Anda di halaman 1dari 26

Himpunan Psikologi Indonesia – Karasidenan

Pekalongan

Edukasi Pengasuhan Positif


bagi Calon Pengantin Usia
Anak
Oleh: Arina Athiyallah, B.HSc., M.Psi
Contents of this template
Apa yang terbesit di fikiran Bapak dan Ibu
mengenai Video tersebut?
Kasus perkawinan anak di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Dari data
pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak,

2021
tercatat 65 ribu kasus

2022
tercatat 55 ribu pengajuan.
Data Dinsos 2021

Angka Pernikahan Dini di Jateng Tembus 3.32% dari Kasus total 13,034 dan
2021 433 diantaranya pernikahan usia anak. Tertinggi di kecamatan watukumpul
13,67%
Hal ini berdampak pada kasus perceraian di kabupaten Pemalang
tahun 2022 total cerai 4716 diajukan perempuan sebanyak 3719 atau
78,8% dan diajukan laki-laki 997 atau 21,1%. Perceraian tertinggi
didaerah yaitu kecamatan Pemalang, Taman, dan Petarukan
Sebagian besar diajukan perempuan.
Perkawinan yang ideal akan
membangun peradaban Bangsa
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
(UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Perubahan usia minimum perkawinan dari 16 tahun bagi


Perempuan menjadi 19 tahun serta hal lainnya adalah
telah mengakomodasi prinsip kesetaraan dan juga bentuk
afirmasi yang progresif, yaitu menjadi 19 tahun, baik bagi
laki-laki maupun perempuan. Batas usia perkawinan 19
tahun ini harus terus disosialisasikan
secara intensif dan masif
Pengasuhan
Pengasuhan secara harafiah adalah serangkaian
upaya orang tua atau keluarga kepada anak baik
secara fisik, moral, kecerdasan dan kepribadian. 
Pengasuhan anak merupakan tugas dan tanggung
jawab orang tua terhadap anak dalam mendidik,
membimbing, dan merawat sehingga tercipta
generasi penerus bangsa yang gemilang.
Orangtua yang bekerjasama dengan baik
menciptakan model pengasuhan yang positif.
Peran orangtua adalah untuk memberikan
pendampingan, memberikan wawasan, dan memenuhi
kebutuhan anak-anaknya.
Orangtua juga memiliki pengaruh dalam menentukan
pilihan-pilihan yang baik unutk anak-anaknya
termasuk keputusan untuk menikah.
Gaya Pengasuhan
Ada 4 gaya pengasuhan orangtua:
1. Demokratis
2. Otoriter
3. Permisif
4. Neglectful
Demokratis
Orang tua yang Authoritative memiliki harapan yang tinggi untuk berprestasi
dan kedewasaan, namun demikian mereka juga hangat dan responsif. Orang
tua ini menetapkan aturan dan menegakkan batasan dengan memiliki
diskusi terbuka, memberikan bimbingan dan menggunakan penalaran.

• Anak cenderung: Orang tua otoritatif penuh kasih sayang dan


• -Tampil senang dan mendukung. Mereka memberi anak-anak mereka
puas.
otonomi dan dorongan kemerdekaan. Mereka juga
• -Lebih mandiri
• -Lebih aktif. memungkinkan komunikasi dua arah. Pola asuh ini
• -Mencapai kesuksesan gaya ini juga dikenal sebagai gaya pengasuhan
akademik yang lebih demokratis. Anak-anak dari orang tua yang
tinggi. berwibawa dihargai.
• -Mengembangkan harga
diri yang baik.
Otoriter
Orang tua jenis Authoritarian (Otoriter) menuntut kepatuhan yang
membabi buta menggunakan alasan seperti "karena saya berkata
begitu". Mereka hanya mengizinkan satu cara komunikasi melalui
aturan dan perintah.
• Anak cenderung: Orang tua ini menggunakan disiplin yang
• - Memiliki watak yang tidak bahagia. keras dan sering kali menggunakan cara
• -Kurang mandiri. yang keras hukuman, seperti hukuman fisik,
• -Tampak tidak aman. sebagai cara untuk mengontrol perilaku
• -Memiliki harga diri yang rendah. anak-anak. Metode disiplin mereka bersifat
• -Tunjukkan lebih banyak masalah memaksa, yaitu sewenang-wenang, ditaati,
perilaku. mendominasi, dan peduli dengan menandai
• -Berkinerja buruk secara akademis. perbedaan status.
• -Memiliki keterampilan sosial yang lebih
buruk.
• -Lebih rentan terhadap masalah mental.
Permisif
Orang tua yang permisif menetapkan sangat sedikit aturan dan
batasan dan mereka enggan menegakkan aturan. Orang tua jenis ini
hangat dan sangat memanjakan anak tetapi mereka juga tidak suka
mengatakan tidak atau tidak mau mengecewakan anak-anaknya.
• Anak cenderung: Hampir tidak ada aturan, anak-anak
• Tidak bisa mengikuti aturan. didorong untuk berpikir sendiri, menghindari
• Memiliki kontrol diri yang lebih buruk. hambatan, dan tidak menghargai
• Memiliki kecenderungan egosentris. kesesuaian. Orang tua mengambil
• Menghadapi lebih banyak masalah dalam pendekatan "lepas tangan", yang
hubungan dan sosial interaksi. memungkinkan anak-anak untuk belajar dari
konsekuensi dari tindakan mereka. Perilaku
buruk biasanya diabaikan.
Neglectful
Orang tua yang lalai tidak menetapkan batasan yang tegas atau tinggi standar.
Mereka acuh tak acuh terhadap kebutuhan anak-anak mereka dan tidak terlibat
dalam kehidupan mereka. Orang tua yang tidak terlibat ini mungkin memiliki
masalah mental sendiri seperti depresi, atau kekerasan fisik atau penelantaran
anak ketika mereka adalah anak-anak.

