dua kali lebih banyak di bandingkan siswa latin,
amerika asli, atau kulit putih.
Berikut beberapa strategi yang dapat di gunakan untuk meningkatkan relasi di
antara para siswa yang berasal dari berbagai macam etnik:
1. Aturlah susunan tempat duduk di kelas yang memungkinkan perbauran
2. Mendorong para siswa untuk memiliki kontak pribadi yang positif dengan
keragaman siswa lain
3. Mengurangi bias
4. Memandang sekolah dan komunitas sebagai tim
5. Menjadi seorang mediator budaya yang kompeten