• Anak cenderung: Orang tua ini adalah orang tua yang “tidak
• -Lebih impulsif. melakukan apa-apa dan tidak mengatakan
• -Tidak bisa mengatur emosi sendiri. apa-apa”. Orang tua mengizinkan anak-anak
• -Menghadapi lebih banyak masalah untuk melakukan apa pun yang mereka ingin
kenakalan dan kecanduan. lakukan, kapan pun mereka ingin
• -Memiliki lebih banyak masalah mental melakukannya, tanpa imbalan atau
— mis. kecenderungan perilaku bunuh konsekuensi apa pun atas perilaku mereka.
diri pada remaja. Dalam kasus ekstrim, Pola asuh ini dapat
berkembang menjadi pengabaian terhadap
anak.
Sehingga, setiap keputusan yang baik berangkat dari
komunikasi yang baik antara anak dan orangtua

Orang tua dalam menjalankan perannya untuk


mencegah pernikahan dini memiliki beberapa peran
yang harus dilakukan

Orangtua memiliki peran sebagai pendidik, dan


model
Orangtua sebagai pendidik
Orang tua sebagai pendidik dalam pencegahan pernikahan dini
berkaitan dengan pendidikan orang tua karena bagaimana
pemahaman keluarga tentang pernikahan dini. Memberikan
informasi mengenai dampak yang timbul dari pernikahan yang
tidak matang.
Tingkat pendidikan orangtua rendah maka
mempengaruhi pemahaman terhadap upaya pencegahan
pernikahan dini.
” sudahlah daripada tidak
bisa sekolah, nikah saja!”
Orangtua sebagai Contoh
Dalam teorinya Albert Bandura bahwa anak adalah
fotokopi yang handal.

Orang tua harus memberikan contoh yang baik untuk anak-


anaknya seperti perkataan, perbuatan, beribadah, kehidupan,
dan beermasyarakat.
Orangtua sebagai Contoh
Dalam teorinya Albert Bandura bahwa anak adalah
fotokopi yang handal.
Penelitian Novianti (2017) menyatakan bahwa ketika orangtua
tidak menunjukkan contoh yang baik kepada anak-anaknya
seperti berkata kasar, berperilaku tidak baik, maka kesulitan
untuk menghindari pernikahan usia anak.

Sehingga ketika dirumah tidak mendapatkan sosok yang


dijadikan contoh, maka akan mencari sosok itu di luar rumah.
Oleh karena itu, Peran orangtua dalam hal ini
memberikan kepengasuhan keluarga yang hangat, penuh
perhatian dan kasih sayang secara maksimal. Menurut
Erik Erikson suasana keluarga yang demikian
mempengaruhi perkembangan kepribadian yang sehat,
yaitu anak-anak memiliki pribadi yang sangat
mempercayai terhadap lingkungan sosialnya dengan
baik. Hal ini menjadi dasar perkembangan pribadi yang
sehat, stabil, percaya diri dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya
Mari kita dalami perkembangan psikologis calon
pengantin usia anak !

Berdasarkan tahap perkembangan manusia,


masa remaja memiliki rentang usia berawal dari
10 tahun hingga 12 tahun dan berakhir pada usia
18 tahun hingga 22 tahun
Menurut Walgito (2019) Menikah diusia muda
memiliki dampak yang cukup berat bagi
perkembangan psikologis remaja.

1. Fisik : tulang panggulnya masih terlalu kecil


sehingga membahayakan proses melahirkan. Fatal
unutk ibunya dan anaknya.
2. Mental : emosi belum stabil,
perubahan hormone dan proses transisi dari remaja menuju
dewasa, perubahan kognitif; berfikir abstrak
- meningkatkan kecenderungan remaja untuk perilaku berisiko
karena peningkatan motivasi pencarian sensasi dan
penghargaan mendahului peningkatan kontrol kognitif.
- Hubungan remaja dengan orang tua melewati periode
redefinisi di mana remaja menjadi lebih mandiri, dan aspek
pengasuhan, seperti pemantauan jarak jauh dan kontrol
psikologis, menjadi lebih menonjol.
Oleh karena itu, dari segi psikologis usia remaja
belum bisa dikatakan matang, karena pada usia
remaja belum mempunyai kepribadian yang mantap
dan masih labil, dan pada usia remaja pada umumnya
belum mempunyai pegangan dalam hal sosial dan
ekonomi.
Sehingga, perkawinan yang masih terlalu muda
banyak mengundang masalah yang tidak
diharapkan dari segi psikologisnya dan dapat
menimbulkan gangguan psikologis seperti depresi,
PTSD dan lain-lain.
Beberapa cara penanggulangan jo kawin cah yang dapat
diberikan adalah
1. HIMPSI memiliki dua jenis program yaitu berbasis
pengabdian seperti layanan konseling gratis yang biasa
diselenggarakan pada event besar. Yang kedua adalah
kegiatan berbasis professional seperti tes psikologi kesiapan
catin, asssement psikologi lainnya dan bersinergi dengan
KUA sebagai syarat menikah
2. Akademisi : memberikan edukasi terhadap
remaja di sekolah-sekolah dan sesi parenting
kepada orangtua yang memiliki anak remaja pra
nikah mengenai sex education, dampak yang
muncul akibat menikah terlalu dini.
Terimakasih
atas perhatiannya

Anda mungkin juga menyukai